Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA

OTITIS MEDIA
1. Definisi
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah. Saat
bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut.
Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya
saluran. (Mansjoer, 2001).

Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).

Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Mansjoer, Arif, 2001).

2. Anatomi Fisiologi
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali
terbentuk mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan
kehamilan. Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran,
akan tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas.  

a) Telinga dalam
Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya
plakoda otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut
mengalami invaginasi membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi
membentuk suaru kantong, selanjutnya tumbuh menjadi vesikula auditorius.
Suatu proses migrasi, pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian
berlangsung dan segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara jelas
memberi batas tiga divisi utama vesikula auditorius yaitu sakus dan duktus
endolimfarikus, utrikulus dengan duktus semi sirkuler dan sakulus dengan duktus
koklea. Dari utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip gelang. Lapisan membran
yang jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga kanalis semisirkularis pada
perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis berbenruk
spiral.Secara filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang tidak
terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk krista. Di
dalam utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam koklea membentuk
organon koiti. Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam sampai ke 10 fetus,
pada saat itu hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa telah siap.
b) Telinga Luar dan Tengah
Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani dan
tuba. Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan prgan ini dimulai
pada minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali pneumatisasi
mastoid yang terus berkembang sampai pubertas.
Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali basis
stapes yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu kedelapan
sampai mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus.
Liang telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.Membrana
timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar
tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan mengalami
rekanalisasi
3. Etiologi
a) Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media
yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu,
sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga akan terganggu
b) ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal :
sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada
anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis
media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan letaknya agak horisontal.
c) Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri
piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli,
Pneumococcus vulgaris.
4. Manifestasi Klinis
a. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang
dewasa. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang
yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke
otoskop ), dapat mengalami perforasi.
 Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
 Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
 Demam
 Anoreksia
 Limfadenopati servikal anterior
Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu:
1) Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan
tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan
oleh virus atau alergi.
2) Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau seluruh
membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3) Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane
timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit,
suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di
cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler
dan timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa.
Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur.
4) Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu
badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium
Perforasi.
5) Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh
baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.
b. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna
kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung
udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan
pendengaran konduktif.
c. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri
kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan
dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan
nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau
keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.
5. Komplikasi
a. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secarabenar dan
adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengahtermasuk ke otak, namun ini
jarang terjadi setelah adanya pemberianantibiotik.
b. Mastoiditis
c. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
d. Keseimbangan tubuh terganggu
e. Peradangan otak kejang
f. Sukar menyembuh
g. Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
h. Ketulian sementara atau menetap
i. Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak), thrombosis
sinus lateralis.
6. Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga
tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan kemungkinan
refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat steril. Cara masuk
bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi
secret dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi
membran tymphani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan
mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
b. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani
c. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

Pemeriksaan Fisik
a. Otoskopi
Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus dan ruptur pada
membran tympani
Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani
b. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes bisik,
pada klien dengan OMA dapat terjadi penurunan pendengaran pada sisi telinga yang
sakit
c. Tes garpu tala
Tes Rinne : pada uji rinne didapatkan hasil negatif
Tes Weber : pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit
8. MCP KASUS

Key Assesment : Dx1. Nyeri berhubungan dengan

 Sakit telinga/nyeri agen cedera biologisproses

 Vertigo, pusing, gatal pada inflamasi pada telinga tengah

telinga (D.0077)

 Demam Suhu lebih dari DS: merasa sakit/nyeri yang tidak


40C tertoleransi
 Cairan telinga; hitam,
Merasa gelisah
kemerahan, jernih, kuning
 Dengan otoskop tuba DO : tampak menahan nyeri
eustacius bengkak, merah,
Tampak gelisah, TTv abnormal
suram
 Perasaan penuh pada
telinga
Terapi : Pembedahan
timpanosintesis

Dx2. Gangguan persepsi sensori :


pendengaran berhubungan dengan Dx3. Ansietas berhubungan dengan
obstruksi, kerusakan di telinga kehilangan ketajaman penglihatan,
tengah (D.008) rencana operasi (D.0080)

DS: mengalami penurunan dan DS: merasa bingung dan khawatir


ketajaman pendengaran terhadap kondisinya saat ini

DO : merasa kurang pendengaran DO : tampak bingung

Tidak mendengar Tampak gelisah

Tidak merespon saat diajak


komunikasi
Terapi : pembedahan
Terapi : Pembedahan miringotomy masitedoktomy
9. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Otitis Media
a. Penkajian
Pengumpulan pengkajian data melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
seperti di bawah ini :
1) Riwayat kesehatan : adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atas ataukah
sebelumnya klien mengalami ISPA, ada nyeri daerah telinga, perasaan penuh atau
tertekan di dalam telinga, perubahan pendengaran.
2) Pemeriksaan fisik : tes pendengaran, memeriksa membran timpani.
Data yg muncul pada saat pengkajian
a) Sakit telinga/nyeri
b) Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c) Tinitus
d) Perasaan penuh pada telinga
e) Suara bergema dari suara sendiri
f) Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g) Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h) Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i) Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j) Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40C), demam
k) Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l) Reflek kejut
m) Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
n) Tipe warna 2 jumlah cairan
o) Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
p) Alergi
q) Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
r) Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya,
alergi
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologisproses inflamasi pada
telinga tengah
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan obstruksi, kerusakan di telinga
tengah
3) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan persepsi
4) Resiko injury berhubungan dengan kurangnya daya pendengaran,menurun nya
persepsi auditorius
5) Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini, nyeri yang semakin
memberat, menurunnya daya pendengaran.
c. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08038)
dengan agen cedera keperawatan selama 2x24 Observasi
biologisproses jam maka diharapkan nyeri  Observasi lokasi,
inflamasi pada telinga menurun dengan kriteria karakteristik, durasi,
tengah hasil : frekuensi, kualitas,
(D.0077) a. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
b. Gelisah menurun  Identifikasi skala nyeri
c. Meringis menurun  Identifikasi respon nyeri
d. Pola nafas membaik non verbal
TTV dalam batas normal  Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan persepsi L.06053 Intervensi utama :
sensori : pendengaran Setelah dilakukan intervensi Minimalisasi Rangsangan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Observasi :
obstruksi, kerusakan jam maka status neurologis  Periksa status mental,
di telinga tengah membaik dengan kriteria status sensori, dan
(D.008) hasil: tingkat kenyamanan
a. Reaksi pupil (mis.nyeri, kelelahan)
meningkat Terapeutik :
b. Sakit kepala menurun  Diskusikan tingkat
c. Pandangan kabur toleransi terhadap beban
menurun d. Ukuran sensori (mis. terlalu
pupil membaik terang)
d. Gerakan mata  Batasi stimulus
membaik lingkungan (mis.
aktivitas)
 Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu
istirahat
Edukasi:
 Ajarkan cara
meminimalisasi stimulus
(mis.mengatur
pencahayaan ruangan)
Kolaborasi :
 Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
 Kolaborasi pemberian
obat yang
mempengaruhi persepsi
stimulus
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314)
dengan kehilangan keperawatan selama 3x24
ketajaman jam tingkat ansietas Observasi :
penglihatan, rencana (L.09093) dapat berkurang  Identifikasi saat tingkat
operasi dengan kriteria hasil ; ansietas berubah
(D.0080) a. Verbalisasi khawatir  Identifikasi kemampuan
terhadap kondisi yang mengambil keputusan
dihadapi Terapeutik :
b. Perilaku gelisah  Ciptakan lingkungan
menurun terapeutik untuk
c. Kontak mata meningkatkan
membaik kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
Edukasi :
 Informasikan secara
faktual tentang
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama klien
 Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
oat antiansietas
3. Resiko Cedera/injury Setelah dilakukan tindakan Manajemen
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24jam Keselamatan Lingkungan
kurangnya daya pencegahan cedera (L.0132) (I.14513)
pendengaran,menurun dapat diatasi dengan Observasi:
nya persepsi kriteriahasil:  Identifikasi kebutuhan
auditorius (D.0136) a. Kejadian cedera menurun keselamatan
b. Luka/lecet menurun  Monitor perubahan
c. Pendarahan menurun status keselamatan
d. Fraktur menurun lingkungan
Terapeutik:
 Hilangkan bahaya
keselamatan
 Jika memungkinkan
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
risiko
 Sediakan alat bantu
kemanan linkungan
(mis. Pegangan tangan)
 Gunakan perangkat
pelindung (mis. Rel
samping, pintu terkunci,
pagar)
Edukasi
 Ajarkan individu,
keluarga dan kelompok
risiko tinggi bahaya
lingkungan

5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi :


komunikasi verbal keperawatan selama 3x24jam Defisit Pendengaran
berhubungan dengan komunikasi verbal meningkat (I.13493)
gangguan persepsi L.13118 dengan kriteria Observasi
(D.0119) hasil:  Periksa kemampuan
a. Kemampuan pendengaran
berbicara meningkat  Monitor akumulasi
b. Kemampuan serumen berlebihan
mendengar meningkat  Identifikasi metode
c. Kesesuaian ekspresi komunikasi yang disukai
wajah/tubuh pasien (mis: lisan,
meningkat tulisan, Gerakan bibir,
Bahasa isyarat)
Terapeutik
 Gunakan Bahasa
sederhana
 Gunakan Bahasa Isyarat,
jika perlu
 Verifikasi apa yang
dikatakan atau ditulis
pasien
 Fasilitasi penggunaan
alat bantu dengar
 Berhadapan dengan
pasien secara langsung
selama berkomunikasi
 Pertahankan kontak
mata selama
berkomunikasi
 Hindari merokok,
mengunyah makanan
atau permen karet, dan
menutup mulut saat
berbicara
 Hindari kebisingan saat
berkomunikasi
Edukasi
 Anjurkan
menyampaikan pesan
dengan isyarat
 Ajarkan cara
membersihkan serumen
dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung : STIKes Santo Borromeus.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa :
Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai