Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH DAN ASKEP GAGAL GINJAL KEPERAWATAN KRITIS

Disusun oleh kelompok 9 :

Anita Kumala (1019031021)

Enggar Tri Andika (1019031045)

Minti Malelasari (1019031081)

Rina Maesyaroh (1019031120)

Widya Nanda Pradila (1019031150)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN SERANG

SERANG-BANTEN

2021 – 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah dan Askep yang

berjudul Gagal ginjal pada pasien Kritis. Makalah ini dibuat untuk

menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Selain itu juga untuk

menambah pemahaman terkait tentang penyakit gagal ginjal dan asuhan

keperawatan yang tepat pada pasien dengan gagal ginjal.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan tugas penulis selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
HALAMAN BIMBINGAN............................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. LATAR BELAKANG......................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................... 2
C. TUJUAN............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................... 4
A. DEFINISI............................................................................................ 4
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI GAGAL GINJAL ............................. 4
C. ETIOLOGI......................................................................................... 10
D. PATOFISIOLOGI.............................................................................. 11
E. MANIFESTASI KLINIS................................................................... 13
F. KOMPLIKASI................................................................................... 14
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................... 15
H. PENATALAKSANAAN................................................................... 16
I. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN
GAGAL GINJAL.............................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... v

iii
LEMBAR BIMBINGAN MAKALAH
ILMU DASAR KEPERAWATAN II

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN

Kelompok :9

Kelas :

Judul Makalah: MAKALAH DAN ASKEP GAGAL GINJAL KEPERAWATAN

KRITIS

Pembimbing :

Tanggal Topik Bimbingan Saran Pembimbing Tandatangan

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage

Renal Disease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

dan reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner &

Suddarth, 2001) dalam (Nuari & Widayati, 2017).

Insiden GGK di negara maju cukup tinggi dan meningkat setiap

tahunnya. Prevalensi penderita GGK di Amerika Serikat pada tahun

2010 mencapai 1,752 per juta penduduk, meningkat 1 % dari tahun

2009. Setiap tahun 50.000 orang Amerika meninggal akibat gagal ginjal

yang menetap. Terdapat 593.992 populasi yang menjalani pengobatan

dimana 65% pasien menjalani terapi hemodialisa, 5% pasien menjalani

dialysis peritonical dan 30% pasien dengan transpalantasi ginjal (United

States Renal Data System [USRDS], 2013). Berdasarkan estimasi World

Health Organization (WHO) sekitar 1,5 juta orang harus menjalani

hidup bergantung pada hemodialisa.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2013 GGK merupakan salah satu penyakit yang

termasuk kedalam 10 besar penyakit kronis di Indonesia. Penyakit GGK

1
di Indonesia mencapai 30,7 Juta penduduk. Dengan data

penatalaksanaan yaitu sebesar 82 % dengan hemodialisa, sebesar 2,6 %

dengan transpalantasi ginjal, 12,8 % dengan Continous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD), dan 2,3 % dengan Continuous Renal

Replacement Therapies (CRRT). Menurut data survey Persatuan

Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) berdasarkan laporan Indonesian

Renal Registry (IRR) (2014), terjadi peningkatan jumlah pasien aktif

yang menjalani hemodialisa pada tahun 2014 yaitu tercatat dari 9396

orang pada tahun 2013 menjadi 11689 orang dan untuk pasien baru

yang menjalani hemodialisa pada tahun 2013 dari sebanyak 15128

orang meningkat menjadi 17193 orang pada tahun 2014.

Dari uraian diatas gagal ginjal menjadi salah satu penyakit tidak

menular yang penting untuk dipahami definisi, etiologi dan asuhan

keperawatan yang tepat pada pasien gagal ginjal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian gagal ginjal?

2. Apa etiologi penyakit gagal ginjal?

3. Apa saja manifestasi klinis pasien gagal ginjal?

4. Bagaimana patofisiologi penyakit gagal ginjal?

5. Apa saja komplikasi penyakit gagal ginjal?

6. Apa saja faktor predisposisi dan presipitasi gagal ginjal?

7. Bagaimana asuhan keperawatan kritis pada pasien gagal ginjal?

C. Tujuan

2
1. Mengetahui pengertian gagal ginjal

2. Mengetahui etiologi penyakit gagal ginjal.

3. Mengetahui apasaja manifestasi klinis pasien gagal ginjal.

4. Mengetahui patofisiologi penyakit gagal ginjal.

5. Mengetahui komplikasi penyakit gagal ginjal.

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang gagal ginjal.

7. Mengetahui penatalaksanaan pasien gagal ginjal.

8. Mengetahui asuhan keperawatan kritis pasien gagal ginjal.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Gagal Ginjal

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage

Renal Disease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

dan reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner &

Suddarth, 2001) dalam (Nuari & Widayati, 2017).

Gagal Ginjal Kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun

mengarah pada kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan

progresif. Adapun GGT (gagal ginjal terminal) adalah fase terakhir dari

GGK dengan faal ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal tersebut bias di

bedakan dengan tes klirens kreatinin (Irwan, 2016).

B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari kolumna

tulang belakang antara T12 dan L3. Ginjal kiri terletak lebih superior

dibanding ginjal kanan. Permukaan anterior ginjal kiri diselimuti oleh

lambung, pankreas, jejunum dan sisi fleksi kolon kiri. Ukuran setiap

ginjal orang dewasa panjangnya 10 cm dengan 5,5 cm pada sisi lebar

dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 gr.

Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan

bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal.

4
Pembuluh- pembuluh darah ginjal dan drainase ureter melewati hilus

cabang sinus renal. Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup

kapsul ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal (Muttaqin, 2011).

Gambar 2.1 Sayatan ginjal kanan (Saputra, 2011).

Setiap ginjal terdiri atas sekitar satu juta unit fungsional yang

disebut nefron. Setiap nefron berawal dari suatu berkas kapiler, yang

disebut glomerulus. Plasma difiltrasi di sepanjang glomerulus melalui

proses aliran yang deras dan masuk ke tubulus nefron yang

melengkung dan berkelok-kelok. Dari plasma yang masuk ke dalam

tubulus tersebut, hanya sebagian kecil yang diekskresi sebagai urin.

5
Gambar 2.2 Struktur histologis dari nefron dan fungsi dari setiap
segmen dari nefron (Walsh, 1998 dalam Muttaqin, 2011).

Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke tubulus

proksimal, kemudian sampai di tubulus distal dan akhirnya hingga ke

duktus pengumpul. Setiap tubulus pengumpul di masing-masing nefron

menyatu dengan tubulus-tubulus pengumpul lain untuk membentuk

duktus penampung yang besarnya ratusan kali. Duktus pegumpul besar

terletak medula ginjal. Duktus pengumpul besar mengalir menuju

daerah aliran pusat yang disebut pelvis ginjal dan mengalir ke ureter.

6
Ureter dari masing-masing ginjal dihubungkan ke kandung

kemih (vesika urinaria). Kandung kemih menyimpan urin sampai urin

dikeluarkan dari tubuh melalui proses berkemih (urinasi). Pengeluaran

air kemih berlangsung melalui sebuah saluran yang disebut uretra

(Corwin, 2009).

Ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per menit atau 21% dari

curah jantung. Dengan menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu

mempertahankan volume darah, memastikan keseimbangan natrium,

klorida, kalium, kalsium, fosfat dan pH, serta membuang produk-produk

metabolisme sebagai urea (Muttaqin, 2011).

Gambar 2.3 Skematis suplai darah pada ginjal (Simon, 2003 dalam
Muttaqin,
2011).

7
Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan

ureter dan vena renalis, kemudian bercabang-cabang secara progresif

membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis

(radialis), dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus di

mana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma)

difiltrasi untuk memenuhi pembentukan urin (Muttaqin, 2011). Fisiologi

pembentukan urin melalui tiga tahapan yaitu filtrasi (penyaringan oleh

glomerulus), reabsorbsi (penyerapan kembali oleh pembuluh uriner),

augmentasi (pengumpulan dari pembuluh uriner).

Laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) sebagai

volume filtrat yang masuk ke dalam kapsula Bowman per satuan waktu.

GFR bergantung pada empat tekanan yang menentukan filtrasi dan

reabsorpsi (tekanan kapiler, tekanan cairan interstisium, tekanan

osmotik koloid plasma, dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium).

Nilai rata-rata GFR pada orang dewasa adalah 180 liter per hari (125 ml

per menit). Biasanya yang diukur di dalam plasma dan urin adalah

konsentrasi protein yang terdapat secara alamiah, yaitu kreatinin. Untuk

mengukur GFR, dilakukan pengambilan sampel darah, pengumpulan

urin secara berkala dalam waktu tertentu, dan pengukuran konsentrasi

kreatinin dalam darah dan urin. Pengukuran GFR penting karena

memberi petunjuk bagaimana nefron berfungsi. Pada keadaan yang

menyebabkan gagal ginjal, nilai GFR turun (Corwin, 2009).

8
Ginjal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan

asam basa. Sebagian besar proses metabolik di dalam tubuh

menghasilkan asam. Ginjal memiliki tugas esensial untuk menyerap

ulang sejumlah besar bikarbonat basa, yang difiltrasi secara bebas di

glomerulus. Tanpa fungsi ini, dapat terjadi pH darah rendah yang

mematikan. Ginjal membantu mengeliminasi karbon dioksida yang

dihasilkan oleh metabolisme sel pada individu yang mengidap penyakit

paru dengan meningkatkan sekresi dan ekskresi asam dan dengan

reabsorpsi basa dalam jumlah besar.

1. Reabsorpsi bikarbonat

Reabsorpsi bikarbonat adalah suatu proses aktif yang

terjadi terutama di tubulus proksimal dan dengan tingkat yang

lebih rendah, di duktus pengumpul. Reabsorpsi berlangsung

sewaktu sebuah molekul air terurai di sel tubulus proksimal

menjadi sebuah (H+) dan sebuah molekul hidroksil (OH).

2. Sekresi dan ekskresi asam

Ginjal mengsekresikan dan mengekskresikan (H+) ke

dalam urin sehingga ginjal dapat membersihkan darah dari asam-

asam yang tidak mudah menguap yang diproduksi secara

metabolik, ekskresi (H+) terjadi setelah sebagian besar bikarbonat

yang difiltrasi mengalami reabsorpsi. Akhirnya, sejumlah kecil ion

hidrogen diekskresikan secara bebas dalam urin menyebabkan urin

normal memiliki pH asam.

9
3. Sekresi bikarbonat

Di bawah kondisi alkalosis (kelebihan basa), ginjal dapat

mensekresikan bikarbonat sehingga basa plasma berkurang dan pH

kembali ke tingkat normal. Pada keadaan alkalosis, reabsorpsi

bikarbonat di tubulus proksimal terus berlangsung dan tetap

penting. Hilangnya semua bikarbonat yang difiltrasi dapat

menyebabkan kematian (Corwin, 2009).

C. Etiologi

Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

(K/DOQI) of National Kidney Foundation (2016), ada dua penyebab

utama dari penyakit ginjal kronis yaitu diabetes dan tekanan darah

tinggi, yang bertanggung jawab untuk sampai dua- pertiga kasus.

Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan

banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh

darah, saraf dan mata. Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi

ketika tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah meningkat.

Jika tidak terkontrol, atau kurang terkontrol, tekanan darah tinggi

bisa menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit

ginjal kronis. Begitupun sebaliknya, penyakit ginjal kronis dapat

menyebabkan tekanan darah tinggi. Penyebab gagal ginjal pasien

hemodialisis baru dari data tahun 2014 berdasarkan data dari Indonesian

Renal Registry (IRR) masih sama dengan tahun sebelumnya. Penyakit

ginjal hipertensi meningkat menjadi 37% diikuti oleh Nefropati

10
diabetika sebanyak 27%. Glomerulopati primer memberi proporsi yang

cukup tinggi sampai 10% dan Nefropati Obstruktif pun masih memberi

angka 7% dimana pada registry di negara maju angka ini sangat rendah.

Masih ada kriteria lain-lain yang memberi angka 7%, angka ini cukup

tinggi hal ini bisa diminimalkan dengan menambah jenis etiologi pada

IRR. Proporsi penyebab yang tidak diketahui atau E10 cukup rendah.

D. Patofisiologi

Patofisiologi GGK beragam, bergantung pada proses penyakit

penyebab. Tanpa melihat penyebab awal, glomeruloskerosis dan

inflamasi interstisial dan fibrosis adalah cirri khas GGK dan

menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Copsted & Banasik, 2010) dalam

(Nuari &Widayati, 2017). Seluruh unit nefron secara bertahap hancur.

Pada tahap awal, saat nefron hilang, nefron fungsional yang masih ada

mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat

dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat larut disaring untuk

mengkompensasi massa ginjal zat yang hilang.

Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih

ada mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan

kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan

glomelurus diduga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangya

fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus berlangsung meskipun setelah

proses penyakit awal teratasi (Faunci et al, 2008) dalam (Nuari &

Widayati, 2017).

11
Perjalanan GGK beragam, berkembang selama periode bulanan

hingga tahunan. Pada tahap awal, seringkali disebut penurunan

cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena mengkompensasi nefron

yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik disertasi

BUN dan kadar kreatinin serum normal. Ketika penyakit berkembang

dan GFR (Glomelulaar Filtration Rate) turun lebih lanjut, hipertensi dan

beberapa manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan

berikutnya pada ginjal ditahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi, atau

obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan memicu awitan

gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kreatinin dan

BUN naik secara tajam, pasien menjadi oguria, dan manifestasi uremia

muncul. Pada (ESRD), tahap akhir GGK, GFR kurang dari 10% normal

dan tetapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan hidup

(LeMone, Dkk, 2015).

Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase

awal gangguan keseimbangan cairan, penanganan gram, serta

penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi yang bergantung pada bagian

ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,

manifestasi kinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena

nefronnefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.

Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan

sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya

nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang

12
semakin berat sehingga nefron-nerfon yang ada untuk meningkatkan

reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi

pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang.

Pelepasan rennin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban

cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan

memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi

peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah

buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon

dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun secara

derastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang

seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom

uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ

tubuh (Muttaqin, 2013).

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Suryono (2001) dalam (Nuari &

Widayati, 2017) adalah sebagai berikut :

a. Gangguan Kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas,

akibat perikarditis, effuse persikardie dan gagal jantung akibat

penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.

b. Gangguan Pulmonal Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum

kental dan riak suara krekels.

c. Gangguan Gastrointestinal Anoreksia, nausea dan fortinus yang

berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan

13
pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau

ammonia.

d. Gangguan Musculoskeletal Resiles reg sindrom (pegal pada kakinya

sehingga selalu di gerakkan), Burning feet sindrom (rasa kesemutan

dan terbakar terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan

dan hipertrofi otot-otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan

kekuning-kuningan akibat penimbunan urokom, gatal-gatal akibat

toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan Endokrin Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi

menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic

glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.

g. Gangguan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam basa Biasanya

retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan

dehidrasi, asidosis, hiperkalemis, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h. System hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya

produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum

tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup ertosit

dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi

thrombosis dan trombositopen.

F. Komplikasi Gagal Ginjal

Komplikasi yang dapat di timbulkan oleh gagal ginjal kronik

adalah :

14
1. Penyakit tulang

Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan

mengakibatkan deklafisikasi matriks tulang, sehingga tulang akan

menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan

menyebabkan fraktur pathologis.

2. Penyakit Kardiovaskuler

Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara

sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan

kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).

3. Anemia

Selain dalam fungsi sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam

rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritroprotri yang mengalami

difisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.

4. Disfungsi Seksual

Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering

mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria, pada wanita

dapat terjadi hiperprolaktinemia.

G. Penatalaksanaan

1. Kepatuhan diet

Kepatuhan diet merupakan satu penatalaksanaan untuk

mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip

rendah protein, rendah garam, rendah kalium dimana pasien harus

meluangkan waktu menjalani pengobatan yang dibutuhkan.

15
2. Terapi Konservatif, tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah

memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-

keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme

secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

3. Terapi Pengganti Ginjal, terapi pengganti ginjal, dilakukan pada

penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15

mL/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal.

H. Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung

diagnosis GGK, antara lain (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2013) :

1. Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.

2. Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia,

hiperfosfatemia, hiponatremia (pada GGK tanpa Overload).

3. Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar bersama

urin.

4. Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan produksi

hormone eritropoetin.

5. Urinalisis: Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau

tubulointerstitial.

6. Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada glomerulonefritis

proliferative. Piuria dan atau sel darah merah dalam urine, diduga

adalah nefritis

16
7. interstitial (terutama jika terjadi eosinofiluria) atau infeksi saluran

kemih.

8. Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan

protein total.

9. Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein

monoklon, kemungkinan adanya myeloma multiple.

10. Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti-

doublestranded DNA untuk melihat adanya lupus eritematosus

sistemik (systemic lupus erythematosus, SLE).

11. Kadar komplemen serum untuk menunjukkan glomerulonephritis.

12. C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) and

PANCA (perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) untuk

diagnosis granulomatosis Wegener dan poliartritis nodosa atau

poliangitis mikroskopik.

13. Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research

Laboratory (VDRL) : Berhubungan dengan glomerulonefritis.

Pemeriksaan atau hasil pemeriksaan diagnostic yang mendukung

diagnosis GGK adalah (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2013) :

a. Sinar-X Abdomen Melihat gambaran batu radio atau

nefrokalsinosis.

b. Pielogramintravena Jarang dilakukan karena potensi toksin,

sering digunakan untuk diagnosis batu ginjal.

c. Ultrasonografi ginjal Untuk melihat ginjal polikistik dan

17
hidronefrosis, yang tidak terlihat pada awal obstruksi, Ukuran

ginjal biasanya normal pada nefropati diabetic.

d. CT Scan Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat

menjadi penyebab GGK

e. MRI Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk

diagnosis stenosis arteri ginjal, meskipun arteriografi ginjal

masih menjadi pemeriksaan standart.

f. Voding cystourethogram (VCUG) Pemeriksaan standart untuk

diagnosis refluk vesikoureteral.

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN GAGAL GINJAL

KRONIK

Pengkajian dilakukan Tanggal : 10/09/2022 Jam 10.00 WIB

A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. A
TTL : 24/01/1956
Umur : 66 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jln. Kamboja No. 09
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal masuk : 09/09/2022
No RM : 01.55.17
Diagnosa Medis : CKD dengan Hipertensi
Nama Penanggung Jawab
Nama : Ny. Y
Pendidikan : SMA
Alamat : Jln. Kamboja No. 09 Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Hubugan dengan pasien : Istri
A. Alasan Masuk ICU
Keluarga pasien megatakan, pasien sesak napas 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, hilang timbul dan semakin parah pada tanggal 09/09/2022.
Lalu oleh keluarga pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit pada tanggal
09/09/2022 jam 08.00 WIB, dengan TD : 180/90mmHg, N : 60 x/menit,
RR: 30 x/menit T: 36,1°C. Kemudian pasien dirawat di ruang Cemara,
namun karena keadaan pasien yang semakin memburuk ahirnya pasien di

19
pindah ke ruang ICU tanggal 09/09/2022 jam 20.00 WIB dengan keluhan
sesak napas, KU lemah, Kesadaran composmentis, saat dikaji TD : 170/85
mmHg, N : 83 x/menit, RR : 30 x/menit, S: 37 0C.
1. Pengkajian Segera (Quick Assessment)
a. Airway
Tidak terdapat lendir atau sputum pada jalan nafas pasien,
terdapat bunyi nafas tambahan wheezing..
Dx: -
b. Breathing
Menggunakan otot tambahan, RR : 30x/menit, nafas tidak ada
cuping hidung, terpasang NRM 5L/menit, pernafasan dispnea
kedalaman nafas dangkal, tidak terpasang ventilator.
Dx : Pola Nafas Tidak Efektif
c. Circulation
Tidak ada sianosis, akral kulit hangat, CRT > 3 detik, TD : 180/90
mmHg, N: 72x/menit, RR : 27x/menit, S : 37 C, tidak terdapat
perdarahan.
Dx: -
d. Dissability
Tingkat kesadaran composmentis, GCs 15 = E4 M6 V5, pupil
isokor, diameter pupil 2 mm kanan dan kiri, ekstremitas bawah
lemah, nilaikekuatan otot
5 5
4 4
Terdapat eddema pada kaki kanan dan kiri
_ _
+ +
Dx :Intoleransi Aktifitas
e. Eksposure
Tidak ada cedera leher, tidak ada jejas, tidak adafraktur.
Dx : -

20
2. Pengkajian Lengkap (Comperhensive Assesment)
a. Riwayat Penyakit Terdahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah di rawat di
Rumah Sakit karena Hipertensi 2 tahun yang lalu. Namun setelah
keluar dari Rumah Sakit, pasien tidak pernah minum obat
antihipertensi secara rutin dan tidak pernah kontrol tekanan darah
lagi.
b. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat-obatan maupun makanan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Lemah
2) Kesadaran : Composmentis GCS 15 = E 4 M 6 V5
3) Tanda-tanda vital :
Td : 180/90 mmHg
Nadi : 83X/ menit
RR : 30 x/ menit
S : 37 0 C
SpO2 : 99 %
4) Pengkajian Fisik
Pada pemeriksaan muskuluskeletal didapatkan kekuatan
otot sedang. Tidak terdapat atropi otot, turgor kulit elastis,
membran mukosa lembab, tidak ada luka bakar, tidak ada luka
dekubitus, tidak ada fraktur ekstremitas, warna mukosa kulit pucat
anemis, edema tungkai
Dx : Tidak ada masalah keperawatan
Pada pemeriksaan sistem pencernaan klien didapatkan data
inspeksi abdomen cembung, tidak ada luka di sekitar abdomen.
Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan bising usus (+)
25x/menit. Pada pemeriksaaan perkusi abdomen didapatkan suara
timpani. Pada pemeriksaan palpasi didapatkan tidak teraba bagian
lien dan hepar. Anak klien mengatakan mual, tidak muntah.

21
Dx : Tidak ada masalah keperawatan
Pada pemeriksaaan perkemihan didapatkan inspeksi klien
terpasang folleykateter, produksi urin ± 300 ml dalam 24 jam,
warnaurin kuning pekat keruh, pemeriksaan palpasi ginjal tidak
teraba.
Dx: Resiko Perfusi Renal Tidak efektif (D.0016)

3. Pengkajian Berkelanjutan (On Going Assesment)

No Aktivitas Sebelum Sakit Selama Sakit


1 Pola Nutrisi
a. Makan Pasien mengatakan Pasien di beri makanan
makan rutin 3x sehari yang disediakan oleh
denggan porsi sayur dan rumah sakit pasien
lauk pauk menghabiskan porsi yang
b. Minum diberikan
Pasien minum kurang Pasien minum kurang
lebih sehari 6 gelas/ hari lebih sehari 4 gelas/hari

2 pola eliminasi
a. BAK Sebelum sakit pasien Saat di rawat di ICU
b. BAB mengatakan terkadang pasien belum pernah BAB
BAK terasa sakit pasien pasien menggunakan
tidak mengalami masalah kateter karena ada riwayat
BAB, pasien BAB 1x batu ginjal, output urine
sehari dengan konsistensi 100 cc/jam/ warna kuning
lembek warna kuning jernih.
kecoklatan bau khas
feses dengan frekuensi
kurang lebih 100 cc dan
BAK sehari kurang lebih

22
4-5 perhari.

3 Istirahat/tidur
a. Siang Sebelum dan selama Pasien tidur kurang
b. Malam sakit pasien menggatakan lebih 6-8 jam per hari
tidak menggalami
gangguan istirahat tidur,
pasien tidur kurang lebih
6-8 jam per hari
4 Personal Hygine
a. Mandi Sebelum sakit pasien Selama dirawat di ICU
b. Ganti baju mandi, ganti baju, dan pasien hanya ganti baju
c. Oral hygiene melakukan oral hygiene jika kotor
2x/hari

5 Aktivitas/mobilitas Sebelum sakit aktivitas Selama di rawat di ICU


fisik dilakukan mandiri, dan aktivitas dibantu perawat
mobilitas fisik dilakukan dan keluarga, dan
tanpa alat bantu mobilitas fisik pasien bed
rest total.
6 Komunikasi Sebelum sakit pasien bisa Saat dikaji pasien
berkomunikasi dengan kooperatif dan dapat
baik dengan orang lain. berinteraksi dengan
perawat

B. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan EKG
Kesan : Sinus Rhytm
2. Hasil USG Abdomen
Kesan : CKD Grade 3 Ren Billaterall dengan Hidroneprosis grade 1

23
Ren Dextra
3. Hasil Laboratorium
Hasil pemriksaan laboratorium tanggal 09/09/2022 jam 16.00 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,7 g/dl 11,7-15,5
Leokosit 7,68 10^/ul 4,0-10,0
Hematokrit 36,5 % 35-47
Eritrosit 4,38 10^6/ul 3,8-5,2
Trombosit 271 10^3/ul 150-400
MCV 83,3 u/L 82-92
MCH 29,0 pg 27-31
MCHC 34,8 g/dl 32-36

Differensial Count
NEUT% LYMPH 74,7 % 50-70

% MONO% 14,1 % 0-40

EO% 9,5 % 2-8

BASO% 1,7 % 1-3


0,3 %
Kimia Klinis
BSS
70-115
Colesterol total 158 mg/dl
*280 mg/dl < 200
Ureum
*274 mg/dl 10-50
Creatinin
*13,6 mg/dl L,0,9-1,3 P. 0,6-
1.1

4. Terapi obat
Tanggal 10/09/2022
1. Infus RL 20 tpm

24
2. Furosemid 2x 40 mg
3. CaCo3 3x 350 mg
4. Letonal 1x25 mg
5. Calnic syrup
6. Captopril 2x6,25 tab

C. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Problem Ttd


1 Ds : Faktor yang Pola Nafas Tidak
menghambat fungsi
- Pasien mengatakan nefron Efektif (D. 0005)
sesak nafas ↓
Penurunan fungsi
Do : nefron di glomerulus

- Pasien tampak sesak Destruksi struktur
- Terpasang O2 3 ginjal

liter/menit Penurunan GFR

- RR : 27 x/ menit Kegagalan ginjal
dalam
mempertahankan
metabolism

Peningkatan toksik
uremik dalam darah

Sindrom Uremik

Respon Asidosis
Metabolik

Sesak napas, Napas
cepat dan dalam
(Kussmaul)
2 Ds : Faktor yang Resiko Perfusi Renal
menghambat fungsi
Pasien mengatakan susah neron Tidak Efektif (D.0016)
BAK, jika bisa BAK ↓
keluarnya hanya sedikit. Penurunan fungai
nefron di glomerulus

25
Kerusakan pada nefron
di glomerulus
Do : ↓
- Tampak edema di Destruksi struktur
ginjal
ektremitas bawah ↓
Penurunan GFR
kanan kiri.

Ureum *274 Kegagalan ginjal
dalam keseimbangan
- Kreatinin *13,6 cairan elektrolit

Kerusakan nefron

Penurunan pertukaran
sel

Ginjal gagal
mengeluarkan sisa
metabolisme

oliguri
3 Ds : Aliran darah ginjal Gangguan mobilitas
Pasien mengatakan menurun fisik (D.0054)
lemah RAA menurun
Do : Retensi Na dan vena
- Pasien tampak balik
lemah Edema
- Pasien tampak tirah
baring ditempat
tidur
- Terpasang O2 3
liter/menit

D. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


(D.005)

26
2. Resiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dnegan faktor yang
menghambat fungsi nefron. (D.0016)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan aliran darah ginjal

menurun (D.0054)

27
E. Rencana Keperawatan

No. Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Aktifitas (SIKI)

(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Respirasi Terapi Oksigen
Observasi:
Efektif berhubungan selama 3 jam diharapkan pola nafas  Monitor pola nafas, monitor saturasi
oksigen
dengan penurunan membaik dengan kriteria hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya napas
ekspansi paru (D.005) - Frekuensi nafas membaik (16-24  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
x/menit)  Atur Interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Kedalaman nafas membaik Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
- Tidak terdapat tarikan dinding pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
dada perlu

Terapi Oksigen
Observasi:
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung

28
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan
O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2 Ganguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi Gangguan Mobilitas Fisik Intervensi gangguan
1. Observasi
fisik berhubungan selama 3 jam diharapkan mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan mobilitas fisik
fisik lainnya
dengan aliran darah meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
ginjal menurun - Pergerakan ekstremitas cukup  Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi
(D.0054) - Gerakan terbatas meningkat  Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
- Kelemashan fisik menurun 2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi

29
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

3 Resiko perfusi renal Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Syok Pencegahan Syok
Observasi:
tidak efektif selama 3 jam diharapkan aliran darah ke  Monitor status kardiopulmonal
 Monitor status oksigenasi
berhubungan dnegan  Monitor status cairan
renal meningkat dengan kriteria hasil :  Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
faktor yang  Periksa riwayat alergi
menghambat fungsi - Frekuensi urin normal (1-1,8 Terapeutik:
 Berikan oksigen untuk mempertahankan
nefron. (D.0016) L/hari) saturasi oksigen >94%
 Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika
perlu
- Nyeri abdomen menurun  Pasang jalur IV, jika perlu
 Pasang kateter urine untuk menilai produksi
- Tekanan darah sistol membaik urine
 Lakukan skin test untuk mencegah reaksi
alergi
(120-14- mmHg)
Edukasi
 Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
- Tekanan diastol menurun (90-  Jelaskan tanda dan gejala awal syok

100mmHg)  Anjurkan melapor jika

30
menemukan/merasakan tanda dan gejala syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

31
iDAFTAR PUSTAKA

Nuari, N & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan

Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublisher.

Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: Depublisher

LeMone, Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan

Respirasi. Jakarta : EGC

Bayhakki. (2013). Sari Asuh Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta :

EGC

Kidney Disease Improving Global Outcome KDIGO. (2013). Clinical practice

guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease.

Kemenkes Ri. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang

Kemenkes RI

Muttaqin, Arif & Kumala Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Edisi 1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi

1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Edisi 1. Jakarta : PPNI

32

Anda mungkin juga menyukai