Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DEWASA KASUS

MEDIKSISTEM PERKEMIHAN

(PENYAKIT CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DAN INFEKSI


SALURAN KEMIH)

Fasilitator :

Dr. Ika Yuni Widyawati, S.Kep., Ns., M.Kep., Ns., Sp.Kep., MB

Disusun Oleh :

Kelompok 7/Kelas AJ1/Angkatan B25

Nurul Ulfah I. Adam 132225001

An Nurdiya Yuliawati 132225029

Sinta Lelyana A.J. 132225031

PROGRAM STUDI SKEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat dan hidayah yang diberikan oleh Allah SWT
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dewasa Kasus Medik Sistem
Perkemihan (Penyakit CKD (Chronic Kidney Disease) dan Infeksi Saluran
Kemih)” guna untuk memenuhi penugasan mata perkuliahan keperawatan klien
dewasa.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini, pasti terdapat kesalahan


atau kekurangan. Untuk itu kami harapkan saran yang konstruktif dari pembaca
untuk memperbaikinya. Harapan kami, semoga makalah yang kami buat ini dapat
memberikan manfaat ilmu bagi kelompok kami, dan dapat menjadi literatur
tambahan bagi pembaca, aamiin.

Surabaya, 17 September 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................I

DAFTAR ISI....................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2

1.3 Tujuan.....................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4

2.1 Konsep Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)..............................................4

2.2 Konsep Penyakit Infeksi Saluran Kemih...........................................................15

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................................25

BAB IV PENUTUP............................................................................................ 57

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................58

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat irreversibel dan progresif yang ditunjukkan oleh laju filtrasi
glomerulus (GFR) kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2 selama minimal 3 bulan
(Abraham & Malarvizhi, 2017). CKD merupakan kondisi dimana tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit hingga menyebabkan uremia (Black & Hawks, 2014). Prevalensi
CKD meningkat seiring dengan bertambahnya usia, meningkat tajam pada
kelompok usia 25-34 tahun (6,93%), diikuti usia 35-44 tahun (16,54%), usia
45-54 tahun (30,31 %), usia 55- 64 tahun (28,84%) dan pada kelompok usia
>75 tahun (14,40%). Prevalensi pada laki- laki (57%) lebih tinggi dari
perempuan (43%) (PERNEFRI, 2018).
Hilangnya fungsi ginjal membuat seseorang memerlukan terapi
penggantian ginjal (renal replacement therapy) yang merupakan salah satu
terapi yang dipertimbangkan pada pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir
untuk tetap bertahan hidup yaitu berupa hemodialysis. Data Centers for
Disease Control and Prevention (2017) terdapat 30 juta orang dengan CKD
di Amerika Serikat dan diantaranya 118.000 orang memulai pengobatan
ESRD dan 662.000 orang dapat hidup dengan terapi dialysis dan
transplantasi ginjal. Data dari PERNEFRI (2018) didapatkan jumlah pasien
yangmenjalani hemodialisa meningkat 2x lipat dari tahun sebelumnya
yaitu sebanyak
132.142 pasien. Hemodialisa sangat membantu pasien CKD dalam
memperpanjang harapan hidup, namun tidak dapat menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal. Hemodialisa dalam jangka waktu yang lama
dan uremia dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti gangguan sistem
motorik, dan gangguan pada sistem neurologi (Baumgaertel et al., 2014).
Komplikasi neurologi yang dapat terjadi pada pasien hemodialisis adalah
Restless Legs Syndrome (RLS). Restless Legs Syndrome merupakan
4
gangguan sensorimotor berupa keinginan untuk menggerakkan ekstremitas
baik atas mupun bawah yang diklasifikasikan kedalam gangguan pergerakan
neurologi yang menimbulkan ketidaknyamanan berupa rasa nyeri, gatal,
panas dan rasa terbakar (Baumgaertel et al., 2014).
Pasien gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisa sangat penting
dienya mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak
mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat
asam ini akan menumpuk dalam serum dan bekerja sebagai toksin dalam
tubuh penderita. Semakin banyak toksin yang menumpuk akan lebih berat
gejala yang muncul. Penumpukan cairan juga dapat terjadi yang
mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru-paru sehingga
dapat berujung kematian (Mailani & Andriani, 2017). Diet pada pasien
hemodialisa yang dianjurkan adalah dengan membatasi makanan yang
mengandung kalium, air, dan garam. Pengaturan diet yang tidak baik dapat
menyebabkan pasien mengalami gejala seperti lelah dan malaise, sakit
kepala, kehilangan berat badan, kelemahan otot, infeksi berulang,
penyembuhan luka yang lambat, serta gangguan tulang. Selain itu dampak
dari pengaturan diet yang tidak baik akan berdampak pada terjadinya uremia
hal ini dapat menyebabkan terjadinya polyneuropathy yang mengakibatkan
keparahan Restless Legs Syndrome (Garcia- Borreguero et al., 2016).
Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan,
khususnya tentang perbatasan diet, cairan, dan lainnya. Perawat sebagai
pengelola, yaitu perawatharus membuat perencanaan asuhan keperawatan
dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya sehingga program
pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan baik. Peran perawat sebagai
peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di bidang keperawatan untuk
meningkat mutu asuhan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah
dalampenyusunan makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari penyakit Chronic Kidney Disease dan Infeksi Saluran

5
kemih?
2. Apa saja etiologi dari penyakit Chronic Kidney Disease dan Infeksi
Salurankemih?
3. Apa saja tanda dan gejala penyakit Chronic Kidney Disease dan Infeksi
Saluran kemih?
4. Bagaimana patofisiologi dari Chronic Kidney Disease dan Infeksi Saluran
kemih?

5. Apa komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit Chronic Kidney


Disease dan infeksi Saluran kemih?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit Chronic Kidney Disease dan
Infeks saluran kemih?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian penyakit Chronic Kidney Disease dan


InfeksiSaluran Kemih ?
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit Chronic Kidney Disease dan
Infeksi SaluranKemih ?
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Chronic Kidney
Disease danInfeksi Saluran Kemih ?
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Chronic
Kidney Disease dan InfeksiSaluran Kemih ?
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit Chronic Kidney Disease
dan InfeksiSaluran Kemih ?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit Chronic Kidney
Disease danInfeksi Saluran Kemih ?

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)

2.1.1 Definisi

Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal


mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urin. Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Desease) adalah
keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara
perlahan – lahan (menahun) disebabkan oleh berbagai penyakit ginjal. Peyakit
ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih kembali (irreversibel).
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan menurunnya fungsi ginjal yang bersifat
irreversible, dan memerlukan terapi pengganti ginjal yaitu berupa dialisis
atau transplantasi ginjal. Selain itu gagal ginjal kronik juga dapat diartikan
dengan terjadinya kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi adanya
kelainan patologis, adanya kelainan ginjal seperti kelainan dalam komposisi
darah atau urin serta adanya kelainan pada tes pencitraan (imaging tests)
serta laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/mnt/1.73 m2
(Nurchayati, 2010).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
atau terjadi retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer &
Bare, 2008). Penyakit gagal ginjal kronik terjadi bila kedua ginjal sudah 19
tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
7
kelangsungan hidup. Penyebab gagal ginjal kronik antara lain penyakit
infeksi,

8
penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat,
gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik,
nefropati obstruktif (Prince & Wilson, 2005).
Sedangkan menurut (Brunner dan Suddarth, 2002: 448) Gagal Ginjal
Kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
keseimbangan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit menyebabkan uremia. Gagal ginjal kronik juga
didefinisikan sebagai penurunan dari fungsi jaringan ginjal secara progresif
di mana massa di ginjal yang masih ada tidak mampu lagi mempertahankan
lingkungan internal tubuh.
Gagal ginjal kronis juga diartikan sebagai bentuk kegagalan fungsi
ginjal terutama di unit nefron yang berlangsung perlahan-lahan karena
penyebab yang berlangsung lama, menetap dan mengakibatkan penumpukan
sisa metabolit atau toksik uremik, hal ini menyebabkan ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan seperti biasanya sehingga menimbulkan gejala sakit
(Black & Hawks, 2005).

2.1.2 Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration
rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013) :
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis.

3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis
yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau

9
logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
kontstriksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan
kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong
berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan
ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2014 menyebutkan


bahwa penyebab gagal ginjal di Indonesia diantaranya adalah
glomerulonefritis 46.39%, DM 18.65% sedangkan obstruksi dan infeksi
sebesar 12.85% dan hipertensi 8.46% sedangkan penyebab lainnya 13,65%
(Drakbar, 2008). Dikelompokkan pada sebab lain diantaranya, nefritis lupus
nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan
penyebab yang tidak diketahui. Etiologi gagal ginjal kronik dapat disebabkan
oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, glomerulonefritis kronis,
pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus
urinarius, lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik (Brunner &
Suddarth, 2008).

2.1.3 Tanda dan Gejala


Menurut Aulia (2017), tanda dan gejala yang timbul karena penyakit
ginjal biasanya sangat umum (juga tampak pada penyakit lain) seperti :
1. Tekanan darah tinggi
2. Perubahan jumlah kencing dan beberapa kali kencing dalam sehari
3. Adanya darah dalam kencing
4. Rasa lemah serta sulit tidur
5. Kehilangan nafsu makan
6. Sakit kepala
7. Gatal
8. Sesak
9. Mual dan muntah
10. Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, bengkak pada kelopak
mata waktu bangun tidur pagi hari.
1
Menurut Baughman dan Hackley (2020), gambaran klinis pasien
gagal ginjal kronik ditunjukkan sesuai keparahan kondisi pasien dan
bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan
usia pasien :
1. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema
pulmonal, perikarditis.
2. Gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritus); serangan uremiktidak
umum karena pengobatan dini dan agresif.
3. Gejala gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan cegukan,
penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan
kemampuan penghidu dan pengecap, dan parotis atau stomatitis.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan pendarahan

6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum

7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan


menjadi Kussmaul; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi
(kedutan mioklonik) atau kedutan otot.

2.1.4 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti
gangguan metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus
Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer
(nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefronnefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri

1
dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien

1
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala- gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80%- 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih
rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011).

1
2.1.5 WOC CKD

9
2.1.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer
dan Bare (2010) serta Suwitra (2017) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
danmasukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produksampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia

2.1.7 Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi
toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Price dan Sylvia,
2006).
1) Peranan Diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk
mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk langkah
lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif
nitrogen.
1
2) Kebutuhan Jumlah Kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan Cairan
Bila ureum serum >150mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuretus mencapai 2L perhari
4) Kebutuhan Elektrolit dan Mineral Kebutuhan jumlah mineral dan
elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal
dasar (underlying renal disease).
2. Terapi Simptomatik
1) Asidosis Metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena
meningkatkan serum kalsium (hiperkalemia).untuk mencegah dan
mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodium bikarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
2) Kelainan Kulit Tindakan yang diberikan tergantung dengan jenis
keluhan kulit.
3) Kelainan Neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat
dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat,
medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi
4) Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi

5) Kelainan Sistem Kardiovaskular Tindakan yang diberikan


tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi Pengganti Ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwita, 2006).

1
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat
komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran
ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan
seljaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolitdan asam basa.
2. Foto Polos Abdomen Menilai besar dan bentuk ginjal serta
adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter,
beresikoterjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes
melitus dan nefropati asam urat.
4. USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal,
anatomi sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan
(vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung Mencari adanya kardiomegali,
efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang Mencari osteodistrofi (terutama
pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru Mencari uremik lung yang
disebabkan karena bendungan. i. Pemeriksaan Pielografi
Retrograde Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang
reversible
9. EKG Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel
kiri, tandatanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit

1
(hiperkalemia)
10. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik
gagalginjal kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
11. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal
ginjal.

2.1.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Demografi. Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30
tahun,namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur
tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses
pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga
mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.
Karena kebiasaan kerja dengan duduk/berdiri yang terlalu
lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum/mengandung banyak senyawa/zat logam dan pola
makan yang tidak sehat.
2) Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti
DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik,
hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3) Pola nutrisi dan metabolik. Gejalanya adalah pasien tampak
lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.
Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
4) Pola eliminasi Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan
antara output dan input. Tandanya adalah penurunan BAK,
pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan
darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.

1
5) Pengkajian fisik
a) Penampilan/keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu,
terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b) Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi riet naik,
danterjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c) Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan
terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan
berat badan karena kelebihan cairan.
d) Kepala. Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor
dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat
kotoran hidung,mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-
pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e) Leher dan tenggorok. Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat
pembesaran tiroid pada leher.
f) Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada
berdebar- debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan
dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat
suara tambahan pada jantung.
g) Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik,
turgor jelek, perut buncit.
h) Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi
dini, impotensi, terdapat ulkus.
i) Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu,
terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill
lebih dari 1 detik.
j) Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit
bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi pericarditis
k) Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu,
terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill
lebih dari 1 detik.

1
l) Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit
bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipervolemia b/d Gangguan mekanisme regulasi (D.0022)
2) Defisit Nutrsi b/d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D.0019)
3) Gangguan integritas kulit/jaringan b/d Kekurangan/kelebihan
volumecairan (D.0129)
4) Gangguan pertukaran gas b/d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
(D.0003)
5) Intoleransi aktivitas b/d Kelemahan (D.0056)
3. Rencana Keperawatan
4. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.
Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap
setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan.
5. Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan CKD adalah,
mengacupada tujuan yang hendak dicapai.

2.2 Konsep Penyakit Infeksi Saluran Kemih


2.2.1 Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan kondisi dimanaterdapat
mikroorganisme dalam urine yang jumlahnya sangat banyak dan mampu
menimbulkan infeksi saluran kemih (Musdalipah, 2018). Infeksi Saluran
Kemih (ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangbiakkan bakteri dalam saluran kemih,
meliputi infeksi perenkim ginjal sapmai kandung kemih dengan jumlah
bakteriuria yang bermakna (Soegijanto, 2010) Infeksi saluran kemih
(ISK)
1
adalah infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme didalam
saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak mengandung
bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Infeksi saluran kemih dapat
terjadi pada pria maupun wanita dari semua umur, dan dari kedua jenis
kelamin ternyata wanita lebih sering menderita dari pada pria(Sudoyo
Aru,dkk 2013).
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan
disebabkan oleh bakteri terutama Scherichia coli. Resiko dan beratnya
meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran
perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru,
septikemia
2.2.2 Etiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi tergantung banyak faktor
seperti: Usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang
menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal (Nurarif
&Kusuma, 2015). Berikut menurut jenis mikroorganisme dan usia:
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK,antara lain:

1. Escherichia Coli : 90% penyebab ISK uncomplicated (simple).

2. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella: penyebab ISK complicated.

3. Enterobacter, Staphylococcus epidemidis, Enterococci.

4. Menahan kencing terlalu lama dan lain-lain.

2.2.3 Patofisiologi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke
dalam saluran kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari
kandung kemih, uretra dan dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Sejauh
ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari mikroorganisma
atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme ke
dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media urin (Israr,
2009). Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus
dan hidup secara komensal dalam introitus vagina preposium, penis, kulit

1
perinium, dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur,
masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik
ke kandung kemih dan dapat sampaike ginjal (Fitriani,2013).
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui empat cara, yaitu:
1. Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman
yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal
introitus vagina,preposium penis, kulit perineum, dan sekitar anus.
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui empat
tahapan, yaitu:
1) Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah
introitus vagina
2) Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli

3) Mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam


kandung kemih
4) Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal (Israr,
2009).
2. Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi
infeksi pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam
saluran kemih melalui peredaran darah
3. Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui
sistem limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan
ginjal namun yangterakhir ini jarang terjadi (Coyle dan Prince,
2009).
4. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi
atau eksogen sebagai akibat dari pemakaian kateter (Israr, 2009).

2
2.2.4 WOC ISK

Eschechia Coli, Stapylococuss Aureus, Proteus, Psedomonas, Klebsiella, Haemophilus

2.2.4
Masuk ke dalam uretra menjalar secara asendens sampai ke kandung kemih

Membentuk koloni dalam


saluran saluran kemih

Invasi kuman ke dalam sel tubuh

Sistem imunitas menurun Pengosongan kandung kemih yang kurang efektif

Terjadi perdangan

Infeksi Saluran Kemih

B3 B4 B
B

Kerusakan jaringan
Penurunan kapasitas kandung kemih
Kerusakan arkus reflex Kuman
Bakteri masuk masuk
ke pembuluh
darah
(bakterimia)
Hipotalamus meningkatkan produksi prostaglandin & neurotransmiter Menghasilka
Volume Disur n toksin lebih
Zat residu urine ia/
pirogen
mencapai
Melakukan
hipotalam
perlekatan pada pili
MK : MK: dan sel epitel usus
Gangguan Retensi
Meningkatk Eliminasi Urin
an Meningkatka Urin D.0043
n sensitivitas (D.005 Peningkata
n
Suhu tubuh
diatas nilai
MK : Nyeri Distensi abdomen
Akut
MK : D.0078
Hiperter Peningkatan
mia HCL dan
D.0129

Penurunan nafsu
makan, mual

MK : Risiko
Defisit
Nutrisi
D.0032
2
2.2.5 Klasifikasi
1. Uretritis (uretra)
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang
menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau
mongonoreal. Uretritis gonoreal disebabkan oleh niesseria
gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis
nongonoreal; uretritis yang tidak berhubungan dengan
niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia
frakomatik atau urea plasma urelytikum.
2. Sistisis (kandung kemih)
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering
disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini
dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam
kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal,
pemakaian kateter atau sistoskop.
3. Pielonefritis (ginjal)
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan
infeksi bakteri pialaginjal, tobulus dan jaringan intertisial
dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung
kemih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20
% sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapaiginjal
melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen
kurang dari 3 %. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang
mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering
disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini
dapat disebabkanoleh aliran balik urine dari uretra ke dalam
kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal,
pemakaian kateter atau sistoskop.

2
2.2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Clevo (2012), pengobatan infeksi saluran kemih
bertujuan untuk menghilangkan gejala dengan cepat,
membebaskan saluran kemih dari mikroorganisme, dan
mencegah infeksi berulang sehingga menurunkan angka
kecacatan serta angka kematian. Penatalaksanaan berupa:
1) Meningkatkan intake cairan 2-3 liter/ hari bila tidak
ada kontraindikasi
2) Mencegah konstipasi
3) Perubahan pola hidup, diantaranya:
a) Membersihkan perineum dari depan ke belakang
b) Pakaian dalam tidak ketat dan dari bahan katun
c) Menghilangkan kebiasaan menahan buang air kecil
d) Menghindari kopi, alkohol
2. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) (2011),
penatalaksanaan medis mengenai ISK diantaranya adalah
melalui medikamentosa yaitu pemberianobat-obatan berupa
antibiotik secara empirik selama 7-10 hari untuk infeksi akut.
Terapi farmaklogi yang dianjurkan disesuaikan dengan
patologi
2.2.7 Komplikasi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat menyebabkan gagal ginjal
akut, bateremia sepsis, dan meningitis. Komplikasi ISK jangka
panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal. Adapun
menurut Purnomo (2011), komplikasi yang ditimbulkan adalah:
1. Pyelonefritis
Infeksi yang naik dari ureter ke ginjal, tubulus refluks
urethrovesikal dan jaringan intestinal yang terjadi pada satu
atau kedua ginjal.

2
2. Gagal ginjal
Terjadi dalam waktu yang lama bla infeksi sering berulang
atau tidak diobati engan tuntas sehingga menyebabkan
kerusakan ginjal baik akut maupun kronik
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit
esterase, protein, dan darah.
2. Pemeriksaan darah
Leukositosis, peningkatan nilai absolut neurofil, peningkatan
laju endap darah (LED), C-Reactive Protein (CRP) yang
positif merupakan indikator non-spesifik ISK.
2.2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan
pendekatanbersifat menyeluruh yaitu
1. Data biologis meliputi :
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung
2. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM, jantung.
3. Pengkajian fisik :
1) Palpasi kandung kemih
2) Inspeksi daerah meatus:
1. Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
2. Pengkajian pada costovertebralis

2
4. Riwayat psikososial
1) Usia, jenis kelamin, pekerjaan, Pendidikan
2) Persepsi terhadap kondisi penyakit
3) Mekanisme koping dan system pendukung
4) Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
a) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
b) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi
medis
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung
kemih (0040).
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077).
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
4. Hipertermi b.d proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) (D.0130)
5. Retensi urine b.d kerusakan arkus refluks (D.0050)
6. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan (D.0142)
c. Perencanaan
1. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan(D.0142)
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jampasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda
infeksi. Kriteria Hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal
2) Nilai kultur urine negative
3) Urine berwarna bening dan tidak
bau Intervensi :
1. Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu
diatas 38,5°C
Rasional : Tanda vital menandakan adanya perubahan di
dalam tubuh

2
2. Catat karakteristik urine
Rasional: Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi
kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3. Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada
kontra indikasi
4. Rasional : Untuk mencegah stasis urine
5. Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas
untuk menentukan respon terapi.
6. Rasional: Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan
terhadap keadaan penderita.
7. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih
secara komplit setiap kali kemih.
8. Rasional: Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
9. Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih
dan kering.
10. Rasional: Untuk menjaga kebersihan dan menghindari
bakteri yang membuat infeksi uretra
2. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung
kemih (0040).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam klien dapat mempertahankan eliminasi urine secara
adekuat. Kriteria :
1) Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2) Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3) Klien dapat bak dengan
berkemih Intervensi :
1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan
untuk mengetahui input/output
2. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional: Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine
dalam vesika urinaria.

2
3. Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional: Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.

4. Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal


Rasional : Untuk memudahkan klien di dalam
berkemih.
5. Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional : Supaya klien tidak sukar untuk berkemih
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi,
iskemia, neoplasma) (D.0077).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x
24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Pasien mengatakan/tidak ada keluhan nyeri pada saat
berkemih.
2) Kandung kemih tidak tegang
3) Pasien nampak tenang
4) Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1. Kaji intensitas, lokasi, dan faktor yang memperberat
atau meringankan nyeri.
Rasional : Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas
yang dapat di toleran.
Rasional : Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat
merilekskan otot-otot
3. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra
indikasi
Rasional : Untuk membantu klien dalam berkemih
4. Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri

2
d. Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan
pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
e. Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK
adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni
apakah terdapat :
1. Nyeri yang menetap atau bertambah
2. Perubahan warna urine
3. Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit,
perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.

2
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Case Study :

Seorang laki-laki berusia 66 tahun, suku Minahasa, pekerjaan petani, dirawat di Rumah Sakit Umum Prof.
Dr. R.D. Kandou Manado pada tanggal 2 April 2007 dengan keluhan utama buang air kecil bercampur darah
yang dialami sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah. Rasa nyeri
hilang setelah keluar gumpalan darah dari saluran kencing. Kencing bercampur darah sudah dialami sejak tiga
bulan lalu sebelum masuk rumah sakit, sedikit-sedikit, pada awalnya hilang-timbul, dan tanpa rasa nyeri.
Penderita sudah beberapa kali berobat ke poliklinik penyakit dalam dan diberikan obat antibiotika dan
penghilang rasa nyeri. Lama-kelamaan kencing bercampur darah semakin sering dan disertai rasa nyeri yaitu di
daerah kemaluan sampai perut bagian bawah. Riwayat demam, batuk, mual, muntah, nyeri tulang, dan kencing
batu disangkal penderita.
Penderita juga mengeluh nafsu makan berkurang, dan berat badan turun dalam tiga bulan terakhir kurang
lebih 5 kg. Tidak terdapat gangguan buang air besar. Riwayat tekanan darah tinggi sejak tiga

2
bulan lalu ( 180/100 mmHg) dan penderita datang kontrol dipoliklinik hipertensi dan diberikan obat
lisinopril 5 mg sekali sehari. Penderita mempunyai kebiasaan merokok selama 20 tahun terakhir sebanyak
satu sampai dua bungkus sehari, peminum kopi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang dan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah
140/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, respirasi 24x/menit, suhu badan 36,50C, dan berat badan 54
kilogram. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterus, tekanan vena jugularis normal, tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening di servikal, aksila, serta supra dan infraklavikula. Pemeriksaan dada tidak tampak
kelainan, fremitus raba paru kanan dan kiri sama, perkusi sonor pada kedua paru, suara napas vesikuler tanpa
suara tambahan. Tidak terdapat pembesaran jantung, suara jantung satu dan dua normal, tidak ditemukan
bising. Pada pemeriksaan perut didapatkan perut lemas, tidak ditemukan massa, rasa nyeri perut bagian
bawah, pada penekanan hepar dan lien tidak teraba, ballotement kedua ginjal positif, dan bising usus normal.
Anggota gerak dalam batas normal, dan tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan edema
tungkai. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan sfingter ani cekat, mukosa licin, tidak teraba massa, serta
feses ber- warna kuning.

3.1 PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 17 September 2023 Jam masuk : 18.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 18 September 2023 No. RM : 123xxxx
Jam Pengkajian : 08.00 WIB

IDENTITAS
Nama pasien : Tn.S
Umur : 35 Tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Supir truk
Alamat : Surabaya
Sumber biaya : BPJS

3
Penanggung Jawab
Nama : Ny.R
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Istri
Umur : 33
tahun
Pendidikan : SMA
Alamat : Surabaya

Keluhan Utama
Klien mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu, dan klien mengeluh nyeri saat
BAK.

3
Lain-lain Ya  tidak jenis……………………

Riwayat ❒ tidak - Kapan :-


Ya
operasi - Jenis operasi : -
- Lain-lain : -

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ya Tidak 
- Jenis :-
- Genogram :

3
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan :

Alkohol : ya tidak ☑ Keterangan : -

Merokok : ya tidak □ Keterangan : -


Obat : ya tidak □
Masalah Keperawatan :
Olahraga : ya tidak ☑ Tidak ada masalah
Keterangan :- keperawatan

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-tanda vital
S : 38,5°C N : 112x/menit TD : 120/80 mmHg RR :

20x/menit Kesadaran ☑ Composmentis Apatis


Somnolen
Sopor Koma

2. Sistem Pernafasan
a. RR : 20x/menit
b. Keluhan : Sesak Nyeri waktu nafas
Batuk Produktif Tidak produktif
Sekret : -
Masalah
Warna : - Keperawatan :
Tidak ada masalah
c. Penggunaan otot bantu nafas : tidak ada
d. PCH Ya ☑ Tidak
e. Irama nafas Tidak teratur
☑ Teratur
f. Fiction rub Ya Tidak
g. Pola Dispnoe Kusmaul Cheyne stokes Biot
nafas
h. Suara nafas ☑ Vesikuler Bronko vesikuler Crackles
Tracheal Bronkhial Ronki Wheezing
i. Alat bantu napas Ya ☑ Tidak

3
3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 120/80 mmHg Masalah
b. N : 112x/menit Keperawatan :
Tidak ada masalah

3
c. RR : 20x/menit
d. Keluhan nyeri dada Ya ☑ Tidak
e. Irama jantung ☑ Reguler Ireguler
f. Suara jantung ☑ Normal (S1/S2 tunggal) murmur
g. Ictus cordis : Tidak teraba
h. Akral ☑ Hangat Kering Merah
Basah Panas Dingin
i. Sirkulasi perifer ☑ Normal Menurun

4. Sistem Persyarafan
a. Suhu : 38,5°C
b. GCS : 15 (E=4, M=5 V=6)
c. Reflek fisiologis ⬜patella ⬜triceps ⬜biceps
d. Reflek patologis ⬜babinsky ⬜brudzinsky ⬜kerning
e. Keluhan pusing : Tidak ada
f. Pemeriksaan saraf kranial
N1 : ☑ Normal Tidak Ket : Tidak ada gangguan penciuman
N2 : ☑ Normal Tidak Ket : ketajaman penglihatan, lapang pandang
normal
N3 : ☑ Normal Tidak Ket : reflek pupil, otot oscular, eksternal
termasuk dilatasi normal
N4 : ☑ Normal Tidak Ket : Tidak terdapat masalah
N5 : ☑ Normal Tidak Ket : Fungsi sensorik baik
N6 : ☑ Normal Tidak Ket : Mampu mengerakan mata
N7 : ☑ Normal Tidak Ket : normal mororik
N8 : ☑ Normal Tidak Ket : tidak ada masalah
N9 : ☑ Normal Tidak Ket : Reflek gangguan faringeal tidak ada
N10 : ☑ Normal Tidak Ket : Pasien mampu bicara
N11 : ☑ Normal Masalah
Tidak Ket : kekuatan otot baik
Keperawatan :
N12 : ☑ Tidak Ket : tidak terdapat masalah
Normal
Tidak ada masalah
keperawatan

5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genetalia ☑ Bersih ⬜ Kotor
b. Sekret ⬜ Ada ☑ Tidak
c. Ulkus ⬜ Ada ☑ Tidak
d. Kebersihan meatus uretra ☑ Bersih ⬜ Kotor
e. Keluhan kencing ☑ Ada ⬜Tidak
f. Kemampuan berkemih ☑ Spontan Alat bantu, sebutkan : -

3
g. Produksi urin : 1200ml/24 jam Warna : kuning keruh
h. Kandung kemih : Membesar; ☑ Ya⬜ Tidak Masalah Keperawatan
i. Nyeri tekan ☑ Ya ⬜Tidak : Gangguan eliminasi
j. Intake cairan : Oral : 800 cc/hari Parenteral : 1500cc/hari urin D.0040

6. Sistem pencernaan
a. TB : 160 cm BB : 60 kg (sebelum sakit), 59 kg (sesudah sakit)
b. Mulut ☑ Bersih ⬜ Kotor ⬜ Berbau
c. Membran mukosa ☑lembab ⬜ kering ⬜ stomatitis
d. Tenggorokan ⬜ sakit menelan ⬜ pembesaran
□ tonsil ⬜ kesulitan menelan
e. Abdomen ☑ tegang ⬜ kembung ⬜ ascites
f. Nyeri tekan ☑ ya ⬜ tidak
P: nyeri pada saat BAK
Q: nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk
R : nyeri pada abdomen bagian bawah
T: Nyeri saat berkemih dan bergerak serta merasa mendingan
saat istirahat
g. Peristaltik: 20x/menit
h. BAB: 2x/minggu Masalah
i. Kosistensi ☑ Keras ⬜ Lunak ⬜ Cair ⬜ Lendir/darah Keperawatan : Nyeri
j. Nafsu makan ☑ Baik ⬜ Menurun Frekuensi : 3x sehari Akut
k. Porsi makan ☑ Habis ⬜ Tidak Keterangan : -
7. Sistem Penglihatan
a. Sistem penglihatan : Mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikteris, lapang pandang normal, pupil isokor,
pasien tidak menggunakan kacamata
b. Keluhan nyeri ⬜ Ya ☑ Tidak

8. Sistem pendengaran
a. Keluhan nyeri ⬜ Ya ☑ Tidak
b. Luka operasi ⬜ Ya ☑ Tidak
c. Alat bantu dengar : -
d. Lain-lain : -

3
9. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : ⬜ Bebas ☑ Terbatas

b. Kekuatan otot :
5 5

5 5

c. Kelainan eksterimitas ⬜ Ya ☑ Tidak


d. Kelainan tulang belakang ⬜ Ya ☑ Tidak
e. Fraktur ⬜ Ya ☑ Tidak
f. Traksi ⬜ Ya ☑ Tidak
g. Penggunaan spalk/gips ⬜ Ya ☑ Tidak
h. Keluhan nyeri ⬜ Ya ☑ Tidak
i. Sirkulasi perifer ⬜ Ya ☑ Tidak
j. Kompartemen syndrome ⬜ Ya ☑ Tidak
k. Kulit ⬜ Ikterik ⬜ Sianosis ☑ Kemerahan ⬜ Hiperpigmentasi
l. Turgor ☑ Baik ⬜ Kurang ⬜ Jelek
m. Luka operasi ⬜ Ada ☑ Tidak
n. Drain ⬜ Ada ☑ Tidak
Ket:

10. Sistem integumen


a. Penilaian risiko dekubitus

ASPEK KRITERIA NILAI


YANG DINILAI 1 2 3 4

PERSEPSI Terbatas Keterbatasan Tidak ada


Sangat terbatas 4
SENSORI sepenuhnya ringan gangguan

Terus-mener Kadang-kadang
Sangat lembab 4
KELEMBAB AN us basah basah Jarang basah
Kadang-kadang Lebih sering
AKTIVITAS Bedfast Chairfast 3
jalan jalan
Immobile Keterbatasan Tidak ada
MOBILISASI Sangat terbatas 3
sepenuhnya ringan keterbatasan
Kemungkinan tidak
NUTRISI Sangat buruk Adekuat Sangat baik 4
adekuat

Tidak
GESEKAN & Potensial menimbulkan 3
PERGESERAN Bermasalah bermasalah masalah

3
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa
pasien berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI 21
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high risk)

b. Kulit : teraba hangat


c. Pritting edema : -
d. Ekskoriasis : ⬜ Ya ☑ Tidak
e. Psoriasis : ⬜ Ya ☑ Tidak
f. Pruitus : ⬜ Ya ☑ Tidak
g. Uritaria : ⬜ Ya ☑ Tidak

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran tyroid ⬜ Ya ☑ Tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening: ⬜ Ya ☑ Tidak
a. Hipoglikemia ⬜ Ya ☑ Tidak
b. Hiperglikemia ⬜ Ya ☑ Tidak
Kondisi kaki DM : -
Luka gangrene ⬜ Ya ☑ Tidak
Infeksi ⬜ Ya ☑ Tidak
Riwayat luka sebelumnya ⬜ Ya ☑ Tidak

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : Klien cemas dan tidak nyaman dengan
kondisi yang dialami sekarang
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya ⬜ Murung/diam ☑ Gelisah
⬜ Tegang ⬜ Marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi☑ Kooperatif ⬜ Tidak kooperatif

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN


a. Kebersihan diri : Klien terlihat bersih, tidak ada masalah pada personal hygine
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan :
● Mandi ⬜ Dibantu seluruhnya ⬜ Dibantu Sebagian ☑ Mandiri
● Ganti pakaian ⬜ Dibantu seluruhnya ⬜ Dibantu Sebagian ☑ Mandiri
● Keramas ⬜ Dibantu seluruhnya ⬜ Dibantu Sebagian ☑ Mandiri
● Sikat gigi ⬜ Dibantu seluruhnya ⬜ Dibantu Sebagian ☑ Mandiri
● Memotong kuku ⬜ Dibantu seluruhnya ⬜ Dibantu Sebagian ☑ Mandiri
● Berhias ⬜ Dibantu seluruhnya ⬜ Dibantu Sebagian ☑ Mandiri
● Makan ⬜ Dibantu seluruhnya ⬜ Dibantu Sebagian ☑ Mandiri

3
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah
Sebelum sakit : ☑ Sering ⬜ Kadang-kadang ⬜ Tidak pernah
Selama sakit : ⬜Sering ☑ Kadang-kadang ⬜ Tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah :
Pasien mengatakan perlu bantuan saaat melakukan ibadah

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG , dll)


● Pemeriksaan urine lengkap

Urine lengkap Hasil Nilai normal

Uribolinogen Normal Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Eritrosit Negatif Negatif

Protein Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Leukosit 2+ Negatif

Glukosa Negatif Negatif

BJ 1,010 1,015-1,035

PH 7.0 4,5-8,0

Epitel 4.5 0,1

Leukosit 16-19 0,5

Eritrosit 2-3 0,5

TERAPI
● Ceftriaxon 1 ampul/12 jam
● Santagesik 1 ampul/12 jam
● Nefrolith dosis 2x1 sehari
● Infus NaCl 0,9% 1500 ml/24 jam

Surabaya, 20 September 2023

Kelompok 7

3
3.2 ANALISA DATA

No. Data Masalah Etiologi

1 DS: Gangguan Penurunan kapasitas


- Klien mengeluh nyeri Eliminasi urin kandung kemih
saat BAK (D.0040)
- Klien mengatakan sulit
untuk menahan
kencing
- Klien mengatakan
kencing berulang tetapi
volume urin yang
dikeluarkan sedikit.
- Klien juga mengatakan
intensitas BAK
meningkat pada saat
malam hari.
- Klien mengeluh nyeri pada
perut bagian bawah
dengan skala nyeri 5
- Nyeri bertambah saat
berkemih dan hilang
saat beristirahat

DO:
- Saat pemeriksaan
didapatkan distensi pada
kandung kemih
- Leukosit 2+
- Epitel 4,5
- Leukosit 16-19
DS: Hipertermia Proses penyakit
- Klien mengatakan demam (D.0130)
sejak dua hari sebelum MRS

DO:
- Suhu tubuh klien 38,5°C
- N: 112x/menit
- Kulit klien terasa hangat

4
3.3 PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kapasitas kandung


kemih (D 0040)
2. Hipertermia b.d proses penyakit (D.0130 )

4
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
No Hari/tanggal Tujuan Intervensi
Keperawatan

1. Minggu Gangguan Eliminasi Urine (L.04034) Manajemen Eliminasi


17 september 2023 eliminasi urin Urine (I.04152)
Setelah dilakukan intervensi
selama 2x24 jam, eliminasi Observasi
urine membaik dengan kriteria - Identifikasi tanda dan
hasil: gejala retensi urin
- Desakan berkemih atau inkontinensia
menurun urin
- Distensi kandung kemih - Identifikasi faktor yang
menurun menyebabkan retensi atau
- Berkemih tidak tuntas inkontinensia urine
menurun - Monitor eliminasi urin
- Nokturia menurun
- Sensasi berkemih meningkat Terapeutik
- Frekuensi BAK membaik - Catat waktu dan
- Hasil pemeriksaan urin haluaran berkemih
lengkap dalam batas normal - Ambil sampel urin
tengah untuk
pemeriksaan UL (urin
lengkap)

Edukasi
- Ajarkan terapi
modalitas otot-otot
panggul untuk
berkemih contoh:
senam kegel
- Anjurkan minum yang
cukup
- Anjurkan mengurangi
Tingkat Nyeri (L.08066) minum menjelang tidur
Setelah dilakukan intervensi
selama 1x24 jam, tingkat nyeri Manajemen Nyeri
menurun dengan kriteria hasil: (I.08238)
- Skala nyeri menurun
- Keluhan nyeri menurun Observasi
- Ketegangan otot menurun - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
- Frekuensi nadi membaik
frekuensi, kualitas,
- Fungsi berkemih membaik
dan intensitas nyeri

4
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi faktor yang

4
Diagnosa
No Hari/tanggal Tujuan Intervensi
Keperawatan

memperberat dan
memperingan nyeri
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
dengan memberikan
kompres hangat pada
perut bagian bawah

Edukasi
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajaran teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
terapi farmakologis :
injeksi metamizol 1
gr/8 jam

4
Diagnosa
No Hari/tanggal Tujuan Intervensi
Keperawatan

2. Minggu Hipertermia Termoregulasi (1.4134) Manajemen Hipertermia


(I.15506)
17 september 2023
Setelah dilakukan intervensi
selama 1x24 jam, termoregulasi Observasi
membaik dengan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab
- Suhu tubuh membaik hipertermia
- Suhu kulit membaik - Monitor suhu tubuh
- Takikardi menurun - Monitor haluaran urin
- Monitor
komplikasi akibat
hipertermia

Terapeutik
- Sediakan lingkungan
yang nyaman
- Longgarkan atau
lepaskan pakaian
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan
eksternal dengan
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi

Kolaborasi
- pemberian cairan dan
elektrolit intravena
infus NaCl 0,9%
1000 ml/24 jam
- kolaborasi pemberian
antibiotik injeksi
ceftriaxone 1 g/12
jam intravena

4
3.5 IMPLEMENTASI D A N E V A L U A S I

Hari/Tgl/ No. Jam


Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Shift DK
Minggu 1 08.30 Manajemen EliminasiUrine (I.04152) 14.00 S: Ttd
17/09/2023 1. mengidentifikasi tanda dan gejala - Klien mengeluh masih nyeri Perawat
retensi urin atau inkontinensia urin saat BAK
Shift pagi 2. Mengidentifikasi faktor yangmenyebabkan - Klien mengatakan
retensi atau inkontinensia urine kencing berulang
3. Melakukan monitor eliminasi urin menurun
4. Mencatat waktu dan haluaran berkemih - Klien juga mengatakan intensitas
5. Ambil sampel urin tengah untuk BAK pada saat malam hari
pemeriksaan urine lengkap (dilakukan menurun
setelah pemberian antibiotik selama 72 - Klien mengatakan nyeri
jam atau 3 hari) menurun, skala nyeri 3
6. Mengajarkan terapi modalitas otot-otot - Nyeri saat berkemih menurun
panggul untuk berkemih dengan
senam kegel O:
7. Mengajurkan minum yang cukup
- Klien tampak lebih tenang
8. Menganjurkan mengurangi minum
- Saat pemeriksaan didapatkan
menjelang tidur
distensi pada kandung kemih
menurun
08.45 Manajemen Nyeri (I.08238)
- Ketegangan otot menurun
1. Mengidentifikasi lokasi,karakteristik,
- Nokturia menurun
durasi, frekuensi, kualitas, dan
- Frekuensi nadi membaik
intensitas nyeri
90x/menit
2. Mengidentifikasi skala nyeri
- Leukosit 2+
- Epitel 4,5
Leukosit 16-19
4
Hari/Tgl/ No. Jam
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Shift DK
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat A:
dan memperingan nyeri Masalah belum teratasi
4. Melakukan monitoring efek
samping penggunaan analgetik P:
5. Memberikan teknik nonfarmakologis Lanjutkan intervensi
untuk mengurangi rasa nyeri dengan
memberikan kompres hangat pada
perut bagian bawah
6. Mengajarkan teknik nonfarmakologis
untukmengurangi mengurangi rasa nyeri
dengan distraksi dan relaksasi
7. Melakukan kolaborasi pemberian terapi
farmakologis : injeksi metamizol 1
gr/8 jam

4
Hari/Tgl/ No. Jam
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Shift DK
Minggu 2 09.30 Manajemen Hipertermia (I.15506) 14.00 S:
17/09/2023 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia - Klien mengatakan rasa
2. Melakukan monitoring suhu tubuh demam menurun
Shift pagi 3. Melakukan monitoring haluaran urin
4. Melakukan monitoring komplikasi O:
akibat hipertermia - Suhu tubuh klien membaik 37,2°C
5. Memberikan lingkungan yang nyaman - Takikardi menurun, N: 90x/menit
6. Longgarkan atau lepaskan pakaian - Kulit klien masih teraba
7. Memberikan cairan per oral hangat A : Masalah belum
8. Melakukan pendinginan eksternal dengan teratasi
kompres dingin pada dahi, leher, dada, P : intervensi dilanjutkan
abdomen, aksila
9. Menganjurkan tirah baring
10. memberikan cairan dan elektrolit
intravena infus NaCl 0,9% 1000 ml/24
jam
11.kolaborasi pemberian antibiotik injeksi
ceftriaxone 1 g/12 jam intravena

4
BAB IV
PENUTU
P

4.1 Kesimpulan

Penyakit Ginjal Kronis merupakan penurunan fungsi ginjal secara kronis yang
memerlukan waktu bulanan hingga tahunan yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal (Glomerulus Filtration Rate) 30mg/g tidakterikat pada umur, tekanan darah, dan
apakah teradapat diabetes atau tidakpada pasien. Angka prevalensi penyakit ginjal kronis
di Indonesia pada tahun 2018 cukup tinggi yaitu mencapai 3.8 permil populasi
Indonesia menderita penyakit ginjal kronis yang terdiagnosis dokter. Angka ini lebih
tinggi dibandingkan prevalensi penyakit ginjal kronis pada tahun 2013 yaitu 2 permil di
seluruh Indonesia. Penderita penyakit ginjal kronis tersering berada pada umur 65-74 tahun,
lebih banyak terjadi pada laki- laki. Kebanyakan dari penyakit ginjal tidak memiliki gejala
atau temuan dan hanya terdeteksi ketika sudah kronis.
4.2 Saran
Bagi penderita CKD hendaknya melakukan pengobatan seacar teratur untuk
mencegah agar tidak jatuh pada stadium yang lanjut. CKD tidak dapat disembuhkan
dengan pengobatan seumur hidup hanya untuk memperlambat perkembangan gagal
ginjal. Tetapi, dalam beberapa kasus dapat sepenuhnya sembuh, baik secara spontan
maupun dengan pengobatan. Pada kasus lain, pengobatan menyebabkan penyembuhan
parsial pada kerusakan ginjal dan peningkatan fungsi ginjal.

4
DAFTAR PUSTAKA

Irpandi (2020). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Infeksi Saluran Kemih.
Kalimantan: Universitas Borneo Tarakan

Purwanto, Hadi (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: KeperawatanMedikal


Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Riskesdas 2018

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai