DI SUSUN OLEH :
Kelompok 1
SGD F
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Gagal Ginjal Kronik”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................4
2.10 Pathway.....................................................................................................................12
BAB III.................................................................................................................................13
TELAAH JURNAL ............................................................................................................13
3.1 Telaah Jurnal PICOT ..................................................................................................13
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi nefron ginjal yang lambat,
progresif, samar (insidious) dan ireversibel yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG). Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi zat- zat tubuh dan endokrin. Pada
penyakit ini penderita mengalami kerusakan ginjal yang signifikan sehingga timbunan
produk sisa metabolisme akan menjadi toksik yang kemudian menyebabkan komplikasi
berupa sindroma uremia. Sindroma uremia dapat mempengaruhi sistem tubuh berupa
gangguan biokimia, genitourinaria, kardiovaskular, pernapasan, hematologi, kulit,
saluran cerna gangguan kalsium dan rangka.
Untuk memperbaiki masalah- masalah diatas, maka dilakukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) sebagai kompensasi fungsi ginjal yang berkurang. 1-10 Salah
satu terapi yang sering dilakukan pada penderita gagal ginjal kronik adalah hemodialisis.
Pada tahun 2007 The United States Renal Date System (USRDS) menunjukkan adanya
peningkatan populasi penderita gagal ginjal kronik di Amerika Serikat dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya, dimana prevalensi penderita gagal ginjal kronik mencapai
1.569 orang per sejuta penduduk. Sedangkan jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia
tahun 2012 terbilang tinggi, mencapai 300.000 orang. Di RSUD Tugurejo Semarang
jumlah pasien gagal ginjal dari bulan Januari sampai bulan Juli 2013 sebanyak 982 orang.
Sedangkan yang menjalani hemodialisis sebanyak 80 orang.
Hemodialisis biasanya dilakukan secara rutin 3 kali seminggu, dengan durasi rata-
rata 3- 5 jam setiap melakukan terapi.Di Indonesia hemodialisis dilakukan 2 kali dalam
seminggu dengan durasi 5 jam setiap hemodialisis. Hemodialisis ini memberikan dampak
terhadap kesehatan fisik, psikologis dan sosial. Kualitas hidup pada pasien gagal ginjal
kronik pada derajat 5 (End Stage Renal Disease [ESRD]) merupakan ukuran penting
dalam terapi.
Menurut World Health Organization (WHO) kualitas hidup adalah persepsi individu
dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan nilai sistem di mana
mereka tinggal dan dalam kaitannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan
kekhawatiran. Kualitas hidup dikelompokkan dalam 4 domain yaitu kesehatan fisik,
kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.
1
Durasi dialisis berperan penting dalam mempengaruhi kualitas hidup. Menurut
Vasielieva, dalam analisis regresi liner, durasi dialisis memiliki kolerasi terbalik dengan
kualitas hidup. Dalam domain kesehatan fisik, kesehatan psikologis, dan hubungan
sosial, kualitas hidup pada pasien hemodialisis dengan lama menjalani hemodialisis
kurang dari 8 bulan lebih baik dibandingkan pasien yang menjalani hemodialisis dalam
waktu lebih dari 8 bulan. Dalam British Journal of Health Psychology menyebutkan
bahwa pasien gagal ginjal yang baru mulai dialisis mempunyai pemahaman penyakit
yang rendah, pasien yang menjalani dialisis dengan jumlah waktu moderat memiliki
pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang baru mulai dialisis dan
pasien yang menjalani dialisis dalam jangka waktu yang lama (bentuk parabola). Selain
itu, pasien yang menjalani dialisis dalam jangka ginjal kronik.waktu yang lebih lama
memandang dialisis menggangu kehidupan sehari- hari dibandingkan dengan pasien yang
belum melakukan dialisis (pasien pra- dialisis). Penelitian yang dimuat dalam The New
England Journal of Medicine (NEJM) menyatakan bahwa memperpanjang durasi waktu
pengobatan memberikan pengaruh pada kualitas hidup. Meskipun demikian, tingkat
kematian pada pasien yang menjalani hemodialysis terus menerus melebihi 20% terutama
setelah dialisis pemeliharaan dimulai.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
analisis mengenai hubungan lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pada
pasien gagal ginjal kronik
2
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi gagal ginjal kronik ?
2. Bagaimana klasifikasi gagal ginjal kronik ?
3. Bagaimana etiologi gagal ginjal kronik ?
4. Bagaimana patofisiologi gagal ginjal kronik ?
5. Bagaimana perjalanan klinik gagal ginjal kronik ?
6. Bagaimana manifestasi klinik gagal ginjal kronik ?
7. Bagaimana komplikasi gagal ginjal kronik ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik gagal ginjal kronik ?
9. Bagaimana penatalaksanaan gagal ginjal kronik ?
10. Bagaimana phatway gagal ginjal kronik ?
11. Bagaimana telaah jurnal pada gagal ginjal kronik ?
12. Bagaimana pembahasan jurnal pada gagal ginjal kronik ?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal ginjal kronis stadium End Stage Renal Disease (ESRD) yaitu kerusakan fungsi
ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat peningkatan pada kadar ureum (uremia) (Smeltzer and Bare, 2002). Gagal
ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan dengan
LFG kurang dari 60ml/menit/1,73 (Perhimpunan Nefrologi Indonesia). Gagal ginjal
kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Ditandai
oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara medadak dan cepat (hitungan jam –
minggu). Penyakit gagal ginjal tahap akhir tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal, ginjal tidak dapat merespon sesuai dengan perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari. Retensi natrium dan air dapat meningkatkan
beban sirkulasi berlebihan, terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
4
Gagal ginjal kronikdiklasifikasikan berdasarkan nilai GFR (Glomeruli Fitrate
Rate). Berikut tabel klasifikasi gagal ginjal kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik dapat dibedakan menjadi penyebab sistemik, vaskular,
gangguan glomerulus, gangguan tubulointerstisial, dan penyebab lainnya.
Penyebab Sistemik
Diabetes dan hipertensi dapat menyebabkan komplikasi berupa nefropati yang bias
menjadi etiologi gagal ginjal kronik
Penyakit Vaskular
Penyakit vaskular yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik adalah :
- Stenosis arteri renalis
- Vaskulitis
- Ateroemboli
- Nefrosklerosis akibat hipertensi
- Trombosis vena renal
Penyakit glomerulus
Penyakit glomerulus yang menyebabkan gagal ginjal kronik dapat bersifat primer
maupun sekunder. Penyebab primer misalnya nefropati lgA, nefropati membranosa, dan
sindrom Alport. Penyebab sekunder dapat diakibatkan oleh rheumatoid arthitis, lupus,
endokarditis, skleroderma, hepatitis B dan hepatitis C.
5
Penyakit Tubulointerstisial
Penyebab penyakit tubulointerstisial adalah obat yang bersifat nefrotoksik seperti
allopurinol dan sulfonamida. Penyakit tubulointerstisial juga dapat disebabkan oleh
penyakit, diantaranya adalah infeksi, sindrom sjogren, hipokalemia atau hiperkalsemia
kronis, dan sarkoidosis.
Penyakit lain
Gagal ginjal kronik juga dapat disebabkan oleh obstruksi saluran kemih atau
komplikasi dari gagal ginjal akut. Obstruksi saluran kemih dapat diakibatkan oleh
pembesaran prostat jinak, batu ginjal, striktur uretra, tumor, defek kongenital ginjal,
neurogenic bladder atau fibrosis retroperitoneal.
Faktor Risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronis :
Genetik : terdapat gen – gen yang ditemukan berhubungan dengan gagal ginjal
kronik, diantaranya gen uromodulin, APOL1, dan gen – gen yang mengatur sistem
renin angiotensis
Jenis kelamin : pria memiliki risiko lebih tinggi
Usia : semaki tua, risiko semakin tinggi
Obesitas
Merokok
Alkohol dan obat yang bersifat nefrotoksik seperti allopurinol dan sulfonamida
Riwayat keluarga dengan penyakit gagal ginjal kronik
Berat badan lahir rendah
Gagal ginjal akut : risiko penyakit ginjal kronik meningkat hingga 10 kali lipat
Diabetes melitus : studi United States Renal Data System (USRDS) menemukan
setengah dari pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir memiliki nefropati diabetik
Hipertensi : 27% pasien dengan penyakit ginjal kronik stadium akhir memiliki
hipertensi.
Obstructive sleep apnea
patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung ada penyakit yang
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth factor. Hal ini
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oeh penurunan nefron yang progesif walaupun penyakit dasarnya tidak aktif
lagi.
Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap terjadiya progesifitas penyakit ginjal
maupun tubulointersitial.
Pada stadium yang paling dini gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progesif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kretainin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang
dari 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun infeksi saluran cerna.
Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (ginjal replacement therapy) antara
Menurut Price & Wilson (1995), perjalanan umum gagal ginjal progesif dapat
dibagi menjadi tiga stadium.
a. Stadium pertama
Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang
berat pada ginjal tersebut. Seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan tes GFR yang diteliti.
b. Stadium kedua
Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufiesiensi ginjal, dimana
lebih dari 75% jaringan berfungsi rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada
tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dan diet. Pada
stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia stress akibat infeksi, gagal jantung akibat dehidrasi. Pada stadium ini
juga muncul gejala nokturia dan poliuria.
c. Stadium ketiga
Disebut stadium gagal ginjal akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir
timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar
200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada
8
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN aakan meningkat dengan sangat
menyolok sebagai respon terhadap GFR yang sedikit megalami penurunan. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup
parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit tubuh.
9
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadar kalium
serum yang rendah.
a. Pemeriksaan laboratorium
kalium, pH, kadar serum fosfor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam
Pada stadium yang cepat pada insufiensi ginjal, anlisa urine dapat
menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal, batas
kreatinin, urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine dapat
dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urine yang tidak
normal. Dengan urine analisa juga juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa,
RBC/eritrosit dan WBC/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal
ginjal yang progesif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urine
menurun, monitor kadar BUN dan kadar kreatinin sangat penting bagi pasien gagal
ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang
harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin 20:1. Bila ada
peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake
protein.
b. Pemeriksaan radiologi
10
Beberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunakan untuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
1. Flat-flat radiografi keadaan ginjal, ureter dan vesika urinaria untuk
mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi dan klasifikasi dari gijal. Pada
gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan
adanya proses infeksi.
2. Computer Tomography Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas
anatomi ginjal yang penggunaannya dengan memakai kontras atau tanpa
kontras.
3. Intervenous Pyelography (IVP) dugunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi
ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa dugunakan pada kasus gangguan
ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongenital, kelainan
prostat, caculi ginjal, abses ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
4. Arteriorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena dan
kapiler ginjal dengan menggunakan kontras.
5. Magnetig Rosonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus
yang disebabkan oleh obstruksi uropathy, ARF, proses infeksi ginjal serta post
transplantasi ginjal.
C. Biopsi ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal
lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonefritis, sindrom
nefrotik, penyakit ginjal bawaan dan perencanaan transplantasi ginjal.
b. Dialisis
Dialisis Peritonial (DP) meliputi:
1. DP intermiten (DPI)
2. DP Mandiri Berkesinambungan (DPMB)
11
3. DP Dialirkan Berkesinambungan (DPDB)
4. DP Nokturnal (DPN)
c. Hemodialisa
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisis tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 mL/menit. Dialisis
diperlukan bila ditemukan keadaan seperti keadaan umum buruk dan gejala klinis
nyata, K serum >200mg/dL, pH darah <7,1. Anuri berkepanjangan >5 hari,
sindrom uremia; mual, muntah, anoreksia, neuropati memburuk.
d. Tranplantasi ginjal (TG)
1) Transplantasi Ginjal Donor Hidup (TGHD)
2) Transplantasi Ginjal Donor Jenazah (TGD)
2.10 Pathway
12
BAB III
TELAAH JURNAL
3.1 Telaah Jurnal PICOT
NO JUDUL PENULIS P I C O T
14
yang banyak
digunakan
adalah asam
folat, anti
anemia, dan
anti
hipertensi.
18
dan 9
responden
mengalami
penurunan
dengan rata-
rata
penurunan
6.75 point.
19
Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan penurunan fungsi ginjal secara
progresif dan sudah berlangsung lama. Pola terapi pada PGK sangat bervariasi
karena PGK memiliki banyak faktor risiko seperti penyakit
kardioserebrovaskular sehingga perlu diberikan obat yang sesuai dengan penyakit
yang mendasari.
Pada penyakit ginjal kronis insiden dan prevalensi tergantung pada jenis
kelamin, usia, ras, dan penyakit bawaan. Prevalensi penyakit ginjal kronis dengan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan meningkat dengan
bertambahnya usia (Krauss & Hak, 2000). Data pada Tabel 1 menunjukkan
prevalensi laki-laki lebih banyak yaitu 60 orang (65,2%) sedangkan perempuan
32 orang (34,8%). Perbedaan jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan pola
hidup. Pola hidup seperti merokok, mengonsumsi alkohol yang merupakan faktor
risiko terjadinya penyakit ginjal yang ditemukan lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan perempuan (Chang dkk., 2016). Distribusi usia paling banyak pada
rentang 56 tahun sampai 65 tahun yaitu berjumlah 28 orang (30,4%). Pada usia
lebih dari 40 tahun terjadi penurunan bersihan kreatinin 0,75 mL/menit/tahun
(Mallappallil & Friedman, 2014).
Obat yang banyak digunakan pada faktor risiko kardioserebrovaskular pasien
penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah asam folat 81 pasien
(89%), anti anemia 77 pasien (90,2%), dan anti hipertensi 74 pasien (90,6%).
Faktor risiko kardioserebrovaskular yang paling banyak ditemukan dan hampir
ditemui pada setiap pasien yang menjalani hemodialisis adalah
hiperhomosisteinemia. Terdapat jumlah yang cukup tinggi dari pasien yang
memiliki riwayat klinis tetapi belum menerima obat yaitu lebih dari 40% (39 dari
92 pasien).
20
jenis kelamin sebagian besar perempuan, pekerjaaan ibu sebagian besar ibu
rumah tangga, pendidikan rata-rata menengah (SMA) dan status perkawinan
menikah. Faktor predisposisi penyebab ansietas pada pasien yang banyak
ditemukan adalah pada aspek biologis akibat penyakit kronis, aspek psikososial
sedih dan khawatir, dan pada aspek sosial budaya yaitu pekerjaan pasien yang
kurang memadai.
Hasil pelaksanaan paket terapi keperawatan yang efektif diberikan pada
skala ringan adalah terapi generalis dan terapi spesialis thought stopping,
relaksasi progresif dan psikoedukasi dengan hasil kemampuan pasien
mengontrol ansietas meningkat serta berdampak positif terhadap caregiver.
21
Responden pada kelompok esperimen dengan lama hemodialisis rata-rata 12
bulan sampai 36 bulan memiliki skor insomnia sebanyak 11 sampai 16. Namun
ketika diberikan intervensi terapi relaksasi massageskor insomnia cenderung
berkurang secara signifikan yaitu 6 sampai 7. Artinya jika semakin lama
menjalani hemodialisis maka skor insomnia nya semakin tinggi dan ketika
diberikan terapi relaksasi massage skor insomnia menurun.
22
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Tapanuli Selatan,
bahwa dari lama hemodialisis responden 12-24 bulan sebanyak 1 orang (8.3%),
7-12 bulan sebanyak 4 orang (33.3%) dan 1-6 bulan 1 orang 58.3%. Semakin
lama pasien menjalani hemodialisa maka pasien semakin patuh untuk menjalani
hemodialisa karena biasanya responden telah mencapai tahap menerima ditambah
mereka juga kemungkinan banyak mendapatkan pendidikan kesehatan dari
perawat dan juga dokter tentang penyakit dan pentingnya melaksanakan
hemodialisa secara teratur bagi mereka.
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh terapi musik dangdut terhadap
tingkat kecemasan pada pasien hemodialisis di ruang hemodialisa RSUD
Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2020 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.) Hasil penelitian karakteristik responden, mayoritas responden berada pada
rentang usia 36-45 tahun ada 6 responden (50.0%), dari jenis kelamin mayoritas
responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8responden (66.7%) dan yang
berjenis kelamin perempuan berjumlah 4 responden (33.3%), dan mayoritas lama
hemodialisis adalah 1-6 bulan dengan jumlah 7 responden (58.3%). 2.) Hasil rata-
rata tingkat kecemasan sebelum diberikan terapi musik dangdut pada kelompok
eksperimen adalah 12.58. 3.) Hasil rata-rata tingkat kecemasan sesudah diberikan
terapi music dangdut pada kelompok eksperimen adalah 9.08. 4.) Hasilanalisis
data menggunakanuji Shapiro wilk setelahterapi musik dangdut diperoleh nilaiP-
value= 0,002 (<0,05), artinya terdapat pengaruh terapi music dangdut terhadap
tingkat kecemasan pasien GGK dalam menjalani terapi hemodialisa.
23
DAFTAR PUSTAKA
Aisara, Sitifa., Azmi, S., Yanni, M. 2018. “Gambaran Klinis Penderita Penyakit Gagal
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. Djamil Padang.”
Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1).
Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Candra D. 2015. Kadar Albumin dan Hemoglobin Pasien Gagal Ginjal Kronik
dengan Diabetes dan Non-diabetes. Jurnal INJEC. Volume 2.
Rizaldy Taslim Pinzon, Martinus Bagas Hogantara Padmanaba, Esdras Ardi Pramudita,
Sugianto. 2019. “Pola Terapi pada Faktor Risiko Kardioserebrovaskuler Pasien
Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis”. Jurnal Farmasi dan
Kefarmasian Indonesia. Vol 6.