Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL

DENGAN HIV/AIDS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah HIV/AIDS

Dosen : R. Nety Rustikayanti, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelas 3B Kelompok 2

1. Eka Mustika Rohmah AK118051 8. Jania Flormoy DJM Ak118086

2. Elsa Rachmawati AK118055 9. Lelli Rismawati AK118090

3. Esah Rahayu AK118059 10. Luthfia serenli N AK118094

4. Fitri setiawati pratiwi AK118066 11. Maryati AK118100

5. Hesti Oktari Rahayu AK118073 12. M Zulfan FN AK118097

6. Indah Nur Safitri AK118078 13. Muhamad Heikal D AK 118109

7. Irna Nursantika Irianti AK118082

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2020/20
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Ibu Hamil
Dengan HIV/AIDS”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandung, November 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1

1.3 Tujuan Masalah....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

2.1 Definisi...................................................................................................................3

2.2 Etiologi...................................................................................................................4

2.3 Manifestasi Klinis..................................................................................................6

2.4 Patofisiologi...........................................................................................................7

2.5 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................9

2.6 Komplikasi...........................................................................................................10

2.7 Penatalaksanaan.................................................................................................11

2.8 Pencegahan..........................................................................................................12

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................14

3.1 Pengkajian...........................................................................................................14

3.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................................16

3.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................................16

3.4 Implementasi.......................................................................................................20

3.5 Evaluasi................................................................................................................20

ii
BAB IV PENUTUP........................................................................................................21

3.6 Kesimpulan..........................................................................................................21

3.7 Saran....................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................22

iii
BAB I

PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita namun


kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada
kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya
mengalami mual, muntah, nafsu makan berkurang dan kelebihan. Menurunnya
kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi kliniks wanita dengan
penyakit infeksi antara lain infeksi HIV/AIDS.

HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini
adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk
memproduksi kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal
adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki-laki dari
Kinshasa di Republik Demokrat congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.

HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba
membahas bagaiamana HIV/AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana
melakukan sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi HIV/AIDS?


2. Apa etiologi HIV/AIDS?
3. Apa manifestasi klinis dari HIV/AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari HIV/AIDS?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari HIV/AIDS?
6. Apa saja komplikasi dari HIV/AIDS?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari HIV/AIDS?
8. Bagaimana pencegahan dari HIV/AIDS?

1
2

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS


2. Untuk mengetahui etiologic HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui komplikasi HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS
8. Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak


system kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia.
Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap
infeksi penyakit.

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala,


infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah
menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah
infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi
HIV atau oleh sebab lain.

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada


seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit
infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini mungkin
tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah (HIV/AIDS)
bisa menyebabkan kematian.

AIDS dapat didefinisikan melalui munculnya IO yang umum ditemui pada


ODHA:

1. Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.


2. Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Herpes pada mulut atau alat kelamin.
4. Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang menyebabkan
demam kambuhan.

3
4

5. Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan


radang paru.
6. Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.
7. Tuberkolosis (TB)

Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia
menjaga kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara
seimbang. Gaya hidup sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV
dan ia akan tetap produktif dalam berkarya.
Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh
atau berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh
berkurang, maka berkembanglah AIDS.

2.2 Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II,
LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus
( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh
darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini ditransmisikan
melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang terinfeksi.

Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human


immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.


2. Orang yang ketagihan obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
5

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).


5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.

Cara penularan HIV:


1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
6

Penularan secara perinatal

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada
saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga
virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan
atau juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

2.3 Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala HIV/AIDS menurut WHO:

a. Stadium Klinis I :
1. Asimtomatik (tanpa gejala)
2. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening/limfe
seluruh tubuh)
3. Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal.
b. Stadium Klinis II :
1. Berat badan berkurang > 10%
2. Diare berkepanjangan > 1 bulan
3. Jamur pada mulut
4. TB Paru
5. Infeksi bakterial berat
6. Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)
7. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8. Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9. Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam masa 1 bulan
terakhir.
7

2.4 Patofisiologi

Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari


benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang
maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune
response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan humoral dan
kekebalan cellmediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara tersendiri sehingga
dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “beraksi” bahkan kemudian
dilumpuhkan.

Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+)
mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan
HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T
helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV
kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor
ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan
HIV. Sesudah terikat dengan membrane sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan
dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,


HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan
ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah
dilumpuhkan, genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada
DNA sel T helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan
perkembangan biakan sel T helper.
8

Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus
lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang
sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh
maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya.
Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.

Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak

Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV /
AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga
karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV / AIDS
karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi
dalam 3 periode:

1. Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus
itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin
dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:

a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada


plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus
pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfuse
9

fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah
atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka
semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya
persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.

Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak


selama proses persalinan adalah:

a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi


lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan
darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran
3. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.


Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang
menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI
tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu
dan infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
10

d. Kultur HIV (positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut


mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat).

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.


a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

2.6 Komplikasi

Infeksi HIV membuat sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga tubuh lebih
rentan terserang infeksi berbagai penyakit, antara lain:

1. Tuberculosis adalah infeksi paru-paru yang sering menyerang penderita HIV,


bahkan menjadi penyebab utama kematian pada penderita AIDS.
2. Toksoplasmosis adalah infeksi parasit yang dapat memicu kejang bila
menyebar ke otak.
3. Cytomegalovirus adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu kelompok
virus herpes. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran
pencernaan, dan paru-paru.
4. Candidiasis adalah infeksi jamur Candida yang menyebabkan ruam pada
sejumlah area tubuh. Infeksi ini disebabkan oleh parasit yang hidup di sistem
pencernaan.
5. Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan tulang belakang yang
disebabkan oleh jamur.
6. Wasting syndrome merupakan kondisi ketika penderita AIDS kehilangan 10%
berat badan. Kondisi ini umumnya disertai diare serta demam kronis.
11

7. HIV-associated nephropathy (HIVAN). HIVAN adalah peradangan pada


saringan di ginjal. Kondisi ini menyebabkan gangguan untuk membuang
limbah sisa metabolisme dari tubuh.
8. Gangguan neurologis. Meski AIDS tidak menginfeksi sel saraf, akan tetapi
penderita AIDS dapat mengalami sejumlah kondisi seperti depresi, mudah
marah, bahkan sulit berjalan. Salah satu gangguan saraf yang paling sering
menimpa penderita AIDS adalah demensia.

2.7 Penatalaksanaan

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan,


dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan
perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat
antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan
agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis
dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
12

5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan


sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
6. Pencegahan
a. A (Abstinent) : Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak sah
b. B (Be Faithful) : Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual
hanya dengan pasangan yang sah
c. C (use Condom) : Pergunakan kondom saat melakukan hubungan seksual
bila berisiko menularkan/tertular penyakit
d. D (Don’t use Drugs) : Hindari penyalahgunaan narkoba
e. E (Education) : Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang
HIV/AIDS dalam setiap kesempatan

2.8 Pencegahan

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara,
dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah
persalinan. Cara tersebut yaitu:

1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk


bayi yang baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah
sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila
terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia
mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan
ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi
selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit
melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir.
Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan
menjadi hanya 2 persen. Namun, resistensi terhadap nevirapine dapat muncul
pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal
ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistensi
13

ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi
jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode
Sectiocaesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV
dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan
penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%.
Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi
imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh
karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan
sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.
3. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan
untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian
didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
14
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN HIV/AIDS

3.1 Pengkajian

1. Aktifitas /istirahat :
• Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang
progresif
• Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
2. Sirkulasi
• Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
• Takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver
menurun, pengisian kapiler memanjang
3. Integritas ego
• Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga,
hubungan dengan orang lain, pengahasilan dan gaya hidup tertentu
• Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi, cacat, menurunnya berat badan
• Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan
depresi
• Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak
mata kurang
4. Eliminasi
• Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
• Faeces encer disertai mucus atau darah
• Nyeri tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dalam jumlah warna
urin.
5. Makanan/cairan
• Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
• Penurunan BB yang cepat
• Bising usus yang hiperaktif
• Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan
warna mukosa mulut

15
16

• Adanya gigi yang tanggal. Edema


6. Hygiene
• Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tdk
rapi.
7. Neurosensorik
• Pusing, sakit kepala.
• Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
• Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
• Bebal, kesemutan pada ekstrimitas.
• Gaya berjalan ataksia.
8. Nyeri/kenyamanan
• Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
• Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
• Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM,
pincang.
9. Pernapasan
• Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada
dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
• Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
• Demam berulang
11. Seksualitas
• Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan
kondom yang tidak konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.
12. Interaksi social
• Isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak
terorganisir
17

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas


yang tidak terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status
hipermetabolik.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
melemahnya otot pernafasan.
5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang
tidak terorganisir
• Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak
ada demam, sekresi tidak purulent)

Intervensi:

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

R: Resiko cros infeksi dapat melalui prosedur yang dilakukan

2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup


R: Lingkungan yang kotor akan meningkatkan pertumbuhan kuman
pathogen
3) Informasikan perlunya tindakan isolasi
18

R: Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman


pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak
langsung dengan kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R: Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi se kunder.
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan
warna, bersihkan kuku setiap hari
R: Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R: Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan
kulit.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
• Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R: denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun
menunjukkan adanya dehidrasi.
2) Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan
pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R: Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3) Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4) Timbang BB setiap hari
R: penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5) Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R: Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane mucosa.
6) Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
19

R: Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding


usus akan kurang.

3. Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan


asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
• Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R: Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2) Auskultasi bising usus
R: Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat
penyerapan usus.
3) Timbang BB setiap hari
R: BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
4) Hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
5) Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat
kumur yang mengandung alcohol.
R: Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan
nafsu
makan.
6) Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan sesuai
keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7) sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8) dorong klien untuk duduk saat makan.
4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, melemahnya otot pernafasan.
• Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas tambahan
R: bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan
nafas/peningkatan sekresi.
20

2) Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan


penggunaan otot asesoris.
3) Berikan posisi semi fowler
4) Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan
• Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea
dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1) Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R: Respon bervariasi dari hari ke hari
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R: Mengurangi kebutuhan energi
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R: Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai
• Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem
dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien
dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1) Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R: Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan
keluarga
2) Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R: Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3) Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R: Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana
21

3.3 Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
NCP.

3.4 Evaluasi

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria


hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan,
atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang


menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relative lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus
retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan
HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan
bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi,
wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.

Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang


ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau
produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV
adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia
/ HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis
generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes
simplex kronik progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada
kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

4.2 Saran

Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya
akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bruner, Suddarth.. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :

EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta: EGC

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice,

4th edition, Mosby Year Book, Toronto

24

Anda mungkin juga menyukai