Keperawatan
HIV Pada Ibu
Hamil
Kelompok 2
• Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus
itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari
infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada
plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus
pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
• Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfuse
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh
karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section
caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke
anak selama proses persalinan adalah:
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi
lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan
darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran
• Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan
data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya
mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-15% dibandingkan ibu yang tidak
menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang
berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan
infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
Pemeriksaan Penunjang
1. Tuberculosis
2. Toksoplasmosis
3. Cytomegalovirus
4. Candidiasis
5. Meningitis
6. Wasting syndrom
7. HIVAN
8. Gangguan Neurologis
Penatalaksanaan
5). Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi.
Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R: Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan
menurunkan nafsu
makan.
6). Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan
makan sesuai
keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7). sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8). dorong klien untuk duduk saat makan.
4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
• Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1). Auskultasi bunyi nafas tambahan
R: bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan
nafas/peningkatan sekresi.
2). Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan
penggunaan otot asesoris.
3). Berikan posisi semi fowler
4). Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
• Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas
dyspnea
dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1). Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R: Respon bervariasi dari hari ke hari
2). Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R: Mengurangi kebutuhan energi
3). Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R: Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas
tentang keadaan yang orang dicintai
• Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport
sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan
kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1). Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R: Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan
keluarga
2). Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R: Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3). Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R: Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana
Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara
aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan
tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan
mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah
intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika
tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
Terimakasih...