Anda di halaman 1dari 25

Asuhan

Keperawatan
HIV Pada Ibu
Hamil
Kelompok 2

● Eka Mustika Rohmah • Jania Flomory DJM


( AK.1.18.051 ) ( AK.1.18.086 )
● Elsa Rachmawati ( AK.1.18.005 ) • Lelli Rismawati ( AK.1.18.090 )
● Esah Rahayu ( AK.1.18.059 ) • Luthfia Serenli N ( AK.1.18.094 )
● Fitri Setiawati Pratiwi • Maryati ( AK.1.18.100 )
( AK.1.18.066 ) • M Zulfan FN ( AK.1.18.097 )
● Hesti Okrari Rahayu ( AK.1.18.073 ) • Muhammad Heikal D
● Indah Nur Safitri ( AK.1.18.078) ( AK.1.18.109 )
● Irna Nursantika Irianti
( AK.1.18.082 )
Definisi

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)


adalah sekumpulan gejala, infeksi dan kondisi yang
diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga
infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh dan
dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik
adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system
pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh
sebab lain.
Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai


beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang
nama ilmiahnya disebut Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa
agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang
kuat terhadap limfosit T. Virus ini
ditransmisikan melalui kontak intim (seksual),
darah atau produk darah yang terinfeksi.
Cara Penularan HIV :

1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan


seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satu–
satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.

2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama


transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi
virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.

3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat


bius dengan seseorang yang telah terinfeksi.

4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka


selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui
menyusui.
Penularan Secara Perinatal :

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat


menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat
proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi
kontak secara lansung antara darah ibu dengan
bayi sehingga virus dari ibu dapat menular
pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu
sewktu berada dalam kandungan atau juga
melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Manifestasi Klinis
Stadium Klinis II :
Stadium Klinis I :
1. Berat badan berkurang > 10%
1. Asimtomatik (tanpa gejala)
2. Diare berkepanjangan > 1 bulan
2. Limfadenopati Generalisata
3. Jamur pada mulut
(pembesaran kelenjar getah
4. TB Paru
bening/limfe seluruh tubuh)
5. Infeksi bakterial berat
3.Skala Penampilan 1 :
6. Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)
asimtomatik, aktivitas normal.
7. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8. Radang Otak (Toksoplasmosis,
Ensefalopati HIV)
9. Skala Penampilan 4 : terbaring
di tempat tidur > 50% dalam
masa 1 bulan terakhir.
Patofisiologi
Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak

• Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus
itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari
infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada
plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus
pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
• Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfuse
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh
karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section
caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke
anak selama proses persalinan adalah:
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi
lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan
darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran
• Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan
data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya
mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-15% dibandingkan ibu yang tidak
menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang
berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan
infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
Pemeriksaan Penunjang

Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


• ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
• Western blot (positif)
• P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
• Kultur HIV (positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat).

Tes untuk deteksi gangguan system imun.


• LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
• CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
• Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
• Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
• Kadar immunoglobulin (meningkat)
Komplikasi

1. Tuberculosis
2. Toksoplasmosis
3. Cytomegalovirus
4. Candidiasis
5. Meningitis
6. Wasting syndrom
7. HIVAN
8. Gangguan Neurologis
Penatalaksanaan

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


2. Terapi AZT (Azidotimidin)
3. Terapi Antiretroviral
4. Vaksin dan Rekonstruksi
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang
Pencegahan
a. A (Abstinent) : Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang
tidak sah
b. B (Be Faithful) : Setialah pada pasangan, melakukan hubungan
seksual hanya dengan pasangan yang sah
c. C (use Condom) : Pergunakan kondom saat melakukan hubungan
seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit
d. D (Don’t use Drugs) : Hindari penyalahgunaan narkoba
e. E (Education) : Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang
HIV/AIDS dalam setiap kesempatan
Pencegahan

1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan,


saat persalinan dan untuk bayi yang baru
dilahirkan.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
3. Penatalaksanaan selama menyusui Pemberian
susu formula sebagai pengganti ASI sangat
dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang positif
HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian
didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV
melalui ASI yang terinfeksi.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun,
aktifitas yang tidak terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan
makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
melemahnya otot pernafasan.
5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang
tidak terorganisir
• Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak
ada demam, sekresi tidak purulent)
Intervensi:
1). Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
R: Resiko cros infeksi dapat melalui prosedur yang dilakukan
2). Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R: Lingkungan yang kotor akan meningkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3). Informasikan perlunya tindakan isolasi
R: Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman
pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung
dengan kuman pathogen
4). Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R: Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi se kunder.
5). Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik
sputum. Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya
lesi/perubahan warna, bersihkan kuku setiap hari
R: Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6). Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R: Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya
infeksi
7). Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat
dengan menggunakan wadah tersendiri.
R : Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada
permukaan kulit.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
• Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1).Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R: denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan
adanya dehidrasi.
2). Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan
pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R: Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3). Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4). Timbang BB setiap hari
R: penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5). Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R: Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan
membrane mucosa.
6). Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R: Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus
akan kurang.

3. Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan


asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
• Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Intervensi:
1).Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R: Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2). Auskultasi bising usus
R: Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat
penyerapan usus.
3). Timbang BB setiap hari
R: BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat

 
5). Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi.
Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R: Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan
menurunkan nafsu
makan.
6). Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan
makan sesuai
keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7). sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8). dorong klien untuk duduk saat makan.
4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
• Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1). Auskultasi bunyi nafas tambahan
R: bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan
nafas/peningkatan sekresi.
2). Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan
penggunaan otot asesoris.
3). Berikan posisi semi fowler
4). Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
• Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas
dyspnea
dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1). Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R: Respon bervariasi dari hari ke hari
2). Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R: Mengurangi kebutuhan energi
3). Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R: Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas
tentang keadaan yang orang dicintai
• Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport
sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan
kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1). Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R: Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan
keluarga
2). Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R: Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3). Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R: Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana
Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara
aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan
tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan
mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah
intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika
tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
Terimakasih...

Anda mungkin juga menyukai