Anda di halaman 1dari 24

Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Yang

sedang Melakukan Hemodialisa.

PRA PROPOSAL

Ditulis bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas mata kuliah


Metodologi Penelitian

OLEH

SILVI RAHMAWATI PUTRI


NIM: 201211691

III A

Dosen Pengampu
Ns. Lenni Sastra, S.Kep,MS

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MERCUBAKTIJAYA PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dalam penyusunan Pra Porposal
Penelitian ini dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan Pra Porposal Penelitian ini, kami mengalami berbagai
kendala dan kesulitan, namun berkat Rahmat Allah SWT yang disertai kesabaran,
ketekunan, dan usaha serta bantuan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas baik
fasilitas tenaga dan pikiran sehingga Pra Porposal Penelitian yang berjudul
“Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa Pra Porposal Penelitian ini masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat konstruktif diharapkan,
demi terciptanya tujuan yang ingin dicapai.
Atas bantuan dan kritikan seta saran dari semua pihak, maka kami
mengucapkan terima kasih. Semoga Pra Porposal Penelitian ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.

Padang, 12 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….
DAFTAR SKEMA……………………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ………………………………………………………………....
B.Rumusan Masalah ……………………………………………………………..
C.Tujuan Penelitian …………………………………………………...................
D.Manfaat Penelitian ……………………………………………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


KONSEP GAGAL GINJAL
A.Pengertian ……………………………………………………………………..
B.Penyebab ……………………………………………………………………..
C.Gejala ……………………………………………………………………..

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL


A.Kerangka Teori ………………………………………………………………
B.Kerangka Konsep ……………………………………………………………
C.Hipotesa Penelitian …………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit sistemik dan
merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal
yang dapat terjadi secara kronis. Gagal ginjal kronis adalah akibat destruksi jaringan
dan kehilangan fungsi ginjal yang berangsur – angsur. Penyakit gagal ginjal kronis
bersifat menetap, tidak dapat disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa rawat
jalan dalam waktu yang lama, transplantasi ginjal, dialisis peritoneal, dan
hemodialisa. Gagal ginjal merupakan fungsi ginjalnya rusak, tidak dapat berfungsi
dengan baik dan bersifat menetap ( Black, 2014).GGK disebabkan oleh beberapa
penyakit seperti kelainan ginjal, DM, kelainan autoimun, sedangkan komplikasi GGK
adalah: Edema, hipertensi, penyakit tulang dan anemia. Komplikasi GGK dapat
diantisipasi dengan tindakan mengontrol tekanan darah (hipertensi), dan menjaga pola
hidup (Davey, 2005). Apabila fungsi ginjal telah menurun d an ginjal mengalami
kerusakan, hal ini disebut sebagai gagal ginjal. Gagal ginjal (renal atau kidney failure)
merupakan kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan)
maupun kronis (menahun). Gagal ginjal kronik termasuk silent killer, yaitu penyakit
mematikan yang tidak menunjukkan gejala peringatan sebelumnya, sebagaimana
umumnya yang terjadi pada penyakit berbahaya lainnya (Vitahealt, 2008).
Menurut data yang diambil dari Indonesia Renal Registry (IRR) menyatakan
bahwa penderita gagal ginjal di Indonesia, data yang di dapatkan tahun 2009-2015
tercatat 28.882 pasien, dimanRa pasien baru sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama
sebanyak 11.689 pasien.Menurut US Renal Data System (Sistem Data Ginjal US),
pada akhir 2017 total 527.572 orang dirawat dengan ESRD, dan yang hemodialisis
sebanyak 424.369 orang, artinya 80% harus menjalani cuci darah.
Menurut data yang diambil dari Kemenkes RI (2016),pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialysis regular jumlahnya semakin meningkat yaitu berjumlah sekitar
empat kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2013 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit gagal ginjal di Indonesia sebesar 0,2% atau 2 per 1000 penduduk,
sekitar 60% penderita gagal ginjal tersebut harus menjalani terapi dialisis
Apabila kemampuan ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90 %) sehingga tidak
mampu lagi menjaga kelangsungan hidup penderita gagal ginjal, maka harus
dilakukan dialisis (cuci darah) sebagai terapi pengganti fungsi ginjal (Vitahealth,
2008). Menurut data yang diambil dari National Institute of Diabetes and Digestive
and Kidney Disesases melaporkan tingkat kelangsungan hidup selama satu tahun
untuk pasien dialisis berada pada angka 80%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup
selama dua tahun, lima tahun, dan sepuluh tahun masing-masasing sekitar 64%, 33%,
dan 10% (Zaenab, 2017).
Terapi hemodialisis menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang befungsi
sebagai ginjal buatan. Darah dipompa keluar dari tubuh, masuk ke dalam mesin
dialiser untuk dibersihkan melalui proses difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat
(cairan khusus untuk dialisis), kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh. Proses
hemodialisis ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit, dan setiap kalinya
memerlukan waktu sekitar 2-5 jam (Vitahealth, 2008).
Terapi HD akan mempengaruhi keadaan psikologis pasien, pasien akan
mengalami gangguan proses berfikir dan konsentrasi serta gangguan dalam
berhubunga sosial. Semua kondisi tersebut akan menyebabkan menurunnya kualitas
hidup pasien PGK yang menjalani terapi HD. Untuk mencapai kualitas hidup yang
lebih baik melalui terapi hemodialisis diperlukan pengaturan diet untuk mencapai
kualitas hidup yang baik
Menurut penelitian Hotnida (2015) terhadap 35 pasien gagal ginjal kronis
yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD DOK II Jayapura mengatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
gagal.ginjal kronis. Lebih lanjut penelitian Sucy (2019) menunjukkan pasien yang
menjalani hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul mendapatkan
dukungan keluarga yang baik sebesar 80,3%.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Hemodialisa di unit RSUD Pariaman

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah penelitian
“Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisa Di RSUD Pariaman”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ini adalah untuk mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Yang sedang Melakukan Hemodialisa.
2. Tujuan Khusus
Diketahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
yang sedang melakukan hemodialisa.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1) Bagi Institusi Pendidikan


Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan masukan bagi
mahasiswa keperawatan dan menambah wawasan serta pengetahuan
tentang Gagal Ginjal Kronik lebih spesifik khususnya tentang hubungan
dukungan keluarga terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik.

2) Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan
informasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai hubungan dukungan
keluarga terhadap Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik


Penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk
sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus Filtration Rate
(GFR) (Wulandari, 2018). Sedangkan menurut Guswanti (2019) CKD
merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu mengangkut
sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui
urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa.Menurut McClelland (2009) gagal ginjal kronis merupakan
kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan)
dengan kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular Filtration Rate (GFR)
dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/1.73 m2 . Gagal ginjal kronis merupakan
suatu penyakit perubahan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible
yang telah berlangsung ≥ 3 bulan yang tidak dapat lagi pulih atau kembali
sembuh secara total seperti sediakala.
Gagal ginjal kronik merupakan akibat terminal destruksi jaringan dan
kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung berangsur-angsur. Keadaan ini
dapat pula terjadi karena penyakit yang progresif cepat disertai awitan
mendadak yang menghancurkan nefron dan menyebabkan kerusakan ginjal
yang irreversible (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2017). Sedangkan menurut
Setiati (2015) gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana tubuh mengalami kegagalan untuk
mempertahankan metabolism,keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga
menyebabkan uremia (Smeltzer & Bare, 2013).
2. Klasifikasi
Menurut Setiati (2015) dan Lemone, Burke, & Bauldoff (2016)
Gagal ginjal kronik dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat penyakit dan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yaitu:

1. Stadium 1 memiliki nilai LFG > 90 ml/menit/1,73m²


2. Stadium 2 memiliki nilai LFG 60 –89 ml/menit/1,73m²
3. Stadium 3 memiliki nilai LFG 30 –59 ml/menit/1,73m²
4. Stadium 4 memiliki nilai LFG 15 –29 ml/menit/1,73m²
5. Stadium 5 memiliki nilai LFG <15 atau dialisis.

3. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefronginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral.
1.Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2.Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3.Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosisarteri renalis.
4.Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif.
5.Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6.Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7.Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8.Nefropati obstruktif
a.Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b.Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leherkandung kemih dan uretra.
4. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik beragam, bergantung pada proses
penyakit penyebab. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan
inflamasi interstisial dan fibrosis adalah ciri khas gagal ginjal kronik dan
menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Seluruh unit nefron secara bertahap
hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang nefron fungsional yang masih ada
mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat
dalam nefron ini dan lebih banyak partikel zat terlarut disaring untuk
mengkompensasi massa ginjal yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini
menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan
parut)glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria
akibat kerusakan glomerulus diduga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses
hilangnya fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus berlangsung meskipun
setelah proses penyakit awal telah teratasi. Perjalanan gagal ginjal kronik
beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan. Pada tahap
awal, seringkali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena
mengkompensasi nefron yang hilang. Laju filtrasi glomerulus (LFG) sedikit
turun dan pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatinin serum
normal. Ketika penyakit berkembang dan LFG turun lebih lanjut, hipertensi
dan beberapa manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan
berikutnya pada ginjal di tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi, atau obstruksi
saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan memicu awitan gagal ginjal
atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kreatinin dan BUN naik secara
tajam, pasien menjadi oliguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada gagal
ginjal kronik tahap akhir, LFG kurang dari 10% normal dan terapi
penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan hidup (Lemone, Burke,
& Bauldoff, 2016).

5. Tanda Dan Gejala


Gejala klinis yang ditimbulkan Gagal Ginjal Kronis (GGK) menurut
Guswanti (2019)antara lain :
1) hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin –
angiotensin - aldosteron)
2) gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
3) perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
Sedangkan menurut Ismail (2018) tanda gejala GGK dibagi menjadi 7 yaitu :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat
metabolisme bakteri usus seperti ammonia danmelil guanidine serta
sembabnya mukosa usus.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga nafas berbau amonia.
3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
b. Kulit
1. Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunanurokrom.
2. Gatal-gatal akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di pori-
pori kulit.
3. Ekimosis akibat gangguan hematologi.
4. Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada kegat.
5. Bekas-bekas garukan karena gatal.
c. Sistem Hematologi
1. Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya
masahidup eritrosit dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam
folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarhan, dan
fibrosis sumsum tulang akibat hipertiroidism sekunder.
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
d. Sistem saraf dan otot
1. Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya
sehinnga selalu digerakkan.
2. Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar
terutama di telapak kaki.
3. Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan
konsetrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
4. Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas
proksimal.

e. Sistem kardiovaskuler
1. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.
2. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung
akibat penimbunan cairan hipertensif.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017)
penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah:
1. Diit
2. Pemberian obat
3. Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
4. Dialisis
5. Transplantasi ginjal
6. Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan
kor tamponade

7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :-
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,katabolisme
dan masukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produksampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistemreninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia seldarah
merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsiumserum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadaraluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia

B. Hemodialisa pada Gagal Ginjal

1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisis adalah proses dimana darah penderita dialirkan untuk
dilakukan pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput
permeabel dalam ginjal buatan dengan bantuan mesin hemodialisis. Darah yang
sudah bersih dipompakan kembali kedalam tubuh selama tindakan dialisis darah
pasien berada pada suatu sisi membran didalam kompartemen darah. Dialisat
pada sisi yang lain, yaitu pada kompartemen dialisat. Dialisat dan darah tidak
akan bercampur kecuali membran bocor atau rusak (Kristiana, 2011)
Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin,
asam urat,2 dan zat-zat lain melalui membrane semi permeabel sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultrafiltrasi (Rendi, 2012)
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron
sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Ignatavicius &
Workman, 2009).

2. Tujuan hemodialisa
Hemodialisis adalah suatu terapi yang mempunyai beberapa tujuan.
Tujuan dari hemodialisis itu sendiri diantaranya adalah untuk menggantikan
fungsi kerja ginjal untuk proses ekskresi (membuang produk sisa metabolisme
dalam tubuh, misalnya ureum, kreatinin, dan produk sisa metabolisme lainnya),
fungsi lainnya seperti menggantikan fungsi ginjal untuk mengeluarkan cairan
tubuh yang pada saat ginjal masih sehat cairan tersebut dikeluarkan berupa urin,
meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal
serta mempunyai fungsi untuk menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu
pengobatan lainnya (Suharyanto, 2009).

3. Peralatan hemodialisa

a. Mesin hemodialisis adalah suatu mesin khusus yang dirancang untuk hemodialisis.
Mesin ini mengatur dialisat dengan sistem proporsional, memantau tekanan dan
konduktivitas dialisat dan darah, mengatur suhu, kecepatan aliran darah dan dialisat.
Terdapat beberapa sensor untuk mendeteksi dan pencegahan resiko komplikasi,
pompa darah untuk mengalirkan darah dan syringe pump untuk pemberian
antikoagulan (Cahyaningsih, 2009)

b. Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung, tempat terjadinya


pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Dialiser merupakan kunci
utama proses hemodalisis, karena yang dialakukan oleh dialiser sebagian besar
dikerjakan oleh ginjal yang normal. Dialiser terdiri dari 2 kompartemen masing-
masing untuk cairan dialisat dan darah. Kedua kompartemen dipisahkan membran
semipermeabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi satu (Lemone
& Burke 2010).

c. Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk menarik limbahlimbah tubuh dari
darah. Sementara sebagai buffer umumnya digunakan bikarbonat yang bersifat basa,
dibandingkan dengan buffer natrium, walaupun sama sama bersifat basa tetapi
bikarbonat memiliki risiko lebih kecil untuk menyebabkan hipotensi. Kadar setiap zat
di cairan dialisat juga perlu diatur sesuai kebutuhan. Sementara itu, air yang
digunakan harus diproses agar tidak menimbulkan risiko kontaminasi (Septiwi, 2010).
4. Efek Samping Hemodialisa

1. Tekanan darah terlalu rendah atau tinggi

Efek samping paling umum dari hemodialisis adalah penurunan tekanan


darah, terutama jika Anda juga menderita diabetes. Gejala lain yang
mungkin terjadi yaitu sesak napas, kram perut, kram otot, mual atau
muntah.Sebaliknya, tekanan darah juga bisa melonjak terlalu tinggi,
terutama jika Anda seorang penderita penyakit ginjal disertai riwayat
hipertensi yang masih mengonsumsi garam atau air berlebihan.

2. Mual dan muntah

Salah satu penyebab mual dan muntah adalah uremia atau penumpukan


racun dalam darah yang disebabkan oleh gagal ginjal. Selain itu, seperti
yang disebutkan di poin sebelumnya, mual dan muntah juga dapat terjadi
karena penurunan tekanan darah akibat metode cuci darah.

3. Anemia

Anemia atau kondisi yang sering disebut dengan kurang darah ini


merupakan salah satu efek samping yang cukup umum terjadi. Kondisi ini
dipengaruhi penyakit ginjal maupun tindakan cuci darah.

4. Kulit gatal
Adanya penumpukan fosfor akibat hemodialisis dapat menyebabkan kulit
menjadi gatal. Kondisi ini memang umum terjadi. Untuk mencegah atau
meringankan gejala kulit gatal, Anda mungkin perlu menjalani pola makan
khusus dan mengonsumsi pengikat fosfat secara teratur sesuai anjuran
dokter.

5. Kram otot

Meskipun penyebabnya tidak jelas, kram otot selama hemodialisis


dilakukan dapat terjadi. Pemberian kompres hangat di area tersebut dapat
dilakukan untuk membantu melancarkan sirkulasi darah dan meredam kram
otot yang dirasakan.

C. Kualitas Hidup pasien Gagal Ginjal

1. Pengertian Kualitas Hidup


Kualitas hidup adalah bagaimana individu mempersepsikan kebaikan dari
beberapa aspek kehidupan mereka. Kualitas hidup dalam mempertahankan
individu yang lebih luas merupakan faktor yang penting dalam memastikan
bahwa orang tersebut dapat hidup dengan baik dengan perawatan dan dukungan
hingga datangnya kematian (Bowling, 2014). Kualitas hidup merupakan
konsep yang luas meliputi bagaimana individu mengukur kebaikan dari beberapa
aspek kehidupan yang meliputi reaksi emosional individu dalam peristiwa
kehidupan, disposisi, kepuasan hidup, kepuasan dengan pekerjaan dan hubungan
pribadi (Theofilou, 2013).
Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan
sebagai respon emosi dari seseorang terhadap aktivitas sosial, emosional,
pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya
kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam
melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan
sosialisasi dengan orang lain (Silitonga, 2007).
Kualitas hidup adalah suatu kepuasan yang dimiliki individu dalam
berbagai aspek kehidupan (Preedy & Watson, 2010). Sedangkan Guzman (2013)
mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu konsep yang luas dan kompleks
karena dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan
sosial individu dan berhubungan dengan berbagai segi penting dari lingkungan.
Kesimpulan dari definisi diatas adalah kualitas hidup diartikan sebagai
suatu aspek untuk menilai kepuasan individu dalam banyak hal, seperti kepuasan
hidup, kepuasan dalam pekerjaan, kepuasan dalam melakukan suatu yang
berkaitan dengan fisik, dan kepuasan dalam bersosialisasi yang dipengaruhi oleh
faktor dari dalam diri maupun dari luar dirinya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
a. Citra tubuh Menurut penelitian mengenai hubungan antara citra tubuh
dengan kualitas hidup pasien hemodialisa, didapatkan hasil bahwa citra tubuh
mempengaruhi kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronis yang sedang
menjalani hemodialisis. Responden dengan citra tubuh yang terganggu
memilki peluang yang kecil untuk memiliki kualitas hidup yang baik, namun
sebaliknya jika dibandingkan dengan responden yang citra tubuhnya tidak
terganggu (Oxtavia, 2017).

b. Lama menjalani hemodialisis Penderita penyakit yang sudah lama


menjalani hemodialisis atau sudah masuk fase longterm (fase lanjut) biasanya
mempunyai adaptasi yang baik tetapi setiap orang memerlukan waktu yang
berbeda beda dalam beradaptasi. Penelitian tentang hubungan lamanya
menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik
menyebutkan bahwa ada pengaruh lamanya menjalani hemodialisis terhadap
kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik. Disebutkan bahwa lebih banyak
responden yang mempunyai kualitas hidup buruk dari pada kualitas hidup
yang baik pada penderita yang mejalani hemodialisis dalam waktu 6-12 bulan
(Purwati, 2016).

c. Dukungan keluarga Menurut penelitian tentang hubungan dukungan


keluarga dengan kualitas hidup pasien kanker payudara didapatkan hasil
bahwa kualitas hidup pasien kanker payudara dapat dipengaruhi oleh
dukungan keluarga pasien. Pasien dengan dukungan keluarga baik memiliki
kualitas hidup yang baik, sedangkan pasien dengan dukungan keluarga
kurang baik memiliki kualitas hidup yang kurang baik.

d. Mekanisme koping Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nihataa, et all


(2017) menggambarkan bahwa pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
yang sedang menjalani hemodialisis memiliki mekanisme koping yang baik
dapat meningkatkan fungsi fisik dan kesehatan mental. Memberikan
mekanisme koping pada pasien yang sedang menjalani hemodialisis, sangat
baik diberikan untuk memperpanjang umur dengan berbagai tekanan stress
yang besar, sehingga kualitas hidup pada pasien dapat meningkat.
D. Konsep Dukungan Keluarga
1. Pengertian
Dukungan keluarga menurut Friedman (2013) adalah sikap, tindakan
penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan
emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal
yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga,
sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan. Orang yang berada
dalam lingkungan sosial yang suportif umumnya memiliki kondisi yang lebih
baik dibandingkan rekannya yang tanpa keuntungan ini, karena dukungan
keluarga dianggap dapat mengurangi atau menyangga efek kesehatan mental
individu. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor terpenting dalam upaya
meningkatkan motivasi sehingga dapat berpengaruh positif terhadap kesehatan
psikologis (Suerni,Livana, 2019).

2. Jenis Dukungan Keluarga


Jenis Dukungan Keluarga Menurut House and Kahn (1985) dalam Friedman et
al., (2013), diantaranya:
a. Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaaan emosional. Bentuk dukungan ini
membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diterima oleh anggota
keluarga berupa ungkapan empati, kepedulian, perhatian, cinta, kepercayaan,
rasa aman dan selalu mendampingi pasien dalam perawatan. Dukungan ini
sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak terkontrol.
(Friedman,2013)
b. Dukungan penghargaan
Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan dan validator identitas anggota keluarga. Disini
dukungan yang dimaksud yaitu berupa sambutan yang positif dengan orang-
orang disekitarnya, dorongan atau pernyataan setuju terhadap ide-ide atau
perasaan individu. Dukungan ini membuat seseorang merasa berharga,
kompeten dan dihargai. Dukungan penghargaan juga merupakan bentuk fungsi
afektif keluarga yang dapat meningkatkan status psikososial pada keluarga yang
sakit. Melalui dukungan ini, individu akan mendapat pengakuan atas
kemampuan dan keahlian yang dimilikinya. (Friedman,2013)
c. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental (peralatan atau fasilitas) yang dapat diterima oleh
anggota keluarga yang sakit melibatkan penyediaan sarana untuk
mempermudah perilaku membantu pasien yang mencakup bantuan langsung
biasanya berupa bentuk-bentuk kongkrit yaitu berupa uang, peluang, waktu, dan
lain-lain. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stres karena individu dapat
langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
(Friedman,2013)
d. Dukungan informasi
Dukungan informasi merupakan bentuk dukungan yang meliputi pemberian
informasi, sarana atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu.
Menurut Nursalam (2008) dukungan ini berupa pemberian nasehat dengan
mengingatkan individu untuk menjalankan pengobatan atau perawatan yang
telah direkomendasikan oleh petugas kesehatan (tentang pola makan sehari-
hari, aktivitas fisik atau latihan jasmani, minum obat, dan kontrol),
mengingatkan tentang prilaku yang memperburuk penyakit individu serta
memberikan penjelasan mengenai hal pemeriksaan dan pengobatan dari dokter
yang merawat ataupun menjelaskan hal-hal yang tidak jelas tentang penyakit
yang diderita individu.(Friedman,2013)
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Teori
Penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk
sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus Filtration Rate
(GFR) (Wulandari, 2018). Sedangkan menurut Guswanti (2019) CKD
merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu mengangkut
sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui
urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa.Menurut McClelland (2009) gagal ginjal kronis merupakan
kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan)
dengan kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular Filtration Rate (GFR)
dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/1.73 m2 . Gagal ginjal kronis merupakan
suatu penyakit perubahan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible
yang telah berlangsung ≥ 3 bulan yang tidak dapat lagi pulih atau kembali
sembuh secara total seperti sediakala.
Hemodialisis adalah proses dimana darah penderita dialirkan untuk
dilakukan pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput
permeabel dalam ginjal buatan dengan bantuan mesin hemodialisis. Darah
yang sudah bersih dipompakan kembali kedalam tubuh selama tindakan
dialisis darah pasien berada pada suatu sisi membran didalam kompartemen
darah. Dialisat pada sisi yang lain, yaitu pada kompartemen dialisat. Dialisat
dan darah tidak akan bercampur kecuali membran bocor atau rusak (Kristiana,
2011).
Kualitas hidup adalah bagaimana individu mempersepsikan kebaikan
dari beberapa aspek kehidupan mereka. Kualitas hidup dalam
mempertahankan individu yang lebih luas merupakan faktor yang penting
dalam memastikan bahwa orang tersebut dapat hidup dengan baik dengan
perawatan dan dukungan hingga datangnya kematian (Bowling, 2014).
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap
siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal,
seperti dukungan dari suami, isteri, atau dukungan dari saudara kandung, dan
dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah dasar pemikiran yang dirumuskan dari fakta
fakta, observasi dan tinjauan pustaka pada penelitian. Kerangka konsep juga
menjelaskan hubungan keterkaitan antar variabel penelitian (Notoadmodjo,
2012). Variabel penelitian terdiri atas variabel dependen dan variabel
independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen atau
bebas adalah adanya dukungan keluarga, sedangkan variabel dependen atau
terikat adalah Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik

Variabel Independen Variabel Dependen

Adanya Dukungan Kualitas Hidup Pasien Gagal


Keluarga Ginjal Kronik yang Sedang
Melakukan Terapi
Hemodilisa

Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kualitas
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Sedang Melakukan Terapi Hemodilisa

C. Hipotesa Penelitian
Hipotesa Penelitian adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan
penelitian. Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian,
artinya hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan
(Notoadmojo, 2012). Dalam penelitian ini, hipotesis yang dirumuskan oleh
peneliti, yaitu :
Ha : Adanya hubungan dukungan keluarga terhadap Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Sedang Melakukan Terapi Hemodilisa

1. Variabel
Variabel penelitian adalah segala suatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2016:38).
Dalam penelitian ini, menggunakan dua variabel penelitian yaitu
variabel Independen/ variabel bebas dan variabel dependent/ variabel
terikat.
a. Variabel Independen/ Variabel Bebas
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya (Sugiyono, 2016:39).
b. Variabel Dependen/ Variabel Terikat
Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016:39).

2. Dalam penelitian ini, adanya dukungan keluarga merupakan Variabel


Independen/ Variabel Bebas. Sedangkan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik merupakan Variabel Dependen/ Variabel Terikat. Dimana variable
independen mempengaruhi variabel dependen, maka dapat diambil
kesimpulan adanya dukungan keluarga akan mempengaruhi kualitas hidup
pasien gagal ginjal kronik.

3. Defenisi Operasional
N Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Hasil Skala
o Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Variabel Dengan adanya Kuesioner Angke Penilaian Ordina
Independen suatu dukungan dari Dukunga t : l
: Adanya keluarga dapat n 4=
dukungan membantu Keluarga Selalu,
keluarga kebutuhan sehari 3=
hari,membantu Sering,
Pasien menyiapkan 2=
kebutuhan pasien jarang,
yang akan 1= tidak
melakukan terapi pernah.
hemodialisa.
Dukungan yang
diberikan seperti
memberikan
informasi yang di
butuhkan. Aspek
aspek dalam
dukungan ini
seperti
nasehat,usulan,sara
n dan petunjuk.
Dukungan
selanjutnya berupa
penghargaan pada
pasien yang
sebelumnya tidak
dapat melakukan
sesuatu sekarang
sudah dapat
dilakukan sendiri
maka berikan
penghargaan dan
memberikan suport
dan perhatian
kepada pasien .
Dukungan
emosional seperti
perhatian kepada
pasien dan
mendengarkan
keluhan pasien
2. Variabel Persepsi dari Kuesioner Angke Penilaian Ordina
Dependen: individu terhadap Kualitas t : l
Kualitas kehidupan dalam hidup 4=Sangat
hidup sistem nilai dimana Baik,
pasien mereka 3=Baik
gagal ginjal hidup,kaitannya 2=Tidak
kronik dengan Baik,
tujuan,harapan,dan 1=Sangat
kekhawatiran dalam Tidak
hidup baik

A. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
Kuesioner. Kuesioner yang digunakan pada variabel independen adalah
kuesioner baku berisi tentang dukungan keluarga yang bersumber dari Maulidia
(2014),terdiri dari 20 item pertanyaan yang disebut Kuesioner Dukungan
Keluarga. Skala yang dipakai adalah skala likert. Setiap pertanyaan memiliki
empat pilihan dengan kriteria jawaban sebagai berikut: 4= Selalu, 3= Sering, 2=
kadang- kadang, 1= tidak pernah. Kuesioner yang digunakan pada variabel
dependen adalah kuesioner kualitas hidup. Kuesioner ini berisi 4 pertanyaan,
dengan penilaian: 1:Sangat baik 2:Baik 3:Tidak baik 4:Sangat tidak baik.

Kuesioner Dukungan Keluarga (Maulidia 2014),berdasarkan uji validitas


didapatkan nilai r hitung antara 0,700-0,964 sehingga instrument 20 item pada
kuesioner dukungan keluarga dinyatakan valid dengan nilai r hitung r table adalah
0,602 .

Anda mungkin juga menyukai