Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

DENGAN CKD ON HD EC HIPERTENSI

DI UNIT HEMODIALISA RS HERMINA JATINEGARA

DISUSUN OLEH :
PAUMA TM NABABAN
1010304

RUMAH SAKIT HERMINA JATINEGARA


2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat rahmat dan kuasaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kasus ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan CKD on HD ec Hipertensi di
Ruang Hemodialisa RS Hermina Jatinegara.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
pelatihan Hemodialisa 4.

Penulis menyadari dalam membuat laporan ini menemukan hambatan, dan


kesulitan namun berkat arahan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis
dapat menyelesaikan dengan tepat waktu, oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada;

1. Suster Nely N, sebagai Kepala Ruangan HD yang telah memberikan support dan
arahan.
2. Suster Kiki, sebagai CI selaku Pembimbing dan Pengajar diklat di HD 4. Dan
juga
3. Teman-Teman yang telah memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Kasus ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk diklat
HD 4, akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data World Health Organization tahun 2012 penderita gagal ginjal
baik akut maupun kronik mencapai 50%. The United States Renal System
mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena End Stage Renal Disease
(ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada tahun 2012 dengan tingkat
pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun 2013 dengan tingkat
pertumbuhan 6%

Di Indonesia Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik berdasarkan diagnosis


dokter pada penduduk umur > 15 tahun ditahun 2013 sebanyak 2.0% dan
meningkat ditahun 2018 sebanyak 3.8% atau sekitar 1 juta penduduk. Sedangkan
pada pasien gagal ginjal kronik yang menjaliani hemodialisa di tahun 2015
sebanyak 51.604 pasien, kemudian meningkat di tahun 2017 menjadi 108.723
pasien.

Di Jawa Barat berdasarkan data yang tercatat dari Badan Pusat Statistik sebanyak
215.975 orang aktif dalam pelayanan hemodialysis. Berdasarkan data hasil
observasi di RS Hermina Jatinegara didapatkan hasil pasien diruang
Hemodialisis sebanyak 166 pasien CKD on HD. Dengan presentase jumlah
pasien dengan gagal ginjal kronik stage 5 dengan komplikasi hipertensi dan DM
sebanyak 75,9 %, pasien Hemodialisis dengan Anemia sebanyak 24,1%.

Berdasakan uraian diatas, maka saya memutuskan untuk membahas tentang


Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik on HD karena penyakit ini masih
banyak terjadi pada masyarakat Indonesia namun sebagian besar penderitanya
belum cukup memahami tentang penyakit tersebut dan cara pengobatannya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan hemodialysis pada pasien dengan
CKD on HD e.c Hipertensi
2. Tujuan Khusus
a) Mampu menjelaskan secara singkat tentang CKD
b) Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien CKD on HD
c) Mampu menegakan diagnosa pada pasien dengan CKD on HD
d) Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD on
HD
e) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan CKD
on HD
f) Mampu membuat evaluasi pada pasien dengan CKD on HD.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar CKD


1. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur
atau fungsi ginjal yang berlangsung 23 bulan, dengan atau tanpa disertai
penurunan glomelural filtration rate (GFR) Selain itu, CKD dapat pula
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 ml/menit/1,73 m²
selama  bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National
Kidney Foundation, 2015).
2. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney
Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal
diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit
ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu,
lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat,
dan infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2011).
3. Klasifikasi
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan
kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya Klasifikasi ini ditujukan
untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja
klinis dan peningkatan kualitan pada evaluasi, dan juga manajemen CKD
(National Kidney Foundation, 2015) Berikut adalah klasifikasi stadium CKD:
a. Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama
penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat
perkembangan GGK dan mengurangi risiko penyakit jantung dan
pembuluh darah.
b. Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89) Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan
perkembangan GGK kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi
risiko masalah kesehatan lain.
c. Stadium 3:
Penurunan lanjut pada LFG (30-59) Saat GGK sudah berlanjut pada
stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita
sebaiknya bekerja sama dengan dokter untuk mencegah atau mengamati
masalah ini.
d. Stadium 4:
Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi GGK dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan
untuk kegagalan ginjal Masing-masing pengobatan membutuhkan
persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan
tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam
lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering Untuk dialisis
peritonea sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita atau mungkin kita
ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk
dicangkok
e. Stadium 5:
Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15) Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis
atau pencangkokan ginjal

Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki


oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin
parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National
Kidney Foundation, 2010) Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan
gagal ginjal. Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan
antara bersihan kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan
normal, terhadap kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN)
(Wilson, 2011). Kadar BUN dapat diukur dengan rumus berikut (Hosten,
1990):

BUN = Urea darah  28/60

Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium Stadium


pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal dimana pasien tidak
menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta kadar BUN normal Gangguan
pada fungsi ginjal baru dapat terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang
berat seperti tes pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti
(Wilson, 2011) Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal. Pada
stadium ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya sebesar 75% Kadar
BUN dan kreatinin serum mulai meningkat melebihi nilai normal, namun
masih ringan Pasien dengan insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa
gejala sepertinokturia dan poliuria akibat gangguan kemampuan pemekatan
Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala ini,
sehingga diperlukan pertanyaan pertanyaan yang teliti (Wilson, 2011)
Stadium akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan endstage renal disease
(ESRD) Stadium ini terjadi apabila sekitar 90% masa nefron telah hancur,
atau hanya tinggal 200.000 nefron yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN
dan kreatinin serum sangat mencolok Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5
10 ml per menit atau bahkan kurang Pasien merasakan gejala yang cukup
berat dikarenakan ginjal yang sudah tidak dapat lagi bekerja mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010,
urin menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien biasanya mengalami oligouria
(pengeluran urin < 500mL/hari), Sindrom uremik yang terjadi akan
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian
bila tidak dilakukan RRT (Wilson, 2011).

4. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,
namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini
menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,
terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor.
Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada
akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif,
walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2012).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2015 1449) antara lain
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin-angiotensin- aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi
pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2010) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,
gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batik dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati kelemahan dan
hipertropi otot-otot ekstremitas

10
e. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunanurokrom, gatal-gatal
akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
f. Gangguan endokrim Gangguan seksual: libido fertilitas dan
ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan
metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dandehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi Anemia yang disebabkan karena
berkurangnya produksi eritopoetin, sehinggarangsangan
eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

6. Pemeriksaan penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama
intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik
secara medis ataupun kolaborasi antar lain:
a. Pemeriksaan darah
1) Nitrogen Urea Darah
Nitrogen Urea Darah (Blood Urea Nitrogen-BUN) adalah
pengukuran terhadap fungsi ginjal karena urea adalah hasil
akhir utama dari metabolisme protein yang dieksresikan oleh
ginjal. BUN dapat meningkat karena faktor sistemik seperti
sepsis, kelebihan konsumsi pretein, kelaparan, dehidrasi, dan
gagal jantung Dua per tiga dari fungsi renal harus
terkompromi sebelum meningkatkan BUN yang terlihat. Nilai
rasio normal BUN terhadap kreatini adalah 20:1. Hal ini dapat

11
meningkat (20:1) pada pasien dengan dehidrasi atau memiliki
obstruksi sistem saluran kemih. Rasio ini juga dapat menurun
jika pasien overdehidrasi atau pada keadaan insufesiensi hepar
lanjut
2) Kreatinin Serum
Kadar kreatinin serum lebih spesifik untuk menilai fungsi
renal karena tidak dipengaruhi oleh asupan makanan atau
status cairan. Hal ini dapat meningkat pada glomerulonefritis,
pielonefritis, tubular nekrosis akut, nefrotoksisitas,
insufisiensi renal dan gagal ginjal. Peningkatan juga dapat
terlihat pada pasien dengan gagal ginjalsekunder yang
disebabkan oleh obstruksi saluran pengeluaran. Peningkatan
kadar kreatinin serum dapat terjadi pada penyakit sistemik
seperti hipertensi atau diabetes, namun nilainya akan tetap
normal sampai 50% dari fungsi renal telah terkompromi.
3) Kreatinin Klirens
Pemeriksaan ini adalah pengukuran yang paling akurat dalam
mengkaji fungsi renal dan tidak membutuhkan injeksi
pewarnaan atau pemeriksaan radiologi. Nilai normalnya
adalah 90 sampai 110 ml/menit dan menurun seiring dengan
bertambahnya umur.

b. Pemeriksaan urine
Pasien yang merasakan adanys perubahan pada urine harus
diperiksaa secara lengkap tentang warna, kejernihan/kekeruhan,
dan adanya bau (selain bau amoniak). Perubahan warna yang
paling signifikan yang dapat dilaporkan oleh pasien adalah
hematuri makroskopi; seringkali merupakan indikasi adanya
keganasan urogenital. Pasien harus menjelaskan pada saat aliran
kencing berdarah adalah pada saut awal (penyebab uretra), akhir

12
(dari prostat), atau hematuria total (dapat berasal dari semua
bagian saluran kencing, dengan penyebab fisiologi maupun
anatomis) pertanyaan juga harus meliputi ditemukannya bekuan
darah, dan apakah pasien harus mengejan pada awal berkemih.
1) Urinalisis
Urinalisis yang dilakukan menyediakan dipstickbiasanya
memberikan informasi yang beragam. Urinalisis mikroskopik
menghitung jumlah sel darah merah san putih serta
mengindikasikan adanya kast, kristal, bakterial, atau sel
epitelium Bergantung pada jenis pemeriksaan yang diminta,
urinalisis dapat dilakukan pada spesimenclean catch, spesimen
midstream,spesimen urine baru, spesimen pa pertama, urin
tampung 12 atau 24 jam, urine botol multiple (urine tampung
serial), atau spesimen yang didapat melalui kateter.
2) Pemeriksaan Urine Kuantitatif
Kreatinin klirens urine adalah pemeriksaan yang paling rutin
dalam pemeriksaan urine kuantitatif. Kreatinin mencerminkan
Inju filtrasi glomerulusdan kemampuan ekskresi tubulus ginjal
c. Uji Non invasif
1) Ginjal, Ureter, Kandung Kemih (GUK)
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan paling sederhana dari
seluruh pemeriksaan uroradiologi yang tersedia.
Pemeriksaan ini digunakan untuk skrining dan tes
preliminari, seringkali untuk memeriksa batu ginjal maupun
batu ginjal maupun batu ureter. GUK biasanya rutin
digunakan untuk melacak perkembangan batu ureter karena
batu juga mempelebar panjang ureter.
2) Pielogram Intravena (Intravenous Pyelogram (IVP))
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan awal untuk
visualisasi dan evaluasi pelvis renal pasien, sistem

13
pengumpul, dan ureter. Pemeriksaan ini dijadikan standar
emas untuk visualisasi non invasif cacat pengisian
intraluminal dan kelainan urotelial, dan akan menampilkan
kelainan saluran kemih bagian atas Kejelekan utama
pemeriksaan ini adalah kurang sensitif dalam
memvisualisasikan kelainan kecil pada sistem urogenital.

3) Ultrasonografi Renal
Pemeriksaan ultrasonografi disarankan pada pasien yang
tidak dapat menoleransi CT scan atau pasien dengan nilai
kreatinin serum yang terlalu tinggi untuk dapat dilakukannya
IVP Pemeriksan ini menghindarkan pasien dari paparan
radiasi dan risiko kontras intravena. Pemeriksaan
ultrasonografi renal digunakan terutama lesi kecil dalam
saluran urogenital dan massa renal.
4) Computerized Tomography (CT)
CT scan adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menilai
status keganasan. CT scan adalah metode yang unggul untuk
mengevaluasi patologi renal dan retroperitoneal, dan
diindikasikan saat IVP atau ultrasonografi mengindikasikan
adanya massa CT scan heliks yang tidak dipertajam lebih
diunggulkan untuk mengevaluasi kecurigaan penyakit batu.
CT urografi tersedia di beberapa fasilitas dan merupakan
kombinasi CT scan rutin dan pemeriksaan IVP. Pemeriksaan
ini unggul dalam mendeteksi karsinoma sel real, dan pada
masa mendatang dapat dapat menggantikan IVP sebagai
pemeriksaan pilihan.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI memiliki keunggulan multiple dalam mengevaluasi
keadaan saluran urogenital, karena dapat menampilkan

14
gambaran retroperitoneum, kandung kemih, prostat, testis,
dan bahkan penis.
d. Uji Invasif
1) Biopsi Transuretra
Biopsi pada lesi yang mencurigakan pada kantung kemih
yang ditemukan saat sistouretreoskopi dilakukan pada pasien
dengan anastesi regional atau umum. Spesimen biopsi dari
jaringan yang mengelilingi jaringan kandung kemih juga
dilakukan secara acak untuk mengevaluasi jaringan
sekelilingnya. Intruksikan pasien untuk memperhatikan
manifestasi klinis infeksi saluran kemih atau infeksi pada
lokasi tusuk, dan melaporkannya setelah prosedur selesai.
2) Biopsi Transrektal
Biopsi kelenjar prostat dilakukan melalui pendekatan rektum
setelah spesimen urine memastikan tidak adanya infeksi.
Spesimen biopsi biasanya diambil dengan jarum biopsi inti
ganda dipandu dengan ultrasonografi
3) Endoskopi
Endoskopi digunakan pada bidang urologi, terutama dengan
sistouretroskopi. Sistokopi digunakan untuk inspeksi
diagnostic dari saluran kemih untuk mengevaluasi adanya
batu, infeksi, mfluks vesikoureter, obstruksi prostat, tumor
kandung kemih, dan struktur untra Prosedur endoskopi untuk
saluran kemih bagian atas mencakupurtroskopi,
uretropicloskopi fleksibel, dan nefroskopi.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut
(Muttaqin,2011) :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin

15
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency/
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang
tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis)
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya
hemodilianis dilakukan melalui daerah femoralis naman
untuk mempermudah maka dilakukan
c. Transplantasi ginjal

B. Konsep Dasar Hipertensi


1. Definisi hipertensi
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu
keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan darah di
atas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik (bagian atas) dan
diastolik (bagian bawah) pada pemeriksaan tekanan darah
menggunakan alat berupa cuff air raksa (spigmomanometer) atau
alat digital lainnya (Pudiastuti, 2011). Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price & Wilson,
2013).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada
beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau
beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagai mana mestinya
dalam mempertahankan tekanan darah normal (Wijaya & Putri,
2013). Jadi dapat disimpukan hipertensi merupakan suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah persisten dengan tekanan

16
darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90
mmHg yang diukur paling sedikit dalam dua kali kunjungan.
2. Klasifikasi hipertensi
Menurut Join National Comitten on Detection Evolution and
Treatment of High Blood Pressure VIII dalam Bell et al, (2015)
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18
tahun atau ke atas sebagai berikut :

3. Faktor Risiko
a. Faktor Risiko yang tidak dapat dirubah
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Keturunan (genetik)
b. Faktor Risiko yang dapat dirubah
1) Kegemukan (Obesitas)
2) Psikososial dan stress
3) Merokok
4) Olahraga
5) Konsumsi alkohol berlebih
6) Konsumsi garam berlebih
7) Hiperlipidemia/hiperkoestrolemia
4. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke

17
b. Infark Miokardium
c. Gagal ginjal
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
5. Hubungan Hipertensi dan CKD
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
struktural pada anteriol diseluruh pembuluh darah. Organ sasaran utama
adalah otak, jantung, ginjal, dan mata Pada ginjal, arteriosklerosis akibat
hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis Gangguan ini merupakan
akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah
intrarenal Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga selurus nefron nusak Terjadilah
gagal ginjal kronik.
Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh
darah akan melebar. Namun disisi lain, pelebaran ini menyebabkan
pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan
baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh.
Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan
ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of
Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014)
Hipertensi renal berkaitan dengan penyakit dengan penyakit parenkim
ginjal (misalnya glomerulonefritis, penyakit polistk, pielonefritis)
biasanya disebabkan oleh menurunnya kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan garam dan air. Penyebab lain termasuk meningkatnya
pelepasan renin dari meningkatnya perfusi glomelural dan tidak
adekuatnya obat vasodilatasi ginjal, seperti yang terjadi dengan analgesik
nefropatik Diantara pasien dengan gagal ginjal, 80% 85% hipertensi
disebabkan oleh kelebihan frekuensi garam dan air sedangkan hipertensi
renovaskuler terhitung sampai 15% dari keseluruhan hipertensi sistemik.
Para peneliti melaporkan bahwa nefroskelerosis dapat dilihat melalui
mikroskop pada pasien yang telah memiliki hipertensi yang tidak
terkontrol lebih dari 5 tahun, walaupun seleruh tes diagnostik renal

18
lainnya mungkin normal. Kerusakan ginjal adalah akibat langsung dari
perubahan degeneratif di arterior dan arteri inter lobural disebabkan oleh
meningkatnya tekanan darah.

C. Konsep Dasar Hemodialisis


1. Pengertian
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh kita, dimana ginjal
tidak mampu melaksanakan proses tersebut. (Brunner dan Suddarth 2013
dalam Suzanne, 2014). Hemodalisis adalah proses perpindahan masa
berdasarkan difusi antara darah dan cairan dialisat yang dipisahkan oleh
membrane semipermiabel (Price, 2017)
2. Indikasi Hemodialisis
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
(2014) umumnya indikasi dialisis pada GGK adalah bila laju filtrasi
glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 ml/menit) sehingga dialisis baru
dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal di bawah:
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum 6 mEq/L
c. Ureum darah >200 mg/L
d. Ph darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f. Fluid over
3. Kontra indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor,
penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan
menurut PERNEFRI (2013) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler
sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi
hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia

19
multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati
dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2013).
4. Prinsip yang Mendasari Kerja Hemodialisis
Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah
tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat
artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan
bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati
tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya.
Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi
melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).

Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi,


osmosis, ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan
melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki
konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan
konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses osmosis Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan
tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah
(cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis.
Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap
pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharayanto dan
Madjid, 2009).

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses keperawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,

20
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan
diagnose keperawatan ( Smeltezer and Bare, 2011: Kinta, 2012 )
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tanggal lahir, umur, tempat tinggal.
b. Keluhan Utama
Kelemahan, sush berjalan / bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, takikardi / takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya.
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan untuk menanggulangi penyakitnya.
d. Aktifitas / Istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolent), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
(angina), edema jaringan umum dan pitting oedem pada ekstremitas,
hipotensi ortostatik menunjukan hypovolemia, kecenderungan
perdarahan.
f. Integritas Ego
Factor stress, perasaan tak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada
kekuatan, meolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian
g. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria ( pada gagal ginjal tahap
lanjut ), abdomen kembung, diare atau konstipasi, perubahan warna
urine.
h. Makanan / Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedem), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak

21
sedap pada mulut (pernapasan ammonia ), penggunaan diuretic,
distensi abdomen / asites, pembesaran hati ( tahap akhir ), perubahan
turgor kulit / kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi / lidah
i. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki
gelisah”, rasa terbakat pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran.
j. Nyeri / kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki dan perilaku
berhati-hati, gelisah.
k. Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan / tanpa sputum, takhipnea,
dyspnea, peningkatan frekuensi / kedalaman dan batuk ( edema paru )
l. Integritas kulit
Kulit gatal, berulangnya infeksi, demam ( sepsis/dehidrasi )ptekie,
ekimosis, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi.
m. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi dan peran dalam keluarga
o. Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat penyakit, riwayat terpajan toksin, penggunaan antibiotic
nefrotoksik berulang.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa yang akan muncul pada gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut (Brunener&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016)
a. Hypervolemia
b. Deficit nutrisi
c. Nausea

22
d. Gangguan integritas kulit / jaringan
e. Gangguan pertukaran gas
f. Intoleransi aktivitas
g. Resiko penurunan curah jantung
h. Perfusi perifer tidak aktif
i. Nyeri akut
3. Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien,
keluarga dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap
perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai
alat komunikasi antar sesame perawat dan tim kesehatan lainnya,
meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan yang igin dicapai.
Unsur terpenting dalam tahap perencanaan adalah membuat otoritas
urutan diagnose keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria
evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan.

23
Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal
Ginjal Kronik (sumber: SIKI, 2018)
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam maka hipervolemia 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia (edema, dispnea,
meningkat dengan kriteria
suara napas tambahan)
hasil: 2. Monitor intake dan output cairan
1. Asupan cairan 3. Monitor jumlah dan warna urin
meningkat Terapeutik
2. Haluaran urin meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam
3. Edema menurun 5. Tinggikan kepala tempat tidur
4. Tekanan darah membaik Edukasi
5. Turgor kulit membaik 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal replecement
therapy
(CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan yang disukai
tercukupi dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
hasil:
Terapeutik
1. intake nutrisi tercukupi 5. Lakukan oral hygiene sebelum
2. asupan makanan dan makan, jika perlu
cairan tercukupi 6. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori

24
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka nausea membaik 1. Identifikasi pengalaman mual
dengan kriteria hasil: 2. Monitor mual (mis. Frekuensi,
1. Nafsu makan membaik durasi, dan tingkat keparahan)
2. Keluhan mual menurun Terapeutik
3. Pucat membaik
3. Kendalikan faktor lingkungan
4. Takikardia membaik penyebab (mis. Bau tak sedap,
(60-100 kali/menit) suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiemetik,
jika perlu
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x8 Obsevasi
jam diharapkan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan
kulit dapat terjaga dengan integritas kulit (mis. Perubahan
kriteria hasil: sirkulasi, perubahan status nutrisi)
1. Integritas kulit yang baik Terapeutik
bisa dipertahankan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
2. Perfusi jaringan baik baring
3. Mampu melindungi kulit 3. Lakukan pemijataan pada area
dan mempertahankan tulang, jika perlu
kelembaban kulit 4. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
5. Bersihkan perineal dengan air
hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotion atau serum)

25
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
8. Anjurkan minum air yang cukup
9. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem

5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


pertukaran gas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama,
gas tidak terganggu dengak kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
3. Monitor saturasi oksigen
1. Tanda-tanda vital dalam
4. Auskultasi bunyi napas
rentang normal
Terapeutik
2. Tidak terdapat otot bantu
5. Atur interval pemantauan
napas
respirasi sesuai kondisi pasien
3. Memlihara kebersihan
6. Bersihkan sekret pada mulut dan
paru dan bebas dari
hidung, jika perlu
tanda-tanda distress
7. Berikan oksigen tambahan, jika
pernapasan
perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
Aktivitas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam toleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik
meningkat dengan kriteria 2. Monitor pola dan jam tidur
hasil: Terapeutik
1. Keluhan lelah menurun 3. Lakukan latihan rentang gerak
2. Saturasi oksigen dalam pasif/aktif
rentang normal (95%- 4. Libatkan keluarga dalam
100%) melakukan aktifitas, jika perlu
3. Frekuensi nadi dalam Edukasi
rentang normal (60-100 5. Anjurkan melakukan aktifitas
kali/menit) secara bertahap
4. Dispnea saat 6. Anjurkan keluarga untuk
beraktifitas dan setelah memberikan penguatan positif
beraktifitas menurun Kolaborasi
(16-20 kali/menit)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi

26
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

7. Resiko Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung


penurunan curah keperawatan selama 3x8 Observasi:
jantung jam diharapkan penurunan 1. Identifikasi tanda dan gejala
primer penurunan curah jantung
curah jantung meningkat
(mis. Dispnea, kelelahan)
dengan kriteria hasil: 2. Monitor tekanan darah
1. Kekuatan nadi perifer 3. Monitor saturasi oksigen
meningkat Terapeutik:
2. Tekanan darah membaik 4. Posisikan semi-fowler atau
100-130/60-90 mmHg fowler
3. Lelah menurun 5. Berikan terapi oksigen
Edukasi
4. Dispnea menurun 6. Ajarkan teknik relaksasi napas
dengan frekuensi 16-24 dalam
x/menit 7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
8. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
tidak efektif perawatan selama 3x8 jam Observasi
maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
Nadi perifer, edema, pengisian
meningkat dengan kriteria
kapiler, warna, suhu)
hasil: 2. Monitor perubahan kulit
1. denyut nadi perifer 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri
meningkat atau bengkak
2. Warna kulit pucat 4. Identifikasi faktor risiko
menurun gangguan sirkulasi
3. Kelemahan otot Terapeutik
menurun 5. Hindari pemasangan infus atau
4. Pengisian kapiler pengambilan darah di area
membaik keterbatasan perfusi
5. Akral membaik 6. Hindari pengukuran tekanan
6. Turgor kulit membaik darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10.Anjurkan berolahraga rutin
11.Anjurkan mengecek air mandi

27
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
untun menghindari kulit terbakar
12.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
9. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka tautan nyeri 1. Identifikasi factor pencetus dan
meningkat dengan kriteria pereda nyeri
hasil: 2. Monitor kualitas nyeri
1. Melaporkan nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran
terkontrol meningkat nyeri
2. Kemampuan mengenali 4. Monitor intensitas nyeri dengan
onset nyeri meningkat menggunakan skala
3. Kemampuan 5. Monitor durasi dan frekuensi
menggunakan teknik nyeri
nonfarmakologis Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
4. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
penggunaan analgesik mengurangi rasa nyeri
menurun 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Meringis menurun Edukasi
6. Frekuensi nadi 8. Anjurkan memonitor nyeri
membaik secara mandiri
7. Pola nafas membaik 9. Anjurkan menggunakan
8. Tekanan darah analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat
analgetik

28
4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi (Kozier et al., 2010)

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien pada
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap
selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah

teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien

29
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien

NAMA : NY. R

UMUR : 72 th

JENIS KELAMIN : Perempuan

PENDIDIKAN : SMA

PEKERJAAN : WIRASWASTA

AGAMA : KRISTEN

SUKU/BANGSA : MANADO/INDONESIA

STATUS PERKAWINAN : MENIKAH

ALAMAT : JLN. CEMARA NO. 5, RT.2/RW.7

TANGGAL MASUK : 07 JUNI 2021

TANGGAL PENGKAJIAN : 21 JUNI 2021

NO. RM : A536096

DIAGNOSA MEDIS : CKD ON HD

2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Saat pengkajian pasien mengeluh lemas, dan cemas.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke unit Hemodialisis RS Hermina Jatinegara di kedua
anak pasien datang sesuai jadwal HD 2X seminggu. ADL dibantu
karena pasien lemas. Obs TTV waktu datang TD; 150/77 mmHg,
Nadi; 100x/Menit, suhu; 36°C, Pernafasan; 20x/menit.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Hipertensi tidak terkontrol sejak tahun 2011 dan anemia.
d. Riwayat penyakit keluarga
Ibu Pasien Hipertensi

3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum pasien
KU/ : Sedang
Kes : Compos metis, GCS E4 V5 M5
TTV : TD 157/80 mmHg, RR 20x/menit, Sh. 36°C Nadi 80x/menit.
BB HD terakhir tidak menimbang karena pasien pusing.
b. Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris, rambut pendek tampak beruban,
penyebaran rambut rata
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa
c. Kulit
Inspeksi: Warna kulit putih, tidak ada luka,ekstremitas bawah oedema
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, Tes pitting oedema; kembali > 2 detik.
d. Mata/penglihatan
Inspeksi: simetris ,penglihatan kedua mata dapat melihat
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
e. Hidung/penciuman
Inspeksi : Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada
peradangan, tidak ada secret.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
f. Telinga/pendengaran
Inspeksi : Bentuk daun telinga simetris, tidak ada peradangan fungsi
pendengaran telinga kanan kiri noramal, saat diajak bicara bisa
menjawab dengan jelas, tidak tampak serumen. Tes pendengaran
pendengaran baik
g. Mulut/gigi
Inspeksi: bibir warnanya coklat kehitaman, gigi atas dan bawah
memakai gigi palsu, tidak ada pendarahan gusi, tidak ada radang
tonsil, lidah tidak kotor, tidak ada stomatitis
h. Leher
Inspeki: Benjolan/massa tidak ada, ada nyeri tekan di leher bagian kiri
sekitar pemasangan CDL, pergerakan leher, bisa bergerak bebas.
Palapasi: tidak ada pembesaran
i. Dada/pernafasan
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dinding dada simetris irama
pernafasan teratur
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
Perkusi : Sonor
Aukultasi : Tidak ada wheezing,ronchi, bunyi jantung S1 S2
Tunggal, tidak ada murmur dan gallop
j. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris,tidak ada asites.
Akultasi : Peristaltik usus 8x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada epigastrik
Perkusi : Tymphani
k. Sistem Reproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan sudah berkeluarga memiliki 2
orang anak, berjenis kelamin perempuan dan laki laki
l. Ekstremitas atas/bawah
Pada ektremitas kiri atas belum terpasang cimino terdapat edema pada
kedua tungkai.
m. Kebutuhan Fisik, Psikologis, Sosial dan Spiritual
a) Aktivitas dan Istirahat Rumah
Sebelum sakit pasien tidur teratur dan cukup, sekarang pasien sulit
tidur saat malam hari lebih banyak tidur saat pagi dan siang hari.
b) Personal Hygiene
Pasien bisa mandi, keramas, dan gosok gigi dengan bantuan
keluarga, potong kuku bila panjang dan ganti baju bila kotor
dengan bantuan minimal keluarga. Pada area CDL pasien perlu
bantuan dari keluarga untuk menjaga kebersihannya.
c) Nutrisi
Pasien dapat makan dan minum sendiri. Tapi untuk penyajiannya
psien masih memerlukan bantuan dari keluarga. Nafsu makan
berkurang. Makan 3x sehari. Minum air 600ml/hari. Pantangan
makan yang asin dan buah yang terlalu banyak mengandung air
untuk dibatasi.
d) Eliminasi
BAK 3 sampai 4 kali/hari. Urine keluar sedikit 400 sampai 500
ml/24 jam BAB 1x/2 hari dengan konsistensi lembek.
e) Seksualitas
Pasien sudah mempunyai suami dan 2 orang anak.
f) Psikososial
Hubungan dengan keluarga baik. Pasien suka berinteraksi dengan
lingkungan sekitar rumah saat pengkajian pasien kooperatif.
g) Spiritual
Pasien selalu melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan yang
dianutnya dengan keterbatasan kemampuan dirinya.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium tanggal 7/06/2021
- Hemoglobin = Hasil (7,7). Satuan (g/dl)
- Hematrokit = Hasil (24,0). Satuan (%)
- Leukosit = Hasil (6,47). Satuan (103/L)
- Basofil = Hasil (0). Satuan (%)
- Eosinofil = Hasil (12). Satuan (%)
- Neutrofil Batang = Hasil (4). Satuan (%)
- Neutrofil Segmen = Hasil (48). Satuan (%)
- Limfosit = Hasil (32). Satuan (%)
- Monosit = Hasil (4). Satuan (%)
- NLR = Hasil (1,63).
- Trombosit = Hasil (498). Satuan (103/L)
- GDS = Hasil (119,0). Satuan (mg/dl)

- SGOT = Hasil (21,70). Satuan (U/L)


- SGPT = Hasil (17,10). Satuan (U/L)
- Ureum = Hasil (94,16). Satuan (mg/dL)
- Kreatinin = Hasil (6,29). Satuan (mg/dL)
- Natrium (NA) = Hasil (140,7). Satuan (mEq/L)
- Kalium (K) = Hasil (5,56). Satuan (mEq/L)
- Klorida (CI) = Hasil (106,3). Satuan (mEq/L)

Screening Darah
- HBsAg = Hasil ( Non Reaktif )
- Anti HCV = Hasil ( Non Reaktif )
- Anti HIV = Hasil ( Non REaktif )
b. Therapy Pengobatan
- Amlodipine
- CaCo3 = 3X 1
- HD Vit = 1X1

5. Data Fokus
a. Data Subjektif
- Pasien Mengeluh sesak napas
- Pasien mengatakan ,badan bertambah lemas dan cepat lelah

b. Data Objektif
- TTV : 150/77mmHg,Respirasi24x/menit,Suhu36oc,Nadi80x /menit
- QB: 180-200, QD: 500
- BB terakhir pulang tidak dapat menimbang karena tidak mampu
berdiri
- Terpasang Oksigen nasal 3 liter / menit
- BAK terganggu , Urine keluar sedikit+- 500cc / 24 jam
- Terdapat edema pada ke dua tungkai dengan derajat + 2
Asites (-)
- Tidak ada peningkatan JVT
- Riwayat Hipertensi sejak tahun 2011 tidak terkontrol
- Terpasang CDL di vena Jugularis Sinistra 19/06/21

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan Volume Cairan b.d mekanisme peraturan
melemah,penurunan haluan urin, asupan cairan dan natrium yang
berlebih.
2. Cemas b.d perubahan status kesehatan

C. Analisa Data
NAMA : NY. R NO RM: A536096
UMUR : 72 TAHUN Ruang: Unit HD Hermina Jatinegara

No. Data Problem Etiologi


1. DS: Pasien mengatakn sesak nafas dan Penurunan fungsi
tidak dapat tidur terlentang. ginjal
DO: terpasang oksigen nasal 2-3
liter/menit. Edema pada kedua tungkai Kelebihan Volume
kaki dengan derajat +2. RR 24x/mnt. Cairan. LFG <10
Pasien tidak dapat tidur terlentang hanya ml/mnt/1,73m2
dapat semi fowler atau duduk. Terdapat Menurunnya filtrasi
bunyi ronchi pada paru. plasma pada
glomerulus

Retensi Natrium

Oedema

Kelebihan Volume
Cairan
2. DS: Pasien mengatakan “Apakah aku bisa Menurunnya status
sembuh?” kesehatan
DO: Pasien tampak gelisah dan tegang.
Hanya dapat menjawab pertanyaan yang Cemas
singkat. Wajah pasien tampak sedih dan Tidak dapat
jarang tersenyum. Pasien jarang berbicara, melakukan aktivitas
hany tidur sepanjang durasi HD. mandiri
Khawatir

D. INTERFENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/KH Interfensi


1. Kelebihan volume cairan b.d NOC : NIC :
mekanisme pengaturan Setelah dilakukan askep 5 Fluid Management
melemah, penurunan haluan jam pasien mengalami a. Timbang Popok
urin, asupan cairan dan keseimbangan cairan dan b. Pertahankan catatan intake
natrium yang berlebih elektrolit dengan kriteria: dan output yang akurat
a. Terbebas dari edema c. Monitor tanda-tanda vital
b. Bunyi paru normal d. Kaji lokasi dan luas edema
c. TTV dalam batas e. Monitor masukan cairan
normal f. Kolaborasi jika tanda
d. Tidak menggunakan cairan berlebih muncul
alat bantu pasa saat memburuk
hemodialysis
e. Pasien dapat tidur Fluid Monitoring
terlentang a. Tentukan riwayat jumlah
f. Terbebas dari dan tipe intake cairan dan
kelelahan eliminasi
b. Monitor BB
c. Monitor BP, HR dan RR
d. Monitor tekanan darah
orthostatic dan perubahan
irama jantung
e. Catat secara akurat intake
dan output
f. Monitor adanya
penambahan BB
g. Monitor tanda dan gejala
edema
h. Libatkan keluarga pasien
2. Cemas b.d perubahan status NOC : NIC :
kesehatan Setelah dilakukan askep 5 Penurunan kecemasan
jam koping pasien baik, a. Gunakan pendekatan yang
dengan kriteria: menenangkan
a. Pasien mampu b. Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap perilaku
mengungkapkan gejala pasien
cemas c. Jelaskan semua prosedur
b. Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
Mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehnik d. Temani pasien untuk
untuk mengontrol memberikan kenyamanan,
cemas dan mengurangi rasa takut
c. TTV dalam batas e. Berikan informasi factual
normal mengenai diagnosis
d. Postur tubuh, ekspersi tindakan prognosis
wajah, bahasa tubuh, f. Dorong keluarga untuk
dan tingkat aktivitas menemani pasien
menunjukkan g. Dengarkan dengan penuh
berkurangnya perhatian
kecemasan h. Identifikasi tingkat
kecemasan
i. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
j. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
k. Intruksi pasien
menggunakan tehnik
relaksasi
Nama Pasien : Ny. R /No. RM: A536096
Tanggal lahir : 18/10/1949 /Alergi Obat/Makanan: Tdk ada
Dr. Nerphologi: Dr. Chandra KGH
PENGKAJIAN:
Surat Persetujuan : Ada
Frekuensi Hd : 2x seminggu HD ke-4
Tanggal Hd : 19/06/21, Mesin: Fresinius 4008s, UFG: 2500, W: 5 jam, Hep: Reguler,
QB: 180-200, QD: 500
Diagnosa Medis : CKD on HD ec Hipertensi
Penyakit Penyerta : Hipertensi
Keluhan Utama : Pasien mengatakan lemas dan sesak
BB HD lalu: Tidak Timbang /BB Datang: Tidak Timbang /BB Pulang: Tidak Timbang
Antikoagulan/Heparinisasi : Inviclot
Cara Pemberian : Continiu
Dosis Awal : 2000 unit, Dosis lanjut: 1000 unit/jam, Total: 6000 unit
Dialiser, Type: F8 HPS
Akses, CDL Jugularis Sinistra

LAPORAN PELAKSANAAN HD
No. Jam/Tanggal Implementasi

1. 19/06/21 PERSIAPAN SARANA HD: Menyiapkan meja tindakan, tempat tidur/mesin


13;00 WIB dan peralatan
MEMULAI HD:
1. Persiapan Pasien: Membantu pasien ke tempat tidur, memberikan posisi
yang aman dan nyaman (semi fowler), memberikan terapi oksigen nasal
kanul 2-3 L/menit, mengukur TTV 155/80 mmHg, N: 80/mnt, RR: 24/mnt,
suhu 36oC
2. Perawatan CDL
3. Kanulasi
4. Tindakan HD, UFG: 2500, waktu: 5 jam

2 14 ; 00 WIB OBSERVASI INTRA HD


1. Pasien ; Mengukur TTV,TD ;150/78 mmhg Nadi ;88x/menit, Nadi teraba
kuat dan teratur RR ; 24x/menit O2; 3L/menit ,Suhu 36cc
2. Mesin : Observasi QB ; 180 Arteri Venus Presure : -40 / 120 TMP : 70, UFR
: 500 Heparin 5cc

3 15 : 00 WIB 1. Pasien : Mengukur TTV :TD 148 /81 , RR : 24x/menit Nadi :70 x / Menit
Suhu : 36 cc
2. Mesin : Observasi QB : 180cc/ menit, Arteri Venus Presure :61/140 , TMP :
60 ,Heparin : 10cc UFR :500cc / jam

4 16 : 00 WIB 1. Pasien mengukur TTV,TD :140/80 mmhg , RR :20x/menit , Nadi :


76 x / menit
2. Mesin : Observasi QB : 180/ menit, Arteri Venus Presure :61/140 , TMP :
60 ,Heparin : 15cc UFR :500cc / jam

5 17 : 00 WIB 1.Pasien mengukur TTV,TD :157/80 mmhg , RR :20x/menit ,


Nadi :80 x / menit
2. Mesin : Observasi QB : 180/ menit, Arteri Venus Presure :60/120 , TMP :
66 ,Heparin : 20cc UFR :500cc / jam
6 17 : 00 WIB Mengakhiri HD, Terminasi
Menyiabkan alat – Alat Terminasi,Mengkaji keluhan Pasien : Pasien
mengatakan, Sesak berkurang,RR : 18 – 20 x / menit, Pasien mengatakan masih
lemas sedikit,
TD : 145 / 72 mmHg , Nadi : 82 x / menit UFG : 2500.waktu 5 Jam sesuai resep
Mengembalikan darah ke tubuh pasien ,melakukan sarana sirkulasi lock ke CDL
Membungkus CDL dengan rapi, mengukur Intek out put
Pasien pulang tidak di Timbang

Anda mungkin juga menyukai