DISUSUN OLEH :
PAUMA TM NABABAN
1010304
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat rahmat dan kuasaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kasus ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan CKD on HD ec Hipertensi di
Ruang Hemodialisa RS Hermina Jatinegara.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
pelatihan Hemodialisa 4.
1. Suster Nely N, sebagai Kepala Ruangan HD yang telah memberikan support dan
arahan.
2. Suster Kiki, sebagai CI selaku Pembimbing dan Pengajar diklat di HD 4. Dan
juga
3. Teman-Teman yang telah memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Kasus ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk diklat
HD 4, akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data World Health Organization tahun 2012 penderita gagal ginjal
baik akut maupun kronik mencapai 50%. The United States Renal System
mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena End Stage Renal Disease
(ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada tahun 2012 dengan tingkat
pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun 2013 dengan tingkat
pertumbuhan 6%
Di Jawa Barat berdasarkan data yang tercatat dari Badan Pusat Statistik sebanyak
215.975 orang aktif dalam pelayanan hemodialysis. Berdasarkan data hasil
observasi di RS Hermina Jatinegara didapatkan hasil pasien diruang
Hemodialisis sebanyak 166 pasien CKD on HD. Dengan presentase jumlah
pasien dengan gagal ginjal kronik stage 5 dengan komplikasi hipertensi dan DM
sebanyak 75,9 %, pasien Hemodialisis dengan Anemia sebanyak 24,1%.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan hemodialysis pada pasien dengan
CKD on HD e.c Hipertensi
2. Tujuan Khusus
a) Mampu menjelaskan secara singkat tentang CKD
b) Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien CKD on HD
c) Mampu menegakan diagnosa pada pasien dengan CKD on HD
d) Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD on
HD
e) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan CKD
on HD
f) Mampu membuat evaluasi pada pasien dengan CKD on HD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,
namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini
menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,
terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor.
Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada
akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif,
walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2012).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2015 1449) antara lain
hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin-angiotensin- aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi
pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2010) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,
gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batik dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia
d. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati kelemahan dan
hipertropi otot-otot ekstremitas
10
e. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunanurokrom, gatal-gatal
akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
f. Gangguan endokrim Gangguan seksual: libido fertilitas dan
ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan
metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dandehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi Anemia yang disebabkan karena
berkurangnya produksi eritopoetin, sehinggarangsangan
eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
6. Pemeriksaan penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama
intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik
secara medis ataupun kolaborasi antar lain:
a. Pemeriksaan darah
1) Nitrogen Urea Darah
Nitrogen Urea Darah (Blood Urea Nitrogen-BUN) adalah
pengukuran terhadap fungsi ginjal karena urea adalah hasil
akhir utama dari metabolisme protein yang dieksresikan oleh
ginjal. BUN dapat meningkat karena faktor sistemik seperti
sepsis, kelebihan konsumsi pretein, kelaparan, dehidrasi, dan
gagal jantung Dua per tiga dari fungsi renal harus
terkompromi sebelum meningkatkan BUN yang terlihat. Nilai
rasio normal BUN terhadap kreatini adalah 20:1. Hal ini dapat
11
meningkat (20:1) pada pasien dengan dehidrasi atau memiliki
obstruksi sistem saluran kemih. Rasio ini juga dapat menurun
jika pasien overdehidrasi atau pada keadaan insufesiensi hepar
lanjut
2) Kreatinin Serum
Kadar kreatinin serum lebih spesifik untuk menilai fungsi
renal karena tidak dipengaruhi oleh asupan makanan atau
status cairan. Hal ini dapat meningkat pada glomerulonefritis,
pielonefritis, tubular nekrosis akut, nefrotoksisitas,
insufisiensi renal dan gagal ginjal. Peningkatan juga dapat
terlihat pada pasien dengan gagal ginjalsekunder yang
disebabkan oleh obstruksi saluran pengeluaran. Peningkatan
kadar kreatinin serum dapat terjadi pada penyakit sistemik
seperti hipertensi atau diabetes, namun nilainya akan tetap
normal sampai 50% dari fungsi renal telah terkompromi.
3) Kreatinin Klirens
Pemeriksaan ini adalah pengukuran yang paling akurat dalam
mengkaji fungsi renal dan tidak membutuhkan injeksi
pewarnaan atau pemeriksaan radiologi. Nilai normalnya
adalah 90 sampai 110 ml/menit dan menurun seiring dengan
bertambahnya umur.
b. Pemeriksaan urine
Pasien yang merasakan adanys perubahan pada urine harus
diperiksaa secara lengkap tentang warna, kejernihan/kekeruhan,
dan adanya bau (selain bau amoniak). Perubahan warna yang
paling signifikan yang dapat dilaporkan oleh pasien adalah
hematuri makroskopi; seringkali merupakan indikasi adanya
keganasan urogenital. Pasien harus menjelaskan pada saat aliran
kencing berdarah adalah pada saut awal (penyebab uretra), akhir
12
(dari prostat), atau hematuria total (dapat berasal dari semua
bagian saluran kencing, dengan penyebab fisiologi maupun
anatomis) pertanyaan juga harus meliputi ditemukannya bekuan
darah, dan apakah pasien harus mengejan pada awal berkemih.
1) Urinalisis
Urinalisis yang dilakukan menyediakan dipstickbiasanya
memberikan informasi yang beragam. Urinalisis mikroskopik
menghitung jumlah sel darah merah san putih serta
mengindikasikan adanya kast, kristal, bakterial, atau sel
epitelium Bergantung pada jenis pemeriksaan yang diminta,
urinalisis dapat dilakukan pada spesimenclean catch, spesimen
midstream,spesimen urine baru, spesimen pa pertama, urin
tampung 12 atau 24 jam, urine botol multiple (urine tampung
serial), atau spesimen yang didapat melalui kateter.
2) Pemeriksaan Urine Kuantitatif
Kreatinin klirens urine adalah pemeriksaan yang paling rutin
dalam pemeriksaan urine kuantitatif. Kreatinin mencerminkan
Inju filtrasi glomerulusdan kemampuan ekskresi tubulus ginjal
c. Uji Non invasif
1) Ginjal, Ureter, Kandung Kemih (GUK)
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan paling sederhana dari
seluruh pemeriksaan uroradiologi yang tersedia.
Pemeriksaan ini digunakan untuk skrining dan tes
preliminari, seringkali untuk memeriksa batu ginjal maupun
batu ginjal maupun batu ureter. GUK biasanya rutin
digunakan untuk melacak perkembangan batu ureter karena
batu juga mempelebar panjang ureter.
2) Pielogram Intravena (Intravenous Pyelogram (IVP))
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan awal untuk
visualisasi dan evaluasi pelvis renal pasien, sistem
13
pengumpul, dan ureter. Pemeriksaan ini dijadikan standar
emas untuk visualisasi non invasif cacat pengisian
intraluminal dan kelainan urotelial, dan akan menampilkan
kelainan saluran kemih bagian atas Kejelekan utama
pemeriksaan ini adalah kurang sensitif dalam
memvisualisasikan kelainan kecil pada sistem urogenital.
3) Ultrasonografi Renal
Pemeriksaan ultrasonografi disarankan pada pasien yang
tidak dapat menoleransi CT scan atau pasien dengan nilai
kreatinin serum yang terlalu tinggi untuk dapat dilakukannya
IVP Pemeriksan ini menghindarkan pasien dari paparan
radiasi dan risiko kontras intravena. Pemeriksaan
ultrasonografi renal digunakan terutama lesi kecil dalam
saluran urogenital dan massa renal.
4) Computerized Tomography (CT)
CT scan adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menilai
status keganasan. CT scan adalah metode yang unggul untuk
mengevaluasi patologi renal dan retroperitoneal, dan
diindikasikan saat IVP atau ultrasonografi mengindikasikan
adanya massa CT scan heliks yang tidak dipertajam lebih
diunggulkan untuk mengevaluasi kecurigaan penyakit batu.
CT urografi tersedia di beberapa fasilitas dan merupakan
kombinasi CT scan rutin dan pemeriksaan IVP. Pemeriksaan
ini unggul dalam mendeteksi karsinoma sel real, dan pada
masa mendatang dapat dapat menggantikan IVP sebagai
pemeriksaan pilihan.
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI memiliki keunggulan multiple dalam mengevaluasi
keadaan saluran urogenital, karena dapat menampilkan
14
gambaran retroperitoneum, kandung kemih, prostat, testis,
dan bahkan penis.
d. Uji Invasif
1) Biopsi Transuretra
Biopsi pada lesi yang mencurigakan pada kantung kemih
yang ditemukan saat sistouretreoskopi dilakukan pada pasien
dengan anastesi regional atau umum. Spesimen biopsi dari
jaringan yang mengelilingi jaringan kandung kemih juga
dilakukan secara acak untuk mengevaluasi jaringan
sekelilingnya. Intruksikan pasien untuk memperhatikan
manifestasi klinis infeksi saluran kemih atau infeksi pada
lokasi tusuk, dan melaporkannya setelah prosedur selesai.
2) Biopsi Transrektal
Biopsi kelenjar prostat dilakukan melalui pendekatan rektum
setelah spesimen urine memastikan tidak adanya infeksi.
Spesimen biopsi biasanya diambil dengan jarum biopsi inti
ganda dipandu dengan ultrasonografi
3) Endoskopi
Endoskopi digunakan pada bidang urologi, terutama dengan
sistouretroskopi. Sistokopi digunakan untuk inspeksi
diagnostic dari saluran kemih untuk mengevaluasi adanya
batu, infeksi, mfluks vesikoureter, obstruksi prostat, tumor
kandung kemih, dan struktur untra Prosedur endoskopi untuk
saluran kemih bagian atas mencakupurtroskopi,
uretropicloskopi fleksibel, dan nefroskopi.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut
(Muttaqin,2011) :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
15
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency/
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang
tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis)
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya
hemodilianis dilakukan melalui daerah femoralis naman
untuk mempermudah maka dilakukan
c. Transplantasi ginjal
16
darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90
mmHg yang diukur paling sedikit dalam dua kali kunjungan.
2. Klasifikasi hipertensi
Menurut Join National Comitten on Detection Evolution and
Treatment of High Blood Pressure VIII dalam Bell et al, (2015)
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18
tahun atau ke atas sebagai berikut :
3. Faktor Risiko
a. Faktor Risiko yang tidak dapat dirubah
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Keturunan (genetik)
b. Faktor Risiko yang dapat dirubah
1) Kegemukan (Obesitas)
2) Psikososial dan stress
3) Merokok
4) Olahraga
5) Konsumsi alkohol berlebih
6) Konsumsi garam berlebih
7) Hiperlipidemia/hiperkoestrolemia
4. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke
17
b. Infark Miokardium
c. Gagal ginjal
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
5. Hubungan Hipertensi dan CKD
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
struktural pada anteriol diseluruh pembuluh darah. Organ sasaran utama
adalah otak, jantung, ginjal, dan mata Pada ginjal, arteriosklerosis akibat
hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis Gangguan ini merupakan
akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah
intrarenal Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan
glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga selurus nefron nusak Terjadilah
gagal ginjal kronik.
Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh
darah akan melebar. Namun disisi lain, pelebaran ini menyebabkan
pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan
baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh.
Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan
ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of
Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014)
Hipertensi renal berkaitan dengan penyakit dengan penyakit parenkim
ginjal (misalnya glomerulonefritis, penyakit polistk, pielonefritis)
biasanya disebabkan oleh menurunnya kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan garam dan air. Penyebab lain termasuk meningkatnya
pelepasan renin dari meningkatnya perfusi glomelural dan tidak
adekuatnya obat vasodilatasi ginjal, seperti yang terjadi dengan analgesik
nefropatik Diantara pasien dengan gagal ginjal, 80% 85% hipertensi
disebabkan oleh kelebihan frekuensi garam dan air sedangkan hipertensi
renovaskuler terhitung sampai 15% dari keseluruhan hipertensi sistemik.
Para peneliti melaporkan bahwa nefroskelerosis dapat dilihat melalui
mikroskop pada pasien yang telah memiliki hipertensi yang tidak
terkontrol lebih dari 5 tahun, walaupun seleruh tes diagnostik renal
18
lainnya mungkin normal. Kerusakan ginjal adalah akibat langsung dari
perubahan degeneratif di arterior dan arteri inter lobural disebabkan oleh
meningkatnya tekanan darah.
19
multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati
dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2013).
4. Prinsip yang Mendasari Kerja Hemodialisis
Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah
tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat
artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan
bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati
tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya.
Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi
melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).
20
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan
diagnose keperawatan ( Smeltezer and Bare, 2011: Kinta, 2012 )
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tanggal lahir, umur, tempat tinggal.
b. Keluhan Utama
Kelemahan, sush berjalan / bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, takikardi / takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya.
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan untuk menanggulangi penyakitnya.
d. Aktifitas / Istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolent), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
(angina), edema jaringan umum dan pitting oedem pada ekstremitas,
hipotensi ortostatik menunjukan hypovolemia, kecenderungan
perdarahan.
f. Integritas Ego
Factor stress, perasaan tak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada
kekuatan, meolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian
g. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria ( pada gagal ginjal tahap
lanjut ), abdomen kembung, diare atau konstipasi, perubahan warna
urine.
h. Makanan / Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedem), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
21
sedap pada mulut (pernapasan ammonia ), penggunaan diuretic,
distensi abdomen / asites, pembesaran hati ( tahap akhir ), perubahan
turgor kulit / kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi / lidah
i. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki
gelisah”, rasa terbakat pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran.
j. Nyeri / kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki dan perilaku
berhati-hati, gelisah.
k. Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan / tanpa sputum, takhipnea,
dyspnea, peningkatan frekuensi / kedalaman dan batuk ( edema paru )
l. Integritas kulit
Kulit gatal, berulangnya infeksi, demam ( sepsis/dehidrasi )ptekie,
ekimosis, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi.
m. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi dan peran dalam keluarga
o. Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat penyakit, riwayat terpajan toksin, penggunaan antibiotic
nefrotoksik berulang.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa yang akan muncul pada gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut (Brunener&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016)
a. Hypervolemia
b. Deficit nutrisi
c. Nausea
22
d. Gangguan integritas kulit / jaringan
e. Gangguan pertukaran gas
f. Intoleransi aktivitas
g. Resiko penurunan curah jantung
h. Perfusi perifer tidak aktif
i. Nyeri akut
3. Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien,
keluarga dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap
perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai
alat komunikasi antar sesame perawat dan tim kesehatan lainnya,
meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan yang igin dicapai.
Unsur terpenting dalam tahap perencanaan adalah membuat otoritas
urutan diagnose keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria
evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan.
23
Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal
Ginjal Kronik (sumber: SIKI, 2018)
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam maka hipervolemia 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia (edema, dispnea,
meningkat dengan kriteria
suara napas tambahan)
hasil: 2. Monitor intake dan output cairan
1. Asupan cairan 3. Monitor jumlah dan warna urin
meningkat Terapeutik
2. Haluaran urin meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam
3. Edema menurun 5. Tinggikan kepala tempat tidur
4. Tekanan darah membaik Edukasi
5. Turgor kulit membaik 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal replecement
therapy
(CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan yang disukai
tercukupi dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
hasil:
Terapeutik
1. intake nutrisi tercukupi 5. Lakukan oral hygiene sebelum
2. asupan makanan dan makan, jika perlu
cairan tercukupi 6. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
24
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka nausea membaik 1. Identifikasi pengalaman mual
dengan kriteria hasil: 2. Monitor mual (mis. Frekuensi,
1. Nafsu makan membaik durasi, dan tingkat keparahan)
2. Keluhan mual menurun Terapeutik
3. Pucat membaik
3. Kendalikan faktor lingkungan
4. Takikardia membaik penyebab (mis. Bau tak sedap,
(60-100 kali/menit) suara, dan rangsangan visual
yang tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiemetik,
jika perlu
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
integritas kulit keperawatan selama 3x8 Obsevasi
jam diharapkan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan
kulit dapat terjaga dengan integritas kulit (mis. Perubahan
kriteria hasil: sirkulasi, perubahan status nutrisi)
1. Integritas kulit yang baik Terapeutik
bisa dipertahankan 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
2. Perfusi jaringan baik baring
3. Mampu melindungi kulit 3. Lakukan pemijataan pada area
dan mempertahankan tulang, jika perlu
kelembaban kulit 4. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
5. Bersihkan perineal dengan air
hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotion atau serum)
25
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
8. Anjurkan minum air yang cukup
9. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
26
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
27
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawatan
untun menghindari kulit terbakar
12.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
9. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam maka tautan nyeri 1. Identifikasi factor pencetus dan
meningkat dengan kriteria pereda nyeri
hasil: 2. Monitor kualitas nyeri
1. Melaporkan nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran
terkontrol meningkat nyeri
2. Kemampuan mengenali 4. Monitor intensitas nyeri dengan
onset nyeri meningkat menggunakan skala
3. Kemampuan 5. Monitor durasi dan frekuensi
menggunakan teknik nyeri
nonfarmakologis Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
4. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
penggunaan analgesik mengurangi rasa nyeri
menurun 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Meringis menurun Edukasi
6. Frekuensi nadi 8. Anjurkan memonitor nyeri
membaik secara mandiri
7. Pola nafas membaik 9. Anjurkan menggunakan
8. Tekanan darah analgetik secara tepat
membaik Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian obat
analgetik
28
4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi (Kozier et al., 2010)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien pada
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap
selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
NAMA : NY. R
UMUR : 72 th
PENDIDIKAN : SMA
PEKERJAAN : WIRASWASTA
AGAMA : KRISTEN
SUKU/BANGSA : MANADO/INDONESIA
NO. RM : A536096
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Saat pengkajian pasien mengeluh lemas, dan cemas.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke unit Hemodialisis RS Hermina Jatinegara di kedua
anak pasien datang sesuai jadwal HD 2X seminggu. ADL dibantu
karena pasien lemas. Obs TTV waktu datang TD; 150/77 mmHg,
Nadi; 100x/Menit, suhu; 36°C, Pernafasan; 20x/menit.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Hipertensi tidak terkontrol sejak tahun 2011 dan anemia.
d. Riwayat penyakit keluarga
Ibu Pasien Hipertensi
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum pasien
KU/ : Sedang
Kes : Compos metis, GCS E4 V5 M5
TTV : TD 157/80 mmHg, RR 20x/menit, Sh. 36°C Nadi 80x/menit.
BB HD terakhir tidak menimbang karena pasien pusing.
b. Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris, rambut pendek tampak beruban,
penyebaran rambut rata
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa
c. Kulit
Inspeksi: Warna kulit putih, tidak ada luka,ekstremitas bawah oedema
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, Tes pitting oedema; kembali > 2 detik.
d. Mata/penglihatan
Inspeksi: simetris ,penglihatan kedua mata dapat melihat
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
e. Hidung/penciuman
Inspeksi : Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada
peradangan, tidak ada secret.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
f. Telinga/pendengaran
Inspeksi : Bentuk daun telinga simetris, tidak ada peradangan fungsi
pendengaran telinga kanan kiri noramal, saat diajak bicara bisa
menjawab dengan jelas, tidak tampak serumen. Tes pendengaran
pendengaran baik
g. Mulut/gigi
Inspeksi: bibir warnanya coklat kehitaman, gigi atas dan bawah
memakai gigi palsu, tidak ada pendarahan gusi, tidak ada radang
tonsil, lidah tidak kotor, tidak ada stomatitis
h. Leher
Inspeki: Benjolan/massa tidak ada, ada nyeri tekan di leher bagian kiri
sekitar pemasangan CDL, pergerakan leher, bisa bergerak bebas.
Palapasi: tidak ada pembesaran
i. Dada/pernafasan
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dinding dada simetris irama
pernafasan teratur
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
Perkusi : Sonor
Aukultasi : Tidak ada wheezing,ronchi, bunyi jantung S1 S2
Tunggal, tidak ada murmur dan gallop
j. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris,tidak ada asites.
Akultasi : Peristaltik usus 8x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada epigastrik
Perkusi : Tymphani
k. Sistem Reproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan sudah berkeluarga memiliki 2
orang anak, berjenis kelamin perempuan dan laki laki
l. Ekstremitas atas/bawah
Pada ektremitas kiri atas belum terpasang cimino terdapat edema pada
kedua tungkai.
m. Kebutuhan Fisik, Psikologis, Sosial dan Spiritual
a) Aktivitas dan Istirahat Rumah
Sebelum sakit pasien tidur teratur dan cukup, sekarang pasien sulit
tidur saat malam hari lebih banyak tidur saat pagi dan siang hari.
b) Personal Hygiene
Pasien bisa mandi, keramas, dan gosok gigi dengan bantuan
keluarga, potong kuku bila panjang dan ganti baju bila kotor
dengan bantuan minimal keluarga. Pada area CDL pasien perlu
bantuan dari keluarga untuk menjaga kebersihannya.
c) Nutrisi
Pasien dapat makan dan minum sendiri. Tapi untuk penyajiannya
psien masih memerlukan bantuan dari keluarga. Nafsu makan
berkurang. Makan 3x sehari. Minum air 600ml/hari. Pantangan
makan yang asin dan buah yang terlalu banyak mengandung air
untuk dibatasi.
d) Eliminasi
BAK 3 sampai 4 kali/hari. Urine keluar sedikit 400 sampai 500
ml/24 jam BAB 1x/2 hari dengan konsistensi lembek.
e) Seksualitas
Pasien sudah mempunyai suami dan 2 orang anak.
f) Psikososial
Hubungan dengan keluarga baik. Pasien suka berinteraksi dengan
lingkungan sekitar rumah saat pengkajian pasien kooperatif.
g) Spiritual
Pasien selalu melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan yang
dianutnya dengan keterbatasan kemampuan dirinya.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium tanggal 7/06/2021
- Hemoglobin = Hasil (7,7). Satuan (g/dl)
- Hematrokit = Hasil (24,0). Satuan (%)
- Leukosit = Hasil (6,47). Satuan (103/L)
- Basofil = Hasil (0). Satuan (%)
- Eosinofil = Hasil (12). Satuan (%)
- Neutrofil Batang = Hasil (4). Satuan (%)
- Neutrofil Segmen = Hasil (48). Satuan (%)
- Limfosit = Hasil (32). Satuan (%)
- Monosit = Hasil (4). Satuan (%)
- NLR = Hasil (1,63).
- Trombosit = Hasil (498). Satuan (103/L)
- GDS = Hasil (119,0). Satuan (mg/dl)
Screening Darah
- HBsAg = Hasil ( Non Reaktif )
- Anti HCV = Hasil ( Non Reaktif )
- Anti HIV = Hasil ( Non REaktif )
b. Therapy Pengobatan
- Amlodipine
- CaCo3 = 3X 1
- HD Vit = 1X1
5. Data Fokus
a. Data Subjektif
- Pasien Mengeluh sesak napas
- Pasien mengatakan ,badan bertambah lemas dan cepat lelah
b. Data Objektif
- TTV : 150/77mmHg,Respirasi24x/menit,Suhu36oc,Nadi80x /menit
- QB: 180-200, QD: 500
- BB terakhir pulang tidak dapat menimbang karena tidak mampu
berdiri
- Terpasang Oksigen nasal 3 liter / menit
- BAK terganggu , Urine keluar sedikit+- 500cc / 24 jam
- Terdapat edema pada ke dua tungkai dengan derajat + 2
Asites (-)
- Tidak ada peningkatan JVT
- Riwayat Hipertensi sejak tahun 2011 tidak terkontrol
- Terpasang CDL di vena Jugularis Sinistra 19/06/21
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan Volume Cairan b.d mekanisme peraturan
melemah,penurunan haluan urin, asupan cairan dan natrium yang
berlebih.
2. Cemas b.d perubahan status kesehatan
C. Analisa Data
NAMA : NY. R NO RM: A536096
UMUR : 72 TAHUN Ruang: Unit HD Hermina Jatinegara
Retensi Natrium
Oedema
Kelebihan Volume
Cairan
2. DS: Pasien mengatakan “Apakah aku bisa Menurunnya status
sembuh?” kesehatan
DO: Pasien tampak gelisah dan tegang.
Hanya dapat menjawab pertanyaan yang Cemas
singkat. Wajah pasien tampak sedih dan Tidak dapat
jarang tersenyum. Pasien jarang berbicara, melakukan aktivitas
hany tidur sepanjang durasi HD. mandiri
Khawatir
D. INTERFENSI KEPERAWATAN
LAPORAN PELAKSANAAN HD
No. Jam/Tanggal Implementasi
3 15 : 00 WIB 1. Pasien : Mengukur TTV :TD 148 /81 , RR : 24x/menit Nadi :70 x / Menit
Suhu : 36 cc
2. Mesin : Observasi QB : 180cc/ menit, Arteri Venus Presure :61/140 , TMP :
60 ,Heparin : 10cc UFR :500cc / jam