Gangguan
jaringan
penyambung
misalnya
lupus
eritematosus
sistemik,
poliarteritis
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital
pada leher kandung kemih dan uretra.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Smeltzer, 2002 : 1448).
Pada CKD akan terjadi :
Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akn
meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.
Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal)
Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif dan hipertensi.
Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan
kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini
akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon
terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun
menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium ini kadar kreatinin serum dan kadar BUN
normal dan penderita asimptomatik.gangguan fungsi ginjal hanya dapat tedeteksi dengan member
beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan
mengadakan tes GFR yang teliti.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Urea Nitrogen ( BUN ) mulai meningkat, dan
kreatinin serum meningkat. Pada stadium ini mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria
(akibat gangguan kemampuan pemekatan).
Nokturia (berkemih di malam hari) didefinisikan sebaai gejala pengeluaran urine waktu malam
hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali
pada waktu malam hari. Nokturia disebabkan oleh hilangnya pola pemekatan urine diurnal normal
sampai tingkatan tertentu di malam hari.
Poliuria berarti peningkatan volume urine secara terus menerus. Pengeluaran urinenorma sekitar
1500 ml perhari dan berubah-ubah sesuai dengan jumlah cairan yang diminum poliuria akibat
insufisiensi ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun
poliuria bersiafat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.
Stadium 3 : penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari nilai normal dan bersihan keratin
mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini keratin serum akan meningkat
sangat mencolok sebagai respon terhadap GFR yang mengalami penurunan. Pada ESRD pasien
mulai mengalami gejal-gejala yang cukup parah karena ginjal sudah tidak sanggup lagi untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit pada tubuh.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
-
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih
normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73
m2
Stadium 3
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan
dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
5. Gejala Klinis
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik
waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa
kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot
otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal
gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore.
Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan
eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Urin
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau
uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio urin/serum
sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila
SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
-
Kalium: meningkat
Magnesium;
Meningkat
Kalsium ; menurun
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)
7. Therapy / Tindakan Penanganan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
-
b. Dialysis
-
peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin.
Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
maka dilakukan :
c. Operasi
-
Pengambilan batu
transplantasi ginjal
8. Komplikasi
Hiperkalemia
Hipertensi
Anemia
Penyakit tulang
Terapi Hemodialisis
1.
Definisi / Pengertian
Dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran
berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal
merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama
yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi
atau tekanan tertentu (Price and Wilson 2005).
Dialisis adalah proses yang menggantikan secara fungsional pada gangguan fungsi ginjal dengan
membuang kelebihan cairan dan akumulasi toksin endogen atau eksogen. Dialisis paling sering digunakan
untuk pasien dengan penyakit ginjal akut atau kronis (tahap akhir).
(Doenges, 2000)
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium,
kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi
(Setyawan, 2001).
Tujuan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan sebagai terapi pengganti ginjal yang memiliki beberapa tujuan, antara lain :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer (asam basa) tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam
tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai
urin saat ginjal sehat
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
3.
Indikasi Tindakan
Hemodialisa biasanya dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria, 4 mg/100
ml pada wanita dan Glomeluro Filtration Rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh
dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak
dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien
dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15 ml/menit, LFG kurang dari 10 ml/menit dengan
gejala uremia atau malnutrisi dan LFG kurang dari 5 ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi
akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik (Price and
Wilson ; 1995).
Hemodialisa biasanya juga dapat dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 ml/menit, ini
sebanding dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan
secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser
dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis
berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis
uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan
asidosis yang tidak dapat diatasi.
Pada umumnya indikasi dialisis pada Gagal Ginajl Kronis (GGK) adalah bila Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) sudah kurang dari 5ml/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila (TKK) < 5ml/menit.
Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK < 5ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap
baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal berikut:
-
Fluid overload
Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan lainnya
Gagal jantung
Dialisa banyak digunakan sebagai pencegahan pada gagal ginjal akut yang pembentukan kemihnya sangat
sedikit dan dilanjutkan sampai pemeriksaan darah menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah kembali.
Pada gagal ginjal kronis, dialisa dilakukan jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ginjal tidak
mampu membuang limbah metabolik atau jika penderita tidak dapat lagi melakukan kegiatannya seharihari. Dialisa juga bisa digunakan untuk membuang obat tertentu atau racun dari tubuh.
Indikasi hemodialisa berdasarkan urgent atau tidaknya :
a. Indikasi Segera
Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi dan asidosis metabolic, hipertensi
maligna, edema paru, oligouri berat atau anuri.
b. Indikasi dini atau profilaksis
-
Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia (kreatinin 8 12 mg%, BUN 100 120
mg%, CCT kurang dari 5 10 ml/menit).
5. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium
terminal, dan sindrom otak organik (Thiser &Wilcox ;1997).
Kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya
adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
6. Faktor yang Mempengaruhi Hemodialisa
a. Aliran darah
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi kemungkinan tersebut
antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran darah bisa menyebabkan syok pada penderita.
b. Luas selaput/membran yang dipakai
Luas selaput yang biasa dipakai adalah 1-1,5 cm2 tergantung dari besar badan/ berat badan pasien.
c. Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, sehingga dapat menimbulkan borosnya
pemakaian cairan.
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama dan merupakan 3 proses dasar dari
Hemodialisa, yaitu:
a.
Proses Difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut dari
kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut
dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya.
b.
Proses Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan dari kompartemen
darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari
ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
1)
Ultrafiltrasi hidrostatik
-
2)
Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan A dan B dipisahkan oleh membran semipermiabel, bila larutan B
mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding A maka konsentrasi air dilarutan B lebih
kecil dibanding konsentrasi larutan A. Dengan demikian air akan berpindah dari A ke B
melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan
permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.
c.
Proses Osmosis
Yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat
( Lumenta), di mana terjadi perpindahan cairan dari larutan dengan osmolaritas rendah ke osmolaritas
yang lebih tinggi.
(1)
Dializer
Dializer atau Ginjal Buatan terdiri dari membran semi permeabel yang memisahkan kompartemen darah
dan dialisat. Dializer merupakan kunci utama dalam proses hemodialisa. Disebut sebagai ginjal buatan
(artificial kidney) karena yang dilakukan oleh dializer sebagian besar dikerjakan oleh ginjal kita yang
normal.Dializer berbentuk silinder dengan panjang rata rata 30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya
terdapat ribuan filter yang sangat kecil.Dializer terdiri dari 2 kompartemen masing masing untuk
cairan dialysate dan darah.Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran semipermiabel yang
mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi satu.Membran semipermiabel mempunyai lubang
lubang sangat kecil yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop sehingga hanya substansi tertentu
seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang dapat lewat.Sedangkan sel sel darah tetap berada dalam
darah.
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan
dalam darah dan dialisat. Material membran dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang
disubstitusi, Cellulosynthetic, Synthetic.Spesifikasi dializer yang dinyatakan dengan Koeffisient
ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga dengan permiabilitas air. Besarnya permeabilitas membran dializer
terhadap air bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan
(ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau
perbedaan TMP yang melewati membran.Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high
flux.Dializer high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang
besar.Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan molekul
yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi.Ada 3 tipe dializer yang siap
pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dialyzer
dan coil dialyzer. Setiap dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin efektifitas proses
eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Dializer yang banyak beredar dipasaran adalah bentuk
hollowfiber dengan membran selulosa.
(3)
Water Treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air yang telah mengalami
pengolahan.Air keran tidak boleh digunakan langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih
banyak mengandung zat organik dan mineral. Air keran ini akan diolah oleh water treatment sistem
bertahap.
(4)
Larutan Dialisat
Dialisat atau cairan dialisis yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum
normal.Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia saring.Bukan merupakan
sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi
pada pasien minimal.Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik,
khususnya pada membran permeabel yang besar, maka air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis.Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersildan umumnya digunakan oleh
unit kronis.Larutan dialisat yang cukup sering digunakan adalah dialisat asetat dan bikarbonat.Adapun
komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut:
Dialisat Asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk mengoreksi asidosis
uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat
tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif stabil.Dibandingkan dengan dialisat
bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek sampingnya lebih banyak.Efek
samping yang sering seperti mual, muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan
hemodinamik, hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan
pelepasan sitokin.
Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan larutan
bikarbonat.Kalsium dan magnesium tidak termasuk dalam konsentrat bikarbonat oleh karena
konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan
magnesium
karbonat.Larutan
bikarbonat
sangat
mudah
terkontaminasi
mikroba
karena
konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.Kontaminasi ini dapat
diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang singkat.Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut.Namun dialisat bikarbonat
bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil.Biaya untuk sekali HD bila menggunakan
dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding dengan dialisat asetat.
(6)
Mesin hemodialisis
Mesin HD terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat dan sistem monitor.Pompa darah
berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat diatur
biasanya antara 200-300 ml per 33 - 8,33 menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi diperlukan tekanan
negatif. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat.
Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-390C sebelum dialirkan kepada dializer.Suhu larutan dialisat
yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring
setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektivitas proses dialisis dan keselamatan penderita.
(7)
Tusukan Vaskuler
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik untuk program HD akut maupun
kronik.Tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan
selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita.Untuk melakukan dialisis intermiten jangka panjang, maka
perlu ada jalan masuk ke sistem vaskular penderita yang dapat diandalkan.Darah harus dapat keluar dan
masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200-400 ml/menit.Teknik-teknik akses vaskuler utama untuk
hemodialisis dibedakan menjadi akses eksternal dan akses internal (Price, 1995).
a)
b)
Kateter adalah suatu pipa berlubang yang dimasukkan kedalamvena subklavia, jugularis, atau vena
femoralis yang memiliki akses langsung menuju jantung kateter ini merupakan akses vaskular
sementara. Akses ini digunakan jika akses internal tidak dapat digunakan untuk pengobatan, dan
pasien membutuhkan dialisis darurat. Internal AVF and AFG lebih di pilih untuk di gunakan
daripada kateter karena AVF dan AVG menurunkan kemungkinan infeksi, yang sangat penting bagi
pasien yang menjalani terapi hemodialisis yang memiliki daya imun rendah (Kidney Dialysis
Foundation, 2004).
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah.Pada hemodialisa,
darah penderita mengalir melalui suatu selang yang dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke
dalam dializer.Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dializer maka diberikan heparin.
Di dalam dializer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori memisahkan darah dari suatu cairan
(dialisat) yang memiliki komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.Tekanan di dalam ruang
dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan
zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat.Tetapi sel darah dan
protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput buatan ini.
Listrik
Saluran pembuangan
AV Blood line
Infuse set
Spuit : 50 cc, 5 cc
Insulin
Heparin injeksi
NaCl 0,90 %
Duk steril
Klem
Plester
Timbangan BB
Formulir hemodialisis
Sirkulasi
(6) Hubungkan ujung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL dihubungkan dengan alat
penampung atau mat-kan
(7) Letakkan posisi GB terbalik, yaitu yang tanda merah di bawah, biru di atas
(8) Gantungkan NaCl 0,9 % (2-3 kolf)
(9) Pasang infus set pada kolf NaCl
(10)
Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
(11)
Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, (untuk hubungan tekanan arteri, tekanan vena,
pemberian obat-obatan)
(12)
(13)
Udara yang ada dalam GB harus hilang (sampai bebas udara) dengan cara menekan-nekan VBL
(14)
(15)
Setiap kolf NaCl sesudah atau hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
(16)
Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung VBL, klem tetap dilepas
(17)
(18)
Ganti kolf NaCl dengan yang baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem infus dibuka
(19)
Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10-15 menit sebelum
Persiapan mental
Izin hemodialisis
b.
(1) Pasien
a) Sarana hubungan sirkulasi atau akses sirkulasi
b) Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
c) Teknik aseptic dan antiseptic : bethadine dan alcohol
d) Anestesi local (lidocain injeksi, procain injeksi)
e) Punksi vena (outlet). Dengan AV fistula no G.14 s/d G.16 atau abocath, fiksasi, tutup dengan kasa
steril
f) Berikan bolus heparin injeksi (dosis awal)
g) Punksi inlet (venaatau arteri femoralis). Raba arteri femoralis. Tekan arteri femoralis 0,5 1 cm ke
arah medial. Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3-5 menit. Tutup dengan kassa steril
h) Memulai hemodialisis
-
Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, sampai sirkulasi darah terisi darah semua.
Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi outlet
Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
Cairan priming ditampung di gelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan sesuai
kebutuhan).
Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikkan sampai 300
ml/m (dilihat dari keadaan pasien)
Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure, hidupkan air atau
blood leak detector
Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan dengan NaCl
Ukur tekanan darah dan nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik atau lemah lakukan
pengukuran tekanan dan nadi lebih sering.
Isi formulir Hemodialisa antara lain : nama, umur, berat badan, tekanan darah, suhu, nadi,
pernapasan, tipe GB, cairan priming yang masuk.
CATATAN:
1. Permulaan hemodialisa posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi
kembalikan ke posisi sebenarnya.
2. Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus diamankan lebih
dulu
3. Semua sambungan dikencangkan
4. Tempat-tempat punksi harus harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi perdarahan
dari tempat punksi.
5. Memprogram mesin hemodialisis :
a. Qb : 200 300 ml/m
b. Qd : 300 500 ml/m
c. Temperatur : 36-400C
d. Heparinisasi
Dosis heparin :
-
c.
Arterial pressure atau tekanan arteri : banyaknya darah yang keluar dari tubuh
Venous pressure atau tekanan vena : lancaratau tidak darah yang masuk ke dalam.
KU pasien
TTV
Perdarahan
Qb
Qd
Temperature
Koduktiviti
Heparinisasi
Sambungan-sambungan
CATATAN:
Obat menaikkan tekanan darah: Efedrin 1 ampul dan 10 cc aquadest kmd disuntik 2 ml/IV
d.
Plester
Verband gulung
menit
sebelum
hemodialisis
berakhir
Qb
diturunkan
sekitar
100cc/m
UFR = 0
b) Ukur tekanan darah, nadi.
c) Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut , bekas punksi inlet ditekan dengan kassa steril yang diberi
betadine.
d) Hubungkan ujung abl dengan infus set 50-100 cc
a. Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan didorong dengan nacl sambil qb dijalankan
b. Setelah darah masuk ke tubuh, ujung VBL diklem.
c. Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet dan outlet ditekan dengan kassa steril yang diberi
bethadine
d. Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet dan outlet dengan
antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa lalu pasang verband.
e. Ukur TTV
f. Timbang BB (kalau memungkinkan)
g. Isi formulir hemodialisis
CATATAN :
1. Cairan pendorong atau pembilas (NaCl) sesuai dengan kebutuhan, kalau perlu di dorong
dengan udara ( harus hati-hati)
2. Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
3. Bekas punksi femoral lebih lama, setelah perdarahan berhenti, ditekan kembali dengan
bantal pasir
4. Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, tekan lebih lama
5. Memakai teknik aseptik dan antiseptic
(3) SCRIBNER
a. Pakai sarung tangan
b. Sebelum ABL dan VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri dan kanula vena harus diklem
lebih dulu
c. Kanula arteri dan vena dibilas dengan NaCl yang diberi 250 U-300 U heparin injeksi
d. Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor
e. Lepas klem pada kedua kanula
f. Fiksasi
g. Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar, untuk mengetahui ada bekuan atau
tidak.
11. IntrepretasiHasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi
gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar
elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus
setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
Penyebab
Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di
dalam darah
Reaksi
anafilaksis
yang
darah
Udara memasuki darah di dalam mesin
otak, Penggunaan heparin di dalam mesin untuk
mencegah pembekuan
B.
Pengkajian
Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa akan beragam diantara
pasien-pasien dan tergantung pada beberapa variabel. Untuk itu sebelum proses hemodialisa, perlu dikaji
terlebih dahulu tentang:
-
Diagnosa penyakit
Tahap penyakit
Usia
Nilai laboratorium
Keadaan emosi
Sindrom uremia
Hipertensi
b. Manifestasi klinik
2.
Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
Hematologi
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa diperoleh dari penganalisaan dari data-data dan informasi yang diperoleh pada saat pengkajian.
Berikut diagnosa yang dapat muncul pada pasien yang menjalani hemodialisa sebagai berikut:
Diagnosa Pre-HD
1) PK : Uremia
2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional akibat prosedur terapi ditandai dengan klien
mengatakan merasa cemas, klien tampak gelisah dan ketakutan, insomnia, takikardi
Diagnosa Intra HD
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan efek samping pengobatan yaitu penggunaan obat antikoagulan
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis akibat penumpukan asam laktat ditandai dengan
klien mengeluh merasa nyeri pada otot, klien mengeluh nyeri terasa seperti kram otot, klien tampak
meringis kesakitan, klien tampak memegangi area nyeri, takikrdi, peningkatan TD (> 120/80 mmHg),
RR (> 20 kali/menit)
3) Nausea berhubungan dengan terapi penggunaan agen farmakologis yaitu cairan dialisat yang bersifat
asam ditandai dengan klien mengeluh merasa mual, klien mengatakan ingin muntah, peningkatan
sekresi saliva, nadi > 100 kali/menit
4) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif akibat akses vaskular
Diagnosa Post HD
1) PK : syok hipovolemia
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis akibat perubahan metabolisme ditandai dengan
klien mengeluh merasa nyeri pada otot, klien mengeluh nyeri terasa seperti kram otot, klien tampak
meringis kesakitan, klien tampak memegangi area nyeri, takikrdi, peningkatan TD (> 120/80 mmHg),
RR (> 20 kali/menit)
3) Nausea berhubungan dengan peningkatan asam lambung akibat perubahan metabolisme ditandai
dengan klien mengeluh merasa mual, klien mengatakan ingin muntah, peningkatan sekresi saliva, nadi
> 100 kali/menit
4) PK : pruritus
1. RENCANA KEPERAWATAN
Pre HD
1) PK : Uremia
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam, diharapkan perawat dapat meminimalkan
komplikasi uremia, dengan kriteria hasil:
Systemic toxin clearance:dyalisis
- Tekanan darah dalam batas normal (5 = not compremised)
- Kadar kreatinin serum dalam batas normal (5 = not compremised)
- BUN dalam batas normal (5 = not compremised)
- Tidak ada mual (5 = none)
- Tidak ada muntah (5 = none)
- Tidak ada pruritus (5 = none)
- Tidak ada kelemahan (5 = none)
- Tidak ada edema (5 = none)
- Tidak ada kram otot (5 = none)
Intervensi:
Hemodialysis Therapy:
a. Catat tanda-tanda vital dasar meliputi TD, berat badan, nadi, RR, suhu
Rasional: untuk mengetahui kondisi umum klien sebelum dilakukan hemodialisis.
b. Jelaskan prosedur dan tujuan dilakukan hemodialisis kepada klien
Rasional: agar klien paham dan mengerti pentingnya dilakukan hemodialisa
c. Periksa peralatan dan larutan sesuai prosedur
Rasional: Memastikan alat dan larutan yang digunakan telah sesuai dan tepat untuk digunakan
agar menghindari terjadinya efek samping yang tidak diinginkan
d. Gunakan teknik steril untuk memulai hemodialisis, penusukan jarum, dan menyambungkan
selang kateter
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi sekunder pada klien
e. Mulai hemodialisis sesuai prosedur
Rasional: Agar hemodialisa dapat berjalan dengan tepat dan sesuai prosdur sehingga tujuan
dilakukan hemodialisa dapat tercapai dan mencegah efek samping yang tidak diinginkan.
f. Periksa sistem monitoring (seperti flow rate, tekanan, clots, sesnsor udara, tekanan negatif
untuk ultrafiltrasi, dan sensor darah) untuk menjaga keamanan klien.
Rasional: untuk memastikan alat menjalankan fungsinya dengan baik, proses dialisis berjalan
baik agar menjaga keamanan klien
g. Monitor TD, nadi, dan respon klien selama dialisis
Rasional: mengetahui respon klien terhadap pross hemodialisis
h. Kolaborasi pemberian heparin
Rasional: mencegah terbentuknya clotting selama proses hemodialisis berlangsung.
i. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk mengeluarkan sejumlah cairan
Rasional: proses ultrafiltrasi dapat membantu menarik cairan tubuh yang berlebih keluar akibat
perbedaan tekanan, tekanan perlu disesuaikan agar dapat mengeluarkan kelebihan cairan dalam
tubuh dengan tepat untuk menghindari terjadinya syok hipovolemik
j. Lakukan sesuai prosedur jika klien mengalami hipotensi
Rasional: pengeluaran cairan berlebih akibat proses ultrafiltrasi dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah, maka harus seger dilakukan penanganan yang tepat untuk mencegah syok
hipovolemia
k. Hentikan hemodialisis sesuai dengan prosedur
Rasional: penghentian proses hemodialisis harus sesuai prosedur untuk mencegah terjadinya
komplikasi
l. Bandingkan TTV post dialisis dan pre dialisis
Rasional: untuk mengevaluasi serta mengetahui kondisi klien setelah dilakukan hemodialisis.
m. Bekerjasama dengan pasien untuk menentukan pengaturan diet, pembatasan cairan, dan
pengobatan untuk meregulasi cairan dan elektrolit
Rasional: menentukan hal-hal yang harus dilakukan klien setelah hemodialisa sehingga dapat
mendukung proses hemodialisa
n. Ajarkan pasien untuk memonitor diri dari tanda dan gejala yang mengindikasikan memerlukan
pengobatan (seperti demam, perdarahan, tromboflebitis, dan nadi tidak teratur)
Rasional: Agar klien dapat memantau kondisinya dan dapat memperoleh tindakan segera.
o. Bekerjasama dengan pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan dari efek samping penyakit
dan pengobatan (seperti kram otot, lemah, sakit kepala, gatal, anemia, dimineralisasi tulang)
Rasional: Untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat efek samping hemodialisa.
2) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional akibat prosedur terapi ditandai dengan klien
mengatakan merasa cemas, klien tampak gelisah dan ketakutan, insomnia, takikardi
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..x 24 jam, diharapkan kecemasan klien terhadap
penyakit klien dapat berkurang dengan kriteria hasil :
Anxiety Level
Mengatakan secara verbal tentang kecemasan (5 = none)
Mengatakan secara verbal tentang ketakutan (5 = none)
Kepanikan (5 = none)
Anxiety Self Control
Mampu mengurangi penyebab cemas (5 = Consistently demonstrated)
Mengontrol respon cemas (5 = Consistently demonstrated)
Intervensi :
Anxiety Reduction
a. Observasi adanya tanda tanda cemas/ansietas baik secara verbal maupun nonverbal.
Rasional : pengungkapan kecemasan secara langsung tentang kecemasan dari klien, dapat
menandakan level cemas klien.
b. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang dapat menstimulus kecemasan.
Rasional : agar pasien dapat mengatasi dan menanggulangi kecemasan pasien.
c. Jelaskan segala sesuatu mengenai penyakit yang klien derita.
Rasional : menambah wawasan klien tentang penyakit klien dapat meningkatkan pengertian
klien tentang penyakitnya, sehingga dapat mengurangi kecemasan klien.
d. Ajarkan klien teknik relaxasi, seperti menarik nafas dalam.
Rasional : dapat memberi efek ketenangan pada klien.
e. Kolaborasi pemberian medikasi berupa obat penenang.
Rasional : untuk menurunkan ansietas klien yang terjadi secara berlebihan.
Intra HD
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan efek samping pengobatan yaitu penggunaan obat
antikoagulan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
Rasional: menghindari terjadinya cedera pada kaki klien sehingga mencegah terjadinya
perdarahan.
e. Anjurkan klien menggunakan sikat gigi lembut untuk melakukan perawatan mulut
Rasional: mencegah terjadinya perdarahan pada gusi
f. Anjurkan klien untuk menghindari mengangkat benda-benda berat.
Rasional: mencegah terjadinya cedera sehingga dapat mencegah perdarahan.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis akibat penumpukan asam laktat ditandai
dengan klien mengeluh merasa nyeri pada otot, klien mengeluh nyeri terasa seperti kram otot,
klien tampak meringis kesakitan, klien tampak memegangi area nyeri, takikrdi, peningkatan TD
(> 120/80 mmHg), RR (> 20 kali/menit)
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama..x jam diharapkan nyeri dapat berkurang, dengan
kriteria hasil:
a. Pain level (level nyeri):
-
Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non
farmakologis (skala 5 = consistently demonstrated)
Intervensi:
Pain management (manajemen nyeri):
a. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, meliputi lokasi, karasteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-faktor yang dapat memicu nyeri.
Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi nyeri yang dialami klien meliputi lokasi,
karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri serta faktor-faktor yang dapat memicu
nyeri klien sehinggga dapat menentukan intervensi yang tepat.
b. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari ketidaknyamanan.
Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman klien secara non verbal maka dapat membantu
mengetahui tingkat dan perkembangan nyeri klien.
c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji pengalaman nyeri dan menyampaikan
penerimaan terhadap respon klien terhadap nyeri.
Rasional: membantu klien dalam menginterpretasikan nyerinya.
d. Kaji tanda-tanda vital klien.
Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate, dan denyut nadi umumnya menandakan
adanya peningkatan nyeri yang dirasakan.
e. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan
ketidaknyamanan klien.
f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non farmakologi, (mis: teknik terapi musik, distraksi,
guided imagery, masase dll).
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien, serta membantu klien untuk
mengontrol nyerinya.
g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
3) Nausea berhubungan dengan terapi penggunaan agen farmakologis yaitu cairan dialisat yang
bersifat asam ditandai dengan klien mengeluh merasa mual, klien mengatakan ingin muntah,
peningkatan sekresi saliva, nadi > 100 kali/menit
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x jam diharapkan terjadi penurunan derajat mual
dan muntah, dengan kriteria hasil:
a. Nausea and vomiting severity (keparahan mual muntah)
- Klien mengatakan tidak ada mual (skala 5 = none)
- Klien mengatakan tidak muntah (skala 5 = none)
- Tidak ada peningkatan sekresi saliva (skala 5 = none)
b. Appetite (nafsu makan)
Menunjukkan peningkatan nafsu makan, dengan kriteria hasil :
- Keinginan klien untuk makan meningkat (skala 5 = not compromised)
- Intake makanan adekuat (porsi makan yang disediakan habis) (skala 5 = not compromised)
- Intake cairan adekuat (skala 5 = not compromised)
Intervensi :
Nausea management (manajemen mual)
a.
b.
Rasional: Faktor-faktor seperti pemandangan dan bau yang tidak sedap saat makan dapat
meningkatkan perasaan mual pada klien.
e.
Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual (relaksasi, guide
imagery, distraksi).
Rasional: Teknik manajemen mual nonfarmakologi dapat membantu mengurangi mual secara
f.
g.
d.
e.
f.
g.
Post HD
1) PK : syok hipovolemia
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x... jam diharapkan perawat dapat meminimalkan
komplikasi syok hipovelemia dengan kriteria hasil:
a. Fluid balance
- Tekanan darah normal (120/80 mmHg) (skala 5=not compromised)
- Denyut nadi normal (60-100x/menit) (skala 5= not compromised)
- Tercapai keseimbangan intake dan output cairan (skala 5= not compromised)
- Turgor kulit elastis (skala 5= not compromised)
- Membran mukosa lembab (skala 5= not compromised)
- Hematokrit normal (skala 5= not compromised)
- Tidak ada hipotensi orthostatik (skala 5= none)
b. Cardiopulmonary status
- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5= no deviation from normal range)
- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5= no deviation from normal range)
- Respiratory rate normal (16-20x/mnt) (skala 5= no deviation from normal range)
- Kedalaman dari inspirasi normal (skala 5= no deviation from normal range)
- Haluaran urine seimbang dengan input (skala 5= no deviation from normal range)
- Tidak terjadi intoleransi aktivitas (skala 5= none)
- Tidak ada sianosis (skala 5= none)
Intervensi:
Shock Management:
a. Monitor tanda-tanda vital, tekanan darah ortostatik, status mental, urine output
Rasional: untuk mengevaluasi kondisi klien
b. Kolaborasi pemberian cairan IV kristaloid untuk mempertahankan tekanan darah
Rasional: memenuhi kebutuhan cairan klien sehingga tidak terjadi syok.
c. Pantau adanya takikardi, bradikardi, penurunan tekanan darah
Rasional: untuk mengevaluasi kondisi klien, syok dapat mengakibatkan perubahan nadi dan
tekanan darah
d. Monitor status cairan meliputi input dan output
Rasional: untuk mengetahui keseimbangan cairan klien
e. Lakukan pemasangan keteter urine
Rasional: untuk memantau output urine klien
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis akibat perubahan metabolisme ditandai
dengan klien mengeluh merasa nyeri pada otot, klien mengeluh nyeri terasa seperti kram otot,
klien tampak meringis kesakitan, klien tampak memegangi area nyeri, takikrdi, peningkatan TD
(> 120/80 mmHg), RR (> 20 kali/menit)
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama..x jam diharapkan nyeri dapat berkurang, dengan
kriteria hasil:
Pain level (level nyeri):
-
Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologis
(skala 5 = consistently demonstrated)
Intervensi:
Pain management (manajemen nyeri):
a. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, meliputi lokasi, karasteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-faktor yang dapat memicu nyeri.
Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi nyeri yang dialami klien meliputi lokasi,
karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri serta faktor-faktor yang dapat memicu
nyeri klien sehinggga dapat menentukan intervensi yang tepat.
b. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari ketidaknyamanan.
Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman klien secara non verbal maka dapat membantu
mengetahui tingkat dan perkembangan nyeri klien.
c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji pengalaman nyeri dan menyampaikan
penerimaan terhadap respon klien terhadap nyeri.
Rasional: membantu klien dalam menginterpretasikan nyerinya.
d. Kaji tanda-tanda vital klien.
Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate, dan denyut nadi umumnya menandakan
adanya peningkatan nyeri yang dirasakan.
e. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan
ketidaknyamanan klien.
f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non farmakologi, (mis: teknik terapi musik, distraksi,
guided imagery, masase dll).
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien, serta membantu klien untuk
mengontrol nyerinya.
g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien.
3) Nausea berhubungan dengan peningkatan asam lambung akibat perubahan metabolisme
ditandai dengan klien mengeluh merasa mual, klien mengatakan ingin muntah, peningkatan
sekresi saliva, nadi > 100 kali/menit
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x jam diharapkan terjadi penurunan derajat mual
dan muntah, dengan kriteria hasil:
c. Nausea and vomiting severity (keparahan mual muntah)
- Klien mengatakan tidak ada mual (skala 5 = none)
- Klien mengatakan tidak muntah (skala 5 = none)
- Tidak ada peningkatan sekresi saliva (skala 5 = none)
yang dirasakan.
g. Ajarkan untuk melakukan oral hygine untuk mendukung kenyaman dan mengurangi rasa mual.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan menimbulkan mual.
h. Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit.
Rasional: Pemberian makan secara sedikit demi sedikit baik untuk mengurangi rasa penuh dan
i.
enek di perut.
Pantau masukan nutrisi sesuai kebutuhan kalori.
Rasional: Kebutuhan kalori perlu dipertimbangkan untuk tetap mempertahankan asupan nutrisi
adekuat.
4) PK : pruritus
Setelah diberikan asuhan keerawatan selama ...x.... jam diharapkan perawat dapat meminimalkan
komplikasi pruritus dengan kriteria hasil:
- Klien mengatakan gatal berkurang
- Klien tidak menggaruk anggota tubuh yang gatal
- Klien dapat melakukan manajemen pruritus.
Intervensi:
Pruritus Management:
a. Kaji penyebab pruritus
Rasional: agar dapat menentukan penanganan yang tepat dalam mengatasi pruritus.
b. Lakukan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kerusakan kulit (seperli lesi, blister, abrasi,
dan ulkus)
Rasional: untk mengevaluasi adanya kerusakan kulit akibat garukan
c. Aplikasikan balutan pada tangan atau siku selama tidur untuk membatasi garukan yang tidak
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
terkentrol
Rasional: mencegah garukan tidak terkontrol sehingga mencegah kerusakan kulit
Gunakan lotion sesuai indikasi
Rasional: untuk melembabkan kulit sehingga mengurangi gatal
Kolaborasi pemberian antipruritus
Rasional: mengurangi gatal
Kolaborasi pemberian antihistamin
Rasional: mencegah pembentukan histamin sehingga dapat mengurangi gatal
Instruksikan pada klien untuk menghindari penggunaan sabun yang menggunakan parfum atau
minyak
Rasional: mencegah iritasi pada kulit
Instruksikan klien untuk menggunakan pakaian yang dapat menyerap keringat
Rasional: mengurangi gatal akibat keringat berlebih
Instruksikan pasien untuk mempertahankan kuku tetap pendek
Rasional: mencegah timbulnya luka dan infeksi akibat garukan
Instruksikan klien untuk mengurangi hal-hal yang dapat menyebabkan keringat berlebih.
Rasional: mengurangi gatal akibat keringat berlebih
Intruksikan klien agar tidak menggaruk bagian tubuh yang gatal, klien hanya boleh
menggunakan telapak tangan untuk menggosok secara halus area sekitar.
Rasional: mencegah timbulnya luka dan infeksi akibat garukan
2. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai intervensi
3. EVALUASI
Pre HD
Diagnosa Keperawatan
PK : Uremia
Ansietas
berhubungan
dengan
Evaluasi
Systemic toxin clearance:dyalisis
-
not compremised)
Kadar kreatinin serum dalam batas
compremised)
- Tidak ada mual (5 = none)
- Tidak ada muntah (5 = none)
- Tidak ada pruritus (5 = none)
- Tidak ada kelemahan (5 = none)
- Tidak ada edema (5 = none)
- Tidak ada kram otot (5 = none)
krisis Anxiety Level
Mengatakan
secara
verbal
tentang
tampak
gelisah
dan
ketakutan,
insomnia, takikardi
kecemasan (5 = none)
Mengatakan secara
ketakutan (5 = none)
Kepanikan (5 = none)
verbal
tentang
= Consistently demonstrated)
Mengontrol respon cemas
(5
Consistently demonstrated)
Intra HD
Diagnosa Keperawatan
Risiko perdarahan berhubungan dengan
efek
samping
pengobatan
yaitu
Evaluasi
Klien tidak mengalami perdarahan
gusi, ataupun pada organ tubuh
lainnya (5 = none)
Tidak terjadi penurunan
hemoglobin (5 = none)
Tidak terjadi penurunan hematocrit
(5 = none)
Tidak terjadi
penurunan
kadar
tekanan
darah (5 = none)
Nyeri akut berhubungan dengan agen Pain level (level nyeri):
injury biologis akibat penumpukan asam
(skala 5 = none)
-
area
nyeri,
Klien
tidak
merintih
ataupun
takikrdi,
(> 20 kali/menit)
Klien
tidak
tampak
berkeringat
(60-
menggunakan
teknik
Nausea
berhubungan
dengan
(skala 5 = none)
Klien mengatakan
(skala 5 = none)
Tidak ada peningkatan sekresi saliva
mengatakan
ingin
muntah,
tidak
muntah
(skala 5 = none)
Appetite (nafsu makan)
-
Keinginan
klien
meningkat
(skala
compromised)
Intake makanan
untuk
5
makan
=
adekuat
not
(porsi
infeksi
berhubungan
5 = not compromised)
Intake cairan adekuat (skala 5 = not
compromised)
dengan Infection Severity (Keparahan infeksi)
None)
Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 =
None)
Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)
Tidak ada pembengkakan (Skala 5 =
None)
resiko
Skala
penyebab
=
infeksi
Consistenly
demonstrated)
Klien mampu memonitor lingkungan
penyebab
infeksi
(Skala
Consistenly demonstrated)
Klien mampu memonitor tingkah
laku penyebab infeksi (Skala 5 =
Consistenly demonstrated)
Tidak terjadi paparan saat tindakan
keperawatan (Skala 5 = Consistenly
demonstrated)
Hemodialysis Access
-
compromised)
Warna kulit bagian distal (5 = not
compromised)
Warna kulit
ada (5 = none)
Hematoma pada area penusukan
pada
area
Post HD
Diagnosa Keperawatan
PK : syok hipovolemia
Evaluasi
Fluid balance
-
(skala
compromised)
Denyut
nadi
100x/menit)
5=not
normal
(skala
5=
compromised)
Tercapai keseimbangan
(60not
intake
akses
compromised)
Turgor kulit elastis (skala 5= not
compromised)
Membran mukosa lembab (skala
5= not compromised)
Hematokrit normal (skala 5= not
compromised)
Tidak ada hipotensi orthostatik
(skala 5= none)
Cardiopulmonary status
-
(skala 5= no
mmHg)
(skala
5=
no
normal range)
Haluaran urine seimbang dengan
input (skala 5= no deviation from
normal range)
Tidak terjadi intoleransi aktivitas
(skala 5= none)
Tidak ada sianosis (skala 5=
none)
Nyeri akut berhubungan dengan agen Pain level (level nyeri):
injury
biologis
akibat
perubahan
none)
(>
120/80
mmHg),
RR
(>
20
kali/menit)
menggunakan
manajemen
teknik
nyeri
farmakologis
non
(skala
consistently demonstrated)
-
Klien
dapat
menggunakan
Nausea
berhubungan
consistently
demonstrated)
dengan Nausea and vomiting
severity
metabolisme
ditandai
(skala 5 = none)
Klien mengatakan tidak muntah
(skala 5 = none)
Tidak ada peningkatan sekresi
mengatakan
ingin
muntah,
nadi >
100 kali/menit
(skala
not
compromised)
Intake makanan adekuat (porsi
makan yang disediakan habis)
PK : pruritus
not compromised)
Klien
mengatakan
berkurang
Klien tidak menggaruk anggota
gatal
melakukan
manajemen pruritus
DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningsih, N.D. 2009. Hemidialisis; Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Cet Ke-2. Jogyakarta: Mitra
Cendikia Press
Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan,
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009 - 2011. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Jakarta :EGC