Disusun oleh:
ELIZABETH SARAH APRIANI
220112190074
3. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik diantaranya disebabkan oleh kondisi klinis
dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal. Penyakit dari ginjal seperti
glumerulonefritis, infeksi kuman, batu ginjal. Sedangkan penyakit dari luar ginjal
seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi, ginjal polikistik,
dan infeksi di badan: tuberculosis, sifilis, malaria, hepatitis, obat-obatan, dan
kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti pada luka bakar (Husna, 2010).
Selain itu, penyebab CKD dapat pula karena gangguan jaringan ikat, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan nefropati
obstruktif (Hidayati, Sitorus, & Masfuri, 2013). Masing-masing etiologi
dijelaskan sebagai berikut:
a) Glumerulonefritis
Glumerulonefritis merupakan peradangan ginjal bilateral yang
biasanya timbul paska infeksi streptococus dengan tanda gejala proteinuria
dan atau hematuria. Glumerulonefritis terdapat dua jenis yaitu akut dan
kronis. Gangguan fisiologis pada glumerulonefritis akut yaitu eksresi air, Na
dan zat-zat nitrogen berkurang yang menyebabkan timbulnya edema dan
azotemia. Penyebab kerusakan ginjal pada glomerulonefritis diduga karena
kompleks antigen-antibodi dalam darah dan beredar ke glomerulus, kemudian
terjebak dalam membran basalis. Kemudian komplemen akan terfiksasi yang
menyebabkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear
dan trombosit. Respon imun yaitu fagositosis dan pelepasan enzim lisosom
yang merusak endotel dan membran basalis glomerulus sehingga terjadi
proliferasi sel endotel, Semakin tinggi tingkat kebocoran kapiler glomerulus
maka semakin banyak protein dan sel darah merah yang keluar bersama urin
Sedangkan pada glumerulonefritis kronik tanda dan gejala yang
timbul yaitu adanya kerusakan glumerulus secara progresif lambat, ginjal
tampak mengkerut, berat ±50 gram dengan permukaan bergranula akibat
jumlah nefron yang berkurang akibat iskemia, atrofi tubulus, fibrosis
interstisialis dan penebalan dinding arteri. Tanda gejala lain yang mungkin
timbul antara lain poliuria atau oliguria, proteinuria, hipertensi, azotemia
progresif dan kematian akibat uremia.
b) Penyakit Ginjal Kongenital dan Herditer
1) Penyakit Ginjal Polikistik
Ditandai dengan adanya kista multiple yang berisi cairan jernih atau
hemoragik, dapat terjadi secara bilateral dengan ekspansi lambat
sehingga mengganggu dan menghancurkan parenkin ginjal normal akibat
penekanan. Kista tersebut mudah terjadi komplikasi seperti infeksi
berulang, hematuria, poliuria dan mudah membesar.
2) Asidosis Tubulus Ginjal
Gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3- dalam
kemih walaupun GFR yang memadai tetap dipertahankan. Akibatnya
timbul asidosis metabolik (pH urin diatas 5,3 dan pH tubuh dibawah 5,3).
Konsentrasi osmotik urin dan konservasi K+ terganggu, sehingga
menimbulkan hipokalemia dan poliuri. Asidosis kronis menyebabkan
mobilisasi garam Ca2+ dari tulang dan hiperkalsiuria. Sehingga dapat
menyebabkan osteomalasia (dewasa) atau penyakit rakitis dan hambatan
pertumbuhan (anak-anak). Garam-garam Ca2+ dapat mengalami
pengendapan secara difus pada parenkim ginjal (nefrokalsinosis) atau
dalam sistem pengumpul, yang menyebabkan timbulnya batu.
Pengendapan CaHPO pada ginjal ditunjukkan dengan rendahnya
kadar sitrat urine (yang secara normal menghambat kristalisasi) dan
peningkatan pH urine. Akhirnya gagal ginjal dapat terjadi.
3) Hipertensi Esensial
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Sebaliknya GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme
retensi Na dan H2O, pengaruh vasopressor dari sistem renin angiotensin
dan defisiensi prostaglandin, keadaan ini merupakan salah satu penyebab
utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit putih. Dampak
hipertensi lama pada organ ginjal adalah terjadi arteriosklerosis ginjal
yang menyebabkan nefrosklerosis benigna.
Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia akibat penyempitan
lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteria dan arteriol
(aferen adalah yang paling sering terjadi) memicu kerusakan glomerulus,
sehingga seluruh nefron rusak. Pelepasan renin memicu peningkatan
tekanan darah sehingga perubahan lokal akan semakin meluas disertai
pembentukan trombus, perdarahan glomerulus, infark seluruh nefron, dan
kematian yang cepat dari semua sel ginjal.
4) Uropati Obstruktif
Obstruksi aliran urine yang terletak di sebelah proksimal vesika urinaria
dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal
dan ureter. Hal ini saja sudah cukup untuk mengakibatkan atrofi hebat
pada parenkim ginjal (hidronefrosis). Disamping itu, obstruksi yang
terjadi di bawah vesika urinaria sering disertai refluk vesikoureter dan
infeksi pada ginjal. Penyebab umum obstruksi ginjal adalah jaringan
parut ginjal atau uretra, batu, neoplasma, BPH, kelainan kongenital pada
leher vesika urinaria dan uretra serta penyempitan uretra.
5) ISK dan Pielonefritis
ISK dinyatakan bila terdapat bakeriuria yang bermakna (mikroorganisme
patogen 10/ml pada urine pancaran tengah yang dikumpulkan dengan
benar). ISK bagian atas adalah pielonefritis akut dan ISK bagian
bawah adalah uretritis, sistitis, dan prostatitis. Sistitis akut dan
pielonefritis akut jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif.
Pielonefritis kronik adalah cidera ginjal progresif yang menunjukkan
kelainan parenkimal pada pemeriksaan IVP, disebabkan oleh infeksi
berulang/infeksi menetap pada ginjal.
Diperkirakan kerusakan ginjal pada pielonefritis kronik/nefropati refluks
diakibatkan oleh refluks dari kandung kemih yang terinfeksi kedalam
ureter kemudian masuk kedalam parenkim ginjal. Menurut teori
hemodinamik intrarenal atau hipotesa hiperfiltrasi, infeksi awal
penyebab kerusakan nefron mengakibatkan kompensasi peningkatan
tekanan kapiler glomerulus dan hiperperfusi pada sisa nefron yang masih
relatif normal. Hipertensi intraglomerulus menjadi penyebab timbulnya
cedera pada glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis.
Pada pielonefritis kronik, organ yang diserang yaitu interstisial medula
sehingga mempengaruhi kemampuan ginjal untuk memekatkan urin
mengalami kemunduran pada awal perjalanan penyakit sebelum terjadi
kemunduran GFR yang progresif. Akibatnya, poliuri, nokturia, dan berat
jenis urin yang rendah menjadi gejala dini yang sering muncul.
Akibatnya pasien akan kehilangan banyak garam yang dikeluarkan
melalui urin. Pada pielonefritis kronik lanjut sering menimbulkan gejala
azotemia, meskipun perkembangan dari ISK menjadi gagal ginjal
biasanya bersifat progresif lambat. Mikroorganisme penyebab infeksi
antara lain: E.Coli, golongan proteus, klebsiella, enterobacter, dan
pseudomonas serta oranisme gram positif staphylococcuc saprophyticus.
6) Nefropati Diabetik
Glomerulosklerosis diabetik difusi adalah lesi yang paling sering terjadi,
terdiri dari penebalan difus matriks mesangial dengan bahan eosinofilik
disertai penebalan membran basalis kapiler. Kelainan non glomeroulus
pada nefropati diabetik adalah nefritis tubulointertitial kronik, nekrosis
papilaris, hialinosis arteri aferen dan eferen, serta iskemia.
7) Nefropati Toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, obat-obatan, dan bahan-bahan kimia
karena ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan
mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar. Selain itu,
interstisium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular dan ginjal
merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk sebagian besar obat, sehingga
insufisien ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan
konsentrasi dalam cairan tubulus sehingga meningkatkan kerja ginjal
yang dapat berujung pada kerusakan ginjal.
4. Faktor Risiko
Faktor risiko CKD menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative
Guidelines (2007) adalah sebgai berikut:
a. Faktor kerentanan
Usia lanjut, pendidikan dan pendapatan rendah, status ras atau etnik dan
riwayat keluarga yang menderita penyakit ginjal kronik
b. Faktor permulaan
Diabetes melitus, hipertensi, infeksi saluran kemih, dan batu saluran kemih.
Penyakit-penyakit inilah yang nantinya akan mengawali terjadinya penyakit
ginjal kronik
c. Faktor progresif
Merupakan faktor yang dapat memperparah kerusakan ginjal yang
dihubungkan dengan tingkat penurunan fungsi ginjal. Contohnya yaitu
hipertensi, perokok dan proteinuria
5. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis, yaitu:
7. Patofisiologi
8. Komplikasi
a) Anemia
Pada gagal ginjal kronik anemia diakibatkan oleh produksi eritropoietin yang
tidak adekuat oleh ginjal. Komplikasi ini dapat diobati dengan pemberian
eritropoietin melalui subkutan atau intravena. Hal tersebut dapat terjadi
apabila kadar Fe, asam folat dan vitamin B12 dalam tubuh pasien adekuat dan
tubuh pasien dalam keadaan baik.
b) Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder (CKD-MBD)
Terjadi perubahan pada mekanisme kontrol kalsium dan hemostasis fosfat
dapat muncul pada awal perjalanan penyakit gagal ginjal dan berlanjut seiring
menurunnya fungsi ginjal. Perubahan tersebut berupa abnormalitas
metabolisme kalsium, fosfat, hormon paratiroid dan vitamin D bersama
dengan mineralisasi, kalsifikasi jaringan dan pembuluh darah. Menurut
penelitian Stompor, Zablocki dan Lesiow (2013) menemukan bahwa pasien
gagal ginjal mengalami hipokalsemia, peningkatan serum fosfat,
hiperparatiroid dan penurunan dihydroxyvitamin D yang menyebabkan
terjadinya CKD-MBD. Klasifikasi CKD-MBD meliputi dynamic bone
disease, osteofibrosa cystis, osteomalasia dan osteodistrofi.
c) Asidosis Metabolik
Pada pasien CKD, asidosis metabolik dapat menyebabkan resistensi insulin,
pembuangan energi dari protein dan mempercepat perkembangan gagal
ginjal. Asidosis metabolik dapat terjadi akibat berkurangnya massa ginjal dan
adanya kerusakan ekskresi asam oleh ginjal.
d) Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi menjadi komplikasi yang paling sering terjadi. Hipertensi pada
CKD disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Hal ini
biasanya juga menyebabkan pasien mengalami oedem dan pasien juga dapat
mengalami ritme jantung tripel. Selain itu, gangguan kardiovaskuler lain yang
dpat terjadi yaitu hipertensi renal, chronic heart failure, kardiomegali.
e) Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal pada umumnya menyebabkn retensi Na+ dan air.
Beberapa pasien masih dapat mempertahankan proses filtrasi di ginjal, namun
fungsi tubulus hilang sehingga tubuh mengekskresikan urin yang sangat encer
sehingga menyebabkan dehidrasi
f) Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi Keluhan ini
sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat
disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi
dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit
kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan
timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia
dapat menyebabkan pucat.
g) Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi
pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala
mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis
serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan.
Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan
dengan bau napas yang menyerupai urin.
h) Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering
terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus
hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam
menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot
pada orang dewasa.
i) Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor,
dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada
uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid
hormone, PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi
dalam menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur
seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat
juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat.
Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat
peningkatan risiko bunuh diri.
j) Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat
mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
k) Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani
dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin
akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di
sepanjang membran peritoneal
.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Kadar Ureum
Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus.
Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progresivitas
penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisis. Peningkatan ureum dalam
darah disebut azotemia. Kondisi gagal ginjal yang ditandai dengan kadar
ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah uremia. Keadaan ini dapat
berbahaya dan memerlukan hemodialisis atau tranplantasi ginjal. Ureum
dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum, ataupun urin. Jika bahan
plasma harus menghindari penggunaan antikoagulan natrium citratendan
natrium fluoride, hal ini disebabkan karena citrate dan fluoride menghambat
urease.
Spesimen Nilai Rujukan
Plasma atau Serum 6-20 mg/dL (2,1-7,1 mmol urea/hari
Urin 24 jam 12-20 g/hari (0,43-0,71 mmol urea/hari)
9. Penatalaksanaan
Menurut Husna (2010) menjelaskan bahwa penatalaksanaan CKD adalah
sebagai berikut:
a. Terapi konservatif
1) Peranan diet
Pasien CKD membutuhkan diet nutrisi rendah protein. Karena asupan
protein yang dibatasi dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
azotemia, tetapi dalam jangka lama dapat mengganggu keseimbangan
negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori pda pasien CKD harus adekuat dengan tujuan
utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 liter per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simptomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH < 7,35 atau serum bikarbonat < 20 mEq/l.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik
4) Kelainan kulit
Biasanya timbul gatal-gatal. Tindakan yang diberikan harus tergantung
dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan antihipertensi
7) Kelainan sistem kardiovaskular
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal pada pasien dengan diagnosa gagal ginjal kronik yaitu
dengan nilai GFR <15 dapat menggunakan dua pilihan yaitu dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis yang dilakukan dapat berupa dialisis peritoneal atau
hemodialisa merupakan dializer.
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal
kronik menurut Doenges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai
macam, meliputi :
1) Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal
ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih
banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
2) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
4) Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi
kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen,
kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan
darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan
dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhatihati/distraksi, gelisah,
penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada
telapak kaki, kelemahan khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer),
gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian,
kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
5) Pengkajian Fisik
1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
- Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
- Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
- Hidung : pernapasan cuping hidung
- Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,
muntah serta cegukan, peradangan gusi.
- Leher : pembesaran vena leher.
6) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner,
friction rub pericardial.
7) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
8) Genital : atropi testikuler, amenore.
9) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
10) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat
atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar
(purpura), edema.
6) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000)
adalah :
1) Urine
- Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada (anuria).
- Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
- Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
- Klirens kreatinin, mungkin menurun
- Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
- Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
- Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
- Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
- Analisa gas darah, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi
hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein,
bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
- Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
- Magnesium fosfat meningkat
- Kalsium menurun
- Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
- Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
- Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).
- Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
- Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
- Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas
- Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
- Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
- Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
- Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
- Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
- CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor).
- Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur
ginjal, luasnya lesi invasif ginjal
B. HEMODIALISA
1. Definisi Hemodialisa
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron
sehingga dapat mengeluarkan produk sisametabolisme dan mengoreksi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal
(Ignatavicius & Workman, 2009, dalam Mailani, 2015). Hemodialisis (HD)
adalah terapi yang paling sering dilakukan oleh pasien penyakit ginjal kronik
diseluruh dunia (Son,et al, 2009 dalam Maliani, 2012). Hemodialisis yang
dilakukan oleh pasien dapat mempertahankan kelangsungan hidup sekaligus
akan merubah pola hidup pasien. Perubahan ini mencakup diet pasien, tidur dan
istirahat, penggunaan obat-obatan, dan aktivitas sehari- hari (Schatell &Witten,
2012, dalam Maliani, 2015). Terapi ini menggantikan fungsi detoksifikasi ginjal
dengan tetap menjaga keseimbangan elektrolit dan asam basa.
Frekuensi pasien melakukan hemodialisis bervariasi, dan berkisar 2-3
kali dalam seminggu dengan lamanya mesin hemodialisis berjalan antara 4-6
jam, tergantung dari jenis sistem dialiser atau ginjal buatan yang digunakan dan
keadaan pasien. Untuk mendapatkan hasil hemodialisa yang adekuat idealnya
hemodialisa dilakukan tiga kali seminggu dengan durasi 4-5 jam atau paling
sedikit 10-12 jam seminggu. Hemodialisa di Indonesia biasa dilakukan dua kali
seminggu dengan lama 5 jam, ada juga yang dilakukan tiga kali dalam seminggu
dengan durasi 4 jam.
2. Tujuan Hemodialisa
Hemodialisa mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Membuang sisa metabolisme berupa ureum, kreatinin dan asam urat dalam
rangka menggantikan fungsi ekskresi ginjal.
b. Membuang cairan tubuh yang seharusnya keluar sebagai urin
c. Mempertahankan sistem buffer tubuh
d. Mengembalikan kadar elektrolit tubuh
e. Memperbaiki serta meningkatkan status kesehatan pasien
f. Memperpanjang kelangsungan hidup serta meningkatkan kualitas hidup
pasien terutama pada penderita gagal ginjal terminal
g. Menghilangkan kegawatan pada pasien akibat CKD
3. Komponen Hemodialisa
Komponen penyususn rangkaian proses hemodialisa terbagi menjadi 4, yaitu;
a. Dialiser
Dialiser adalah komponen yang penting dalam hemodialisa. Darah
dari akan mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser yang
merupakan tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa, kemudin cairan
mengalami ultrafiltrasi dengan menggunakan tekanan hidrostatik pada
kompartemen dialisat yang menyebabkan cairan bergerak melewati
membran. Dialiser atau ginjal buatan terdiri dari bagian-bagian darah dan
bagian dialisat dipisahkan oleh membran semipermeabel yang
memungkinkan difusi dari zat-zat terlarut dan difiltrasi oleh air. Protein dan
bakteri tidak dapat melalui membran semipermeabel tersebut.
Dialiser ada dua jenis, yaitu yang memiliki high efficiency dan high
flux. Dialiser yang mempunyai luas permukaan membran yang besar disebut
dialiser high efficiency. Sedangkan dialiser yang mempunyi pori-pori besar
yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar dan memiliki
permeabilitas yang tinggi terhadap air disebut dialiser high flux. Setiap
dialiser standar mempunyai kemampuan pembersihan ureum <200ml/menit,
kecepatn darah yang dipakai 250ml/menit, low-flux dengan koeffisein
ultrafiltrasi <15ml/mmHg/jam.
Terdapat 3 tipe dialiser yang siap pakai, steril dan bersifat disposible
yaitu bentuk hollow-fiber (capillary) dializer, parralel flat dializer dan coil
dializer. Setiap dialiser mempunyai karakteristik sendiri dalam menjamin
efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan pasien. Yang banyak
digunakan yaitu tipe hollow-fiber dengan membran selulosa.
b. Dialisat
Dialisat merupakan cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama
dari serum normal yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien.
Dialisat merupakan larutan elektrolit yang komposisinya sama dengan
plasma normal. Dialisat terdiri dari dilisat setat dan dialisat bikarbonat.
Dialisat asetat terdiri dari Na, Ca, Mg, K, Cl dan sejumlah kecil asam asetat.
Dialisat ini dipakai untuk mengoreksi asidosis uremia dan menyeimbangkan
kehilangan bikarbonat secar difusi selama hemodialisis. Dialisat bikarbonat
terdiri dari larutan asam dan larutan bikarbonat. Konsentrasi bikarbonat
yang tinggi dapat menyebabkan hipoksemia dan alkalosis metabolik. Tetapi
dialisat bikarbonat bersift lebih fisiologis walalupun relatif tidak stabil.
Dialisat bikrbonat direkomendasikan untuk semua unit dialisis dalam
memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pada gagal ginjal. Dialisat
dibuat dengan mencampur konsentrat elektrolit dengan buffer (bikarbonat)
dan air murni.
c. Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisa memiliki fungsi mengatur dan memonitor
sekaligus mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dn mengembalikan
kembali ke dalam tubuh. Mesin hemodilisa saat ini merupkan perpaduan
dari komputer dan juga mesin pompa. Pada mesin juga tertera parameter-
parameter kritis seperti kecepatan dialisat dan darah, konduktivitas cairan
dialisat, temperatur, Ph, aliran darah, tekanan darah dan informasi jumlah
cairan yang dikeluarkan. Mesin ini juga mengatur ultrafiltrasi melalui
volume kontrol, mengatur ciran yang masuk ke dialiser dan memonitor
kebocoran udra atau darah serta dilengkapi detektor udara ultrasonic untuk
mendeteksi adanya udara atau busa dalam vena. Saat mesin mendetekdi
adanya ketidaknormalan pada mesin baik sebelum maupun saat dilakukan
hemodialisa maka mesin akan berbunyi. Ketika proses hemodialisa selesai
maka mesin juga akan berbunyi namun dengan suara yang berbeda.
d. Akses Vaskuler
Akses vaskuler pada proses hemodialisa diperlukan sebagai akses
masuk atau keluarnya darah menuju dialiser maupun kembalinya darah dari
mesin hemodialisa ke tubuh pasien. Terdapat 3 akses vaskuler yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter atau
perkutan akses. AV fistula merupakan akses vaskuler yang paling
disarankan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien.
Akses vaskular yang baik dapat mengalirkan darah sebanyak 200-
250ml/menit. Kepatenan akses vaskuler mempengaruhi kelancaran aliran
darah.
4. Indikasi Hemodialisa
Secara umum, hemodialisa dilakukan pada pasien dengan indikasi uremia
dengan perikarditis, encephalopati uremikum, oedema paru yang refrakter
terhadap diuretik, perdarahan uremik, pasien selalu anoreksia, nausea atau
vomiting.Hasil lab yang mengindikasikan pasien dilakukan tindakan
hemodialisa yaitu nilai BUN 100mg/Dl dan kreatinin 10mg/Dl, kreatinin
clearence 5-7ml/mm, hiperkalemia dan asidosis. Selain itu, indikasi hemodialisa
dibedakan menjadi:
a. Hemodialisis Emergency
Dilakukan pada kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat,
overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi
urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan
EKG, biasanya K >6,5 mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat
<12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL), ensefalopati uremikum,
neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat
(Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol, obat-
obatan) yang bisa melewati membran dialysis.
b. Hemodialisis Kronik
Hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan seumur hidup penderita
dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai jika GFR <15
ml/mnt, keadaan pasien yang mempu nyai GFR <15 ml/mnt tidak
selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai
salah satu dari :
- GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis
- Gejala uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah
- Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot
- Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan
- Komplikasi metabolik yang refrakter (Daugirdas & Greene, 2005).
5. Kontraindikasi Hemodialisa
Kontraindikasi dari terapi hemodialisis, antara lain :
a. Akses vaskular yang sulit
b. Hemodinamik dan koagulasi yang tidak stabiL
c. Penyakit alzheimer
d. Demensia multi infark
e. Sindrom hepatorenal
f. Sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003)
6. Proses Hemodialisa
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam
dialiser.yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi kemudian darah dialirkan
kembali ke dalam tubuh pasien. Proses terjadinya difusi dipengaruhi oleh suhu,
viskositas, dan ukuran dari molekul. Saat darah dipompa melalui dialyser, maka
membran akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga tekanan di ruangan
yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan
cairan dan larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang
bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah (tekanan
hidrostatik). Karena adanya tekanan hidrostatik tersebut, maka cairan dapat
bergerak menuju membran semi permeable. Proses ini diebut dengan
ultrafiltrasi.
Setelah melalui proses difusi dan ultrafiltrasi maka produk sisa dari darah
pasien seperti urea, kreatinin, fosfat, kalium dan lainnya termasuk kelebihan air
dan garam kecuali protein dan sel-sel darah masuk ke dalam cairan hemodialisa
yang mengalir berlawanan dari aliran darah pasien. Sementara air yang
berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Besar pori
yang terdapat pada selaput membran semipermeabel menentukan besar molekul
zat terlarut yang dapat berpindah. Keceptn perpindahan zat terlarut semakin
tinggi jika perbedaan konsentrsi di kedua kompartemen makin besar, terjadi
perbedaan tekanan hidrostatik di kompartemen darah dan bila tekanan osmotik
kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya
berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama
dikedua kompartemen.
Darah yang telah melalui proses hemodialisa akan dikemblikan ke tubuh
pasien melalui akses vena. Pada akhir proses hemodialisa, sisa akhir
metabolisme telah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan, gejala
penyakit diminimalkan. Segera setelah dialisis dilakukan, berat badan pasien
ditimbang, dilakukan pemeriksaan tanda vital untuk mengevaluasi secara umum
proses hemodialisa yang telah dilakukan.
7. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Sedangkan komplikasi akut yang
sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis berupa hipotensi, kram
otot, mengeluh mual muntah, perdarahan, gatal, aritmia, nyeri dada, dan
disequillbrium dialisis, serta sakit kepala, gelisah, tingkat kesadaran menurun
dan kejang dapat terjadi pada gagal ginjal akut atau ketika kadar nitrogen urea
darah sangat tinggi (lebih dari 150mg/dL). Selain itu, memiliki masalah pada
tidur, anemia, penyakit tulang, pericarditis (inflamasi pada membran yang
mengililingi jantung), hiperkalemia (tingginya tingkat kalium), akses terjadinya
komplikasi cukup besar, amyloidosis, dan masalah psikologis seperti depresi
(Husna, 2010).
A. PENGKAJIAN UMUM
I. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. E
Umur : 61 tahun
Tanggal Lahir : 9 November 1958
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan terakhir : SD (tidak tamat)
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Bayongbong
Diagnosa Medis : CKD
Tanggal Pengkajian : 23 November 2019
HbsAg : Negatif
Anti HCV : Negatif
2. Identits Penanggung Jawab
Nama : Tn. Y
Umur : 64 tahun
Pekerjaan : Pedagang hasil bumi
Hubungan dengan klien : Suami
Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi - 2x sehari - 2-3x sehari
- Jenis - Nasi lauk pauk, jarang - Nasi, lauk dan buah
makan sayur dan buah- sesuai dengan njurn
buahan, klien sering program diet
makan-makanan yang
pedas dan asam
- Porsi - 1 porsi - 1 porsi
- Pantangan - Tidak ada - Diet rendah lemah, diet
rendah protein, diet
1.
rendah kalium
- Keluhan - Tidak ada keluhan - Klien mengatakan
kadang-kadang
melanggar anjuran diet
b. Minum
- Frekuensi - 3-5 gelas (1500cc) - 1 botol air mineral
600cc
- Jenis - Air putih, minuman teh - Air putih
manis dalam kemasan
- Pantangan
- Tidak ada - Tidak ada
- Keluhan
- Tidak ada - Tidak ada
Eliminasi
a. BAK
2. - Frekuensi - 6-8x - 2-4x/hari
- Warna - Kuning jernih - Kuning pekat
- Keluhan - Tidak ada - BAK sedikit-sedikit
b. BAB
- Frekuensi - 1x/hari - 1x/hari
- Konsistensi/Warna - Lembek/coklat - Lembek/Kuning
- Keluhan - Tidak ada - Tidak ada
3. Istirahat/Tidur
a. Kebiasaan dan waktu - Pasien biasa tidur pukul - Pasien tidak bisa tidur
tidur 21.00 – 03.00 dan setiap semalam
terkadang pasien sebelum dilakukan
terbangun di malam hari hemodialisa
b. Kualitas - Nyenyak - Nenyak
c. Keluhan - Tidak ada
4. Mobilisasi - Pasien dapat melakukan - Pasien melakukan
mobilisasi dan aktivitas mobilisasi dan aktivitas
secara mandiri secara mandiri
5. Kebersihan Diri
a. Mandi - 2x sehari - 1-2x/hari menggunakan
air hangat
b. Gosok gigi - 2x sehari - 2x/hari
c. Gunting kuku - Ketika kuku panjang - Ketika kuku panjang
d. Keramas - 2-3 hari sekali - 2-3 hari sekali
h. Sistem Neurologi
Nervous Hasil Pemeriksaan
NI Klien mampu mengenali bau yang diberikan oleh
perawat
N II Klien mampu menyebutkan angka yang ditunjukkan
oleh perawat dengan benar.
N III Klien mampu menggerakan bola mata, mengikuti
telunjuk yang diarahkan perawat
N IV Klien hanya mampu menggerakan bola mata ke arah
temporal.
NV Wajah klien mampu merasakan sensasi dan
berbicara tidak ada gangguan
N VI Klien mampu menggerakan bola mata, mengikuti
telunjuk yang diarahkan perawat.
N VII Klien mampu menunjukkan ekspresi wajah yang
normal dan maksimal.
N VIII Klien mampu mendengar apa yang disampaikan
perawat tanpa adanya pengulangan
N IX Lidah klien masih dapat membedakan rasa
makanan.
NX Klien manpu menelan
N XI Pergerakan leher klien tidak ada gangguan
N XII Klien mampu membuka mulut dan menjulurkan lidah.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. A Ruangan : Hemodialisa
No Medrek : 000xxx Nama Mahasiswa : Elizabeth Sarah Apriani
No Perencanaan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan asuhan Pre HD
keperawatan selama 1 x 4,5 jam, 1. Kaji keluhan klien - Mengetahui keadaan umum klien
kelebihan volume cairan dapat 2. Kaji adanya tanda-tanda kelebihan - Adanya tanda-tanda tersebut
teratasi dengan kriteria hasil volume cairan seperti: adanya menunjukkan indikasi terjadinya
sebagai berikut: edema, ascites, peningkatan berat kelebihan volume cairan pada klien
Sesak berkurang badan, distensi vena jugularis dengan gagal ginjal
Berat badan kering klien 3. Observasi tanda-tanda vital klien - Adanya kenaikan tekanan darah
tercapai setiap 1 jam sekali (TD, HR, RR) menunjukkan indikasi terjadinya
Edema berkurang kelebihan volume cairan
4. Atur posisi klien senyaman mungkin - Posisi semi fowler (30o-45o) dapat
(30o-45o) memaksimalkan fungsi paru.
5. Timbang BB pre HD - BB dapat digunakan sebagai indikator
kelebihan volume cairan dan untuk
mengetahui cairan yang dieliminasi
dari tubuh
6. Pantau respon klien selama - Mencegah terjadinya penurunan pada
hemodialisa kondisi klien ketika mesin mengalami
hambatan atau gangguan
7. Kolaborasi pemberian hemodialisa - Hemodialisa dilakukan untuk
membuang sampah-sampah nitrogen
yang tidak dapat dikeluarkan melalui
urin serta menarik cairan berlebih
pada tubuh (edema, ascites, dll)
Jam 12.12
Tekanan darah : 120/90 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 22 x/menit
23/11/2019 12.14 Kelebihan - Melakukan perawatan dan 1. Klien tampak meringis ketika dilakukan Elizabeth
volume penggantian di area luka pencabutan jarum pada area femoralis untuk area
cairan penusukan (femoralis) HD, lalu luka ditutup menggunakan kassa dan
hipafix. Klien mengatakan merasa lebih nyaman
setelah area penusukan untuk HD ditutup.
- Melakukan pengecekan BB Post 2. BB : 52 Kg, BB kering klien tercapai
12.18
HD
17.20 - Melakukan observasi tanda- 3. Tekanan darah : 190/100 mmHg
tanda vital post HD klien (TD, HR : 96x/menit
HR, RR) RR : 24x/menit
- Melakukan observasi adanya 4. Klien mengatakan kepalanya terasa pusing, klien
12.20 keluhan ataupun efek samping mengatakan selalu mengalami ini setalah
dari proses hemodialisa dilakukan proses hemodialisa.
I. CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP)
No
Tgl/jam SOAP Paraf
dx
1 23/11/19 S : Elizabeth
12.25 - Klien mengatakan badannya terasa lebih
ringan dan enak
- Klien mengatakan edema berkurang
O:
- Pasien tampak lemas
- Edema di kedua kaki dan area sekitar
wajah berkurang
- TD : 120/90 mmHg
- HR : 88 x/menit
- RR : 22 x/menit
- BB menurun 1Kg menjadi 52 Kg
A : Masalah kelebihan volume cairan teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Lakukan Hemodialisa kembali pada
hari/tanggal : Rabu/27/11/2019
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 12. Jakarta: EGC.
Barret Kim E, et al. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Medical.
Hidayati, S., Sitorus, R., & Masfuri. (2013). Efektifitas Konseling Analisis
Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah. 1-8.
Lobo, I. K., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran kadar ureum pada
pasien penyakit gagal ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnl e-
Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-
Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.
Stompor, T., Zablocki, M., & Lesiow, M. (2013). Osteopororsis in mineral and
bone disorder of chronic kidney disease. Polskie Archiwun Medycyny
Wewnetrznej, Vol. 123, 314-320.
Suryawan, D., Arjani, I., & Sudarmanto, I. (2016). Gambaran Kadar Ureum dan
Kreatinin Serum Pad Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi
Hemodialisisdi RSUD Sanjinawi Gianyar. Meditory Vol. 4, No. 2,
Desember, 145-153.