Anda di halaman 1dari 53

RESUME KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN NY.E DENGAN CHRONIC


KIDNEY DISEASE STAGE V DI RUANG HEMODIALISA
RSU DR. SLAMET GARUT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan


Medikal Bedah

Disusun oleh:
ELIZABETH SARAH APRIANI
220112190074

PROGRAM PROFESI NERS XXXVIII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
RESUME MATERI

GAGAL GINJAL KRONIK DAN HEMODIALISA

A. GAGAL GINJAL KRONIK


1. Anatomi Fisiologi Ginjal
1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang berbentuk seperti
kacang yang terletk di kedua sisi kolumna vertebralis (Price & Wilson, 2005).
Letak ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya lobus hepatis
dekstra yang menekan ginjal (Verdiansah, 2016). Berat ginjal manusia masing-
masing ±150 gram dengan panjang ginjal pada orang dewasa sekitar 12-13cm.
Jika terdapat perbedaan panjang dari kedua ginjal lebih dari 1.5cm atau terdapat
perubahan bentuk maka hal tersebut mengindikasikan manifestasi penyakit ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa.
Korteks renalis terdapat di bagian luar yang berwarna cokelat gelap dan medula
renalis di bagian dalam berwarna cokelat lebih terang. Bagian medula berbentuk
kerucut disebut pelvis renalis, yang akan terhubung dengan ureter sehingga urin
yang terbentuk dapat lewat menuju vesika urinaria (Verdiansah, 2016). Pada
medula terdapat sekumpulan baji segitiga yang disebut piramid yang diselingi
oleh korteks yang disebut kolumna Bertini. Piramid tersebut tersusun dari
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila (apeks) dari setiap
piramid membentuk duktus papilaris Bellini dan setiap duktus papilaris masuk
kedalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal yang berbentuk seperti cawan yang
disebut kaliks mayor yang bercabang menjadi beberapa kaliks minor sehingga
membentuk pelvis ginjal.
Terdapat beberapa struktur yang masuk atau keluar ginjal melalui hilus
yaitu arteri dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Arteri dan vena
renalis berfungsi untuk memperdarahi ginjal. Darah yang memperdarahi ginjal
setiap menitnya mencapai 1.200cc. Sifat khusus aliran darah ginjal yaitu
autoregulasi. Selain itu, saraf-saraf yang terdapat pada ginjal dapat menyebabkan
vasokonstriksi dalam keadaan darurat dan mengalihkan darah dari ginjal ke
jantung, otak atau otot rangka dengan mengorbankan ginjal.
Struktur mikroskopik ginjal yaitu nefron. Nefron merupakan unit kerja
fungsional ginjal. Setiap ginjal memiliki sekitar 1 juta nefron. Setiap nefron terdiri
dari kapsula Bowman, glomerulus, tubulus proksimal, ansa Henle , tubulus distal
dan tubulus kolektivus. Glomerulus merupakan unit kapiler yang disusun dari
tubulus membentuk kapsula Bowman.Setiap glomerulus mempunyai pembuluh
darah arteriola aferen yang membawa darah masuk glomerulus dan pembuluh
darah arteriola eferen yang membawa darah keluar glomerulus. Pembuluh darah
arteriola eferen bercabang menjadi kapiler peritubulus yang memperdarahi
tubulus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler, yaitu
arteriola yang membawa darah dari dan menuju glomerulus, serta kapiler
peritubulus yang memperdarahi jaringan ginjal (Verdiansah, 2016).
Terdapat dua tipe nefron pada ginjal yaitu; nefron korteks dengan ansa
Henle yang pendek, yng hanya mampu mereabsorpsi secara isoosmotik dan
nefron jukstamedularis dengan ansa Henle yang panjang (yang masuk ke dalam
medula) yang bertanggung jawab terhadap multipliksi aliran balik dan
pembentukan urin pekat (Price & Wilson, 2005)
1.2 Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal yaitu mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,
dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan
non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai urine. Fungsi ginjal
kedua yaitu mengeluarkan produk sisa metabolisme (ureum, kreatinin dan asam
urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga
mensekresi renin (berperan penting dalam pengaturan tekanan darah), kalsitonin
yaitu bentuk aktif vitamin D (berfungsi mengatur kalsium), serta eritropoietin
(penting dalam sintesis eritrosit) (Price & Wilson, 2005). Fungsi-fungsi tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
a) Fungsi Pengaturan Keseimbangan Cairan Tubuh
Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air tubuh diregulasi oleh
ADH (Anti-diuretik Hormon). ADH akan bereaksi pada perubahan
osmolalitas dan volume cairan intravaskuler. Peningkatan osmolalitas plasma
atau penurunan volume cairan intravaskuler menstimulasi sekresi ADH oleh
hipotalamus posterior, selanjutnya ADH akan meningkatkan permeabilitas
tubulus kontortus distalis dan duktus kolektivus, sehingga reabsorpsi
meningkat dan urin menjadi lebih pekat. Pada keadaan haus, ADH akan
disekresikan untuk meningkatkan reabsorpsi air. Pada keadaan dehidrasi,
tubulus ginjal akan memaksimalkan reabsorpsi air sehingga dihasilkan sedikit
urin dan sangat pekat dengan osmolalitas mencapai 1200 mOsmol/L. Pada
keadaan cairan berlebihan akan dihasilkan banyak urin dan encer dengan
osmolalitas menurun sampai dengan 50 mOsmol/L.
b) Fungsi Filtrasi dan Reabsorpsi
Ginjal melaksanakan fungsi utamanya dengan proses ultrafiltrasi
glomerulus, reabsorpsi selektif dan sekresi air serta zat-zat yang disaring
sepanjang tubulus dan mengeksresikan kelebihannya dalam urine. Pada
proses ultrafiltrasi glomerulus ukuran molekular, jumlah ion dan jumlah
protein negatif menjadi penentu lintasan filtrasi di glomerulus. Hal tersebut
menyebabkan sebagian besar protein, sel-sel darah, albumin dan protein
negatif lainnya akan tertahan. Setiap hari ginjal memproduksi sisa
metabolisme tubuh bersifat asam seperti asam karbonat, asam laktat, keton,
dan lainnya harus diekskresikan. Hal tersebut merupakan mekanisme ginjal
dalam mengatur keseimbangan asam basa melalui pengaturan ion bikarbonat,
dan pembuangan sisa metabolisme yang bersifat asam.
c) Fungsi Pengaturan Tekanan Darah
Menurut Barret et al (2012) ginjal meregulasi tekanan darah melalui
keseimbangan Na+ dan air. Melalui peran makula densa dan juxtaglomerular,
penurunn konsentrasi natrium di duktus kolektivus dan penurunn tekanan
drah akan merangsang terbentuknya renin. Renin merupakan suatu protease
yang dibentuk di sel juxtaglomerular yang bekerja memecah angiotensin
dalam sirkulasi menjadi angiotensin I yang kemudian dirubah oleh ACE
(angiotensin cenverting enzyme) menjadi angiotensin II. Angiotensin II
merupakan vasokonstriktor kuat yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol
dan bekerja pada korteks adrenal meningkatkan produksi aldosterone.
Aldosterone menyebabkan retensi natrium dan air sehingga menyebabkan
peningkatan cairan intravaskular.
Ginjal mengendalikan tekanan darah dengan cara: 1) Jika tekanan
darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang
akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan
darah ke normal; 2) Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi
pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan
darah kembali normal; dan 3) Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah
dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan
hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon
aldosteron (Lobo, Rambert, & Wowor, 2016).
d) Fungsi dalam Metabolisme Kalsium
Barret et al (2012) menjelaskan bahwa ginjal berperan penting dalam
menjaga keseimbangan Ca2+ dan fosfat. Ginjal merupakan tempat 1a-
hidroksilasi atau 24-hidroksilasi dari 25-hidroksikol-kalsiferol, metabolit D3
oleh liver. Hasil dari hidroksilasi yaitu kalsitriol (1,25-dihidroksi vitamin D),
bentuk aktif dari vitamin D, dimana meningkatkan absorpsi Ca2+ dari saluran
cerna. Selain itu, ginjal merupakan site of action dari hormon paratiroid
(PTH), dimana menyebabkan retensi Ca2+ dan pengeluaran fosfat ke urin.
e) Fungsi dalam Eritropoietis
Ginjal berperan dalam memproduksi hormon eritropoietin yang
menstimulasi produksi sel darah di sumsum tulang dan pematangan sel darah
merah. Produksi eritropoietin dipicu oleh level oksigenasi darah yang
dimonitor oleh ginjal.

Price dan Wilson (2005) mengungkapkan secara singkat fungsi utama


ginjal dibedakan menjadi dua yaitu fungsi ekskresi dan fungsi nonekskresi. Fungsi
eksresi ginjal dicapai dengan cara:
1. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air
2. Mmepertahankan volume cairan ekstrasel dan tekanan darah dengan
mengubah-ubah ekskresi Na+
3. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit dalam
rentang normal
4. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO3-
5. Mengekskresikan produk akhir nitrogen (Non-Protein Nitrogen Compound)
dari sisa metabolisme protein, asam nukleat dan asam amino. Tiga zat hasil
ekskresinya yaitu urea, kreatinin, dan asam urat.
6. Sebagai ekskretori untuk sebagian besar obat
Sedangkan fungsi nonekskresi ginjal yaitu mensintesis dan mengaktifkan
hormon:
1. Renin, yang berperan dalam pengaturan tekanan darah
2. Eritropoietin, berperan dalam merangsng produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang
3. 1,25-dihiroksivitamin D3: hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk
paling kuat
4. Prostaglandin, sebagai vasodilator, bekerja secara lokal, dan melindungi dari
kerusakan iskemik ginjal
5. Degradasi hormon polipeptida
6. Insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan
hormon gastrointestinal (gastrin, polipeptida intestinal vasoaktif).
Selain fungsi-fungsi ginjal diatas, ginjal juga berperan dalam proses
pembentukan urine dalam rangka mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang
dewasa sehat, ±1200 ml darah, atau 25% cardiac output mengalir ke kedua ginjal.
Pada keadaan tertentu aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% dan
menurun hingga 12% dari cardiac output. Kapiler glomeruli memiliki dinding
dengan bentuk berlubang-lubang, yang memungkinkan terjadinya filtrasi cairan
dalam jumlah besar (± 180 L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektroloit,
dan sisa metabolisme tubuh, di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari
darah, sedangkan molekul berukuran lebih besar (protein dan sel darah merah)
tetap tertahan di dalam darah. Oleh karena itu komposisi cairan filtrat yang berada
di kapsul Bowman, mirip dengan yang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini
tidak mengandung protein dan sel darah.
Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular filtration (GFR). Selanjutnya,
cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan mengalami sekresi di
tubulus ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang akan disalurkan melalui
duktus kolegentes. Cairan urine tersbut disalurkan ke dalam sistem kalises hingga
pelvis ginjal (Basuki, 2011).

2. Definisi Chronic Kidney Disease


Kelainan fungsi ginjal merupakan kelainan yang sering terjadi pada orang
dewasa. Jika penyakit ginjal tidak segera diobati dan ditangani maka
kemungkinan akan terjadi gagal ginjal. Salah satu kelainan fungsi ginjal yaitu
gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/CKD). CKD adalah kemunduran
dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun, yang
menyebabkan penimbunan limbah metabolik didalam darah.
Perbedaan gagal ginjal akut dan kronik adalah sebagai berikut gagal ginjal
akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan adanya penurunan
fungsi ginjal secara mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil
metabolik seperti ureum dan kreatinin. Sedangkan gagal ginjal kronik terjadi
apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang
cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat
irreversibel (Hidayati, Sitorus, & Masfuri, 2013). Pada CKD, ginjal tidak mampu
untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta akumulasi sisa metabolisme
sehingga menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (Terry & Aurora, 2013).
Kriteria penyakit ginjal kronik yaitu kerusakan ginjal (renal damage) yang
terjadi lebih dari 3 bulan, serta adanya tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging
tests). Dengan penurunan GFR kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Lobo, Rambert, & Wowor, 2016). Pada
kondisi CKD pasien berpotensi mengalami berbagai gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit seperti hipervolemia, hipovolemia, hiponatremia,
hiperkelamia, hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalemia dan hipermagnesemia.

3. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik diantaranya disebabkan oleh kondisi klinis
dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal. Penyakit dari ginjal seperti
glumerulonefritis, infeksi kuman, batu ginjal. Sedangkan penyakit dari luar ginjal
seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi, ginjal polikistik,
dan infeksi di badan: tuberculosis, sifilis, malaria, hepatitis, obat-obatan, dan
kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti pada luka bakar (Husna, 2010).
Selain itu, penyebab CKD dapat pula karena gangguan jaringan ikat, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan nefropati
obstruktif (Hidayati, Sitorus, & Masfuri, 2013). Masing-masing etiologi
dijelaskan sebagai berikut:
a) Glumerulonefritis
Glumerulonefritis merupakan peradangan ginjal bilateral yang
biasanya timbul paska infeksi streptococus dengan tanda gejala proteinuria
dan atau hematuria. Glumerulonefritis terdapat dua jenis yaitu akut dan
kronis. Gangguan fisiologis pada glumerulonefritis akut yaitu eksresi air, Na
dan zat-zat nitrogen berkurang yang menyebabkan timbulnya edema dan
azotemia. Penyebab kerusakan ginjal pada glomerulonefritis diduga karena
kompleks antigen-antibodi dalam darah dan beredar ke glomerulus, kemudian
terjebak dalam membran basalis. Kemudian komplemen akan terfiksasi yang
menyebabkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear
dan trombosit. Respon imun yaitu fagositosis dan pelepasan enzim lisosom
yang merusak endotel dan membran basalis glomerulus sehingga terjadi
proliferasi sel endotel, Semakin tinggi tingkat kebocoran kapiler glomerulus
maka semakin banyak protein dan sel darah merah yang keluar bersama urin
Sedangkan pada glumerulonefritis kronik tanda dan gejala yang
timbul yaitu adanya kerusakan glumerulus secara progresif lambat, ginjal
tampak mengkerut, berat ±50 gram dengan permukaan bergranula akibat
jumlah nefron yang berkurang akibat iskemia, atrofi tubulus, fibrosis
interstisialis dan penebalan dinding arteri. Tanda gejala lain yang mungkin
timbul antara lain poliuria atau oliguria, proteinuria, hipertensi, azotemia
progresif dan kematian akibat uremia.
b) Penyakit Ginjal Kongenital dan Herditer
1) Penyakit Ginjal Polikistik
Ditandai dengan adanya kista multiple yang berisi cairan jernih atau
hemoragik, dapat terjadi secara bilateral dengan ekspansi lambat
sehingga mengganggu dan menghancurkan parenkin ginjal normal akibat
penekanan. Kista tersebut mudah terjadi komplikasi seperti infeksi
berulang, hematuria, poliuria dan mudah membesar.
2) Asidosis Tubulus Ginjal
Gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3- dalam
kemih walaupun GFR yang memadai tetap dipertahankan. Akibatnya
timbul asidosis metabolik (pH urin diatas 5,3 dan pH tubuh dibawah 5,3).
Konsentrasi osmotik urin dan konservasi K+ terganggu, sehingga
menimbulkan hipokalemia dan poliuri. Asidosis kronis menyebabkan
mobilisasi garam Ca2+ dari tulang dan hiperkalsiuria. Sehingga dapat
menyebabkan osteomalasia (dewasa) atau penyakit rakitis dan hambatan
pertumbuhan (anak-anak). Garam-garam Ca2+ dapat mengalami
pengendapan secara difus pada parenkim ginjal (nefrokalsinosis) atau
dalam sistem pengumpul, yang menyebabkan timbulnya batu.
Pengendapan CaHPO pada ginjal ditunjukkan dengan rendahnya
kadar sitrat urine (yang secara normal menghambat kristalisasi) dan
peningkatan pH urine. Akhirnya gagal ginjal dapat terjadi.
3) Hipertensi Esensial
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Sebaliknya GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme
retensi Na dan H2O, pengaruh vasopressor dari sistem renin angiotensin
dan defisiensi prostaglandin, keadaan ini merupakan salah satu penyebab
utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit putih. Dampak
hipertensi lama pada organ ginjal adalah terjadi arteriosklerosis ginjal
yang menyebabkan nefrosklerosis benigna.
Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia akibat penyempitan
lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteria dan arteriol
(aferen adalah yang paling sering terjadi) memicu kerusakan glomerulus,
sehingga seluruh nefron rusak. Pelepasan renin memicu peningkatan
tekanan darah sehingga perubahan lokal akan semakin meluas disertai
pembentukan trombus, perdarahan glomerulus, infark seluruh nefron, dan
kematian yang cepat dari semua sel ginjal.
4) Uropati Obstruktif
Obstruksi aliran urine yang terletak di sebelah proksimal vesika urinaria
dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal
dan ureter. Hal ini saja sudah cukup untuk mengakibatkan atrofi hebat
pada parenkim ginjal (hidronefrosis). Disamping itu, obstruksi yang
terjadi di bawah vesika urinaria sering disertai refluk vesikoureter dan
infeksi pada ginjal. Penyebab umum obstruksi ginjal adalah jaringan
parut ginjal atau uretra, batu, neoplasma, BPH, kelainan kongenital pada
leher vesika urinaria dan uretra serta penyempitan uretra.
5) ISK dan Pielonefritis
ISK dinyatakan bila terdapat bakeriuria yang bermakna (mikroorganisme
patogen 10/ml pada urine pancaran tengah yang dikumpulkan dengan
benar). ISK bagian atas adalah pielonefritis akut dan ISK bagian
bawah adalah uretritis, sistitis, dan prostatitis. Sistitis akut dan
pielonefritis akut jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif.
Pielonefritis kronik adalah cidera ginjal progresif yang menunjukkan
kelainan parenkimal pada pemeriksaan IVP, disebabkan oleh infeksi
berulang/infeksi menetap pada ginjal.
Diperkirakan kerusakan ginjal pada pielonefritis kronik/nefropati refluks
diakibatkan oleh refluks dari kandung kemih yang terinfeksi kedalam
ureter kemudian masuk kedalam parenkim ginjal. Menurut teori
hemodinamik intrarenal atau hipotesa hiperfiltrasi, infeksi awal
penyebab kerusakan nefron mengakibatkan kompensasi peningkatan
tekanan kapiler glomerulus dan hiperperfusi pada sisa nefron yang masih
relatif normal. Hipertensi intraglomerulus menjadi penyebab timbulnya
cedera pada glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis.
Pada pielonefritis kronik, organ yang diserang yaitu interstisial medula
sehingga mempengaruhi kemampuan ginjal untuk memekatkan urin
mengalami kemunduran pada awal perjalanan penyakit sebelum terjadi
kemunduran GFR yang progresif. Akibatnya, poliuri, nokturia, dan berat
jenis urin yang rendah menjadi gejala dini yang sering muncul.
Akibatnya pasien akan kehilangan banyak garam yang dikeluarkan
melalui urin. Pada pielonefritis kronik lanjut sering menimbulkan gejala
azotemia, meskipun perkembangan dari ISK menjadi gagal ginjal
biasanya bersifat progresif lambat. Mikroorganisme penyebab infeksi
antara lain: E.Coli, golongan proteus, klebsiella, enterobacter, dan
pseudomonas serta oranisme gram positif staphylococcuc saprophyticus.
6) Nefropati Diabetik
Glomerulosklerosis diabetik difusi adalah lesi yang paling sering terjadi,
terdiri dari penebalan difus matriks mesangial dengan bahan eosinofilik
disertai penebalan membran basalis kapiler. Kelainan non glomeroulus
pada nefropati diabetik adalah nefritis tubulointertitial kronik, nekrosis
papilaris, hialinosis arteri aferen dan eferen, serta iskemia.
7) Nefropati Toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, obat-obatan, dan bahan-bahan kimia
karena ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan
mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar. Selain itu,
interstisium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia
dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskular dan ginjal
merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk sebagian besar obat, sehingga
insufisien ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan
konsentrasi dalam cairan tubulus sehingga meningkatkan kerja ginjal
yang dapat berujung pada kerusakan ginjal.

4. Faktor Risiko
Faktor risiko CKD menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative
Guidelines (2007) adalah sebgai berikut:
a. Faktor kerentanan
Usia lanjut, pendidikan dan pendapatan rendah, status ras atau etnik dan
riwayat keluarga yang menderita penyakit ginjal kronik
b. Faktor permulaan
Diabetes melitus, hipertensi, infeksi saluran kemih, dan batu saluran kemih.
Penyakit-penyakit inilah yang nantinya akan mengawali terjadinya penyakit
ginjal kronik
c. Faktor progresif
Merupakan faktor yang dapat memperparah kerusakan ginjal yang
dihubungkan dengan tingkat penurunan fungsi ginjal. Contohnya yaitu
hipertensi, perokok dan proteinuria

5. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis, yaitu:

Stadium Nilai GFR Manifestasi Klinis


I >90 Kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal,
ml/menit/1,73m2 didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti
visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRl,
CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah
satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
II 60-89 Kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal,
ml/menit/1,73m2 didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti
visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRl, CT
Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah satu
keluarga menderita penyakit ginjal polikistik
III 30-59 Penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa
ml/menit/1,73m2 metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut
uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti
hipertensi, anemia atau keluhan pada tulang
Gejala- gejala iuga terkadang mulai dirasakan seperti:
a) Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya
diakibatkan oleh anemia.
b) Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya
fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi
mengatur komposisi cairan yang berada dalam
tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar
wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak
cairan yang berada dalam tubuh.
c) Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat
berbusa yang menandakan adanya kandungan
protein di urin, Selain itu warna urin iuga
mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua,
atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan
terkadang penderita sering terbangun untuk buang
air kecil di tengah malam.
d) Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar
pinggang tempat ginjal berada dapat dialami
oleh sebagian penderita yang mempunyai
masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
e) Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami
kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa
gatal atau kram
IV 15-29 Teriadi penumpukan racun dalam darah atau uremia
ml/menit/1,73m2 biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar
kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah
tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah
pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4
adalah: fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya
diakibatkan oleh anemia, kelebihan cairan, perubahan
pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang
menandakan adanya kandungan protein di urin, rasa
sakit pada ginjal, sulit tidur, nausea: muntah atau rasa
ingin muntah, perubahan cita rasa makanan, bau mulut
uremik: ureum yang menumpuk dalam darah dapat
dideteksi melalui bau pernapasan yang tidak enak, dan
sulit berkonsentrasi
V <15 Kehilangan nafsu makan, nausea, sakit kepala, merasa
ml/menit/1,73m2 lelah, tidak mampu berkonsentrasi, gatal-gatal, urin
tidak keluar atau hanya sedikit sekali, bengkak,
terutama di sekitar wajah, mata dan pergelangan kaki,
keram otot dan perubahan warna kulit
6. Manifestasi Klinis
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible. Batas penurunan fungsi ginjal sudah mulai menyebabkan timbulnya
gejala adalah sebesar 75-85%, artinya keluhan/gejala akan muncul/jelas bila
fungsi ginjal sudah dibawah 25% (Husna, 2010). Beberapa gejala dan
pemeriksaan yang dapat dijadikan indikator telah terjadinya penurunan fungsi
ginjal yang signifikan yaitu:
1. Jumlah urin (kemih) berkurang atau tidak ada urin. Jumlah urin < 500
ml/24 jam atau <20 ml/KgBB/jam pada orang dewasa dan <1 ml/KgBB4am
pada anak-anak, walaupun jumlah air yang diminum dalam jumlah yang
wajar/normal.
2. Pucat/anemis, penderita terlihat pucat pada muka maupun telapak
tangannya, bila Hb < 10 g/dl.
3. Mual, muntah dan tidak nafsu makan.
4. Nafas berat, mudah sesak bila banyak minum atau melakukan kerja berat.
Selain itu, adanya pernapasan kussmaul sebagai respon asidosis metabolik,
efusi pleura, edema paru.
5. Rasa sangat lemah.
6. Sering cegukan/sedakan (hiccup) yang berkepanjangan.
7. Rasa gatal di kulit.
8. Pemeriksaan laboratorium yang penting: ureum darah sangat tinggi (nilai
normal ureum <40 mg/dl), kreatinin darah juga tinggi (nilai normal kreatinin
<1,5 mg/dl), Hb sangat rendah (nilai normal Hb 12-'15 g/dL pada
perempuan dan 13-17,5 g/dl pada laki-laki).
Manifestasi klinis lain juga dapat dilihat dalam berbagai sistem tubuh
seperti dalam sistem kardiovaskular yaitu hipertensi, gagal jantung. Sistem
neurologi adanya sakit kepala, kesulitan tidur, tremor ditangan. Sistem hematologi
kerusakan sel darah putih yang dapat menyebabkan infeksi. Sistem skeletal
adanya nyeri sendi dan bengkak. Sistem integumen seperti kulit gatal dan kering
(pruritus), pucat karena anemia, dan sistem reproduksi adanya penurunan libido,
pada laki-laki terjadi impotensi dan penurunan jumlah sperma dan pada
perempuan terjadi penurunan gairah seksual. (Suryawan, Arjani, & Sudarmanto,
2016). (Smetzer & Bare, 2013).

7. Patofisiologi

Pada umumnya gagal ginjal terjadi karena kerusakan progresif akibat


tekanan tinggi pada kapiler-kapiler glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, neuron akan terganggu, dan dapat berlanjut menjadi dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar bersamaan
dengan urin, sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang. Hal ini
menyebabkan edema yang sering di jumpai pada hipertensi kronik. Peningkatan
tekanan darah hingga melebihi ambang batas normal (hipertensi) dapat
menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan munculnya penyakit ginjal. Hipertensi
dapat menyebakan pembuluh darah pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat
makanan menuju ginjal teganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal.
Jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka sel-sel ginjal tidak akan berfungsi
lagi (Lobo, Rambert, & Wowor, 2016).
Ketika terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh mengalami hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi
yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR
/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-
gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%–90%. Pada tingkat ini nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner &
Suddarth, 2002)

8. Komplikasi
a) Anemia
Pada gagal ginjal kronik anemia diakibatkan oleh produksi eritropoietin yang
tidak adekuat oleh ginjal. Komplikasi ini dapat diobati dengan pemberian
eritropoietin melalui subkutan atau intravena. Hal tersebut dapat terjadi
apabila kadar Fe, asam folat dan vitamin B12 dalam tubuh pasien adekuat dan
tubuh pasien dalam keadaan baik.
b) Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder (CKD-MBD)
Terjadi perubahan pada mekanisme kontrol kalsium dan hemostasis fosfat
dapat muncul pada awal perjalanan penyakit gagal ginjal dan berlanjut seiring
menurunnya fungsi ginjal. Perubahan tersebut berupa abnormalitas
metabolisme kalsium, fosfat, hormon paratiroid dan vitamin D bersama
dengan mineralisasi, kalsifikasi jaringan dan pembuluh darah. Menurut
penelitian Stompor, Zablocki dan Lesiow (2013) menemukan bahwa pasien
gagal ginjal mengalami hipokalsemia, peningkatan serum fosfat,
hiperparatiroid dan penurunan dihydroxyvitamin D yang menyebabkan
terjadinya CKD-MBD. Klasifikasi CKD-MBD meliputi dynamic bone
disease, osteofibrosa cystis, osteomalasia dan osteodistrofi.
c) Asidosis Metabolik
Pada pasien CKD, asidosis metabolik dapat menyebabkan resistensi insulin,
pembuangan energi dari protein dan mempercepat perkembangan gagal
ginjal. Asidosis metabolik dapat terjadi akibat berkurangnya massa ginjal dan
adanya kerusakan ekskresi asam oleh ginjal.
d) Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi menjadi komplikasi yang paling sering terjadi. Hipertensi pada
CKD disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Hal ini
biasanya juga menyebabkan pasien mengalami oedem dan pasien juga dapat
mengalami ritme jantung tripel. Selain itu, gangguan kardiovaskuler lain yang
dpat terjadi yaitu hipertensi renal, chronic heart failure, kardiomegali.
e) Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal pada umumnya menyebabkn retensi Na+ dan air.
Beberapa pasien masih dapat mempertahankan proses filtrasi di ginjal, namun
fungsi tubulus hilang sehingga tubuh mengekskresikan urin yang sangat encer
sehingga menyebabkan dehidrasi
f) Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi Keluhan ini
sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat
disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi
dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit
kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan
timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia
dapat menyebabkan pucat.
g) Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi
pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala
mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis
serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan.
Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat berkaitan
dengan bau napas yang menyerupai urin.
h) Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering
terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus
hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam
menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot
pada orang dewasa.
i) Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor,
dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada
uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid
hormone, PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi
dalam menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur
seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat
juga terjadi dan kadang merespons terhadap pemberian kuinin sulfat.
Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas sering terjadi dan terdapat
peningkatan risiko bunuh diri.
j) Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat
mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
k) Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani
dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis, mungkin
akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di
sepanjang membran peritoneal
.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Kadar Ureum
Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus.
Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progresivitas
penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisis. Peningkatan ureum dalam
darah disebut azotemia. Kondisi gagal ginjal yang ditandai dengan kadar
ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah uremia. Keadaan ini dapat
berbahaya dan memerlukan hemodialisis atau tranplantasi ginjal. Ureum
dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum, ataupun urin. Jika bahan
plasma harus menghindari penggunaan antikoagulan natrium citratendan
natrium fluoride, hal ini disebabkan karena citrate dan fluoride menghambat
urease.
Spesimen Nilai Rujukan
Plasma atau Serum 6-20 mg/dL (2,1-7,1 mmol urea/hari
Urin 24 jam 12-20 g/hari (0,43-0,71 mmol urea/hari)

b) Pemeriksaan Kadar Kreatinin


Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat.
Bila > 50% nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat. Kreatinin
merupakan indikator penyakit ginjal yang lebih spesifik dari BUN dalam
mengevaluasi fungsi glomerulus. Adapun nilai rujukan kreatinin norml tertera
pada tabel berikut:

c) Pemeriksaan Kadar Asam Urat

d) Pemeriksaan Laju Filtrasi Glomerulus


e) Pemeriksaan darah
Data pemriksaan darah lainnya yang dapat dijadikan data penunjang adalah
elektrolit yaitu: Natrium, Kalium, Calsium, Phospat, Hematologi yaitu: Hb,
trombosit, Ht, leukosit, protein/antibodi yaitu: Protein loss: hipoalbuminemia
(nefrotik) mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa.
f) Pielogram retrograd: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
g) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, massa.
h) Sistouretrogram ginjal: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke
dalam ureter, retensi.
i) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
j) Biopsi ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
k) Endoskopi ginjal, nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
l) EKG: mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
m) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.

9. Penatalaksanaan
Menurut Husna (2010) menjelaskan bahwa penatalaksanaan CKD adalah
sebagai berikut:
a. Terapi konservatif
1) Peranan diet
Pasien CKD membutuhkan diet nutrisi rendah protein. Karena asupan
protein yang dibatasi dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
azotemia, tetapi dalam jangka lama dapat mengganggu keseimbangan
negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori pda pasien CKD harus adekuat dengan tujuan
utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 liter per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simptomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH < 7,35 atau serum bikarbonat < 20 mEq/l.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik
4) Kelainan kulit
Biasanya timbul gatal-gatal. Tindakan yang diberikan harus tergantung
dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan antihipertensi
7) Kelainan sistem kardiovaskular
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal pada pasien dengan diagnosa gagal ginjal kronik yaitu
dengan nilai GFR <15 dapat menggunakan dua pilihan yaitu dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis yang dilakukan dapat berupa dialisis peritoneal atau
hemodialisa merupakan dializer.

10. Asuhan Keperawatan

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal
kronik menurut Doenges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai
macam, meliputi :
1) Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal
ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih
banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
2) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
4) Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi
kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen,
kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan
darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan
dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhatihati/distraksi, gelisah,
penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada
telapak kaki, kelemahan khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer),
gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian,
kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
5) Pengkajian Fisik
1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
- Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
- Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
- Hidung : pernapasan cuping hidung
- Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,
muntah serta cegukan, peradangan gusi.
- Leher : pembesaran vena leher.
6) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner,
friction rub pericardial.
7) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
8) Genital : atropi testikuler, amenore.
9) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
10) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat
atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar
(purpura), edema.
6) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000)
adalah :
1) Urine
- Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada (anuria).
- Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
- Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
- Klirens kreatinin, mungkin menurun
- Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
- Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
- Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
- Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
- Analisa gas darah, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi
hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein,
bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
- Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
- Magnesium fosfat meningkat
- Kalsium menurun
- Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
- Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.
3) Pemeriksaan radiologik
- Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).
- Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
- Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
- Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas
- Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
- Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
- Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
- Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
- Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
- CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor).
- Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur
ginjal, luasnya lesi invasif ginjal

12. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan
Bare (2002) adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan mekanisme
regulasi, penurunan haluaran urine, diet berlebihan, retensi cairan dan
natrium.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan
membrane mukosa mulut.
c. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik,
kalsifikasi jaringan lunak.
d. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
akumulasi toksin (urea, amonia)
e. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status metabolik.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
g. Risiko infeksi berhubungan dengan anemia, penggunaan alat invasif
h. Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal ginjal
kronik berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi
dan kurangnya informasi.

B. HEMODIALISA
1. Definisi Hemodialisa
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron
sehingga dapat mengeluarkan produk sisametabolisme dan mengoreksi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal
(Ignatavicius & Workman, 2009, dalam Mailani, 2015). Hemodialisis (HD)
adalah terapi yang paling sering dilakukan oleh pasien penyakit ginjal kronik
diseluruh dunia (Son,et al, 2009 dalam Maliani, 2012). Hemodialisis yang
dilakukan oleh pasien dapat mempertahankan kelangsungan hidup sekaligus
akan merubah pola hidup pasien. Perubahan ini mencakup diet pasien, tidur dan
istirahat, penggunaan obat-obatan, dan aktivitas sehari- hari (Schatell &Witten,
2012, dalam Maliani, 2015). Terapi ini menggantikan fungsi detoksifikasi ginjal
dengan tetap menjaga keseimbangan elektrolit dan asam basa.
Frekuensi pasien melakukan hemodialisis bervariasi, dan berkisar 2-3
kali dalam seminggu dengan lamanya mesin hemodialisis berjalan antara 4-6
jam, tergantung dari jenis sistem dialiser atau ginjal buatan yang digunakan dan
keadaan pasien. Untuk mendapatkan hasil hemodialisa yang adekuat idealnya
hemodialisa dilakukan tiga kali seminggu dengan durasi 4-5 jam atau paling
sedikit 10-12 jam seminggu. Hemodialisa di Indonesia biasa dilakukan dua kali
seminggu dengan lama 5 jam, ada juga yang dilakukan tiga kali dalam seminggu
dengan durasi 4 jam.
2. Tujuan Hemodialisa
Hemodialisa mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Membuang sisa metabolisme berupa ureum, kreatinin dan asam urat dalam
rangka menggantikan fungsi ekskresi ginjal.
b. Membuang cairan tubuh yang seharusnya keluar sebagai urin
c. Mempertahankan sistem buffer tubuh
d. Mengembalikan kadar elektrolit tubuh
e. Memperbaiki serta meningkatkan status kesehatan pasien
f. Memperpanjang kelangsungan hidup serta meningkatkan kualitas hidup
pasien terutama pada penderita gagal ginjal terminal
g. Menghilangkan kegawatan pada pasien akibat CKD

3. Komponen Hemodialisa
Komponen penyususn rangkaian proses hemodialisa terbagi menjadi 4, yaitu;
a. Dialiser
Dialiser adalah komponen yang penting dalam hemodialisa. Darah
dari akan mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser yang
merupakan tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa, kemudin cairan
mengalami ultrafiltrasi dengan menggunakan tekanan hidrostatik pada
kompartemen dialisat yang menyebabkan cairan bergerak melewati
membran. Dialiser atau ginjal buatan terdiri dari bagian-bagian darah dan
bagian dialisat dipisahkan oleh membran semipermeabel yang
memungkinkan difusi dari zat-zat terlarut dan difiltrasi oleh air. Protein dan
bakteri tidak dapat melalui membran semipermeabel tersebut.
Dialiser ada dua jenis, yaitu yang memiliki high efficiency dan high
flux. Dialiser yang mempunyai luas permukaan membran yang besar disebut
dialiser high efficiency. Sedangkan dialiser yang mempunyi pori-pori besar
yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar dan memiliki
permeabilitas yang tinggi terhadap air disebut dialiser high flux. Setiap
dialiser standar mempunyai kemampuan pembersihan ureum <200ml/menit,
kecepatn darah yang dipakai 250ml/menit, low-flux dengan koeffisein
ultrafiltrasi <15ml/mmHg/jam.
Terdapat 3 tipe dialiser yang siap pakai, steril dan bersifat disposible
yaitu bentuk hollow-fiber (capillary) dializer, parralel flat dializer dan coil
dializer. Setiap dialiser mempunyai karakteristik sendiri dalam menjamin
efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan pasien. Yang banyak
digunakan yaitu tipe hollow-fiber dengan membran selulosa.
b. Dialisat
Dialisat merupakan cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama
dari serum normal yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien.
Dialisat merupakan larutan elektrolit yang komposisinya sama dengan
plasma normal. Dialisat terdiri dari dilisat setat dan dialisat bikarbonat.
Dialisat asetat terdiri dari Na, Ca, Mg, K, Cl dan sejumlah kecil asam asetat.
Dialisat ini dipakai untuk mengoreksi asidosis uremia dan menyeimbangkan
kehilangan bikarbonat secar difusi selama hemodialisis. Dialisat bikarbonat
terdiri dari larutan asam dan larutan bikarbonat. Konsentrasi bikarbonat
yang tinggi dapat menyebabkan hipoksemia dan alkalosis metabolik. Tetapi
dialisat bikarbonat bersift lebih fisiologis walalupun relatif tidak stabil.
Dialisat bikrbonat direkomendasikan untuk semua unit dialisis dalam
memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pada gagal ginjal. Dialisat
dibuat dengan mencampur konsentrat elektrolit dengan buffer (bikarbonat)
dan air murni.
c. Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisa memiliki fungsi mengatur dan memonitor
sekaligus mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dn mengembalikan
kembali ke dalam tubuh. Mesin hemodilisa saat ini merupkan perpaduan
dari komputer dan juga mesin pompa. Pada mesin juga tertera parameter-
parameter kritis seperti kecepatan dialisat dan darah, konduktivitas cairan
dialisat, temperatur, Ph, aliran darah, tekanan darah dan informasi jumlah
cairan yang dikeluarkan. Mesin ini juga mengatur ultrafiltrasi melalui
volume kontrol, mengatur ciran yang masuk ke dialiser dan memonitor
kebocoran udra atau darah serta dilengkapi detektor udara ultrasonic untuk
mendeteksi adanya udara atau busa dalam vena. Saat mesin mendetekdi
adanya ketidaknormalan pada mesin baik sebelum maupun saat dilakukan
hemodialisa maka mesin akan berbunyi. Ketika proses hemodialisa selesai
maka mesin juga akan berbunyi namun dengan suara yang berbeda.
d. Akses Vaskuler
Akses vaskuler pada proses hemodialisa diperlukan sebagai akses
masuk atau keluarnya darah menuju dialiser maupun kembalinya darah dari
mesin hemodialisa ke tubuh pasien. Terdapat 3 akses vaskuler yaitu
arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter atau
perkutan akses. AV fistula merupakan akses vaskuler yang paling
disarankan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien.
Akses vaskular yang baik dapat mengalirkan darah sebanyak 200-
250ml/menit. Kepatenan akses vaskuler mempengaruhi kelancaran aliran
darah.

4. Indikasi Hemodialisa
Secara umum, hemodialisa dilakukan pada pasien dengan indikasi uremia
dengan perikarditis, encephalopati uremikum, oedema paru yang refrakter
terhadap diuretik, perdarahan uremik, pasien selalu anoreksia, nausea atau
vomiting.Hasil lab yang mengindikasikan pasien dilakukan tindakan
hemodialisa yaitu nilai BUN 100mg/Dl dan kreatinin 10mg/Dl, kreatinin
clearence 5-7ml/mm, hiperkalemia dan asidosis. Selain itu, indikasi hemodialisa
dibedakan menjadi:
a. Hemodialisis Emergency
Dilakukan pada kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat,
overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi
urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan
EKG, biasanya K >6,5 mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat
<12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL), ensefalopati uremikum,
neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat
(Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol, obat-
obatan) yang bisa melewati membran dialysis.
b. Hemodialisis Kronik
Hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan seumur hidup penderita
dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai jika GFR <15
ml/mnt, keadaan pasien yang mempu nyai GFR <15 ml/mnt tidak
selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai
salah satu dari :
- GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis
- Gejala uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah
- Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot
- Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan
- Komplikasi metabolik yang refrakter (Daugirdas & Greene, 2005).

5. Kontraindikasi Hemodialisa
Kontraindikasi dari terapi hemodialisis, antara lain :
a. Akses vaskular yang sulit
b. Hemodinamik dan koagulasi yang tidak stabiL
c. Penyakit alzheimer
d. Demensia multi infark
e. Sindrom hepatorenal
f. Sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut
(PERNEFRI, 2003)

6. Proses Hemodialisa
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam
dialiser.yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi kemudian darah dialirkan
kembali ke dalam tubuh pasien. Proses terjadinya difusi dipengaruhi oleh suhu,
viskositas, dan ukuran dari molekul. Saat darah dipompa melalui dialyser, maka
membran akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga tekanan di ruangan
yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan
cairan dan larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang
bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah (tekanan
hidrostatik). Karena adanya tekanan hidrostatik tersebut, maka cairan dapat
bergerak menuju membran semi permeable. Proses ini diebut dengan
ultrafiltrasi.
Setelah melalui proses difusi dan ultrafiltrasi maka produk sisa dari darah
pasien seperti urea, kreatinin, fosfat, kalium dan lainnya termasuk kelebihan air
dan garam kecuali protein dan sel-sel darah masuk ke dalam cairan hemodialisa
yang mengalir berlawanan dari aliran darah pasien. Sementara air yang
berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Besar pori
yang terdapat pada selaput membran semipermeabel menentukan besar molekul
zat terlarut yang dapat berpindah. Keceptn perpindahan zat terlarut semakin
tinggi jika perbedaan konsentrsi di kedua kompartemen makin besar, terjadi
perbedaan tekanan hidrostatik di kompartemen darah dan bila tekanan osmotik
kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya
berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama
dikedua kompartemen.
Darah yang telah melalui proses hemodialisa akan dikemblikan ke tubuh
pasien melalui akses vena. Pada akhir proses hemodialisa, sisa akhir
metabolisme telah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan, gejala
penyakit diminimalkan. Segera setelah dialisis dilakukan, berat badan pasien
ditimbang, dilakukan pemeriksaan tanda vital untuk mengevaluasi secara umum
proses hemodialisa yang telah dilakukan.

7. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Sedangkan komplikasi akut yang
sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis berupa hipotensi, kram
otot, mengeluh mual muntah, perdarahan, gatal, aritmia, nyeri dada, dan
disequillbrium dialisis, serta sakit kepala, gelisah, tingkat kesadaran menurun
dan kejang dapat terjadi pada gagal ginjal akut atau ketika kadar nitrogen urea
darah sangat tinggi (lebih dari 150mg/dL). Selain itu, memiliki masalah pada
tidur, anemia, penyakit tulang, pericarditis (inflamasi pada membran yang
mengililingi jantung), hiperkalemia (tingginya tingkat kalium), akses terjadinya
komplikasi cukup besar, amyloidosis, dan masalah psikologis seperti depresi
(Husna, 2010).

8. Peran Perawat Hemodialisa


Peran perawat hemodialisa yaitu melaksanakan asuhan keperawatan
mulai dari melakukan pengkajian, pemantauan, perencanaan, memberikan
dukungan pada pasien, memberikan pendidikan yang berkelanjutan pada pasien
dan keluarga, mampu melakukn tindakan keperawatan berdasarkan evidence
based practice dan pendokumentasian serta bertanggungjawab dalam melakukan
kerjasama multidisiplin ilmu. Hal yang harus dikaji sebelum dialisis yaitu tanda-
tanda vital, berat badan, status cairan, warna kulit,temperatur, turgor dan
integritas, kepatenan akses vaskuler, adanya tanda perdarahan dan infeksi serta
memantau kadar serum biokimiawi yaitu K, fosfat, Ca, ureum kreatinin dan Hb.
Perawat juga memiliki peran dalam manajemen pelayanan pasien, melakukan
penelitian, melaksanakan kegiatan adminidtrasi dan menjadi advokat. Secara
khusus perawat spesialis di unit dialisis berfungsi sebagai pelaksana, edukator,
konsultan, adminiatrator, advokat dan peneliti
RESUME KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.E DENGAN DIAGNOSA CHRONIC


KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG HEMODIALISA RSU dr. SLAMET
GARUT

A. PENGKAJIAN UMUM
I. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. E
Umur : 61 tahun
Tanggal Lahir : 9 November 1958
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan terakhir : SD (tidak tamat)
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Bayongbong
Diagnosa Medis : CKD
Tanggal Pengkajian : 23 November 2019
HbsAg : Negatif
Anti HCV : Negatif
2. Identits Penanggung Jawab
Nama : Tn. Y
Umur : 64 tahun
Pekerjaan : Pedagang hasil bumi
Hubungan dengan klien : Suami

II. Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama
Klien mengeluh bengkak pada kedua ekstremitas bawah
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien bengkak pada kedua ekstremitas bawah. Bengkak mulai terlihat
dirasakan sejak 2 hari sebelum dilakukan hemodialisa. Bengkak disertai
rasa lemas. Klien mengatakan gejala ini sering timbul sehari sebelum
dilakukan hemodialisa. Klien juga mengatakan sering tidak bisa tidur
semalam sebelum hemodialisa. Kesadaran composmentis, GCS 15. Saat
dilakukan pengkajian klien tampak lemas.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan divonis CKD oleh dokter sejak setahun yang lalu.
Pasien memiliki riwayat hipertensi setelah melahirkan anaknya yang
terakhir yaitu pada tahun 2003. Sejak melahirkan, klien selalu
mengkonsumsi obat antihipertensi jika tensinya sedang tinggi. Klien juga
pernah divonis menderita Bell Palsy pada tahun 2011 namun klien sudah
menjalani pengobatan dan telah sembuh. Saat klien masih muda klien
bekerja berjualan pakaian di daerah Garut hingga ke daerah Subang dan
Tasik. Klien mengaku selama berjualan klien jarang minum. Klien juga
pernah menderita sakit kepala hebat sejak tahun 2013 dan sering kambuh.
Klien mengatakan sejak sakit kepala klien selalu mengkonsumsi obat
analgetik untuk meredakan sakit kepala namun lama-kelamaan tidak
kunjung sembuh sehingga klien memutuskan untuk berobat pada bulan
Oktober 2018 karena timbul keluhan kadang nyeri saat berkemih.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada penyakit yang serupa seperti yang klien
alami. Namun, ibu klien memiliki hipertensi
5. Riwayat Penggunaan Obat-obatan
Saat ini klien mengkonsumsi obat Candesartan 2 x 1/2 , Asam folat 3 x 1,
CaCO3 2 X 1 dan Cetirizine 2 x 1.
6. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Klien menerima kehadiran perawat dan kooperatif saat dilakukan
pengkajian sampai dengan implementasi. Klien tampak ceria. Klien
sudah mampu menerima keadaan yang telah diberikan sang pencipta
untuknya. Komunikasi klien baik tidak ada gangguan. Klien
merupakan seorang ibu dari 2 anak. Seluruh anak klien sudah
mengetahui sakit dan pengobatan yang harus dijalani klien. Setelah
menderit CKD klien mengatakan tidak mengalami gangguan dalam
bersosialisasi dengan tetangga maupun orang lain. Klien mengatakan
melakukan ibadah sholat 5 waktu
7. Activity Daily Living

No. Jenis Aktivitas Sebelum sakit Saat sakit

Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi - 2x sehari - 2-3x sehari
- Jenis - Nasi lauk pauk, jarang - Nasi, lauk dan buah
makan sayur dan buah- sesuai dengan njurn
buahan, klien sering program diet
makan-makanan yang
pedas dan asam
- Porsi - 1 porsi - 1 porsi
- Pantangan - Tidak ada - Diet rendah lemah, diet
rendah protein, diet
1.
rendah kalium
- Keluhan - Tidak ada keluhan - Klien mengatakan
kadang-kadang
melanggar anjuran diet
b. Minum
- Frekuensi - 3-5 gelas (1500cc) - 1 botol air mineral
600cc
- Jenis - Air putih, minuman teh - Air putih
manis dalam kemasan
- Pantangan
- Tidak ada - Tidak ada
- Keluhan
- Tidak ada - Tidak ada
Eliminasi
a. BAK
2. - Frekuensi - 6-8x - 2-4x/hari
- Warna - Kuning jernih - Kuning pekat
- Keluhan - Tidak ada - BAK sedikit-sedikit
b. BAB
- Frekuensi - 1x/hari - 1x/hari
- Konsistensi/Warna - Lembek/coklat - Lembek/Kuning
- Keluhan - Tidak ada - Tidak ada
3. Istirahat/Tidur
a. Kebiasaan dan waktu - Pasien biasa tidur pukul - Pasien tidak bisa tidur
tidur 21.00 – 03.00 dan setiap semalam
terkadang pasien sebelum dilakukan
terbangun di malam hari hemodialisa
b. Kualitas - Nyenyak - Nenyak
c. Keluhan - Tidak ada
4. Mobilisasi - Pasien dapat melakukan - Pasien melakukan
mobilisasi dan aktivitas mobilisasi dan aktivitas
secara mandiri secara mandiri
5. Kebersihan Diri
a. Mandi - 2x sehari - 1-2x/hari menggunakan
air hangat
b. Gosok gigi - 2x sehari - 2x/hari
c. Gunting kuku - Ketika kuku panjang - Ketika kuku panjang
d. Keramas - 2-3 hari sekali - 2-3 hari sekali

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)
2. Tanda-tanda vital
TD : 130/75 mmHg
RR : 20x/menit
HR : 90x/menit
S : 37°C
3. Pengkajian Per Sistem
a. Sistem Integumen
Kulit klien berwarna sawo matang, tidak tampak pucat, lembab,
kering dan bersih. Turgor kembali dalam 2 detik pada ekstremitas
bawah, akral hangat
b. Sistem Respirasi
Inspeksi :
Pengembangan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan, tidak ada sesak nafas, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung dan tidak terpasang terapi oksigen.
Palpasi :
Tidak terdapat krepitasi dan tidak terdapat nyeri tekan
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler pada semua lapang paru, tidak terdapat suara
nafas tambahan, irama nafas reguler
c. Sistem Kardiovaskular
Inspeksi :
Konjungtiva anemis.
Palpasi :
Pulsasi denyut nadi radialis kuat, akral teraba hangat, CRT < 2 detik,
nadi 90x/menit.
Auskultasi :
Tidak terdengar bunyi jantung tambahan, irama jantung reguler
d. Sistem Penginderaan
1) Mata
Konjungtiva anemis, sklera ikteris, mata sebalah kanan dan kiri
tampak simetris, refleks pupil (+), refkleks mengedip (+), dan
tidak ada penurunan fungsi penglihatan.
2) Hidung
Lubang hidung simetris, tidak terdapat terdapat pernapasan
cuping hidung, tidak ada polip, dan tidak terpasang terapi
oksigen.
3) Telinga
Telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak terdapat luka,
tidak terdapat nyeri tekan pada area daun telinga dan sekitarnya,
dan terdapat penurunan kemampuan mendengar.
4) Mulut
Bibir pucat dan lembab, tidak pecah-pecah, tidak hipersaliva,
bentuk bibir simetris dan tidak ada gangguan dalam berbicara.
e. Sistem Gastrointestinal
Inspkesi :
Terdapat distensi abdomen, tidak ada mual dan muntah, tidak
ada penurunan nafsu makan, dan refklek menelan serta mengunyah
(+). BAB klien lancar.
Auskultasi :
Bising usus 4x/menit.
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas
Perkusi :
Seluruh kuadran abdomen timpani, sedangkan pada hati dullnes
f. Sistem Urogenital
Inspeksi :
Klien mengeluh BAK yang sedikit-sedikit.
Jumlah Urin Normal Perhari:
1-2 ml/kgBB/jam = 52-104ml/jam x 24 jam = 1.248-2.496 cc/hari
Palpasi :
Tidak terdapat distensi kandung kemih
g. Sistem Muskuloskeletal
1) Atas
Inspeksi :
Tangan kanan dan kiri klien simetris. Tidak terdapat deformitas
pada kedua lengan, terpasang AV Shunt pada tangan kiri. Tidak
ada pembengkakan, pergerakan aktif pada tangan kanan dan
kiri.
Palpasi :
Tidak ada nyeri dan kulit kering. Pada tangan kanan dan
kiri klien mampu merasakan sensasi sentuhan atau nyeri yang
diberikan.
2) Bawah
Inspeksi :
Kaki kanan dan kiri klien simetris. Tidak terdapat deformitas
pada kedua kaki, ada pembengkakan pada kaki, pergerakan aktif
pada kaki kanan dan kiri.
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan. Pada kaki kanan dan kiri klien mampu
merasakan sensasi sentuhan atau nyeri yang diberikan.
3) Kekuatan Otot
5 5
5 5

h. Sistem Neurologi
Nervous Hasil Pemeriksaan
NI Klien mampu mengenali bau yang diberikan oleh
perawat
N II Klien mampu menyebutkan angka yang ditunjukkan
oleh perawat dengan benar.
N III Klien mampu menggerakan bola mata, mengikuti
telunjuk yang diarahkan perawat
N IV Klien hanya mampu menggerakan bola mata ke arah
temporal.
NV Wajah klien mampu merasakan sensasi dan
berbicara tidak ada gangguan
N VI Klien mampu menggerakan bola mata, mengikuti
telunjuk yang diarahkan perawat.
N VII Klien mampu menunjukkan ekspresi wajah yang
normal dan maksimal.
N VIII Klien mampu mendengar apa yang disampaikan
perawat tanpa adanya pengulangan
N IX Lidah klien masih dapat membedakan rasa
makanan.
NX Klien manpu menelan
N XI Pergerakan leher klien tidak ada gangguan
N XII Klien mampu membuka mulut dan menjulurkan lidah.

B. PENGKAJIAN PRE HEMODIALISA


I. Waktu Pengkajian
Sabtu, 23 November 2019, pukul 07.48
II. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)
III. Tanda-tanda Vital
TD : 130/75 mmHg
RR : 20x/menit
HR : 90x/menit
S : 37°C
IV. BB Kering
BB kering klien 52 kg
V. BB Basah
BB basah klien 53 kg
VI. BB Sebelum HD
BB sebelum HD 53 kg
VII. IDWG
BB basah – BB kering / BB kering x 100%
53 – 52 / 52 x 100% = 1,92%
VIII. Warna kulit
Kulit klien berwarna sawo matang, tidak tampak pucat, lembab, kering dan
bersih.
IX. Edema
Tampak edema pada kedua ektremitas bawah dan tampak oedem pada area
wajah
X. Riwayat Dialisis
HD pertama kali : September 2018
Mulai rutin HD : 3 November 2018
Frekuensi HD : 2x seminggu
Jadwal HD : Sabtu dan Rabu pagi
Tujuan HD : Terapi pengganti fungsi ginjal, membuang
kelebihan cairan dan sisa metabolisme dalam
tubuh
XI. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-

C. PENGKAJIAN INTRA HEMODIALISA


I. Persiapan Hemodialisa
1. Tipe Dializer : Elisio-15 H
2. Reuse ke : R1/R2/R3/R4
3. Lama Dialisis : 4 jam
4. Condactivity : 14,0
5. Suhu Mesin : 37°C
6. Aliran Dialisat : 250ml/menit
7. Antikoagulan : Heparin
8. Inisiasi : 3000 IU
9. Kontinyu : 1000 IU
10. Jenis Akses : AV Fistula
11. Ukuran Jarum Fistula : 16G
12. UF Goal : 1000 ml
13. UF Rate : 0,25 L/jam
14. Natrium : 139
15. Bikarbonat : 29
16. Waktu Mulai HD : 08:12 WIB
II. Data Fokus
1. Data Subjektif : Selama proses HD klien mengatakan nyaman
2. Data Objektif : Klien tampak tenang, kesadaran composmentis
III. Monitoring Selama Hemodialisa
Waktu Qb Qd TD Nadi Suhu RR UF UF Left
(ml/mnt) (ml/mnt) (mmHg) (x/mnt) (°C) (x/mnt) Removed (mnt)
(L/h)
08.10 200 250 130/75 90 37 20 0,00 1,00
09:15 200 250 130/80 86 36,9 20 0,25 0,75
10:13 200 250 150/90 92 36,8 22 0,50 0,50
11:20 200 250 140/100 88 36,7 20 0,75 0,25
12:10 200 250 120/90 88 36,7 22 1,00 0,00

D. PENGKAJIAN POST HEMODIALISA


Waktu pengkajian : Sabtu, 23 November 2019. Pukul 07:48 WIB
Jadwal HD selanjutnya : Rabu, 27 November 2019
I. Data Fokus
1. Data Subjektif : Klien mengatakan badan terasa lebih
Ringan dan bengkak berkurang
2. Data Objektif : Bengkak pada kedua ekstremitas bawah
berkurang, oedem pada area wajah juga
tampak berkurang. Klien tampak lemas.
Kesadaran compos mentis, GCS 15
(E4M6V5), BB sebelum HD 53kg, BB
kering 52kg, BB setelah HD 52kg
3. Lama Dialisis : 4 Jam. Dari pukul 08:12 – 12:12 WIB
4. Ultrafiltrasi : 1,00 Liter
5. Pemberian Heparin :
6. Jenis Dializer : Elisio-15 H
7. Jenis Dialisat : Bicarbonate
8. Jenis Akses Vaskuler : AV Fistula
9. Tindakan selama HD : Tidak ada
E. ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : CKD Kelebihan Volume Cairan

-
Fungsi ginjal menurun
DO : ↓
Kerusakan glomerulus
- BB kering klien 52 kg

- BB basah klien 53 kg Penurunan GFR

- BB sebelum HD 53 kg
Aktivasi Mekanisme RAA
- Edema pada ekstremitas ↓
Retensi Natrium dan Air
bawah dan pada area sekitar

wajah Ganggaun mekanisme
regulasi
- TD pre HD : 130/75 mmHg

- TD post HD 120/90 mmHg Cairan Ekstraseluler
meningkat
- Turgor kembali dalam 2

detik Edema

Kelebihan Volume Cairan

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. A Ruangan : Hemodialisa
No Medrek : 000xxx Nama Mahasiswa : Elizabeth Sarah Apriani
No Perencanaan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan asuhan Pre HD
keperawatan selama 1 x 4,5 jam, 1. Kaji keluhan klien - Mengetahui keadaan umum klien
kelebihan volume cairan dapat 2. Kaji adanya tanda-tanda kelebihan - Adanya tanda-tanda tersebut
teratasi dengan kriteria hasil volume cairan seperti: adanya menunjukkan indikasi terjadinya
sebagai berikut: edema, ascites, peningkatan berat kelebihan volume cairan pada klien
 Sesak berkurang badan, distensi vena jugularis dengan gagal ginjal
 Berat badan kering klien 3. Observasi tanda-tanda vital klien - Adanya kenaikan tekanan darah
tercapai setiap 1 jam sekali (TD, HR, RR) menunjukkan indikasi terjadinya
 Edema berkurang kelebihan volume cairan
4. Atur posisi klien senyaman mungkin - Posisi semi fowler (30o-45o) dapat
(30o-45o) memaksimalkan fungsi paru.
5. Timbang BB pre HD - BB dapat digunakan sebagai indikator
kelebihan volume cairan dan untuk
mengetahui cairan yang dieliminasi
dari tubuh
6. Pantau respon klien selama - Mencegah terjadinya penurunan pada
hemodialisa kondisi klien ketika mesin mengalami
hambatan atau gangguan
7. Kolaborasi pemberian hemodialisa - Hemodialisa dilakukan untuk
membuang sampah-sampah nitrogen
yang tidak dapat dikeluarkan melalui
urin serta menarik cairan berlebih
pada tubuh (edema, ascites, dll)

Intra HD 1. Melakukan pengkajian keluhan atau


1. Kaji keluhan / gangguan yang observasi adanya gangguan selama
terdapat selama proses HD proses HD dapat mencegah terjadinya
berlangsung penurunan pada kondisi klien selama
HD.
2. Memonitor seberapa banyak
hemodialisa telah mempengaruhi
2. Kaji intake dan output klien selama kelebihan cairan pada klien
HD berlangsung 3. Pengecekan tekanan darah setiap 1
jam dapat memantau kondisi umum
klien sehingga dapat mencegah
3. Observasi tanda-tanda vital klien terjadinya gangguan pada proses HD
setiap 1 jam sekali (TD, HR, RR)
1. Akses pada femoralis pada klien HD
dilakukan sementara sebelum klien
menjalani operasi untuk dilakukan
Post HD AV shunt.
1. Lakukan perawatan dan penggantian 2. Untuk melihat BB kering tercapai
di area luka penusukan atau tidak, dan seberapa tercapainya
intervensi yang dilakukan untuk
menangani kelebihan volume cairan
pada klien ESRD.
2. Timbang BB Post HD 3. Untuk mengetahui kondisi umum
klien
4. Untuk mengetahui adanya keluhan
tambahan atau efek samping setelah
dilakukan proses HD.

3. Observasi tanda-tanda vital post HD


klien (TD, HR, RR)

4. Observasi adanya keluhan ataupun


efek samping dari proses
hemodialisa
H. CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PARAF
TANGGAL JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI HASIL/RESPON
23/11/2019 07.48 Kelebihan 1. Melakukan pemeriksaan BB pre 1. BB : 60 Kg Elizabeth
Pre HD volume HD
07.50 cairan 2. Melakukan pemeriksaan TTV 2. Tekanan darah : 140/70 mmHg
Pre HD Nadi : 92 x/menit irreguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37,0 oC
Mesin HD sudah di Rinse Mode dan siap untuk
digunakan
08.30 3. Mengkaji/anamnesa klien 3. Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan
mengenai keluhan yang diderita bengkak pada kedua ekstremitas bawah dan area
saat ini wajah.
08.50 4. Mengkaji adanya tanda-tanda 4. Terdapat peningkatan berat badan sebanyak 1
kelebihan volume cairan seperti: Kg, dari BB klien 53 Kg, BB kering : 52 Kg.
adanya edema, ascites, terdapat edema pada kedua tungkai kaki dan area
peningkatan berat badan, distensi sekitar wajah
vena jugularis, sesak 5. Ketika klien diposisikan semifowler, klien
08.55 5. Mengatur posisi semi fowler mengatakan lebih nyaman
(30o-45o) 6. Selama proses HD, tidak terdapat gangguan pada
mesin HD maupun dialyzer. Tetapi klien masih
08.58 6. Mengobservasi mesin merasakan sesak dan terkadang batuk.
hemodialisa untuk memonitor
adanya gangguan atau hambatan
pada mesin
07/11/2019 09.15 Kelebihan - Mengkaji keluhan / gangguan 1. Klien mengatakan sesak dirasakan berkurang Elizabeth
volume yang terdapat selama proses HD selama proses HD
cairan berlangsung
09.25 - Mengkaji intake dan output klien 2. Jam 10.12
selama HD berlangsung Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Melakukan observasi tanda- HR : 92 x/menit
10.12 tanda vital klien setiap 1 jam RR : 22 x/menit
11.12
sekali (TD, HR, RR)
12.12
Jam 11.12
Tekanan darah : 140/100 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit

Jam 12.12
Tekanan darah : 120/90 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 22 x/menit

23/11/2019 12.14 Kelebihan - Melakukan perawatan dan 1. Klien tampak meringis ketika dilakukan Elizabeth
volume penggantian di area luka pencabutan jarum pada area femoralis untuk area
cairan penusukan (femoralis) HD, lalu luka ditutup menggunakan kassa dan
hipafix. Klien mengatakan merasa lebih nyaman
setelah area penusukan untuk HD ditutup.
- Melakukan pengecekan BB Post 2. BB : 52 Kg, BB kering klien tercapai
12.18
HD
17.20 - Melakukan observasi tanda- 3. Tekanan darah : 190/100 mmHg
tanda vital post HD klien (TD, HR : 96x/menit
HR, RR) RR : 24x/menit
- Melakukan observasi adanya 4. Klien mengatakan kepalanya terasa pusing, klien
12.20 keluhan ataupun efek samping mengatakan selalu mengalami ini setalah
dari proses hemodialisa dilakukan proses hemodialisa.
I. CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP)
No
Tgl/jam SOAP Paraf
dx
1 23/11/19 S : Elizabeth
12.25 - Klien mengatakan badannya terasa lebih
ringan dan enak
- Klien mengatakan edema berkurang
O:
- Pasien tampak lemas
- Edema di kedua kaki dan area sekitar
wajah berkurang
- TD : 120/90 mmHg
- HR : 88 x/menit
- RR : 22 x/menit
- BB menurun 1Kg menjadi 52 Kg
A : Masalah kelebihan volume cairan teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- Lakukan Hemodialisa kembali pada
hari/tanggal : Rabu/27/11/2019
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 12. Jakarta: EGC.

Barret Kim E, et al. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Medical.

Guidelines, K. D. (2007). Definition and Classification of Stages of Chronic


Kidney Disease, Part 4, Guideline 1. New York: National Kodney
Foundation Inc.

Hidayati, S., Sitorus, R., & Masfuri. (2013). Efektifitas Konseling Analisis
Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah. 1-8.

Husna, C. (2010). Gagal Ginjal Kronis Dan Penanganannya: Literature Review.


Jurnal Keperawatan. Vol. 3 No. 2. September, 67-73.

Lobo, I. K., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran kadar ureum pada
pasien penyakit gagal ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Jurnl e-
Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016.

Maliani, F. (2015). Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjak Kronik Yang


Menjalani Hemodialisis: Systematic Review. NERS JURNAL
KEPERAWATAN Volume 11. No. 1, Maret, 1-8.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penykit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-
Surgical Nursing. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.

Stompor, T., Zablocki, M., & Lesiow, M. (2013). Osteopororsis in mineral and
bone disorder of chronic kidney disease. Polskie Archiwun Medycyny
Wewnetrznej, Vol. 123, 314-320.

Suryawan, D., Arjani, I., & Sudarmanto, I. (2016). Gambaran Kadar Ureum dan
Kreatinin Serum Pad Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi
Hemodialisisdi RSUD Sanjinawi Gianyar. Meditory Vol. 4, No. 2,
Desember, 145-153.

Verdiansah. (2016). Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CDK-237/ vol. 43 no. 2, 148-154.

Anda mungkin juga menyukai