OLEH:
PURNASALI
(2019.NS.A.07.021)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah),
(Brunner & Suddarth, 2011). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan
fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi
ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam
kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2012).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat angka kejadian gagal ginjal di
dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan yang harus menjalani hidup
dengan bergantung pada cuci darah (hemodialisis) 1,5 juta orang. Prevalensi di
Amerika Serikat yang terkena gagal ginjal sebanyak 300 ribu dengan hemodialisis
sebanyak 220 ribu orang. Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesias ekitar 150
ribu orang dan yang menjalani hemodialisis 10 ribu orang. Data di beberapa
bagian nefrologi di Indonesia, diperkirakan insidensi GGK berkisar 100-150 per 1
juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk
( Brunner & Studdarth, 2011). Kalimantan tengah khususnya kota Palangkaraya,
berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesia Renal Registry (IRR)
Palangkaraya selama periode 1 Febuari 2013 hingga 28 april 2014 tercatat pasien
yang mengalami Gagal ginjal yang dirawat inap berjumlah 250 orang. Di BLUD
dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Di ruang Hemodialisa dari awal tahun 2014-12
November 2015 tercatat sebanyak 75 pasien yang di jadwalkan rutin untuk
Hemodialisa dua kali satu minggu karena mengalami gagal ginjal.
Gangguan fungsi ginjal menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2011).
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner dan Suddarth, 2011).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2012).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2011).
Jadi GGK merupakan gangguang fungsi ginjal yang dapat menghambat
metabolisme dan keseimbangan cairan dalam tubuh.
4
5
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap.
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-
bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke
dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam
korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang
masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke
tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan
tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus
koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih
besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal,
urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan
melalui uretra.
8
2.3 Klasifikasi
CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage
– stage awal yaitu 1 dan 2. Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1
sampai stage 5.
1. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
2.4 Etiologi
GGK terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
9
8) Nefropati obstruktif
(1) Saluran kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
Saluran kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
2.5 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Fungsi renal menurun, produk akhir
metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun
dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2011).
2.7 Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
drah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia
2) CT scan abdominal
3) BNO/IVP, FPA
4) Renogram
5) RPG ( retio pielografi )
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
13
14
6) Anamnesa
a) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit,
WBC, RBC)
b) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
c) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
d) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
e) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
f) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
g) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
h) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
i) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
j) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
k) Lain-lain : Penurunan berat badan
3.2 Diagnosa
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat
perkembangan pasien. (Hidayat, 2011).
3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Saat melakukan evaluasi perawat seharusnya memilki pengetahuan dan
kemempuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan,
kemempuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang di capai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil
(Hidayat, 2011).
18
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KELOLAAN
Kasus :
Pasien perempuan, usia 55 tahun datang untuk melakukan cuci darah dan pasien
mengeluh kaki kelopak mata dan tangannya yang bengkak. Pasien juga
mengatakan bahwa perutnya bengkak dan terasa berisi cairan. Pasien juga merasa
frekuensi berkemihnya menurun dibandingkan sebelumnya, dari yang awalnya 5-
6 kali sehari menjadi 2-3 kali sehari dengan urine yang sedikit 30cc/kali dan
keruh. Minum 850cc/hari. Terdapat luka koreng pada kaki kanan yang tidak
kunjung sembuh walaupun sudah dirawat selama satu bulan. Pasien mengatakan
badannya lemas sehingga membuatnya sulit beraktivitas. Pasien mengaku
menderita diabetes mellitus dan berobat rutin selama lebih dari 10 tahun ke
belakang. Pasien juga mengaku memiliki riwayat hipertensi yang baru
diketahuinya 8 bulan yang lalu. Pasien merupakan perokok aktif. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, GCS : eye = 6, verbal = 5, motorik = 4, . BB dating 70 kg.
tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 25 x/menit, suhu
36,60C. BMI: 20,7 kg/m2. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva
anemis +/+. Pernafasan tidak teratur. Pemeriksaan leher tidak ada distensi vena
jugularis, paru dan jantung tidak ditemukan adanya suara kelainan. Dari inspeksi
abdomen didapatkan perut cembung, bising usus + sebanyak 8x/menit, pada
palpasi tidak ditemukan nyeri tekan pada seluruh regio abdomen serta tidak
ditemukan pembesaran hepar dan limpa, pada perkusi didapatkan shifting dullness
+, Mulut bau amoniak. Pada pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior
didapatkan normotonus, gerakan aktif dan edema pitting derajat 3. Pada
pemeriksaan laboratorium darah Rutin didapatkan hasil Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22
%,Leukosit : 5700/μl, Hitung jenis: Basophil 0%, Eosinophil 0%, Batang 0%
Segmen 67%, Limfosit 5 %, Monosit 4%, Trombosit: 286000/μl, LED: 56
mm/jam. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan hasil: GDS: 260 mg/dl,
Ureum: 242 mg/dl, Creatinine: 15,97 mg/dl. Pada pemeriksaan status lokalis regio
pedis dextra didapatkan: Look: Ulkus (+), jaringan nekrotik (+), pus (+),
18
19
perdarahan (-), Feel: hangat (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+), sensibilitas . BB
setelah HD 65 Kg. AGD PH. 7.25. PCO2:21. HCo3:19 Pasien didiagnosis
mengalami gagal ginjal kronik stadium V on HD + Diabetes Melitus tipe 2 +
Hipertensi grade I + Ulkus diabetikum. Terapi yang diberikan berupa non
medikamentosa yaitu tirah baring, pembatasan cairan 1 liter per hari, pembatasan
protein 0,9 g/kgbb per hari, diet rendah garam 2-3 gr per hari, debridement luka,
hemodialisa. Terapi medikamentosa yang diberikan berupa Captopril 2 x 12,5 mg,
asam folat 2 x 1 mg dan Glimepiride 1 x 2 mg. Hamapo 2000U.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.M
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Kalimantan
Tgl MRS : 20 Juli 2020
Diagnosa Medis : Gagal ginjal kronik stadium V on HD + Diabetes
Melitus tipe 2 + Hipertensi grade I + Ulkus diabetikum.
GENOGRAM KELUARGA :
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Hubungan Keluarga
: Satu Rumah
21
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :
Kesadaran compos menthis, klien berbaring dengan posisi semi
fowler, tampak sakit sedang penampilan rapi, terpasang AV fistula
yang tersambung dengan selang AVBL dan terhubung ke dialiser.
2. Kepala
Bentuk kepala normal, tidak ada benjolan tidak ada lesi, wajah tidak
tampak bengkak, keadaan kulit kepala tampak bersih rambut klien
berwarna hitam, keadaan rambut tampak kering.
3. Mata
Fungsi penglihatan baik, sklera berwarna putih, kornea bening,
terdapat edema pada kelopak mata, tidak menggunakan alat bantu
penglihatan, pupil isokor, konjungtiva anemis.
4. Leher
Tidak ada pembesaran pada vena jugularis sinsitra dan dekstra, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening (limfe), tidak ada massa, dan
mobilitas leher bebas.
5. Paru
Bentuk dada klien tampak simetris, tipe pernapasan klien yaitu
menggunakan dada dan perut, suara nafas vesukuler, tidak terdapat
suara nafas tambahan, tidak tampak adanya cuping hidung, klien
perokok aktif, pernapasan tidak teratur, RR: 25x/menit, PCO2 : 21
mmHg, HCO3 :19 mEq/L, AGD PH: 7,25.
Masalah Keperawatan : Gangguan pertukaran gas
6. Abdomen
Didapatkan perut cembung, bising usus + sebanyak 8x/menit, pada
palpasi tidak ditemukan nyeri tekan pada seluruh regio abdomen serta
tidak ditemukan pembesaran hepar dan limpa, pada perkusi
didapatkan shifting dullness +.
Masalah Keperawatan : Hipervolemia
22
7. Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior didapatkan
normotonus, gerakan aktif dan terdapat edema di kedua ekstremitas
pada tangan dan kaki klien pitting derajat 3 dengan kedalaman 3mm
dan waktu kembali 7 detik
Masalah Keperawatan : Hipervolemia
8. Integument
Kulit tidak tampak kering, kulit pasien teraba hangat, terdapat luka
koreng pada kaki sebelah kanan, Ulkus (+), jaringan nekrotik (+), pus
(+), perdarahan (-), Feel: hangat (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+).
Masalah Keperawatan : Gangguan integritas kulit
Setting Mesin
f. UF Goal : 1.500
g. UF Rate : 0.36 ml/h
h. Time : 4.30 jam
D. INTRA HD
1. Suhu /Ts : 36,5ºC
2. Nadi /HR : 92 x/mnt
3. Pernapasan /RR : 25 /mnt
4. Tekanan Darah /BP : 148/88 mmHg
24
Paraf
Pasien Mesin Setting Mesin
Jam Petugas
TD N Resp QB UFG UFR
07:51 150/90 96 25 220 1.50 0.36 Time : 4.30
WIB jam
10:00 148/89 92 25 220 1.50 0.36 Heparin :
2000 IU
WIB
sirkulasi dan
1000 IU bolus
12:15 150/89 90 24 300 1.50 0.36
WIB
E. Post HD
1. Keadaan Umum :
Klien tampak tenang dan rileks, akral teraba hangat.
2. Tanda – tanda Vital
a. Suhu / T : 36,6ºC
b. Nadi/HR : 90 x/mnt
c. Pernapasan : 24 x/mnt
d. Tekanan Darah : 150/89 mmHg
e. BB Post HD : 65 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 1500 ml
Penatalaksanaa Medis
Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Captopril 2 x 12,5 mg Per oral Menangani
hipertensi dan gagal
ginjal
Purnasali
NIM : 2019.NS.A.07.021
ANALISA DATA
Edema
Hipervolemia
29
Intoleransi aktivitas
30
PRIORITAS MASALAH
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny.M
Ruang Rawat : HD
32
RENCANA KEPERAWATAN
33
RENCANA KEPERAWATAN 33
Ruang Rawat : HD
34
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny.M
Ruang Rawat : HD
35
35
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Senin, 20 Juli 2020 1) Memonitor nilai AGD PH, PCO2, Jam Evaluasi : 11:30 WIB
1) 07: 30 WIB HCO3 dan TTV klien S: Pasien mengatakan “masih merasa sesak”
2) 07: 40 WIB 2) Mengatur posisi klien semi fowler
3) 07: 45 WIB O:
3) Memberikan edukasi klien untuk
4) 08: 15 WIB - Klien tampak terbaring dengan posisi
berhenti merokok
semi fowler
4) Melakukan kolaborasi dalam
pemberian O2 - AGD PH: 7,25
Purnasali
- RR: 23x/menit
- PCO2 : 21 mmHg
- HCO3 :19 mEq/L
P: Lanjutkan intervensi
36
37
Senin, 20 April 2020 1) Memonitor TTV dan menghitung Jam Evaluasi : 11: 30 WIB
1) 07 : 30 WIB balance cairan klien
S: Klien mengatakan “bengkak berkurang pada
2) 07 : 45 WIB 2) Menganjurkan klien untuk membatasi kelopak mata, lengan kaki dan perut
3) 08 : 00 WIB
4) 09 : 00 WIB cairan 630 cc ( 3 gelas ) 24 jam O:
3) Memberikan edukasi pembatasan cairan
-
Pitting edema derajat 2
4) Melakukan kolaborasi dalam pemberian -
BB klien menurun dari pre HD 70 kg ke
65 kg pos HD
terapi obat
- shifting dullness masih +.
a. Captopril 2 x 12,5 mg, - TTV : Purnasali
b. Asam folat 2 x 1 mg TD : 140/80 mmHg
N : 89x/ menit
c. Hemapo 2000U. RR : 23 x/menit
S : 36,2 °C
A: Masalah teratasi sebagian lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan intervensi
- Observasi TTV dan balance cairan
- Kolaborasi dalam pemberian terapi obat
38
37
39
Senin, 20 Juli 2020 1) Memonitor luka pada kaki klien Jam Evaluasi : 11: 30 WIB
38
40
Senin, 20 April 2020 1) Memonitor nilai HGB klien Jam Evaluasi : 11: 30 WIB
39
41
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah membahas keseluruhan asuhan keperawatan pada Ny.M dengan gagal
ginjal kronik pada bab ini akan disampaikan simpulan sebagai berikut :
Pada tahap pengkajian sampai pemeriksaan fisik ditemukan masalah
keperawatan yaitu yang pertama gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi, kedua hipervolemia berrhubungan dengan output yang
kurang, ketiga gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer, dan
yang keempat intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Pada tahap perencanaan dibuat prioritas masalah keperawatan tindakan,
tujuan dan waktu secara spesifik sesuai dengan waktu yang diberikan. Pada
diagnosa gangguan pertukaran gas, hipervolemia, gangguan integritas kulit,
dan intoleransi aktivitas semua rencana tindakan keperawatan sudah
dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan dapat dilakukan
dengan rencana ke empat diagnosa semua pelaksanaan sudah dilakukan sesuai
kondisi dan kebutuhan klien.
Pada tahap evaluasi dari empat diagnosa keperawatan didapatkan ketiga
diagnosa belum teratasi sebagian, hal ini karena faktor pendukung dari klien
dan perawat ruangan.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat bagi Mahasiswa/i juga diharapkan secara
aktif untuk membaca dan meningkatkan keterampilan serta menguasai kasus
yang diambil untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang
komprehensif.
5.2.2 Untuk Rumah Sakit
42
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Hidayat. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Sslemba Medika
Mansjoer. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer dan Bare. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jilid II Edisi 8.
Jakarta : EGC