Disusun Oleh:
Kelompok 15
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Muhammad Tarmizi, S.Kep. (131723143038)
R. Hesea Rochmatillah,S.Kep. (131723143051)
Getrudis Fransiska Diaz, S.Kep. (131723143056)
Nurul Aini, S.Kep. (131723143067)
Nurul Dwi Ismayanti, S.Kep. (131723143070)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Pada Tn. A Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease Stage V + Efusi
Pleura Di Ruang Pandan 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya.”
Pembuatan makalah ini dibuat secara kelompok dengan harapan dapat
menambah wawasan para pembaca akan topik yang kami susun. Terimakasih
penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Demikian makalah ini penulis susun. Penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, masukan dari
para pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dalam penyusunan
makalah berikutnya.
Penyusun
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
masyarakat utama. Bahkan merambah ke negara berkembang
seperti Indonesia. Berdasarkan perkiraan WHO pada tahun 2012,
angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun,
dan pada tahun yang sama WHO memperkirakan angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit kronis di Indonesia
mencapai 54% dari seluruh penyebab kematian, melebihi angka
kematian yang disebabkan karena penyakit menular dan
kecelakaan. Salah satu penyakit kronis yang angka kejadiannya
diperkirakan meningkat setiap tahunnya adalah penyakit gagal
ginjal kronik (Sundara, 2015).
Pada penderita CKD yang menjalani hemodialisis terjadi
fluktuasi status volume cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit
plasma yang sangat tergantung pada jumlah cairan yang
diminum dan fungsi ginjal sisa (Lubis, 2009). Kelebihan ataupun
kekurangan cairan ini dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien yang menjalani hemodialisis (Pace, 2007),
terutama yang berhubungan dengan komplikasi kardiovaskuler.
Beberapa komplikasi akibat kegagalan dalam mengatur asupan
cairan pada pasien gagal ginjal antara lain; hipertensi yang tidak
terkendali, hipotensi intradialisis, edema perifer, asites, efusi
pleura dan gagal jantung kongestif. Jika penyakit ini tidak dilakukan
penatalaksanaan yang tepat maka akan mengarah pada kematian sehingga
membutuhkan terapi ketat terkait manajemen cairan dan nutrisi agar
menghidarkan dari kondisi edema paru yang dapat menyebabkan gagal napas dan
sesak yang memberat.
Penyakit CKD merupakan penyakit yang memerlukan
perawatan dan penanganan seumur hidup. Fenomena yang
terjadi banyak klien yang keluar masuk Rumah Sakit untuk
melakukan pengobatan dan dialisis. Oleh karena itu peran
perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien CKD, serta diharapkan tidak hanya terhadap
keadaan fisik klien tetapi juga psikologis klien. Berdasarkan hal
4
tersebut maka kelompok ingin membahas tentang asuhan
keperawatan dengan Chronic Kidney Disease di Ruang Pandan 2
RSUD Dr Soetomo.
5
1.3 Manfaat
1. Bagi mahasiswa mampu memahami serta menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) khususnya di ruang
Pandan 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2. Bagi institusi sebagai sumber pustaka dan literatur dalam pengembangan
ilmu pengetahuan terutama tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) dan meningkatkan progam pendidikan serta
pengembangan di bidang keperawatan
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
Penyakit Vaskuler Aterosklerosis, HT, IMA, Vaskulitis,
Trombolisis
Penyakit kista dan Polycystic kidney disease, dysplasia renal
congenital
8
2. GFR
Tahapan GFR
Tahap I GFR normal atau meningkat >90 ml/mnt/1,73m2
Tahap II Penurunan GFR ringan, 60-89 ml/mnt/1,73m2
Tahap IIIa Penurunan GFR ringan ke sedang, 45-59
ml/mnt/1,73m2
Tahap IIIb Penurunan GFR sedang ke berat, 30-44 ml/mnt/1,73m 2
Tahap IV Penurunan GFR berat, 15-29 ml/mnt/1,73m 2
Tahap V Gagal ginjal dengan GFR <15 ml/mnt/1,73m2
(Suwitra, 2006; Kidney Organization, 2001)
Rumus penghitungan GFR yaitu:
9
b. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
c. Anemia, azotemia dan asidosis metabolik
d. Poliuria dan nokturia
e. Gejala gagal ginjal
4. ESRD (End Stage Renal Disease)
a. Nefron tidak berfungsi > 85%
b. LFG > 10% normal
c. BUN dan kreatinin serum tinggi
d. Oliguria
e. Gejala gagal ginjal (Alam, 2007)
10
2. Penyakit vaskular hipertensi misalnya nefrosklerosis benigna
dan nefrosklerosis maligna
a. Nefrosklerosis benigna
Jenis kelainan ginjal akibat hipertensi yang berlangsung
cukup lama sehingga terjadi pengendapan fraksi plasma
daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang.
b. Nefrosklerosis maligna
Kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan
diastole diatas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya
fungsi ginjal.
3. Gangguan jaringan penyambung, misalnya poliateritis nodosa
dan skleroderma
a. Poliateritis nodosa
Kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan pembuluh-
pembuluh darah tersebut membengkak dan menurunkan
aliran darah ke organ-organ utama, sehingga
menyebabkan penurunan suplai oksigen ke organ-organ
tersebut dan akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan.
b. Skleroderma
Penyakit autoimun/jaringan ikat yang ditandai oleh fibrosis
dan perubahan degenerative pada kulit, sinovium dan
arteri.
4. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya asidosis tubulus
ginjal
Asidosis tubulus ginjal yaitu suatu penyakit ginjal terutama
pada bagian tubulus renalis.
5. Penyakit metabolik, misalnya DM, gout dan amiloidosis
a. Gout
Penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan
berulang dari arthritis yang terasa sangat nyeri karena
adanya endapan Kristal monosodium urat yang terkumpul
di dalam sendi sebagai akibat hiperurisemia.
b. Amilodiosis
Kondisi yang terjadi akibat penumpukan protein amiloid
pada organ dan jaringan, sehingga mengakibatkan
timbulnya penyakit.
11
6. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgesik dan
nefropati timbal
Nefropati timbal merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh
adanya timbal pada ginjal.
7. Nefropati obstruktif, misalnya saluran kemih bagian atas:
kalkuli neoplasma. Saluran kemih bagian bawah : hipertrofi
prostat.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.
12
terutama pada telapak kaki), osteodistropi, dan resiles leg
syndrome (pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan)
Menurut (Suyono, 2001), selain manifestasi klinis di atas
juga dapat menimbulkan gangguan sebagai berikut:
1. Gangguan integumen: pruritus, kulit pucat akibat anemia dan
kuning akibat penimbunan urokrom/urobilin, kuku tipis dan
rapuh.
2. Gangguan seksual: ereksi menurun, gangguan menstruasi.
3. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa,
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia.
4. Gangguan hematologi: anemia (berkurangnya produksi
eritropoetin).
13
dimana timbulnya gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80-90%. Pada tingkat ini fungsi
renal yang demikian nilai creatinin clearance turun sampai
15ml/menit.
14
2.6 WOC (web of Causation) Teori
Penyakit Vaskuler
Toksik:Kebiasaan merokok2 pacs /
hari sejak umur 12 tahun dan sering
Hipertensi minum minuman berenergi 3 sachets /
hari
Sistem RAA ↑
nefrotoksik
Vasokonstriksi pembuluh
darah, ↑ TD
Kerja Ginjal ↑
Hiperfiltrasi glomerulus
Sklerosis nefron
CKD V
↓Eritropoietin
Kerusakan glomerulus Post HD + 2 th
menurun
Sesak
15
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Chronic Kidney Disease
(CKD)
Menurut Lemone & Burke (2008) & Lewis et. al (2011)
Pemeriksaan penunjang yang dapat ditegakkan dalam
mendiagnosis CKD antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Renal function test (RFT)
BUN-Kreatinin serum meningkat biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 30 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan
ini berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah
protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.
2) Terdapat Cystatin C (biomarker perusak ginjal)
3) Darah lengkap
Leukositosis, trombositopenia, LED (Laju endap darah):
meninggi yang diperberat oleh adanya anemia normositer
normokrom dan jumlah retikulosit yang rendah dan hipoalbuminemia,
TG meningkat, albumin menurun.
4) Serum elektrolit
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D pada GGK, hiponatremi umumnya
karena kelebihan cairan, dan hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal
ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
5) BGA test
Ditemukan asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukkan pH yang menurun, BE yang menurun, PCO 2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal
ginjal.
6) Tes HbA1C
Peningkatan gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
7) Tes urin ditemukan proteinuria
8) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
2. Gambaran radiologis
16
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi antergrade atau retrograde dilakukan sesuai
indikasi
c. USG ginjal, bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis/batu
ginjal, kista, massa
3. Biopsi dan hispatologi ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih
mendekati normal dimana diagnosis secara non invasif tidak
bisa ditegakkan
17
1) Dapat mencapai dan mempertahankan status gizi yang
optimal untuk memperhitungkan sisa fungsi ginjal,
sehingga tidak memperberat fungsi ginjal.
2) Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang
tinggi (uremia).
3) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
4) Mencegah dan mengurangi progesifitas dari CKD
sendiri, dengan cara memperlambat turunnya laju
filtrasi glomerulus (Almatsier, 2006).
Pada penderita GGK / CKD ini biasanya sering terjadi
gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia,
dan gangguan lain yang menyebabkan asupan gizi tidak
adekuat.
Syarat pemberian diet pada CKD, (Almatsier, 2006)
adalah:
1. Energi yang cukup (35kkal/kgBB)
2. Rendah protein (0,6-0,75 g/kgBB)
3. Cukup lemak (20-30% dari kebutuhan total energi yang
diperlukan) diutamakan makanan yang mengandung lemak
tidak jenuh
4. Cukup karbohidrat (kebutuhan energi total dikurangi energy
yang berasal dari lemak dan protein)
5. Pembatasan natrium (1-3 g) jika terdapat hipertensi, edema,
asites, oliguria atau anuria
6. Pembatasan kalium (60-70) jika terjadi hiperkalemi (kalium
darah > 5,5 mEq), oliguria atau anuria
7. Pembatasan intake cairan sebanyak jumlah output cairan
(urine output)/hari ditambah dengan pengeluaran cairan
melalui keringat dan pernapasan (+ 500ml)
8. Cukup vitamin bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam
folat, vitamin C dan D
9. Karena kebutuhan gizi pasien penyakit ginjal kronik sangat
bergantung pada keadaan dan berat badan perorangan, maka
jumlah protein yang diberikan dapat lebih tinggi atau lebih
rendah daripada standar. Untuk protein dapat ditingkatkan
18
dengan memberikan asam amino esensial murni. Maka
dilakukan pembatasan protein:
a. Pasien non dialisis 0,6-0,75 gr/kgBB/hari
b. Pasien hemodialisis 1-1,2 gr/kgBB/hari
c. Pasien peritoneal dialysis 1,3/gr/kgBB/hari
Konteks cairan normal orang dewasa sehat adalah (KDIGO,
2012):
1. Nilai fungsi ginjal 120 cc/menit.
2. Belum ada tanda tanda penurunan fungsi ginjal.
3. Creatinine Clearence Test (CCT) atau TKK (tes kreatinin klirens)
normal yaitu 50cc/kg berat badan/24 jam.
4. Kebutuhan cairan terpenuhi direfleksikan dari produksi urin
1cc/menit, sehingga produksi urin dewasa normal ±1200 cc/
24 jam.
5. Peningkatan suhu 1°C kebutuhan cairan ditambah 12%-15%
dari kebutuhan cairan dalam 24jam
6. Kebutuhan cairan dalam/24 jam dihitung dengan
menggunakan
rumus:(IWL (500cc)+ total produksi urin (urine output). Semua
cairan yang masuk kedalam tubuh harus dikalkulasi dengan
tepat, dengan cara:cairan diberikan 50% saatpagi; 25-33%
saat sore; sisanya diberikan pada malam hari. Air: jumlah urin
24 jam + 500 ml (insensible water loss).
7. Edukasi tentang cara mengatasi rasa haus/ manajemen
xerostomia, misalnya permen karet xylitol
8. Pemberian diuretik, misalnya furosemid
Prinsip diet cairan pasien CKD adalah Pembatasan asupan
air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan
komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat
seimbang dengan air yang keluar baik melalui urin maupun
insensible water loss. Asumsinya bahwa air yang keluar melalui
insible water antara 500-800 ml/hari (sesuai dengan luas
permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml
ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asupannya
adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan,
19
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritnia jantung yang
fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan
sayuran) harus dibatasi kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5
mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan
hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,
disesuaikan dengan tingginya tekanan darah derajat edema yang
terjadi.
Ada beberapa terapi pengganti ginjal yang dapat
dilakukan pada pasien dengan CKD, seperti:
1. Hemodialisis
Dialisis merupakan suatu proses pertukaran solut dari
suatu larutan (A) dengan larutan lain (B) melalui membran
semipermiabel. Membran semipermiabel : tidak dapat dilalui
semua solute dan pori pori dapat dilalui air dan zat dengan BM
kecil. Proses pemindahan sisa metabolisme dan kelebihan air
dari tubuh melalui membran semipermiabel dengan proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2001).
Edema adalah penumpukan cairan interstisial yang berlebihan
yang dapat terlokalisir atau generalisata. Dapat disimpulkan
bahwa dialisis adalah pertemuan darah dan cairan dialisat
secara berseberangan, yang dipisahkan oleh selaput
membran tipis yang disebut dengan membrane
semipermiabel, dimana pada saat ini terjadi proses ultrafiltrasi
atau konveksi, difusi dan osmosis.
Suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut. Tujuan HD untuk
mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dalam darah yang
penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh
pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan
20
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. HD dilakukan 1-
3x dalam seminggu.
Tujuan Hemodialisis:
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam ekskresi
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan
c. Meningkatkan kualitas hidup
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu CAPD dan
Transplantasi
Indikasi HD:
a. Indikasi absolut
Perikarditis, ensefalopati, hipertensi, BUN >120 mg % dan
kreatinin >10mg%, muntah persisten.
b. Indikasi elektif
LFG antara 5-8 ml/menit/1,73 m2, astonia berat, mual,
muntah
Komplikasi HD:
a. Emboli udara
b. nyeri dada
c. pruritus
d. malnutrisi
e. fatigue, kram
2. Peritoneal hemodialysis
Pada dialisis ini membran dialysis menggunakan
membrane peritoneal pasien sendiri. Cairan dialysis
diletakkan pada rongga peritoneal menggunakan kateter yang
dimasukkan dan dibiarkan selama 4-6 jam untuk mencapai
kesetimbangan. Dialisa kemudian dibuang dan digantikan
dengan fluida dalisis yang baru sehingga terjadi perubahan
konsentrasi pada glukosa darah.
21
anemis,osteodistrofi ginjal, gagal jantung, dan disfungsi
ereksi (impotensi) (Alam, 2007).
Menurut Alam (2007) komplikasi yang dapat terjadi
pada penyakit CKD antara lain:
1. Anemia
Dikatakan anemia bila kadar sel darah merah rendah, karena
terjadi gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang
bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mendukung
kegiatan sehari-hari. Akibat dari gangguan tersebut, tubuh
kekurangan energi karena sel darah merah yang bertugas
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak
mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah adalah
kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat
sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
2. Osteodistofi Ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat
gangguan metabolism mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat
dalam darah sangat tinggi, akan terjadi pengendapan garam
kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi
metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal
(nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh
darah, gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
3. Gagal Jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam
jumlah yang memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap
bekerja, tetapi kekuatan memompa atau daya tampungnya
berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal kronis
dimulai dari anemia yang mengakibatkan jantung harus
bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung
kiri (left venticular hypertrophy/LVH). Lama-kelamaan otot
jantung akan melemah dan tidak mampu lagi memompa
darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal) (Alam,
2007).
22
4. Disfungsi Ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi yang diperlukan untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya. Selain akibat
gangguan sistem endokrin (yang memproduksi hormone
testosteron) untuk merangsang hasrat seksual (libido), secara
emosional penderita gagal ginjal kronis juga mengalami
Faktor Resiko
Diabetes perubahan emosi (depresi) yangHITUNG mengurasGFR
energi. Namun,
Jika tes eGFR pertama kali
Hipertensi <60ml/min/1.73m2 , ulangi dalam 14
penyebab
Penyakit kardiovaskuler utama gangguan kemampuan pria penderita
(iskemia gagal
hari untuk mengekslusi AKI
jantung, gagal jantung kronis,
ginjal kronis adalah suplai darah
Untuk yang tidak
mengidentifikasi cukup ke penis
prigresivitas,
penyakit serebrovaskuler) setidaknya lakukan 3x pemeriksaan
Penyakit saluranyang
kemih berhubungan langsung
eGFRdengan ginjal.
selama 90 hari
Lupus eritematosus Anjurkan pasien untuk tidak
Riwayat keluarga dengan gagal mengkonsumsi daging 12 jam sebelum
ginjal 2.10 Prognosis Chronic Kidney Disease (CKD)
pemeriksaan eGFR blood test karena
Angka(NSAIDs,
Obat-obatan nefrotoksik kematian meningkat sejalan kreatinin.
dapat meningkatkan dengan memburuknya
lithium jangka panjang)
fungsi ginjal. Penyebab kematian utama adalah penyakit
kardiovaskular. Terapi penggantian ginjal dapat meningkatkan
FIRSTangka
STEP AND STAGING
harapan hidup (Tambayong, 2011).
2.11 Konsep Algoritma Chronic Kidney Disease (CKD)
Adakah gejala AKI atau active renal disease? YES
YES Nefrologist atau urologist
Oliguria
Hiperkalemia (K>7mmol/l)
Hipertensi kronis
Sindrom nefrotik
Hematoproteinuria
Gejala dysuria, gejala
obstruksi
Gejala sistemik akut (ras,
artritis, muntah, diare)
23
MANAGEMENT IN PRIMARY CARE Terapi ACEI first, jika tidak toleran gunakan ARBs
Titrasi hingga dosis maksimum pada diabet
maupun non diabet dengan proteinuria
Tes eGFR dan potassium serum sebelum terapi
dilakukan
Kontrol TD < 140/90 mmHg (target Jika eGFR stabil menunjukkan penurunan sedikit,
sistolik 120-139), atau < 130/80 lanjutkan dosis maksimum
mmHg untk CKD dan DM, target Jika eGFR menurun 15-25% : jangan mengubah
sitolik 120-129 untuk ACR > 70 dosis, ulangi tes setelah 1-2 minggu. Lanjutkan
titrasi dosis jika eGFR stabil
mg/mmol
Jika eGFR turun >25% atau kreatinin plasma
Gunakan ACEI/ARBs sesuai meningkat >30%: identifikasi penyebab lain
indikasi penurunan fungsi ginjal, missal akibat diretik atau
Kurangi resiko penyakit Ya NSAIDs
kardiovaskuler Jika tidak ditemukan penyebab lain STOP
ACEI/ARB terapi atau kurangi dosis
Identifikasi progresivitas CKD
Evaluasi albuminuria dan hematuria
USG ginjal
Hindari NSAIDs dan agen Statins untuk pencegahan primer penyakit
nefrotoksik kardiovaskuler
Statins untuk pencegahan sekunder penyakit
kardiovaskuler dengan DM
Gunakan obat-obatan antiplatelet sebagai
secondary prevention penyakit kardiovaskuler
1.10
25
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Chronic Kidney
Disease (CKD)
1. Pengkajian
b. Anamnesis
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara
wawancara atau interview. Mengetahui kondisi klien untuk
saat ini dan masa lalu. Anamnesa mencakup identitas
klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat
tinggal.
1) Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan
darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM,
diagnose medis, alamat.
2) Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana
terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-
angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai
dari urine output sedikit sampai tidak ada BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
3) Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada
saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiation, severity scala dan
time. Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset
penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi dan cairan. Kaji
26
pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang.
Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang
mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup
yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas dan
penyakit menular pada keluarga.
6) Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya
tindakan dialysis akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan,
gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan
peran pada keluarga.
7) Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai
kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan
rumah.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan TTV
27
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf
pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR
meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari
hipertensi ringan sampai berat.
2) Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya
pernapasa kusmaul. Pola napas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3) Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda
khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala
gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT
> 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,
gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot
ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya
anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi
eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari
saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan
sekunder dari trombositopenia.
4) Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses berfikir dan
disorientasi. Klien sering didapatkanadanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless
leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5) Sistem kardiovaskuler
28
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas system rennin angiostensin
aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat produksi testosterone dan
spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut
(klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh
hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat
menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah
akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan
gangguan metabolism vitamin D.
7) Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri,
terjadi penurunan libido berat
8) Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan
diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan
mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9) Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram
otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak
29
dan sendi, keterbatasan gerak sendi.Didapatkan adanya
kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
2. Diganosa keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme
pengaturan melemah
b. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
disfungsi renal
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler paru
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
f. Mual berhubungan dengan paparan toksin
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan
ketidakseimbangan suplai oksigen
3. Intervensi keperawatan
N
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
o Intervensi
Keperawatan Hasil
.
1 Kelebihan volume NOC: NIC:
. cairan berhubungan Fluid balance Fluid Management:
dengan mekanisme Tujuan : 1. Pertahankan intake dan
pengaturan Setelah dilakukan tindakan output secara akurat
melemah keperawatan selama3x24 2. Kolaborasi dalam
jam kelebihan volume pemberian diuretik
cairan teratasi dengan 3. Batasi intake cairan pada
kriteria: hiponatremi dilusi dengan
1. Tekanan darah dbn serum Na dengan jumlah
100-120/60-80 mmHg kurang dari 130 mEq/L
2. Nilai nadi radial dan 4. Monitor status hidrasi
perifer dbn 60- (kelembaban membrane
80x/menit mukosa, TD ortostatik, dan
3. Keseimbangan intake keadekuatan dinding nadi)
dan output dalam 24 5. Monitor hasil
jam dengan produksi laboratorium yang
urin dbn 500- berhubungan dengan
1000cc/jam retensi cairan (peningkatan
4. Kestabilan berat badan kegawatan spesifik,
sesuai dengan BMI peningkatan BUN,
dbn 18,5 - 24,9 penurunan hematokrit, dan
5. Serum elektrolit dbn peningkatan osmolalitas
6. Hematokrit dbn pria urin)
dewasa: 38,8-50 % 6. Monitor status
Wanita dewasa: 34,9- hemodinamik (CVP, MAP,
44,5 % PAP, dan PCWP) jika
30
tersedia
7. Monitor tanda vital
Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BBsebelum
dansesudahprosedur
2. Observasiterhadapdehidras
i, kramotot
danaktivitaskejang
3. Observasi reaksitranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat, HMT
danelektrolit
6. Monitor CT
PeritonealDialysis Therapy:
1. Jelaskan prosedur dan
tujuan
2. Hangatkan cairan dialisis
sebelum instilasi
3. Kaji kepatenan kateter
4. Pelihara catatan volume
inflow/outflow dan
keseimbangan cairan
5. Kosongkan bladder
sebelum insersi peritoneal
kateter
6. Hindari peningkatan stres
mekanik pada kateter
dialisis peritoneal (batuk)
7. Pastikan penanganan
aseptik pada kateter dan
penghubung peritoneal
8. Ambil sampel laboratorium
dan periksa kimia darah
(jumlah BUN, serum
kreatinin, serum Na, K, dan
PO4)
9. Cek alat dan cairan sesuai
protokol
10. Kelola perubahan dialysis
(inflow, dwell, dan
outflow) sesuai protokol
11. Ajarkan pasien untuk
memonitor tanda dan
gejala yang mebutuhkan
penatalaksanaan medis
(demam, perdarahan, stres
resipratori, nadi irreguler,
dan nyeri abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada
pasien untuk diterapkan
dialisis di rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR,
suhu, dan respon klien
31
selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi
(peritonitis)
32
2. Tekan karbondioksida kesehatan lain mengenai
di darah arteri (PaCO2) penggunaan oksigen
35-45 mmHg tambahan saat aktivitas
3. pH arterial 7,35-7,45 dan/atau tidur
4. Saturasi oksigen 5. Pantau efektivitas terapi
(SpO2) < 95 % oksigen (pulse oximetry,
5. Keseimbangan perfusi BGA)
ventilasi dbn 6. Observasi tanda pada
6. Tidak ada sianosis oksigen yang disebabkan
hipoventilasi
7. Monitor aliran oksigen
liter
8. Monitor posisi dalam
oksigenasi
9. Monitor tanda-tanda
keracunan oksigen dan
atelektasis
10. Monitor peralatan oksigen
untuk memastikan bahwa
tidak mengganggu pasien
dalam bernapas
33
granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda
infeksi local, formasi
traktus
11. Monitor aktivitas dan
mobilitas klien
12. Monitor status nutrisi klien
34
bentuk 2.
4. Identifikasi pengobatan
awal yang pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak mual
pada kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat
antiemetik yang efektif
diberikan untuk mencegah
mual bila memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang
telah berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk tidak
mentolerir mual tapi
bersikap tegas dengan
penyedia layanan
kesehatan dalam
memperoleh bantuan
farmakologis dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang
cukup dan tidur untuk
memfasilitasi bantuan
mual
10. Dorong makan sejumlah
kecil makanan yang
menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan
memberikan suport
emosional
35
(ADLs) secara mandiri seperti kursi roda, krek.
6. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
7. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
8. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
10. Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
12. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
13. Monitor respon
kardiovaskular terhadap
aktivitas (takikardia,
disritmia, sesak nafas,
diaphoresis, pucat,
perubahan hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
15. Monitor responfisik,
emosi, social dan spiritual.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
36
5. Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
6. Bahasa : Indonesia
7. Pendidikan : Tamat SD
8. Pekerjaan : Tidak bekerja
9. Alamat : Surabaya
10. Alamat yang mudah dihubungi : Surabaya
11. Sumber biaya : BPJS
KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas.
Keterangan :
37
: Laki-laki : Tinggal serumah
: Perempuan : Meninggal
38
Mukosa bibir lembab, bersih dan tidak berbau, peristaltik usus 15x/menit,
BAB 1x ganti pempers, diet RPRG, nafsu makan menurun.
Masalah keperawatan: tidak ada
7) Sistem penglihatan
Klien masih dapat melihat dengan jelas, pupil isokor, sklera anikterik,
konjungtiva anemis.
Masalah keperawatan: tidak ada
8) Sistem pendengaran
Klien masih dapat mendengar dengan jelas
Masalah keperawatan: tidak ada
9) Sistem muskuloskeletal
Kekuatan otot 5 5
5 5
Turgor kulit menurun, terpasang infus di tangan kanan NaCl 0,9%.
Masalah keperawatan: tidak ada
10) Sistem integumen
Penilaian resiko dekubitus
ASPEK YANG KRITERIA PENILAIAN
DINILAI NILAI
1 2 3 4
PERSEPSI TERBATAS SANGAT TERBATAS KETERBATASAN TIDAK ADA 3
SENSORI SEPENUHNYA RINGAN GANGGUAN
TERUS SANGAT LEMBAB
KELEMBABAN MENERUS BASAH KADANG2 BASAH JARANG BASAH 4
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Persepsi klien terhadap penyakitnya: klien mengatakan ujian dari Allah.
2. Ekspresi klien cemas dengan sesak sambil duduk, dan sedikit tegang
3. Reaksi klien kooperatif dan setiap pertanyaan sering di jawab dengan
anggukan ataupun gelengan.
4. Tidak terdapat gangguan konsep diri
39
Klien bersih, tiap pagi keluarga menyeka klien dengan waslap dan mengganti
baju
2. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan
Untuk pemenuhan ADL klien dibantu dengan keluarganya dalam hal mandi,
ganti pakaian, dan makan.
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah sebelum masuk rumah sakit sholat 5 waktu, saat dirumah
sakit hanya dengan isyarat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gas darah (11-3-18)
pH 7,16 (7,35-7,45)
pCO2 31 mmHg (35-45)
pO2 123 mmHg (80-100)
HCO3 11,3 mmol/l (22-26)
40
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS : keluarga klien Batuk terus menerus Ketidakefektifan bersihan
mengatakan sesak, batuk ↓ jalan nafas
DO : Produksi sekret meningkat
1. Terpasang o2 NRM 8 ↓
lpm Obstruksi
2. Produksi sekret sedikit ↓
warna putih kental Sesak
3. Suara nafas ronchi (+)
4. RR 28 x/menit Frekuensi napas meningkat
5. Terdapat distensi otot ↓
bantu napas Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
DS : keluarga kalien Kemamouan ginjal Gangguan pertukaran gas
mengatakan masih sesak mensekresi H+ menurun
DO : ↓
Terpasang o2 NRM 8 lpm Penurunan pH, HCO3, dan
RR 28 x/menit pCO3
PH 7,11 (7,35-7,45) ↓
pCO2 28,9 mmHg (35-45) Asidosis metabolik
HCO3 11,3 mmol/l (22-26) ↓
SpO2 97% (95-100) Pernapasan kusmaul
BUN 92 mg/dl (8-18) ↓
Alb 3,4 g/dl (3,4-4,8) Gangguan pertukaran gas
Kreatinin serum 20,42
mg/dl (0,5-0,9)
Natrium 132 (135-
145)
Kalium 5,6
Kalsium 94 (8,5-
10,1)
CRT < 2 detik
41
DS: keluarga klien CKD Kelebihan volume cairan
menagtakan produksi ↓
urine menurun Penurunan fungsi ginjal
DO : ↓
Produksi urine 250 cc / 24 Kemampuan filtrasi darah
jam menurun
Balance cairan ↓
Input 1000+1000 cc Protein keluar bersama
Output 250 cc urin (proteinuria)
+ 1750 cc ↓
Edema pada kaki Retensi Natrium
BUN 92 mg/dl (8-18) ↓
Alb 3,4 g/dl (3,4-4,8) Kelebihan volume cairan
Kreatinin serum 20,42
mg/dl (0,5-0,9)
Natrium 132 (135-
145)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveoli kapiler
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan hemoglobin
INTERVENSI KEPERAWATAN
Masalah Keperawatan NOC
Tanggal 12-03-2017 Respiratory Status : Airway Patency Airway Manage
Gangguan pertukaran Tujuan: Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam 1. Pertahankan
gas berhubungan dengan klien Gangguan pertukaran gas adekuat dengan kriteria 2. Pantau efekt
perubahan membran hasil: 3. Monitor pen
1. Tekanan oksigen di darah arteri (PaO2) = 80-100 mmHg inspirasi pres
alveoli kapiler
2. Tekan karbondioksida di darah arteri (PaCO 2) = 35-45 4. Kolaborasi p
42
mmHg
3. PH arterial = 7,35-7,45
4. Saturasi oksigen = 98 %
5. Tidak ada Sianosis
43
12 Maret 2018 1,2 07.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan 06.5 S : Ke
1,2,3,4 08.00 nafas 5 batuk
1,2 08.10 2. Mengukur tanda-tanda vital klien klien m
1 09.00 3. Mengauskultasi suara nafas klien O:
4. Memberikan terapi nebulisasi dengan 1. Su
1,2 09.10 ventolin 2. R
1,3 09.20 5. Memonitor SpO2 3. TD
4 09.30 6. Mengevaluasi suara nafas dan respon 4. H
klien 5. Su
7. Memonitor intake dan output cairan 6. G
Hasil : Input 2000 cc/24 jam 7. PH
09.40 Output 550 cc/24 jam PC
12.00 +1450 cc H
4 12.30 8. Mengambil darah BGA Sp
1,2,3,4 9. Monitor tanda-tanda vital 8. Ba
4 12.40 10. Observasi adanya pembatasan klien 9. Kl
dalam melakukan aktivitas akt
4 11. Bantu klien untuk melakukan aktivitas 10.Ke
yang dapat dilakukan A:M
nafas,
vo
belum
P : Int
44
1,2 14.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
1,2 14.50 2. Mengauskultasi suara nafas klien
1 14.55 3. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 15.00 4. Memonitor SpO2
1,3 15.10 5. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 18.00 6. Monitor tanda-tanda vital
4 18.30 7. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 18.45 8. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan
45
1,2 21.15 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
1,2 21.30 2. Mengauskultasi suara nafas klien
1,2 22.00 3. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 22.30 4. Memonitor SpO2
1,2 22.40 5. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 05.00 6. Monitor tanda-tanda vital
4 05.30 7. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 05.50 8. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan
46
47
13 Maret 2018 1,2 07.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas 06.5 S : Ke
1,2,3,4 08.00 2. Mengukur tanda-tanda vital klien 5 batuk
1,2 08.10 3. Mengauskultasi suara nafas klien klien m
1 09.00 4. Memberikan terapi nebulisasi dengan O:
ventolin 1. S
1,2 09.10 5. Memonitor SpO2 2. R
1,3 09.20 6. Mengevaluasi suara nafas dan respon 3. T
4 09.30 klien 4. H
7. Memonitor intake dan output cairan 5. S
Hasil : Input 1700 cc/24 jam 6. G
Output 400 cc/24 jam 7. P
4 09.40 +1300 cc 8. P
1,2,3,4 12.00 8. Mengambil darah BGA 9. H
12.30 9. Monitor tanda-tanda vital 10. S
10. Observasi adanya pembatasan klien 11. B
12.40 dalam melakukan aktivitas 12. K
11. Bantu klien untuk melakukan aktivitas ak
yang dapat dilakukan 13. K
A:M
nafas,
vo
belum
P : Int
48
4 05.50 16. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan
14 Maret 2018 1,2 07.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas 06.5 S : Ke
1,2,3,4 08.00 2. Mengukur tanda-tanda vital klien 5 berkur
1,2 08.10 3. Mengauskultasi suara nafas klien klien m
1 09.00 4. Memberikan terapi nebulisasi dengan O:
ventolin 1. S
1,2 09.10 5. Memonitor SpO2 2. R
1,3 09.20 6. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien 3. T
4 09.30 7. Memonitor intake dan output cairan 4. H
Hasil : Input 1700 cc/24 jam 5. S
Output 400 cc/24 jam 6. G
+1300 cc 7. P
4 09.40 8. Mengambil darah BGA 8. P
1,2,3,4 12.00 9. Monitor tanda-tanda vital 9. H
4 12.30 10. Observasi adanya pembatasan klien dalam 10. S
melakukan aktivitas 11. B
4 12.40 11. Bantu klien untuk melakukan aktivitas 12. K
yang dapat dilakukan ak
13. K
A:M
nafas,
vo
belum
P : Int
49
1,2 21.15 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
1,2 21.30 2. Mengauskultasi suara nafas klien
1,2 22.00 3. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 22.30 4. Memonitor SpO2
1,2 22.40 5. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 05.00 6. Monitor tanda-tanda vital
4 05.30 7. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 05.50 8. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan
50
BAB 4
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien CKD dengan beragam komplikasi yang menyertainya
seperti pada kasus Tn. A yaitu CKD-V, efusi pleura di ruang rawat
pandan 2 perlu monitoring ketat terkait kondisinya beserta
terapinya. Hal yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien
dengan CKD-V adalah monitoring cairan. Balans cairan sangat
penting pada kondisi CKD-V dengan cara meretriksi cairan karena
jika pasien kelebihan cairan (intake) akan mengalami sesak
memberat karena terjadi penumpukan cairan di paru-paru
bahkan di seluruh tubuh utamanya ekstremitas bawah. Selain itu,
diet nutrisi yang harus diperhatikan terkait kerja ginjal yang
sudah melemah bahkan glomerulus ginjal sudah rusak, sehingga
perlu sekali diet rendah protein. Terapi penting lainnya adalah
Hemodialisa karena untuk membantu ginjal dalam meregulasi
darah.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya
harus benar-benar memperhatikan terapi pengobatan sesuai
dengan kondisi klinis pasien. Intervensi keperawatan yang tepat dan
rasional pada setiap diagnosis keperawatan merupakan panduan perawat dalam
melaksanakan tindakan asuhan keperawatan agar dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi lain yang terjadi.
5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan lebih menggembangkan ilmu asuhan keperawatan
medikal bedah pada pasien dengan CKD-V sehingga tanggap dan berpikir
kritis dalam menanggapi kondisi pasien dengan CKD-V secara tepat .
2. Bagi Institusi
Perawat klinik diharapkan dapat mengembangkan ilmu keperawatan asuhan
keperawatan medikal bedah pada klien dengan CKD-V sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan tanggap saat terjadi kondisi
darurat.
DAFTAR PUSTAKA
Suyono S 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3 Jilid I II,
EGC, Jakarta
Tambayong 2011, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV,
Salemba Medika, Jakarta