Anda di halaman 1dari 54

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA TN. A DENGAN


DIAGNOSA MEDIS “CKD ST V + EFUSI PLEURA”
DI RUANG PANDAN 2 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
PERIODE 12 MARET – 17 MARET 2018

Disusun Oleh:
Kelompok 15
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Muhammad Tarmizi, S.Kep. (131723143038)
R. Hesea Rochmatillah,S.Kep. (131723143051)
Getrudis Fransiska Diaz, S.Kep. (131723143056)
Nurul Aini, S.Kep. (131723143067)
Nurul Dwi Ismayanti, S.Kep. (131723143070)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Pada Tn. A Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease Stage V + Efusi
Pleura Di Ruang Pandan 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya.”
Pembuatan makalah ini dibuat secara kelompok dengan harapan dapat
menambah wawasan para pembaca akan topik yang kami susun. Terimakasih
penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Demikian makalah ini penulis susun. Penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, masukan dari
para pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dalam penyusunan
makalah berikutnya.

Surabaya, 27 Maret 2018

Penyusun

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal kronis adalah perburukan fungsi ginjal yang lambat, progresif,
dan irreversibel yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk membuang
produk sisa dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Akhirnya
keadaan ini mengarah ke penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) dan membutuhkan
beragam terapi seperti terapi pengganti ginjal, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal untuk mempertahankan hidup (Morton 2012, p.879;
Suwitra, 2006).
Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan
masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insidensi, prevalensi serta tingkat
morbiditas. Biaya perawatan penderita CKD mahal dengan “outcome” yang
buruk. Pada tahun 1995 secara nasional terdapat 2.131 pasien gagal ginjal kronik
dengan hemodialisis dengan beban biaya yang ditanggung Askes besarnya adalah
Rp 12,6 milyar. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 2.617 pasien dengan
hemodialisis dengan beban yang ditanggung oleh Askes sebesar Rp 32,4 milyar
dan pada tahun 2004 menjadi 6.314 kasus dengan biaya Rp 67,2 milyar. Di
banyak negara termasuk negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian
akibat CKD atau end stage renal disease (ESRD) terus meningkat (Hidayati et al.,
2008).
Berdasarkan data tahunan dari Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (Pernefri) tahun 2011, dari sekitar 12.500 pasien
penderita gagal ginjal terminal yang membutuhkan hemodialisa
rutin, lebih dari 53% berusia dibawah 54 tahun. Penyebab utama
yang paling sering dari penyakit ini adalah hipertensi dan
diabetes mellitus (Sundara, 2015). Pada negara maju, penyakit
kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus,
dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit
menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan

3
masyarakat utama. Bahkan merambah ke negara berkembang
seperti Indonesia. Berdasarkan perkiraan WHO pada tahun 2012,
angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun,
dan pada tahun yang sama WHO memperkirakan angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit kronis di Indonesia
mencapai 54% dari seluruh penyebab kematian, melebihi angka
kematian yang disebabkan karena penyakit menular dan
kecelakaan. Salah satu penyakit kronis yang angka kejadiannya
diperkirakan meningkat setiap tahunnya adalah penyakit gagal
ginjal kronik (Sundara, 2015).
Pada penderita CKD yang menjalani hemodialisis terjadi
fluktuasi status volume cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit
plasma yang sangat tergantung pada jumlah cairan yang
diminum dan fungsi ginjal sisa (Lubis, 2009). Kelebihan ataupun
kekurangan cairan ini dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien yang menjalani hemodialisis (Pace, 2007),
terutama yang berhubungan dengan komplikasi kardiovaskuler.
Beberapa komplikasi akibat kegagalan dalam mengatur asupan
cairan pada pasien gagal ginjal antara lain; hipertensi yang tidak
terkendali, hipotensi intradialisis, edema perifer, asites, efusi
pleura dan gagal jantung kongestif. Jika penyakit ini tidak dilakukan
penatalaksanaan yang tepat maka akan mengarah pada kematian sehingga
membutuhkan terapi ketat terkait manajemen cairan dan nutrisi agar
menghidarkan dari kondisi edema paru yang dapat menyebabkan gagal napas dan
sesak yang memberat.
Penyakit CKD merupakan penyakit yang memerlukan
perawatan dan penanganan seumur hidup. Fenomena yang
terjadi banyak klien yang keluar masuk Rumah Sakit untuk
melakukan pengobatan dan dialisis. Oleh karena itu peran
perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien CKD, serta diharapkan tidak hanya terhadap
keadaan fisik klien tetapi juga psikologis klien. Berdasarkan hal

4
tersebut maka kelompok ingin membahas tentang asuhan
keperawatan dengan Chronic Kidney Disease di Ruang Pandan 2
RSUD Dr Soetomo.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Menganalisis asuhan keperawatan pada pasien chronic
kidney disease (CKD) terutama pada asuhan keperawatan
medikal bedah secara komprehensif di Ruang Pandan 2 RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.

1.2.2 Tujuan khusus


1. Menjelaskan definisi chronic kidney disease (CKD)
2. Menjelaskan tahapan dan klasifikasi chronic kidney disease
(CKD)
3. Mengidentifikasi faktor risiko dan etiologi chronic kidney
disease (CKD)
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis chronic kidney disease
(CKD)
5. Menjelaskan patofisiologi chronic kidney disease (CKD)
6. Menyusun dan menjelaskan WOC (web of causation) chronic
kidney disease (CKD)
7. Mengidentifikasi dan menjelaskan pemeriksaan diagnostik
pada chronic kidney disease (CKD)
8. Mengidentifikasi dan menjelaskan penatalaksanaan pada
chronic kidney disease (CKD)
9. Mengidentifikasi dan menjelaskan komplikasi pada chronic
kidney disease (CKD)
10. Mengidentifikasi prognosis chronic kidney disease (CKD)
11. Menyusun asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien
dengan chronic kidney disease (CKD) di Ruang Pandan 2
RSUD Dr. Soetomo

5
1.3 Manfaat
1. Bagi mahasiswa mampu memahami serta menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) khususnya di ruang
Pandan 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2. Bagi institusi sebagai sumber pustaka dan literatur dalam pengembangan
ilmu pengetahuan terutama tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) dan meningkatkan progam pendidikan serta
pengembangan di bidang keperawatan

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)


Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal
untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat destruksi jaringan ginjal secara bertahap,
progresif, dan irreversible dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) di dalam darah dan menimbulkan
kerusakan multiorgan (Price & Wilson, 2006; Reeves, 2011;
Smeltzer & Bar, 2008).
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI) of the National Kidney Foundation Kidney Disease
Improving Global Outcomes (NKF KDIGO) pada tahun 2012,
mendefinisikan gagal ginjal kronis sebagai suatu kerusakan ginjal
dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 selama
tiga bulan atau lebih.
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CKD
merupakan penyakit dimana fungsi ginjal terutama dalam filtrasi
mengalami gangguan sehingga tubuh gagal mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kerusakan ginjal.
Akibatnya, pasien mengalami uremia dan membutuhkan terapi
termasuk terapi pengganti ginjal.

2.2 Tahapan dan Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Klasifikasi CKD berdasarkan C-G-A staging, National Kidney
Foundation Kidney Disease Improving Global Outcomes (NKF
KDIGO) meliputi:
1. Cause
Penyakit Contoh Penyakit Penyebab
Penyakit Glomerular DMND, Obat nefrotoksik, Glomerulonefritis,
Penyakit Myeloma nefritis, Lingkungan toksik, ISK,
Tubulointerstitial Batu saluran kemih (ex. Urolitiasis)

7
Penyakit Vaskuler Aterosklerosis, HT, IMA, Vaskulitis,
Trombolisis
Penyakit kista dan Polycystic kidney disease, dysplasia renal
congenital

8
2. GFR
Tahapan GFR
Tahap I GFR normal atau meningkat >90 ml/mnt/1,73m2
Tahap II Penurunan GFR ringan, 60-89 ml/mnt/1,73m2
Tahap IIIa Penurunan GFR ringan ke sedang, 45-59
ml/mnt/1,73m2
Tahap IIIb Penurunan GFR sedang ke berat, 30-44 ml/mnt/1,73m 2
Tahap IV Penurunan GFR berat, 15-29 ml/mnt/1,73m 2
Tahap V Gagal ginjal dengan GFR <15 ml/mnt/1,73m2
(Suwitra, 2006; Kidney Organization, 2001)
Rumus penghitungan GFR yaitu:

GFR (ml/mnt/1,73 m2) = ( 140 - umur ) x BB *


72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*Pada perempuan dikali 0,85
Sumber : Clinical Practice Guideline For Chronic Kidney Disease : Evaluation,
Classification and Stratification form KDOQI (2002, p.93).
3. Albumin
Albumin
Tahap Albumin to-
Excretion Rate Kategori
an creatinin ratio
(mg/24jam)
A1 <30 <3 <30 Normal ke
mg/mmol mg/g ringan
A2 30-300 3-30 30-300 Moderat
A3 >300 >30 >300 Berat

Contoh klasifikasi berdasarkan C-G-A staging, sebagai


berikut:DMND, G5, A3, ditandai dengan penurunan GFR dan
albuminuria.
Perkembangan penmyakit CKD, adalah sebagai
berikut:
1. Penurunan cadangan ginjal
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. LFG 40-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. Asimptomatik
2. Gagal ginjal
a. 75-80% nefron tidak berfungsi
b. LFG 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia ringan
e. Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
a. LFG 10-20% normal

9
b. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
c. Anemia, azotemia dan asidosis metabolik
d. Poliuria dan nokturia
e. Gejala gagal ginjal
4. ESRD (End Stage Renal Disease)
a. Nefron tidak berfungsi > 85%
b. LFG > 10% normal
c. BUN dan kreatinin serum tinggi
d. Oliguria
e. Gejala gagal ginjal (Alam, 2007)

2.3 Faktor Risiko dan Etiologi Chronic Kidney Disease


(CKD)
Berikut ini adalah faktor resiko yang dapat memicu
terjadinya chronic kidney disease (Hogg, 2003):
1. Hipertensi dan Merokok
2. Diabetes dan Dislipidemia
3. Penyebab CKD pada anak usia < 5 tahun paling sering adalah
kelainan congenital misalnya displasia atau hipoplasia ginjal
dan uropati obstruktif. Sedangkan pada usia > 5 tahun sering
disebabkan oleh penyakit yang diturunkan (penyakit ginjal
polikistik) dan penyakit didapat (glomerulonefritis kronis).
4. Riwayat keluarga dengan penyakit polikistik ginjal atau
penyakit ginjal genetik
5. Anak dengan riwayat gagal ginjal akut
6. Hipoplasia atau dysplasia ginjal
7. Penyakit urologi terutama uropati obstruktif
8. Refluks verikoureter yang berhubungan dengan ISK dan parut
ginjal
9. Riwayat menderita sindrom nefrotik atau sindrom nefritis akut
Riwayat menderita sindrom hemolitik uremik menurut Price
and Wilson (2006):
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik
Pielonefritis atau infeksi bakteri yang terjadi pada piala ginjal,
tumulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua
ginjal dan dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya
dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain
atau refluks vesikoureter.

10
2. Penyakit vaskular hipertensi misalnya nefrosklerosis benigna
dan nefrosklerosis maligna
a. Nefrosklerosis benigna
Jenis kelainan ginjal akibat hipertensi yang berlangsung
cukup lama sehingga terjadi pengendapan fraksi plasma
daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang.
b. Nefrosklerosis maligna
Kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan
diastole diatas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya
fungsi ginjal.
3. Gangguan jaringan penyambung, misalnya poliateritis nodosa
dan skleroderma
a. Poliateritis nodosa
Kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan pembuluh-
pembuluh darah tersebut membengkak dan menurunkan
aliran darah ke organ-organ utama, sehingga
menyebabkan penurunan suplai oksigen ke organ-organ
tersebut dan akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan.
b. Skleroderma
Penyakit autoimun/jaringan ikat yang ditandai oleh fibrosis
dan perubahan degenerative pada kulit, sinovium dan
arteri.
4. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya asidosis tubulus
ginjal
Asidosis tubulus ginjal yaitu suatu penyakit ginjal terutama
pada bagian tubulus renalis.
5. Penyakit metabolik, misalnya DM, gout dan amiloidosis
a. Gout
Penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak dan
berulang dari arthritis yang terasa sangat nyeri karena
adanya endapan Kristal monosodium urat yang terkumpul
di dalam sendi sebagai akibat hiperurisemia.
b. Amilodiosis
Kondisi yang terjadi akibat penumpukan protein amiloid
pada organ dan jaringan, sehingga mengakibatkan
timbulnya penyakit.

11
6. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgesik dan
nefropati timbal
Nefropati timbal merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh
adanya timbal pada ginjal.
7. Nefropati obstruktif, misalnya saluran kemih bagian atas:
kalkuli neoplasma. Saluran kemih bagian bawah : hipertrofi
prostat.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.

2.4 Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)


Banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronik, akan tetapi, apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan
fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal dan diluar ginjal (Mutaqien &
Kumala 2011, p.166).
Dalam Choosing a Treatmen For Kidney Failure from NKF 2009, p.5)
kebanyakan pasien tidak memiliki gejala yang parah sampai penyakit ginjal
berlanjut. Akan tetapi, beberapa hal yang harus diperhatikan (Lemone &
Burke, 2008; Lewis et. al, 2011) antara lain:
1. B1 (Breathing)
Sesak napas, perubahan pola napas (dangkal dan cepat), dan
sekret meningkat, batuk produktif dengan sputum kental,
suara napas crackles.
2. B2 (Blood)
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium sehingga
mengaktivasi RAA system, nyeri dada, aritmia, edema
pulmoner, distensi JVP, dan Gagal jantung kongesti.
3. B3 (Brain)
Kelemahan dan keletihan, perubahan kesadara sampai koma.
4. B4 (Bladder)
Oliguria sampai anuria.
5. B5 (Bowel)
Mual dan muntah, napas bau amoniak, anoreksia, konstipasi
atau diare, ulserasi dan perdarahan mulut maupun GIT.
6. B6 (Bone and skin)
Kejang otot, tremor, kekuatan otot menurun bahkan hilang,
burning feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar

12
terutama pada telapak kaki), osteodistropi, dan resiles leg
syndrome (pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan)
Menurut (Suyono, 2001), selain manifestasi klinis di atas
juga dapat menimbulkan gangguan sebagai berikut:
1. Gangguan integumen: pruritus, kulit pucat akibat anemia dan
kuning akibat penimbunan urokrom/urobilin, kuku tipis dan
rapuh.
2. Gangguan seksual: ereksi menurun, gangguan menstruasi.
3. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa,
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia.
4. Gangguan hematologi: anemia (berkurangnya produksi
eritropoetin).

2.5 Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Kausa tersering gagal ginjal kronik adalah diabetes mellitus, diikuti oleh
hipertensi dan glomerulonefritis. Obstruksi dan infeksi adalah kausa gagal ginjal
kronik yang lebih jarang (Ganong & McPhee 2012, p.508).
CKD diawali dari penurunan fungsi nefron secara progresif
akibat adanya pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa
ginjal menimbulkan mekanisme kompensasi yang
mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan
hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah golmerulus. Penurunan fungsi in akan disertai
dengan penurunan GFR dan peningkatan sisa metabolisme
dalam tubuh.
Pada kondisi gagal ginjal sebagian, nefron utuh sedangkan
yang lain rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal berfungsi sampai ¾ dari nefron-
nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang direabsorbsi berakibat dieresis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai produk sisa. Titik

13
dimana timbulnya gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80-90%. Pada tingkat ini fungsi
renal yang demikian nilai creatinin clearance turun sampai
15ml/menit.

14
2.6 WOC (web of Causation) Teori

Penyakit Vaskuler
Toksik:Kebiasaan merokok2 pacs /
hari sejak umur 12 tahun dan sering
Hipertensi minum minuman berenergi 3 sachets /
hari

Sistem RAA ↑
nefrotoksik
Vasokonstriksi pembuluh
darah, ↑ TD
Kerja Ginjal ↑

Merusak pembuluh darah


Terjadi kerusakan pada
nefron
nefron

Hiperfiltrasi glomerulus

Peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus

Sklerosis nefron

Penurunan fungsi nefron progresif

CKD V

GFR menurun<15 ml/menit/1,73

↓Eritropoietin
Kerusakan glomerulus Post HD + 2 th
menurun

Proteinuria Ultrafiltrasi vena ↑ Produksi eritrosit ↓

Hipoalbuminemia Volume cairan ↓ Hb ↓

Hipovolemik Suplai O2↓


Katabolisme protein
dalam sel menurun
PCO2↓ dan ureum ↑ anemia

Ureum ↑ Nyeri dada MK: Keletihan


(00093)

Asidosis metabolik kompensassi MK: Nyeri Akut


respiratorik (00132)

Sesak

MK. Ketidakefektifan pola


napas (00032)

15
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Chronic Kidney Disease
(CKD)
Menurut Lemone & Burke (2008) & Lewis et. al (2011)
Pemeriksaan penunjang yang dapat ditegakkan dalam
mendiagnosis CKD antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Renal function test (RFT)
BUN-Kreatinin serum meningkat biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 30 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan
ini berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah
protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.
2) Terdapat Cystatin C (biomarker perusak ginjal)
3) Darah lengkap
Leukositosis, trombositopenia, LED (Laju endap darah):
meninggi yang diperberat oleh adanya anemia normositer
normokrom dan jumlah retikulosit yang rendah dan hipoalbuminemia,
TG meningkat, albumin menurun.
4) Serum elektrolit
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D pada GGK, hiponatremi umumnya
karena kelebihan cairan, dan hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal
ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
5) BGA test
Ditemukan asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukkan pH yang menurun, BE yang menurun, PCO 2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal
ginjal.
6) Tes HbA1C
Peningkatan gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
7) Tes urin ditemukan proteinuria
8) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
2. Gambaran radiologis

16
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi antergrade atau retrograde dilakukan sesuai
indikasi
c. USG ginjal, bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis/batu
ginjal, kista, massa
3. Biopsi dan hispatologi ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih
mendekati normal dimana diagnosis secara non invasif tidak
bisa ditegakkan

2.8 Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD)


Penatalaksanan CKD menurut Suwitra (2006), dapat
dilakukan dengan:
GFR
Deraj
(ml/menit/1,73 Rencana Tindakan
at
m2)
1 >90 Terapi dasar, evaluasi perburukan fungsi
ginjal
2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal

Sedangkan menurut Rasjidi et. al (2008) penatalaksanaan


yang dapat dilakukan pada CKD antara lain:
1. Terapi Farmakologis
a. Kontrol tekanan darah
b. Kontrol gula darah hindari pemakaian obat-obatan sulfonil
urea dengan massa kerja panjang
c. Kontrol disiplidemia (LDL: <100mg/dl)
d. Kontrol anemia (Hb: 10-13 g/dl)
e. Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol
f. Kontrol asidosis metabolik (HCO3- : 20-22 mEq/L)
g. Terapi ginjal pengganti

2. Terapi non farmakologis


a. Manajemen diet nutrisi dan cairan
Tujuan diet nutrisi dan cairan pada penyakit Gagal Ginjal
Kronik (Chronic Kidney Disease) adalah:

17
1) Dapat mencapai dan mempertahankan status gizi yang
optimal untuk memperhitungkan sisa fungsi ginjal,
sehingga tidak memperberat fungsi ginjal.
2) Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang
tinggi (uremia).
3) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
4) Mencegah dan mengurangi progesifitas dari CKD
sendiri, dengan cara memperlambat turunnya laju
filtrasi glomerulus (Almatsier, 2006).
Pada penderita GGK / CKD ini biasanya sering terjadi
gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia,
dan gangguan lain yang menyebabkan asupan gizi tidak
adekuat.
Syarat pemberian diet pada CKD, (Almatsier, 2006)
adalah:
1. Energi yang cukup (35kkal/kgBB)
2. Rendah protein (0,6-0,75 g/kgBB)
3. Cukup lemak (20-30% dari kebutuhan total energi yang
diperlukan) diutamakan makanan yang mengandung lemak
tidak jenuh
4. Cukup karbohidrat (kebutuhan energi total dikurangi energy
yang berasal dari lemak dan protein)
5. Pembatasan natrium (1-3 g) jika terdapat hipertensi, edema,
asites, oliguria atau anuria
6. Pembatasan kalium (60-70) jika terjadi hiperkalemi (kalium
darah > 5,5 mEq), oliguria atau anuria
7. Pembatasan intake cairan sebanyak jumlah output cairan
(urine output)/hari ditambah dengan pengeluaran cairan
melalui keringat dan pernapasan (+ 500ml)
8. Cukup vitamin bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam
folat, vitamin C dan D
9. Karena kebutuhan gizi pasien penyakit ginjal kronik sangat
bergantung pada keadaan dan berat badan perorangan, maka
jumlah protein yang diberikan dapat lebih tinggi atau lebih
rendah daripada standar. Untuk protein dapat ditingkatkan

18
dengan memberikan asam amino esensial murni. Maka
dilakukan pembatasan protein:
a. Pasien non dialisis 0,6-0,75 gr/kgBB/hari
b. Pasien hemodialisis 1-1,2 gr/kgBB/hari
c. Pasien peritoneal dialysis 1,3/gr/kgBB/hari
Konteks cairan normal orang dewasa sehat adalah (KDIGO,
2012):
1. Nilai fungsi ginjal 120 cc/menit.
2. Belum ada tanda tanda penurunan fungsi ginjal.
3. Creatinine Clearence Test (CCT) atau TKK (tes kreatinin klirens)
normal yaitu 50cc/kg berat badan/24 jam.
4. Kebutuhan cairan terpenuhi direfleksikan dari produksi urin
1cc/menit, sehingga produksi urin dewasa normal ±1200 cc/
24 jam.
5. Peningkatan suhu 1°C kebutuhan cairan ditambah 12%-15%
dari kebutuhan cairan dalam 24jam
6. Kebutuhan cairan dalam/24 jam dihitung dengan
menggunakan
rumus:(IWL (500cc)+ total produksi urin (urine output). Semua
cairan yang masuk kedalam tubuh harus dikalkulasi dengan
tepat, dengan cara:cairan diberikan 50% saatpagi; 25-33%
saat sore; sisanya diberikan pada malam hari. Air: jumlah urin
24 jam + 500 ml (insensible water loss).
7. Edukasi tentang cara mengatasi rasa haus/ manajemen
xerostomia, misalnya permen karet xylitol
8. Pemberian diuretik, misalnya furosemid
Prinsip diet cairan pasien CKD adalah Pembatasan asupan
air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan
komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat
seimbang dengan air yang keluar baik melalui urin maupun
insensible water loss. Asumsinya bahwa air yang keluar melalui
insible water antara 500-800 ml/hari (sesuai dengan luas
permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml
ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asupannya
adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan,

19
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritnia jantung yang
fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan
sayuran) harus dibatasi kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5
mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan
hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,
disesuaikan dengan tingginya tekanan darah derajat edema yang
terjadi.
Ada beberapa terapi pengganti ginjal yang dapat
dilakukan pada pasien dengan CKD, seperti:
1. Hemodialisis
Dialisis merupakan suatu proses pertukaran solut dari
suatu larutan (A) dengan larutan lain (B) melalui membran
semipermiabel. Membran semipermiabel : tidak dapat dilalui
semua solute dan pori pori dapat dilalui air dan zat dengan BM
kecil. Proses pemindahan sisa metabolisme dan kelebihan air
dari tubuh melalui membran semipermiabel dengan proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2001).
Edema adalah penumpukan cairan interstisial yang berlebihan
yang dapat terlokalisir atau generalisata. Dapat disimpulkan
bahwa dialisis adalah pertemuan darah dan cairan dialisat
secara berseberangan, yang dipisahkan oleh selaput
membran tipis yang disebut dengan membrane
semipermiabel, dimana pada saat ini terjadi proses ultrafiltrasi
atau konveksi, difusi dan osmosis.
Suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut. Tujuan HD untuk
mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dalam darah yang
penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh
pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan

20
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. HD dilakukan 1-
3x dalam seminggu.
Tujuan Hemodialisis:
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam ekskresi
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan
c. Meningkatkan kualitas hidup
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu CAPD dan
Transplantasi

Indikasi HD:
a. Indikasi absolut
Perikarditis, ensefalopati, hipertensi, BUN >120 mg % dan
kreatinin >10mg%, muntah persisten.
b. Indikasi elektif
LFG antara 5-8 ml/menit/1,73 m2, astonia berat, mual,
muntah
Komplikasi HD:
a. Emboli udara
b. nyeri dada
c. pruritus
d. malnutrisi
e. fatigue, kram
2. Peritoneal hemodialysis
Pada dialisis ini membran dialysis menggunakan
membrane peritoneal pasien sendiri. Cairan dialysis
diletakkan pada rongga peritoneal menggunakan kateter yang
dimasukkan dan dibiarkan selama 4-6 jam untuk mencapai
kesetimbangan. Dialisa kemudian dibuang dan digantikan
dengan fluida dalisis yang baru sehingga terjadi perubahan
konsentrasi pada glukosa darah.

2.9 Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Penyakit gagal ginjal kronis juga disertai dengan
penyakit lain sebagai penyulit atau komplikasi yang sering
lebih berbahaya. Kompikasi yang seringkali ditemukan
pada penderita penyakit gagal ginjal kronis adalah

21
anemis,osteodistrofi ginjal, gagal jantung, dan disfungsi
ereksi (impotensi) (Alam, 2007).
Menurut Alam (2007) komplikasi yang dapat terjadi
pada penyakit CKD antara lain:
1. Anemia
Dikatakan anemia bila kadar sel darah merah rendah, karena
terjadi gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang
bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mendukung
kegiatan sehari-hari. Akibat dari gangguan tersebut, tubuh
kekurangan energi karena sel darah merah yang bertugas
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak
mencukupi. Gejala dari gangguan sirkulasi darah adalah
kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat
sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
2. Osteodistofi Ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat
gangguan metabolism mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat
dalam darah sangat tinggi, akan terjadi pengendapan garam
kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak (klasifikasi
metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal
(nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh
darah, gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
3. Gagal Jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam
jumlah yang memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap
bekerja, tetapi kekuatan memompa atau daya tampungnya
berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal kronis
dimulai dari anemia yang mengakibatkan jantung harus
bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung
kiri (left venticular hypertrophy/LVH). Lama-kelamaan otot
jantung akan melemah dan tidak mampu lagi memompa
darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal) (Alam,
2007).

22
4. Disfungsi Ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi yang diperlukan untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya. Selain akibat
gangguan sistem endokrin (yang memproduksi hormone
testosteron) untuk merangsang hasrat seksual (libido), secara
emosional penderita gagal ginjal kronis juga mengalami
Faktor Resiko
Diabetes perubahan emosi (depresi) yangHITUNG mengurasGFR
energi. Namun,
Jika tes eGFR pertama kali
Hipertensi <60ml/min/1.73m2 , ulangi dalam 14
penyebab
Penyakit kardiovaskuler utama gangguan kemampuan pria penderita
(iskemia gagal
hari untuk mengekslusi AKI
jantung, gagal jantung kronis,
ginjal kronis adalah suplai darah
Untuk yang tidak
mengidentifikasi cukup ke penis
prigresivitas,
penyakit serebrovaskuler) setidaknya lakukan 3x pemeriksaan
Penyakit saluranyang
kemih berhubungan langsung
eGFRdengan ginjal.
selama 90 hari
Lupus eritematosus Anjurkan pasien untuk tidak
Riwayat keluarga dengan gagal mengkonsumsi daging 12 jam sebelum
ginjal 2.10 Prognosis Chronic Kidney Disease (CKD)
pemeriksaan eGFR blood test karena
Angka(NSAIDs,
Obat-obatan nefrotoksik kematian meningkat sejalan kreatinin.
dapat meningkatkan dengan memburuknya
lithium jangka panjang)
fungsi ginjal. Penyebab kematian utama adalah penyakit
kardiovaskular. Terapi penggantian ginjal dapat meningkatkan
FIRSTangka
STEP AND STAGING
harapan hidup (Tambayong, 2011).
2.11 Konsep Algoritma Chronic Kidney Disease (CKD)
Adakah gejala AKI atau active renal disease? YES
YES Nefrologist atau urologist

Oliguria
Hiperkalemia (K>7mmol/l)
Hipertensi kronis
Sindrom nefrotik
Hematoproteinuria
Gejala dysuria, gejala
obstruksi
Gejala sistemik akut (ras,
artritis, muntah, diare)

Ulangi eGFR dalam 3 hari


jika tidak Nampak salah
NO satu gejala diatas

Determine Stage of CKD

Stage 1 Stage 2 Stage 3 Stage 4 Stage 5


GFR > 90 GFR 60-89 GFR30-59 GFR 15-29 GFR < 15
ACR < 30 ACR < 30 ACR 30-69 ACR > 70

23
MANAGEMENT IN PRIMARY CARE Terapi ACEI first, jika tidak toleran gunakan ARBs
Titrasi hingga dosis maksimum pada diabet
maupun non diabet dengan proteinuria
Tes eGFR dan potassium serum sebelum terapi
dilakukan
Kontrol TD < 140/90 mmHg (target Jika eGFR stabil menunjukkan penurunan sedikit,
sistolik 120-139), atau < 130/80 lanjutkan dosis maksimum
mmHg untk CKD dan DM, target Jika eGFR menurun 15-25% : jangan mengubah
sitolik 120-129 untuk ACR > 70 dosis, ulangi tes setelah 1-2 minggu. Lanjutkan
titrasi dosis jika eGFR stabil
mg/mmol
Jika eGFR turun >25% atau kreatinin plasma
Gunakan ACEI/ARBs sesuai meningkat >30%: identifikasi penyebab lain
indikasi penurunan fungsi ginjal, missal akibat diretik atau
Kurangi resiko penyakit Ya NSAIDs
kardiovaskuler Jika tidak ditemukan penyebab lain STOP
ACEI/ARB terapi atau kurangi dosis
Identifikasi progresivitas CKD
Evaluasi albuminuria dan hematuria
USG ginjal
Hindari NSAIDs dan agen Statins untuk pencegahan primer penyakit
nefrotoksik kardiovaskuler
Statins untuk pencegahan sekunder penyakit
kardiovaskuler dengan DM
Gunakan obat-obatan antiplatelet sebagai
secondary prevention penyakit kardiovaskuler

Temukan peningkatan eGFR secara progresif >


5ml/min per tahun, atau > 10ml/min dalam 5 tahun
Tanpa DM Penurunan eGFR: ulangi tes dalam 2 minggu
ACR <30 mg/mmol dan hipertensi: terapi antihipertensi Untuk identifikasi progresifitas, gunakan
ACR >30 mg/mmol dan hipertensi: ACEI sekurangnya 3 eGFR sekurangnya 90 hari
ACR >70 mg/mmol dengan atau tanpa hipertensi: ACEI Penggunaan NSAIDs dihubungkan dengan
DM progresivitas, monitor eGFR per tahun pada
ACR > 2.5 (men) dengan atau tanpa hipertensi : ACEI 24 penggunaan NSAIDs jangka panjang
ACR > 3.5 (women) dengan atau tanpa hipertensi : ACEI
(Chronic Kidney Disease NICE clinical guideline, 2008; Joint Consensus
Statement on the Initial Assessment of Haematuria, 2008; Immunisation
against infectious disease “The Green Book” Department of Health, 2006;
Anaemia management in people with chronic kidney disease NICE clinical
guideline 39, 2006; Nice Clinical Guidelines 67, 2010)

1.10

25
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Chronic Kidney
Disease (CKD)
1. Pengkajian
b. Anamnesis
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara
wawancara atau interview. Mengetahui kondisi klien untuk
saat ini dan masa lalu. Anamnesa mencakup identitas
klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat
tinggal.
1) Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan
darah, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM,
diagnose medis, alamat.
2) Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana
terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-
angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai
dari urine output sedikit sampai tidak ada BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
3) Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada
saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiation, severity scala dan
time. Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset
penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi dan cairan. Kaji

26
pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang.
Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang
mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup
yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas dan
penyakit menular pada keluarga.
6) Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya
tindakan dialysis akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan,
gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan
peran pada keluarga.
7) Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai
kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan
rumah.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan TTV

27
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf
pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR
meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari
hipertensi ringan sampai berat.
2) Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya
pernapasa kusmaul. Pola napas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3) Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda
khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala
gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT
> 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,
gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot
ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya
anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi
eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari
saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan
sekunder dari trombositopenia.
4) Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses berfikir dan
disorientasi. Klien sering didapatkanadanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless
leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5) Sistem kardiovaskuler

28
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas system rennin angiostensin
aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
6) Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat produksi testosterone dan
spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut
(klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh
hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat
menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah
akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan
gangguan metabolism vitamin D.
7) Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri,
terjadi penurunan libido berat
8) Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan
diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan
mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9) Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram
otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak

29
dan sendi, keterbatasan gerak sendi.Didapatkan adanya
kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
2. Diganosa keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme
pengaturan melemah
b. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
disfungsi renal
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler paru
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
f. Mual berhubungan dengan paparan toksin
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan
ketidakseimbangan suplai oksigen
3. Intervensi keperawatan
N
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
o Intervensi
Keperawatan Hasil
.
1 Kelebihan volume NOC: NIC:
. cairan berhubungan Fluid balance Fluid Management:
dengan mekanisme Tujuan : 1. Pertahankan intake dan
pengaturan Setelah dilakukan tindakan output secara akurat
melemah keperawatan selama3x24 2. Kolaborasi dalam
jam kelebihan volume pemberian diuretik
cairan teratasi dengan 3. Batasi intake cairan pada
kriteria: hiponatremi dilusi dengan
1. Tekanan darah dbn serum Na dengan jumlah
100-120/60-80 mmHg kurang dari 130 mEq/L
2. Nilai nadi radial dan 4. Monitor status hidrasi
perifer dbn 60- (kelembaban membrane
80x/menit mukosa, TD ortostatik, dan
3. Keseimbangan intake keadekuatan dinding nadi)
dan output dalam 24 5. Monitor hasil
jam dengan produksi laboratorium yang
urin dbn 500- berhubungan dengan
1000cc/jam retensi cairan (peningkatan
4. Kestabilan berat badan kegawatan spesifik,
sesuai dengan BMI peningkatan BUN,
dbn 18,5 - 24,9 penurunan hematokrit, dan
5. Serum elektrolit dbn peningkatan osmolalitas
6. Hematokrit dbn pria urin)
dewasa: 38,8-50 % 6. Monitor status
Wanita dewasa: 34,9- hemodinamik (CVP, MAP,
44,5 % PAP, dan PCWP) jika

30
tersedia
7. Monitor tanda vital
Hemodialysis Therapy:
1. Timbang BBsebelum
dansesudahprosedur
2. Observasiterhadapdehidras
i, kramotot
danaktivitaskejang
3. Observasi reaksitranfusi
4. Monitor TD
5. Monitor BUN,Creat, HMT
danelektrolit
6. Monitor CT
PeritonealDialysis Therapy:
1. Jelaskan prosedur dan
tujuan
2. Hangatkan cairan dialisis
sebelum instilasi
3. Kaji kepatenan kateter
4. Pelihara catatan volume
inflow/outflow dan
keseimbangan cairan
5. Kosongkan bladder
sebelum insersi peritoneal
kateter
6. Hindari peningkatan stres
mekanik pada kateter
dialisis peritoneal (batuk)
7. Pastikan penanganan
aseptik pada kateter dan
penghubung peritoneal
8. Ambil sampel laboratorium
dan periksa kimia darah
(jumlah BUN, serum
kreatinin, serum Na, K, dan
PO4)
9. Cek alat dan cairan sesuai
protokol
10. Kelola perubahan dialysis
(inflow, dwell, dan
outflow) sesuai protokol
11. Ajarkan pasien untuk
memonitor tanda dan
gejala yang mebutuhkan
penatalaksanaan medis
(demam, perdarahan, stres
resipratori, nadi irreguler,
dan nyeri abdomen)
12. Ajarkan prosedur kepada
pasien untuk diterapkan
dialisis di rumah.
13. Monitor TD, nadi, RR,
suhu, dan respon klien

31
selama dialisis
14. Monitor tanda infeksi
(peritonitis)

2 Resiko NOC: NIC:


. ketidakseimbangan Electrolyte Balance Electrolyte Management
elektrolit Tujuan: 1. Berikan cairan sesuai
berhubungan Setelah dilakukan asuhan resep, jika diperlukan
dengan disfungsi selama 3x24 jam 2. Pertahankan keakuratan
renal ketidakseimbangan intake dan output
elektrolit teratasi 3. Berikan elektrolit
dengankriteria hasil: tambahan sesuai resep jika
1. Tidak ada peningkatan diperlukan
sodium atau natrium 4. Konsultasikan dengan
Nilai normal 135 - 153 dokter tentang pemberian
mEq/L obat elektrolit-sparing
2. Peningkatan potassium (misalnya spiranolakton),
atau kalium nilai yang sesuai
normal 3,5 - 5,1 5. Berikan diet yang tepat
mEq/L untuk ketidakseimbangan
3. Peningkatan klorida elektrolit pasien
nilai normal 98 - 109, 6. Anjurkan pasien dan / atau
mEq/L keluarga pada modifikasi
diet tertentu, sesuai
7. Pantau tingkat serum
potassium dari pasien yang
memakai digitalis dan
diuretik
8. Atasi aritmia jantung
9. Siapkan pasien untuk
dialisis
10. Pantau elektrolit serum
normal
11. Pantau adanya manifestasi
dari ketidakseimbangan
elektrolit

3 Gangguan NOC: NIC:


. pertukaran gas Respiration status: Gas Oxygen Therapy
berhubungan Exchange 1. Pertahankan kepatenan
dengan perubahan jalan napas
membrankapiler Tujuan: 2. Kelola pemberian oksigen
paru Setelah dilakukan tambahan sesuai resep
keperawatan selama 2x24 3. Anjurkan pasien untuk
jam klien Gangguan mendapatkan resep
pertukaran gas teratasi oksigen tambahan sebelum
dengan kriteria hasil: perjalanan udara atau
1. Tekanan oksigen di perjalanan ke dataran
darah arteri (PaO2) 60- tinggi yang sesuai
80 mmHg 4. Konsultasi dengan tenaga

32
2. Tekan karbondioksida kesehatan lain mengenai
di darah arteri (PaCO2) penggunaan oksigen
35-45 mmHg tambahan saat aktivitas
3. pH arterial 7,35-7,45 dan/atau tidur
4. Saturasi oksigen 5. Pantau efektivitas terapi
(SpO2) < 95 % oksigen (pulse oximetry,
5. Keseimbangan perfusi BGA)
ventilasi dbn 6. Observasi tanda pada
6. Tidak ada sianosis oksigen yang disebabkan
hipoventilasi
7. Monitor aliran oksigen
liter
8. Monitor posisi dalam
oksigenasi
9. Monitor tanda-tanda
keracunan oksigen dan
atelektasis
10. Monitor peralatan oksigen
untuk memastikan bahwa
tidak mengganggu pasien
dalam bernapas

4 Kerusakan NOC: NIC:


. integritas kulit Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
berhubungan Mucous membrane Anjurkan klien untuk
dengan gangguan menggunakan pakaian yang
sirkulasi Tujuan : longgar.
Setelah dilakukan tindakan 1. Hindari kerutan pada
keperawatan selama 3x24 tempat tidur
jam kerusakan integritas 2. Jaga kebersihan kulit agar
klien teratasi dengan tetap bersih dan kering
criteria hasil : 3. Mobilisasi klien akan
1. Elastisitas dbn adanya kemerahan
2. Hidrasi dbn 4. Oleskan lotion atau
3. Perfusi jaringan dbn minyak baby oil pada
4. Integritas kulit dbn daerah yang tertekan
5. Tidak ada abnormal 5. Memandikan klien dengan
pigmentasi sabun dan air hangat
6. Tidak ada lesi pada 6. Ajarkan pada keluarga
kulit tentang luka dan perawatan
7. Tidak ada lesi luka
membran mukosa 7. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP,
vitamin
8. Cegah kontaminasi feses
dan urin
9. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka.
10. Observasi luka: lokasi,
dimensi, kedalaman luka,
karakteristik warna cairan,

33
granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda
infeksi local, formasi
traktus
11. Monitor aktivitas dan
mobilitas klien
12. Monitor status nutrisi klien

5 Nyeri akut NOC : NIC :


. berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen injury Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan dampak nyeri
selama 2x24, nyeri teratasi terhadap kualitas hidup
dengan kriteria hasil: klien (misalnya tidur, nafsu
1. Kenali awitan nyeri makan, aktivitas, kognitif,
(2) suasana hati, hubungan,
2. Jelaskan faktor kinerja kerja, dan tanggung
penyebab nyeri (2) jawab peran).
3. Gunakan obat 2. Kontrol faktor lingkungan
analgesik dan non yang mungkin
analgesik (2) menyebabkan respon
4. Laporkan nyeri yang ketidaknyamanan klien
terkontrol (misalnya temperature
ruangan, pencahayaan,
suara).
3. Pilih dan terapkan berbagai
cara (farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Observasi tanda-tanda non
verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien yang
mengalami kesulitan
berkomunikasi.
6 Mual berhubungan NOC: NIC:
. dengan paparan Nausea and Vomitting Nausea Management
toksin Control 1. Dorong pasien untuk
Tujuan: memantau mual secara
Setelah dilakukan tindakan sendiri
keperawatan selama 2x24 2. Dorong pasien untuk
jam mual teratasi dengan mempelajari strategi untuk
kriteria hasil: mengelola mual sendiri
1. Mengenali awitan 3. Lakukan penilaian lengkap
mual mual, termasuk frekuensi,
2. Menjelaskan faktor durasi, tingkat keparahan,
penyebab dengan menggunakan alat-
3. Penggunaan anti alat seperti jurnal
emetik perawatan, skala analog
visual, skala deskriptif
duke dan indeks rhodes
mual dan muntah (INV)

34
bentuk 2.
4. Identifikasi pengobatan
awal yang pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak mual
pada kualitas hidup.
6. Pastikan bahwa obat
antiemetik yang efektif
diberikan untuk mencegah
mual bila memungkinkan.
7. Identifikasi strategi yang
telah berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk tidak
mentolerir mual tapi
bersikap tegas dengan
penyedia layanan
kesehatan dalam
memperoleh bantuan
farmakologis dan
nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat yang
cukup dan tidur untuk
memfasilitasi bantuan
mual
10. Dorong makan sejumlah
kecil makanan yang
menarik bagi orang mual
11. Bantu untuk mencari dan
memberikan suport
emosional

7. Intoleransi aktivitas NOC: NIC:


berhubungan Activity Tolerance Activity Therapy
dengangangguan Tujuan 1. Kolaborasikan dengan
ketidakseimbangan Setelah dilakukan Tenaga Rehabilitasi Medik
suplay oksigen keperawatan selama 3x24 dalam merencanakan
jam pasien bertoleransi program terapi yang tepat.
terhadap aktivitas 2. Bantu klien untuk
Kriteria hasil: mengidentifikasi aktivitas
1. Saturasi Oksigen saat yang mampu dilakukan
aktivitas dbn 3. Bantu untuk memilih
2. Nadi saat aktivitas dbn aktivitas konsisten yang
60-100x/menit sesuai dengan kemampuan
3. RR saat aktivitas dbn fisik, psikologi dan social
16-20x/menit 4. Bantu untuk
4. Tekanan darah sistol mengidentifikasi dan
dan diastol saat mendapatkan sumber yang
istirahat dbn 100- diperlukan untuk aktivitas
120/60-80 mmHg yang diinginkan
5. Mampu melakukan 5. Bantu untuk mendapatkan
aktivitas sehari-hari alat bantuan aktivitas

35
(ADLs) secara mandiri seperti kursi roda, krek.
6. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
7. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
8. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
10. Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
12. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
13. Monitor respon
kardiovaskular terhadap
aktivitas (takikardia,
disritmia, sesak nafas,
diaphoresis, pucat,
perubahan hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
15. Monitor responfisik,
emosi, social dan spiritual.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Pengambilan data diambil tanggal : 12-03-2018 Jam : 19.40 WIB


Tanggal masuk : 28-02-2018 No. RM :126544xx
Ruangan / kelas : Pandan 2 / kelas 3
Hari rawat ke- : 12
Diagnosis media masuk : CKD stage V + hiperkalemia + HT
urgensy + CAP + efusi pleura +
IDENTITAS KLIEN
1. Nama : Tn. A
2. Umur : 71 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam

36
5. Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
6. Bahasa : Indonesia
7. Pendidikan : Tamat SD
8. Pekerjaan : Tidak bekerja
9. Alamat : Surabaya
10. Alamat yang mudah dihubungi : Surabaya
11. Sumber biaya : BPJS

KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga klien mengatakan rujukan dari RS Darus Syifa Gresik dengan
penyakit ginjal. Keluarga mengatakan klien sesak sejak siang hari dan 5 hari
sebelum masuk rumah sakit di gresik mengeluh nyeri pinggang, sulit untuk
BAK. Produksi urin sedikit, dan batuk dahak warna putih. Klien mempunyai
riwayat hipertensi. Klien masuk rumah sakit Daru Syifa Gresik selama 2 hari,
kemudian klien dirujuk ke RS Dr Soetomo karena kondisinya semakin
memburuk dan keterbatasan alat pada tanggal 28 Februari 2018 untuk
dilakukan tindakan lanjut.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Penyakit berat yang pernah diderita: CKD sejak bulan Pebruari 2018 dan
hipertensi tahun 2012
2. Obat-obatan yang biasa dikonsumsi: Obat herbal, amlodipin, furosemid.
3. Alergi : Tidak ada
4. Alat bantu yang digunakan: Tidak ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


1. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga :
Stroke (kakak klien), Hipertensi
2. Penyakit yang sedang diderita oleh anggota keluarga : Stroke (Anak ke 3)
Genogram :

Keterangan :

37
: Laki-laki : Tinggal serumah
: Perempuan : Meninggal

Tn. A. Tinggal serumah dengan anaknya yang terakhir dan berinteraksi


dengan anggota keluarga saat di rumah. Istri Tn. A sudah meninggal. Ayah dan 3
saudaranya memiliki riwayat CKD dan kini sudah meninggal.

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


1. Klien tidak mengkonsumsi alkohol
2. Klien tidak merokok
3. Klien sering minum jamu, obat herbal

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1) Tanda-tanda vital
Terlihat lemah, kesadaran compos mentis, terpasang infus di tangan
kangan NaCl 0,9% dan terpasang oksigen NRM 10 lpm.
S: 36,8 C N: 92 x/menit TD:140/90 mmHg RR: 28x/menit
2) Sistem Pernapasan
Sesak, batuk produktif, warna putih, konsistensi kental, bau khas, terdapat
distensi vena jugularis, RR 28x/menit, irama napas terartur, pola napas
takipneu, suara napas tambahan ronchi , terpasang oksigen jenis NRM 8
lpm.
Masalah keperawatan: ketidakefektifan bersihan jalan napas,
gangguan pertukaran gas
3) Sistem Kardiovaskuler
TD:140/90 mmHg
N: 92 x/menit
HR: 92
Irama jantung reguler, suara jantung normal s1 s2 tunggal, CRT <2 detik,
akral hangat kering merah.
Masalah keperawatan: tidak ada
4) Sistem persyarafan
S: 36,4 C
GCS: E4 V5 M6
Reflek fiologis patella, tidak ada keluhan pusing.
Pemeriksaan saraf kranial N1-N12 dalam batas normal
Pengelihatan jelas, pupil isokor, sklera anikterik, konjungtiva anemis,
istirahat tidur 6-7 jam/hari.
Masalah keperawatan: tidak ada
5) Sistem perkemihan
Kebersihan genetalia bersih, tidak ada sekret, klien terpasang kateter.
Produksi urin 250 cc/24 jam, warna kuning, bau amoniak, tidak ada
pembesaran kandung kemih, intake cairan oral 1000 cc/hari, parenteral
1000 cc/hari.
Balance cairan input 2000 cc, output 450 cc = +1750 cc
Masalah keperawatan : kelebihan volume cairan
6) Sistem pencernaan
TB : 142 cm BB: 42 kg IMT: 20,82 Interpretasi: Normal

38
Mukosa bibir lembab, bersih dan tidak berbau, peristaltik usus 15x/menit,
BAB 1x ganti pempers, diet RPRG, nafsu makan menurun.
Masalah keperawatan: tidak ada
7) Sistem penglihatan
Klien masih dapat melihat dengan jelas, pupil isokor, sklera anikterik,
konjungtiva anemis.
Masalah keperawatan: tidak ada
8) Sistem pendengaran
Klien masih dapat mendengar dengan jelas
Masalah keperawatan: tidak ada
9) Sistem muskuloskeletal
Kekuatan otot 5 5
5 5
Turgor kulit menurun, terpasang infus di tangan kanan NaCl 0,9%.
Masalah keperawatan: tidak ada
10) Sistem integumen
Penilaian resiko dekubitus
ASPEK YANG KRITERIA PENILAIAN
DINILAI NILAI
1 2 3 4
PERSEPSI TERBATAS SANGAT TERBATAS KETERBATASAN TIDAK ADA 3
SENSORI SEPENUHNYA RINGAN GANGGUAN
TERUS SANGAT LEMBAB
KELEMBABAN MENERUS BASAH KADANG2 BASAH JARANG BASAH 4

AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST KADANG2 JALAN LEBIH SERING JALAN 1

MOBILISASI IMMOBILE SANGAT TERBATAS KETERBATASAN TIDAK ADA 3


SEPENUHNYA RINGAN KETERBATASAN
SANGAT BURUK KEMUNGKINAN
NUTRISI ADEKUAT SANGAT BAIK 3
TIDAK ADEKUAT
TIDAK
GESEKAN & POTENSIAL
BERMASALAH MENIMBULKAN 2
PERGESERAN BERMASALAH
MASALAH
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien berisiko 16
mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high risk)
Warna kulit sawo matang, tidak ada pitting edema
Masalah keperawatan: tidak ada
11) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening.
Masalah keperawatan: tidak ada

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Persepsi klien terhadap penyakitnya: klien mengatakan ujian dari Allah.
2. Ekspresi klien cemas dengan sesak sambil duduk, dan sedikit tegang
3. Reaksi klien kooperatif dan setiap pertanyaan sering di jawab dengan
anggukan ataupun gelengan.
4. Tidak terdapat gangguan konsep diri

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN


1. Kebersihan diri

39
Klien bersih, tiap pagi keluarga menyeka klien dengan waslap dan mengganti
baju
2. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan
Untuk pemenuhan ADL klien dibantu dengan keluarganya dalam hal mandi,
ganti pakaian, dan makan.

PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah sebelum masuk rumah sakit sholat 5 waktu, saat dirumah
sakit hanya dengan isyarat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gas darah (11-3-18)
pH 7,16 (7,35-7,45)
pCO2 31 mmHg (35-45)
pO2 123 mmHg (80-100)
HCO3 11,3 mmol/l (22-26)

Kimia klinik (11-3-18)


BUN 92 mg/dl (8-18)
Alb 3,4 g/dl (3,4-4,8)
Kreatinin serum 20,42 mg/dl (0,5-0,9)
Natrium 132 (135-145)
Kalium 5,6 ()
Kalsium 94 (8,5-10,1)
Hb 11,5 (13,3-16,6)
TERAPI
1. Infus NaCl 0,9% : D10 = 1 : 1
2. Injeksi Ranitidin 50 mg tiap 12 jam
3. Levofloxacin 750 mg tiap 48 jam
4. Cefazidin 500 mg tiap 48 jam
5. Nebul ventolin tiap 6 jam
6. Obat oral Asam folat
7. Obat oral Nabic 1 tablet tiap 8 jam

40
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS : keluarga klien Batuk terus menerus Ketidakefektifan bersihan
mengatakan sesak, batuk ↓ jalan nafas
DO : Produksi sekret meningkat
1. Terpasang o2 NRM 8 ↓
lpm Obstruksi
2. Produksi sekret sedikit ↓
warna putih kental Sesak
3. Suara nafas ronchi (+)
4. RR 28 x/menit Frekuensi napas meningkat
5. Terdapat distensi otot ↓
bantu napas Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
DS : keluarga kalien Kemamouan ginjal Gangguan pertukaran gas
mengatakan masih sesak mensekresi H+ menurun
DO : ↓
Terpasang o2 NRM 8 lpm Penurunan pH, HCO3, dan
RR 28 x/menit pCO3
PH 7,11 (7,35-7,45) ↓
pCO2 28,9 mmHg (35-45) Asidosis metabolik
HCO3 11,3 mmol/l (22-26) ↓
SpO2 97% (95-100) Pernapasan kusmaul
BUN 92 mg/dl (8-18) ↓
Alb 3,4 g/dl (3,4-4,8) Gangguan pertukaran gas
Kreatinin serum 20,42
mg/dl (0,5-0,9)
Natrium 132 (135-
145)
Kalium 5,6
Kalsium 94 (8,5-
10,1)
CRT < 2 detik

DS : Keluarga klien Produksi eritropoitin Intoleransi Aktivitas


mengatakan klien lemah terganggu
DO : ↓
1. Terpasang o2 NRM 8 Penurunan produksi sel
lpm daah merah
2. Terpasang infus PZ ↓
14 lpm Penurunan Hb
3. RR 28 x/menit ↓
4. Parsial care Anemia
5. GCS E4 V5 M6 ↓
6. Compos mentis Kelelahan
7. Hb 11,5 (13,3- ↓
16,6) Intoleransi Aktivitas

41
DS: keluarga klien CKD Kelebihan volume cairan
menagtakan produksi ↓
urine menurun Penurunan fungsi ginjal
DO : ↓
Produksi urine 250 cc / 24 Kemampuan filtrasi darah
jam menurun
Balance cairan ↓
Input 1000+1000 cc Protein keluar bersama
Output 250 cc urin (proteinuria)
+ 1750 cc ↓
Edema pada kaki Retensi Natrium
BUN 92 mg/dl (8-18) ↓
Alb 3,4 g/dl (3,4-4,8) Kelebihan volume cairan
Kreatinin serum 20,42
mg/dl (0,5-0,9)
Natrium 132 (135-
145)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveoli kapiler
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan hemoglobin
INTERVENSI KEPERAWATAN
Masalah Keperawatan NOC
Tanggal 12-03-2017 Respiratory Status : Airway Patency Airway Manage

Bersihan jalan nafas Tujuan : 1. Berikan posis


tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 2. Ajarkan dan
berhubungan dengan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan klie
peningkatan produksi 1. Tidak ada suara nafas tambahan 4. Auskultasi su
2. RR 16-20 x/ menit 5. Kolaborasi te
sekret
3. Klien dapat mengeluarkan sekret 6. Evaluasi suar
7. Evaluasi kon
pasien

Tanggal 12-03-2017 Respiration status: Gas Exchange Oxygen Therapy

Gangguan pertukaran Tujuan: Setelah dilakukan keperawatan selama 2x24 jam 1. Pertahankan
gas berhubungan dengan klien Gangguan pertukaran gas adekuat dengan kriteria 2. Pantau efekt
perubahan membran hasil: 3. Monitor pen
1. Tekanan oksigen di darah arteri (PaO2) = 80-100 mmHg inspirasi pres
alveoli kapiler
2. Tekan karbondioksida di darah arteri (PaCO 2) = 35-45 4. Kolaborasi p

42
mmHg
3. PH arterial = 7,35-7,45
4. Saturasi oksigen = 98 %
5. Tidak ada Sianosis

Tanggal 12-03-2017 Fluid balance Fluid Manageme

Kelebihan volume cairan Tujuan : 1. Pertahankan


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor statu
retensi natrium kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria: TD, dan kead
1. Tekanan darah 110-120/60-90 mmHg 3. Monitor has
2. Nadi 60-100 x/menit retensi cairan
3. Intake dan output dalam 24 jam seimbang dan serum kr
4. Tidak ada asites 4. Monitor tand
5. Tidak ada edema perifer

Intoleransi aktivitas Tujuan : aktivita


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 2. Observa
penurunan hemoglobin diharapkan klien mampu mentoleransi aktivitas dengan 3. Bantu
kriteria hasil : dilakuk
1. Tidak terjadi penurunan motivasi beraktivitas 4. Monitor
2. Klien mampu melakukan ADL dengan mandiri
3. Tanda-Tanda Vital dalam batas normal
TD : 100-120/80-90 mmHg
N : 60-100x/menit
RR: 16-20x/menit
S : 36,5-37,4 C
4. Hemoglobin dalam batas normal (13,3-16,6 g/dL)

Tanggal/Jam No.D Jam Implementasi Para Jam


K f

43
12 Maret 2018 1,2 07.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan 06.5 S : Ke
1,2,3,4 08.00 nafas 5 batuk
1,2 08.10 2. Mengukur tanda-tanda vital klien klien m
1 09.00 3. Mengauskultasi suara nafas klien O:
4. Memberikan terapi nebulisasi dengan 1. Su
1,2 09.10 ventolin 2. R
1,3 09.20 5. Memonitor SpO2 3. TD
4 09.30 6. Mengevaluasi suara nafas dan respon 4. H
klien 5. Su
7. Memonitor intake dan output cairan 6. G
Hasil : Input 2000 cc/24 jam 7. PH
09.40 Output 550 cc/24 jam PC
12.00 +1450 cc H
4 12.30 8. Mengambil darah BGA Sp
1,2,3,4 9. Monitor tanda-tanda vital 8. Ba
4 12.40 10. Observasi adanya pembatasan klien 9. Kl
dalam melakukan aktivitas akt
4 11. Bantu klien untuk melakukan aktivitas 10.Ke
yang dapat dilakukan A:M
nafas,
vo
belum
P : Int

44
1,2 14.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
1,2 14.50 2. Mengauskultasi suara nafas klien
1 14.55 3. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 15.00 4. Memonitor SpO2
1,3 15.10 5. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 18.00 6. Monitor tanda-tanda vital
4 18.30 7. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 18.45 8. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan

45
1,2 21.15 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
1,2 21.30 2. Mengauskultasi suara nafas klien
1,2 22.00 3. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 22.30 4. Memonitor SpO2
1,2 22.40 5. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 05.00 6. Monitor tanda-tanda vital
4 05.30 7. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 05.50 8. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan

46
47
13 Maret 2018 1,2 07.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas 06.5 S : Ke
1,2,3,4 08.00 2. Mengukur tanda-tanda vital klien 5 batuk
1,2 08.10 3. Mengauskultasi suara nafas klien klien m
1 09.00 4. Memberikan terapi nebulisasi dengan O:
ventolin 1. S
1,2 09.10 5. Memonitor SpO2 2. R
1,3 09.20 6. Mengevaluasi suara nafas dan respon 3. T
4 09.30 klien 4. H
7. Memonitor intake dan output cairan 5. S
Hasil : Input 1700 cc/24 jam 6. G
Output 400 cc/24 jam 7. P
4 09.40 +1300 cc 8. P
1,2,3,4 12.00 8. Mengambil darah BGA 9. H
12.30 9. Monitor tanda-tanda vital 10. S
10. Observasi adanya pembatasan klien 11. B
12.40 dalam melakukan aktivitas 12. K
11. Bantu klien untuk melakukan aktivitas ak
yang dapat dilakukan 13. K
A:M
nafas,
vo
belum
P : Int

1,2 14.30 9. Mempertahankan kepatenan jalan nafas


1,2 14.50 10. Mengauskultasi suara nafas klien
1 14.55 11. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 15.00 12. Memonitor SpO2
1,3 15.10 13. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 18.00 14. Monitor tanda-tanda vital
4 18.30 15. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 18.45 16. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan

1,2 21.15 9. Mempertahankan kepatenan jalan nafas


1,2 21.30 10. Mengauskultasi suara nafas klien
1,2 22.00 11. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 22.30 12. Memonitor SpO2
1,2 22.40 13. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 05.00 14. Monitor tanda-tanda vital
4 05.30 15. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas

48
4 05.50 16. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan
14 Maret 2018 1,2 07.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas 06.5 S : Ke
1,2,3,4 08.00 2. Mengukur tanda-tanda vital klien 5 berkur
1,2 08.10 3. Mengauskultasi suara nafas klien klien m
1 09.00 4. Memberikan terapi nebulisasi dengan O:
ventolin 1. S
1,2 09.10 5. Memonitor SpO2 2. R
1,3 09.20 6. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien 3. T
4 09.30 7. Memonitor intake dan output cairan 4. H
Hasil : Input 1700 cc/24 jam 5. S
Output 400 cc/24 jam 6. G
+1300 cc 7. P
4 09.40 8. Mengambil darah BGA 8. P
1,2,3,4 12.00 9. Monitor tanda-tanda vital 9. H
4 12.30 10. Observasi adanya pembatasan klien dalam 10. S
melakukan aktivitas 11. B
4 12.40 11. Bantu klien untuk melakukan aktivitas 12. K
yang dapat dilakukan ak
13. K
A:M
nafas,
vo
belum
P : Int

1,2 14.30 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas


1,2 14.50 2. Mengauskultasi suara nafas klien
1 14.55 3. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 15.00 4. Memonitor SpO2
1,3 15.10 5. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 18.00 6. Monitor tanda-tanda vital
4 18.30 7. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 18.45 8. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan

49
1,2 21.15 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
1,2 21.30 2. Mengauskultasi suara nafas klien
1,2 22.00 3. Memberikan terapi nebulisasi dengan
ventolin
1,2 22.30 4. Memonitor SpO2
1,2 22.40 5. Mengevaluasi suara nafas dan respon klien
1,2,3,4 05.00 6. Monitor tanda-tanda vital
4 05.30 7. Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
4 05.50 8. Bantu klien untuk melakukan aktivitas
yang dapat dilakukan

50
BAB 4
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pasien CKD dengan beragam komplikasi yang menyertainya
seperti pada kasus Tn. A yaitu CKD-V, efusi pleura di ruang rawat
pandan 2 perlu monitoring ketat terkait kondisinya beserta
terapinya. Hal yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien
dengan CKD-V adalah monitoring cairan. Balans cairan sangat
penting pada kondisi CKD-V dengan cara meretriksi cairan karena
jika pasien kelebihan cairan (intake) akan mengalami sesak
memberat karena terjadi penumpukan cairan di paru-paru
bahkan di seluruh tubuh utamanya ekstremitas bawah. Selain itu,
diet nutrisi yang harus diperhatikan terkait kerja ginjal yang
sudah melemah bahkan glomerulus ginjal sudah rusak, sehingga
perlu sekali diet rendah protein. Terapi penting lainnya adalah
Hemodialisa karena untuk membantu ginjal dalam meregulasi
darah.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya
harus benar-benar memperhatikan terapi pengobatan sesuai
dengan kondisi klinis pasien. Intervensi keperawatan yang tepat dan
rasional pada setiap diagnosis keperawatan merupakan panduan perawat dalam
melaksanakan tindakan asuhan keperawatan agar dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi lain yang terjadi.

5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan lebih menggembangkan ilmu asuhan keperawatan
medikal bedah pada pasien dengan CKD-V sehingga tanggap dan berpikir
kritis dalam menanggapi kondisi pasien dengan CKD-V secara tepat .
2. Bagi Institusi
Perawat klinik diharapkan dapat mengembangkan ilmu keperawatan asuhan
keperawatan medikal bedah pada klien dengan CKD-V sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan tanggap saat terjadi kondisi
darurat.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier 2006, Prinsip Dasar Ilmu Gizi Edisi 6, Gramedia, Jakarta

Anaemia management in people with chronic kidney disease


NICE clinical guideline 39 (2006)

Bagian Gizi RSCM dan PERSAGI 2004, Penuntun Diet, PT.


Gramedia, Jakarta

Bulecheck G. et al. 2013, Nursing Interventions Classification


(NIC) Sixth Edition, Saunders, Elsevier

Chronic Kidney Disease NICE clinical guideline 73 Quick reference


guide (2008) Early identification and management of chronic
kidney disease in adults in primary and secondary care

Herdman, TH. & Kamitsuru, S 2014, Nursing Diagnoses:


Definitions and Classification 10th ed. Wiley Blackwell,
Oxford

Immunisation against infectious disease “The Green Book”


Department of Health (2006)

Joint Consensus Statement on the Initial Assessment of


Haematuria (2008) Renal Association and British Association
of Urological Surgeons.

LeMone P & Burke 2008, Medical surgical nursing: Critical


thinking in clientcare, 4th ed, New Jersey, Pearson Prentice
Hall

Lewis SL., Dirksen SR., Heitkemper, HM., Buncher, L., Camera, IM


2011, Medical Surgical Nursing Assessment
andManagement of Clinical Problems, Eighth Edition
volume: 2, Elsevier Mosby, United States of America:.

Moorhead et al. 2013, Nursing Outcomes Classification (NOC)


Fifth Edition, Saunders, Elsevier

National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease


ImprovingGlobal Outcomes (K/DIGO) Advisory Board: K/DOQI
Clinical practice guideline for chronic kidney disease:
evaluation, classification, and stratification. Kisney Disease
Outcome Quality Initiative. Am J Kidney Dis 39 (Suppl 1):
S246, 2012

Nice Clinical Guidelines 67 (2010) Lipid Modification, local


consensus as opposed to NICE
Nutrition and Chronic Kidney Disease, National Kidney
Foundation, 1998-2006. www.kidney.org

Reeves CJ et al. 2011, Keperawatan Medikal Bedah, Salemba


Medika, Jakarta

Smeltzer SC & Bare, BG 2008, Buku Ajar Keperawatan Medikal-


Bedah Edisi 8 Vol. 2, EGC, Jakarta

Sundara 2015, Penyakit Ginjal di Indonesia, Sampai di Mana?,


http://ppibelanda.org/penyakit-ginjal-di-indonesia-sampai-
dimana/ diakses tanggal 17 September 2016 pukul 20.30

Suwitra K 2006, Penyakit Ginjal Kronik dalam Sudoyo, A.W., dkk.,


Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi keempat,
Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, Hal.
570-572

Suyono S 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3 Jilid I II,
EGC, Jakarta

Tambayong 2011, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV,
Salemba Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai