ABSTRAK
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan
terjadi secara perlahan dalam waktu yang lama (menahun) yang disebabkan oleh berbagai penyakit
ginjal, bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih, dimana tubuh tidak mampu memelihara
metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang menjadikan menurunnya
volume vaskuler dan gangguan reabsopsi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perkembangan
pada proses Asuhan Keperawatan dengan Chronik Kidney Disease (CKD). Metode yang digunakan
pada penelitian ini. Hasil yang didapat dari penelitian yakni pada pasien Tn.A didapatkan penyakit
hipertensi yang mana menjadi salah satu etiologi dari terjadinya CKD
ABSTRACT
Chronic Kidney Disease (CKD) is a decline in kidney function that is quite severe and occurs slowly
over a long time (yearly) caused by various kidney diseases, is progressive and generally cannot be
recovered, where the body is unable to maintain metabolism and fails to maintain balance. fluid and
electrolytes that cause decreased vascular volume and impaired reabsorption. The purpose of this
study was to determine progress in the Nursing Care process with Chronic Kidney Disease (CKD).
The method used in this research. The results obtained from the study, namely in Tn.A patients,
hypertension was found which was one of the etiologies of CKD.
PENDAHULUAN
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu penurunan fungsi ginjal yang cukup
berat dan terjadi secara perlahan dalam waktu yang lama (menahun) yang disebabkan oleh
berbagai penyakit ginjal, bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih, dimana tubuh
tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit yang menjadikan menurunnya volume vaskuler dan gangguan reabsopsi.
Kemampuan ginjal pada penderita CKD dalam mengeluarkan hasil metabolisme tubuh
terganggu sehingga sisa metabolisme tersebut menumpuk dan menimbulkan gejala klinik
yang disebut sindrom uremik (Muttaqin, 2011; Suwitra, 2014).
WHO (2016) meyatakan bahwa Penyakit CKD berkontribusi pada beban penyakit dunia.
Hasil penelitian Global Burden of Disease Tahun 2010, prevelansi CKD di Amerika Serikat
meningkat 50% di tahun 2016 dan jumlah penderita CKD yang dirawat dengan dialysis dan
transplantasi diproyeksikan meningkat dari 390.000 ditahun 2010, dan 651.000 ditahun
2015. Penelitian dari WHO menunjukan penyakit CKD telah menyebabkan kematian sebesar
1,5 juta setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan Riskesdas (2018) prevalensi
penyakit CKD di Indonesia sebesar 3,8% atau naik sebesar 1,8% dibandingkan dengan tahun
Wahyu budi setiawati, Asuhan Keperawatan Pada Pasien …….| 7 Dari 60
JKOM: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Keperawatan
JKOM -Volume. 1 Nomor 2, Tahun 2022
P-ISSN: …………….. | E-ISSN: 2615-6822
2013. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registrasi ( IRR, 2016) sebanyak 98%
penderita CKD menjalani terapi hemodialisa dan 2% menjalani terapi Peritoneial
Dialisis (PD). Hingga tahun 2017 jumlah pasien aktif yang menjalani hemodialisis
sebanyak 77,892 orang, sementara pasien baru ialah 30.843 orang.
Prevalensi penyakit CKD di Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2018, menurut
diagnosis dokter pada penduduk umur > 15 tahun adalah 713.783 (0.38%) kasus. Pada
kelompok umur 55-64 tahun sebanyak 79.919 (0,72%) kasus, dilanjutkan pada
kelompok umur 64-74 tahun sebanyak 38.572 (0,82%) kasus, dan usia lebih dari 75
tahun sebanyak 17.822 (0,75%) kasus. Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi yaitu
sebanyak 355.726 (0,42%) kasus, sedangkan pada perempuan 358.057 (0,35%) kasus.
Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perkotaan yaitu 394.850 (0,38%) kasus dan
pada masyarakat pedesaan lebih rendah yaitu 318.933 (0,38%) kasus. Prevalensi lebih
tinggi terjadi pada masyarakat yang belum atau tidak pernah sekolah sebanyak 40.430
(0,57%) kasus dan masyarakat yang tidak bekerja 209.274 (0,48%) kasus. Prevalensi di
Jawa Barat berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia >15 tahun adalah 52.511
(0,48%) kasus (Kemenkes, 2018).
Penyebab CKD antara lain glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular
(nefrosklerosis), proses obstruktif (kulkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen
nefrotik (aminoglikosida), dan penyakit endokrin (diabetes) (Doenges, 2002).
Berdasarkan data Riskesdas tahun (2018) mencatat pasien CKD yang menjalani
hemodialisis di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh : Glomerulonefritis kronis,
diabetes Melitus, obstruksi dan infeksi saluran kemih, hipertensi, penyakit ginjal
polikistik, obesitas dan sebab lain . Sedangkan di Amerika Serikat penyebab utama
CKD adalah diabetes meilitus, hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar,
glomerulonefritis, Nefritis Interstitialis, kista dan penyakit bawan lain, Penyakit
sistemik missal lupus dan vaskulitis, neoplasma, penyakit lain.
Penyakit CKD dapat mengakibatkan menurunnya cadangan ginjal pasien
asimtomatik, namun Glomelural Filtration Rate (GRF) dapat menurun 25% dari
normal, insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliurinaria dan
nokturia, GRF 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal, penyakit CKD stage V atau sindrom uremik (volume
overload), neuropati perifer, proritus, uremik frost, pericarditis, kejang-kejang sampai
koma, yang ditandai dengan GRF kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan
BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokomia dan gejala yang komplek
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Tingginya angka prevalensi CKD dan tidak dilakukannya pengobatan atau
pengendalian dianggap serius karena banyaknya komplikasi dan kegawatan yang dapat
timbul pada pasien CKD. Komplikasi yang ditimbulkan diantaranya : Hiperkalemia,
perkarditis, hipertensi, anemia, dan penyakit tulang. Sedangkan kegawatan yang terjadi
yaitu oedema paru, penumpukan cairan, gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat,
dan kematian. Semakin menurunnya fungsi ginjal maka sisa metabolisme dan cairan
akan tertumpuk didalam tubuh, sehingga penting sekali untuk dilakukan pencegahan
dan mempertahankan fungsi ginjal supaya tidak terjadi penurunan lebih lanjut
(Smaltzer & Bare, 2011; Setyohadi, dkk, 2016).
Untuk mencegah kondisi yang dapat membahayakan tersebut maka perawat
menjadi sangat berperan penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
CKD. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasein CKD terdiri
dari aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Peran perawat sebagai promotif
yaitu dengan cara memberikan pengetahuan tentang penyakit CKD. Peran perawat
sebagai preventif yaitu menganjurkan kepada pasien supaya banyak mengkonsumsi air
putih, menerapkan gaya hidup yang sehat salah satunya dengan menjaga berat badan
dengan berolahraga secara teratur. Peran perawat sebagai kuratif bertujuan memberikan
pengobatan dengan asuhan keperawatan tetapi biasanya dalam memberikan pengobatan
perawat berkolaborasi dengan tim medis lainnya. Peran perawat sebagai rehabilitatif
merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita- penderita di rumah sakit, usaha
yang dilakukan yaitu dengan cara latihan fisik tertentu bagi penderita CKD, hal ini
dilakukan untuk mengetahui klien benar-benar menjalankan pola hidup sehat dengan
baik atau tidak (Asmadi, 2012).
Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk mengangkat karya tulis ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. A dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) di Ruang ICU RS PMI Bogor”.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi kasus dengan
mengambil satu sampel pasien yang dideskripsikan secara menyeluruh dari asuhan
keperawatan sampai evaluasi serta faktor pendukung dan penghambat terkait penyakit
yang pasien penderita CKD di RUang ICU RS PMI tahun 2021.
pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik, dan Resiko kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan kenaikan ureum, kreatinin.
Pada kasus CKD yang dialami Tn. A terdapat dua diagnosa keperawatan yang sesuai
dengan teori yaitu Kelebihan volume cairan berhubangan dengan Ketidakmampuan
ginjal mengsekresi air dan natrium, hipertropi ventrikel, hipertensi. Dan
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik. Penulis tidak
mengangkat diagnose resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan volume cairan, ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, dan
akumulasi toksik, karena pada Tn. A ditemukan banyak data-data yang merujuk pada
diagnosa penurunan curah jatung berhubungan dengan perubahan preload sehingga
masalah penurunan curah jantung sudah menjadi actual bukan lagi resiko. Penulis juga
tidak mengangkat Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolic, akumulasi toksik dalam tubuh menurun, menurunnya aktifitas kelejar
keringat, eodema dan neuropati, karena pada Tn. A data-data yang ditemukan lebih
merajuk pada resiko kerusakan integritas kulit beruhubungan dengan kenaikan ureum
dan kreatinin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus CKD pada Tn. A.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi tindakan keperawatan Kelebihan volume cairan berhubangan dengan
Ketidakmampuan ginjal mengsekresi air dan natrium, hipertropi ventrikel, hipertensi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x8 jam diharapkan kelebihan volume
cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil : Pasien terbebas dari edema, tanda-tanda vital
dalam batas normal, balance cairan dalam batas normal. Intervensi yang direncanakan
berupa: Catat intake dan output yang akurat, pasang urin kateter, monitor hasil lab,
monitor TTV, kaji lokasi dan luas edema, monitor masukan makanan dan cairan,
berikan diuretic sesuai intruksi, kolaborasi pemeberian obat. Terdapat perbedaan antara
teori dan kasus Tn. A yang tidak dapat direncanakan yaitu menimbang berat badan
perhari karena pasien dalam keadaan lemah dan harus bed rest.
Intervensi untuk diagnosa keperawatan Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan preload, tujuan dan kriteria hasil: setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x8 jam diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung dengan criteria
hasil: TTV dalam batas normal, EKG normal. Intervensi yang direncanakan
diantaranya: Observasi TTV, Kaji adanya keluhan nyeri dada, auskultasi bunyi jantung,
kaji tingkat aktivitas terhadap kelelahan, kaji warna kulit, membrane mukosa dan dasar
kuku, observasi hasil foto thorak, berikan obat antihipertensi. Tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus Tn.A.
Intervensi untuk diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan asidosis metabolik. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x8 jam diharapkan
sesak klien dapat teratasi dengan kriteria hasil : pola nafas efektif, saturasi 99%,
frkuensi nafas 16- 20x/menit. Intevensi yang dilakukan: posisikan klien untuk
memaksimalkan ventilasi, auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi tambahan, atur
intake cairan untuk memaksimalkan keseimbangan, Monitor respirasi dan status O2,
pertahankan jalan nafas yang paten, monitor adanya tanda-tanda hipoventilasi, monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi, monitor pola nafas, mengajarkan Teknik
nafas dalam, Kolaborasi pemeberian obat. Terdepat perbedaan antara teori dan kasus
Tn. A yang tidak direncanakan yaitu mengajarkan batuk efektif karena sesuai data yang
ada pada pasien tidak diperlukan batuk efektif.
Intervensi untuk diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas kulit
beruhubungan dengan kenaikan ureum dan kreatinin. Tujuan setelah dilakukan asuhan
keperawatan 3x8 jam diharapkan kerusakan integritas kulit pasien dapat teratasi dengan
kriteria hasil : integritas kulit yang baik bisa dipertahankan, tidak ada luka/lesi pada
kulit, perfusi jaringan baik. Intervensi yang dilakukan: anjurkan pasien menggukan
pakaian yang longgar, hindari kerutan pada tempat tidur, jaga kebersihan kulit,
mobilisasi pasien, monitor kulit akan adanya kemerahan, monitor status nutrisi,
mandikan pasien dengan sabun dan air hangat, kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan. Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus Tn.A
D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini penulis melaksanaakan asuhan keperawatan yang telah dibuat
berdasarkan perencanaan yang telah disusun sesuai dengan landasan teori sehingga
penulis dapat menyimmpulkan bahwa tindakan-tindakan yang terdapat dalam teori
dapat memberikan hasil yang optimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Selain ini
juga pada tahap pelaksanaan ini diperlukan kerjasama yang baik antara perawat, pasien,
dan keluarga agar tindakan keperaawatan yang diberikan dapat membuat dampak yang
optimal terhadap kesembuhan pasien. Penulis dalam melaksanakan tindakan
keperawatan mengacu pada perencanaan berdasarkan prioritas masalah yang telah
ditetapkan. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis merupakan tindakan
mandiri dan kolaborasi.
Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa kelebihan volume
cairan berhubangan dengan ketidakmampuan ginjal mengsekresi air dan natrium,
hipertropi ventrikel, hipertensi, adalah memonitor TTV, memonitor hasil lab, mengkaji
lokasi edema, memonitor balance cairan, memberikan obat, mempersiapkan pasien
untuk HD. Berdasarkan uraian diatas semua intervensi untuk masalah keperawatan
kelebihan volume cairan dapat dilakukan sehingga tidak ada kesenjangan antara
intervensi yang telah dibuat pada tinjauan kasus dengan implementasi. Faktor
pendukung dalam implementasi masalah keperawatan kelebihan volume cairan adalah
pasien maupun keluarga yang kooperatif dan perawat ruangan, tidak ditemukannya
faktor penghambat dalam melaksanakan implementasi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa keperawatan penurunan curah
jantung berhubungan dengan perubahan preload adalah mengobservasi TTV, mengkaji
adanya keluhan nyeri dada, auskultasi bunyi jantung, mengkaji tingkat aktivitas
terhadap kelelahan, mengkaji warna kulit, mebaran mukasa dan dasar kuku,
mengobservasi hasil foto thorak, memberikan obat antihipertensi. Berdasarkan uraian
diatas semua intervensi dari masalah keperawatan penurunan curah jantung dapat
dilakukan sehingga tidak ada kesenjangan antara intervensi yang telah dibuat pada
tinjauan kasus dengan implementasi. Faktor pendukung dalam implementasi masalah
keperawatan penurunan curah jantung adalah pasien dan keluarga yang kooperatif dan
perawat ruangan, tidak ditemukan faktor penghambat dalam melaksanakan
implementasi.
Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolic adalah
memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi, mengauskultasi bunyi nafas,
mencatat adanya bunyi tambahan, atur intake cairan, memonitor respirasi dan status O2,
mempertahankan jalan nafas yang paten, memonitor adanya tanda-tanda hipoventilasi,
memonitor pola nafas, mengajarkan teknik nafas dalam. Berdasarkan uraian diatas
semua intervensi dari masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas dapat dilakukan
sehingga tidak ada kesenjangan anatara intervensi yang adapa pada tinjauan kasus
pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dihari kedua perawatan yang berguna untuk
mengetahui adanya penurunan kadar ureum dan kreatinin dalam darah.
KESIMPULAN
Pada tahap Intervensi, prioritas penerapan tujuan dan kriteria hasil ditentukan
berdasarkan data yang ada pada pasien. Rncana tindakan keperawatan pada pasien Tn.
A dipriotaskan pada pembatasan cairan, pemberian diuretik, monitoring TTV,
monitoring pola napas, dan pemantauan intake dan output. Terdapat beberapa
kesenjangan antara teori dan intervensi pada kasus Tn. A. Pada tahap implementasi
pada kasus Tn. A diprioritaskan pada kelebihan volume cairan, pembatasan cairan,
pemberian diuretik, monitoring TTV, monitoring pola napas, dan pemantauan intake
dan output. Evaluasi pada pasien Tn. A diperoleh hasil bahwa masalah keperawatan
yang timbul belum bisa teratasi, sesau kriteria hasil yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardi (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda, Nic, Noc. Jogjakarta: Media Action
Asmadi, (2012). Teknik prosedur keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : Salemba Medika.
Long, Barbara C, 1996. Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Penerjemah: Yayasan
IAPK Padjajaran, Bandung.
Nurarif, A. H. & Kusuma.H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediaAction.