K DENGAN
DIAGNOSA GAGAL GINJAL KRONIK
Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh :
Redy Egianto
Rizal Reinaldi
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Asuhan Keperawatan pada pasien
Tn.K dengan diagnose Gagal Ginjal Kronik" .
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah. Makalah ini menjelaskan mengenai konsep teori penyakit gagal ginjal kronik
dan asuhan keperawatan serta jurnal-jurnal yang mendukung tentang gagal ginjal kronik.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun agar kami menjadi lebih
baik lagi di masa mendatang.
Kelompok,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
D. Klasifikasi
E. Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Penatalksanaan Klinis
H. Hemodialisis
A. Pengkajian
B. Diagnose Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Impelemntasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) adalah keadaan terjadinya
penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menaun) disebabkan
oleh berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat
pulih kembali (irreversible). Gejala penyakit ini umumnya adalah tidak ada nafsu makan,
mual, muntah, pusing, sesak nafas, rasa lelah, edema pada kaki dan tangan, serta uremia
(Almatsier, 2006).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit gagal ginjal kronis
berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa
per tahun (Pongsibidang, 2016). Hasil penelitian Global Burden of Disease tahun 2010,
penyakit gagal ginjal kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia,
tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2013).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan 2018 menunjukan bahwa prevalensi
penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter pada
tahun 2013 adalah 0,2% dan terjadi peningkatan pada tahun 2018 sebesar 0,38%. Untuk
Provinsi Jawa Tengah penyakit gagal ginjal kronis tampak lebih rendah dari prevalensi
nasional. Pada tahun 2015 kematian yang disebabkan karena gagal ginjal kronis
mencapai 1.243 orang (Kemenkes RI, 2017). Dari Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten
Boyolali 2 merupakan daerah yang memiliki angka prevalensi sebesar 0,1% (Riskesdas,
2013).
Penyakit gagal ginjal kronis yang sudah mencapai stadium akhir dan ginjal tidak
berfungsi lagi, diperlukan cara untuk membuang zat-zat racun dari tubuh dengan terapi
pengganti ginjal yaitu dengan cuci darah (Hemodialisis), Continous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pencangkokan (Transplantasi) ginjal. Terapi pengganti
yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah hemodialisis. Hemodialisis adalah
salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat khusus dengan tujuan
mengeluarkan 3 toksin uremik dan mengatur cairan akibat penurunan laju filtrasi
glomerulus dengan mengambil alih fungsi ginjal yang menurun (Djarwoto, 2018).
Pada pasien gagal ginjal kronis, malnutrisi merupakan masalah utama yang sering
terjadi karena asupan zat gizi tidak adekuat, untuk mencegah penurunan dan
mempertahankan status gizi maka pasien gagal ginjal kronis perlu dukungan diet khusus
dengan cara pendekatan Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). PAGT adalah suatu
metode pemecahan masalah yang sistematis, dimana ahli gizi berfikir kritisnya dalam
membuat keputusan untuk menangani penyakit gagal ginjal kronis, sehingga dapat
memberikan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi (Wahyuningsih, 2013).
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi gagal ginjal
2. Mengetahui etiologi penyebab terjadinya gagal ginjal
3. Mengetahui apa saja tanda dan gejala gagal ginjal
4. Mengetahui komplikasi diagnosis medis dan gagal ginjal
5. Mengetahui penatalaksanaan gagal ginjal
C. Manfaat Penulisan
Menambah wawasan dan dapat dijadikan referensi sebagai pengembangan ilmu
keperwatan khususnya pada pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir End Stage Renal Disease
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan reversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddarth, 2001) dalam (Nuari & Widayati, 2017). GGK adalah penurunan
faal ginjal yang menahun mengarah pada kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible
dan progresif.
Adapun GGT (gagal ginjal terminal) adalah fase terakhir dari GGK dengan faal
ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal tersebut bisa di bedakan dengan tes klirens kreatinin
(Irwan, 2016) Gagal ginjal kronik adalah suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom
klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
gagal ginjal kronik (Suwitra, 2014).
B. Etiologi
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National
Kidney Foundation (2016), ada dua penyebab utama dari penyakit ginjal kronis yaitu
diabetes dan tekanan darah tinggi, yang bertanggung jawab untuk sampai dua- pertiga
kasus. Diabetes terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan banyak
organ dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding
pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkontrol, atau kurang terkontrol, tekanan darah
tinggi bisa menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis.
Begitupun sebaliknya, penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis baru dari data tahun 2014 berdasarkan
data dari Indonesian Renal Registry (IRR) masih sama dengan tahun sebelumnya.
Penyakit ginjal hipertensi meningkat menjadi 37% diikuti oleh Nefropati diabetika
sebanyak 27%. Glomerulopati primer memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10%
dan Nefropati Obstruktif pun masih memberi angka 7% dimana pada registry di negara
maju angka ini sangat rendah. Masih ada kriteria lain-lain yang memberi angka 7%,
angka ini cukup tinggi hal ini bisa diminimalkan dengan menambah jenis etiologi pada
IRR. Proporsi penyebab yang tidak diketahui atau E10 cukup rendah.
C. Manifestasi Klinis
1. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas, akibat perikarditis, effuse persikardie dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmonal
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak suara krekels.
3. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan fortinus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas
bau ammonia.
4. Gangguan Musculoskeletal
Resiles reg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu di gerakkan), Burning feet
sindrom (rasa kesemutan dan terbakar terutama di telapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertrofi otot-otot ekstremitas.
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan Endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemis, hipomagnesemia, hipokalsemia.
8. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup ertosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi thrombosis dan trombositopen
D. Klasifikasi
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis (Husna, 2011).
a. Stadium 1 (Glomerulo filtrasirate/GFR normal (> 90 ml/min) Seseorang perlu
waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 1 apabila kadar ureum atau
kreatinin berada di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti
visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast
x-ray dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik. Cek serum
kreatinin dan protein dalam urin secara berkala dapat menunjukkan sampai berapa
jauh kerusakan ginjal penderita.
b. Stadium 2 (Penurunan GFR ringan atau 60 s/d 89 m/min) Seseorang perlu waspada
akan kondisi ginjalnya berada pada stadium 2 apabila kadar ureum atau kreatinin
berada di atas normal, didapati darah atau protein dalam urin, adanya bukti visual
kerusakan ginjal melalui pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray,
dan salah satu keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
c. Stadium 3 (Penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59 m/min) Seseorang yang menderita
GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min.
Dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa structural akan menumpuk
dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti
tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala- gejala
juga terkadang mulai dirasakan seperti
1) Fatique
Rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
2) Kelebihan cairan
Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi
mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita
akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau
tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akibat terlalu banyak cairan
yang berada dalam tubuh.
3) Perubahan pada urin
Urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan
protein di urin, Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat,
orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa
bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering terbangun untuk buang
air kecil di tengah malam.
4) Rasa sakit pada ginjal
Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh
sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
5) Sulit tidur
Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram.
d. Stadium 4 dan 5 (dinamakan gagal ginjal kronik tahap akhir) Pada tahap ini fungsi
ginjal menurun total, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
diekskresikan didalam urin) tertimbun dalam darah dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh, semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat. Seseorang
yang didiagnosa menderita gagal ginjal tahap akhir disarankan untuk melakukan
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal dan pada tahap ini pasien
mungkin mengalami depresi dikarenakan pengobatan yang terus menerus di lakukan
selama fase ini
E. Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis GGK, antara
lain (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki, 2012) :
1. Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.
2. Hiperkalemia, penurunan bikarbonat serum, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hiponatremia (pada GGK tanpa Overload).
3. Hipoalbuminemia tersebab oleh banyak protein yang keluar bersama urin.
4. Anemia normokrom normostik tersebab oleh penurunan produksi hormone
eritropoetin.
5. Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau
tubulointerstitial.
6. Sel darah merah pada sedimen ureine, diduga ada glomerulonefritis proliferative.
Piuria dan atau sel darah merah dalam urine, diduga adalah nefritis interstitial
(terutama jika terjadi eosinofiluria) atau infeksi saluran kemih.
7. Urin 24 jam untuk memeriksa CCT (clean coal technology) dan protein total.
8. Elektroforesis protein urin dan serum untuk melihat protein monoklon, kemungkinan
adanya myeloma multiple.
9. Antibody antinuklir (antinuclear antibody, ANA), kadar anti- doublestranded DNA
untuk melihat adanya lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus,
SLE).
10. Kadar komplemen serum untuk menunjukkan glomerulonephritis.
11. C-ANCA (cytoplasmic anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) and PANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibody) untuk diagnosis granulomatosis
Wegener dan poliartritis nodosa atau poliangitis mikroskopik.
12. Serologi Hepatitis B dan C, HIV, Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) :
Berhubungan dengan glomerulonefritis. Pemeriksaan atau hasil pemeriksaan
diagnostic yang mendukung diagnosis GGK adalah (Verrelli, 2006) dalam (Bayhakki,
2012) :
a. Sinar-X Abdomen Melihat gambaran batu radio atau nefrokalsinosis.
b. Pielogramintravena Jarang dilakukan karena potensi toksin, sering digunakan
untuk diagnosis batu ginjal.
c. Ultrasonografi ginjal Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis, yang tidak
terlihat pada awal obstruksi, Ukuran ginjal biasanya normal pada nefropati
diabetic.
d. CT Scan Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi penyebab GGK
e. MRI Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk diagnosis
stenosis arteri ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih menjadi pemeriksaan
standart.
f. Voding cystourethogram (VCUG) Pemeriksaan standart untuk diagnosis refluk
vesikoureteral.
G. Penatalaksanaan Klinis
1. Medis (Farmakologi)
a. Obat tekanan darah tinggi
Penderita gagal ginjal kronik dapat pengalami perburukan tekanan darah
tinggi sehingga tak jarang dokter merekomendasikan obat untuk menurunkan
tekanan darah (hpertensi) biasanya berupa angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor (contohnya captopril) atau angiotensin II receptor blocker dan
mempertahankan fungsi ginjal. Obat tekanan darah tinggi pada awalnya dapat
menurunkan fungsi ginjal dan mengubah kadar elektrolit, sehingga diperlukan
periksa darah rutin dan pengawasan dari dokter.
b. Obat penurunan kolesterol
Pasien gagal ginjal kronik sering mengalami kadar kolesterol jahat yang tinggi.
Untuk membuktikan hal itu diperlukan pemeriksaan darah kolesterol lengkap.
Jika memang kolesterol tinggi dan kondisi ini dibiarkan saja, maka dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan obat
penurunan kolesterol yang biasa dipakai yaitu golongan statin. Contohnya :
Simvistatin.
c. Obat gagal ginjal untuk mengatasi anemia
Dalam situasi tertentu, dimana pasien mengalami anemia akibat gagal
ginjal kronik, diperlukan suplemen hormone erythropoietin, kadang-kadang
ditambahkan oleh anemia.
d. Obat gagal ginjal untuk mengatasi penumpukan cairan
Pada gagal ginjal kronik terjadi penumpukan cairan dalam tubuh yang
jumlahnya dapat berlebihan sehingga timbul, terutama pada lengan dan kaki serta
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Obat yang disebut diuretic dapat
membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan membuang cairan
tersebut sehingga dapat menurunkan darah tinggi.
e. Obat gagal ginjal untuk melindungi tulang
Dokter mungkin meresepkan suplemen kalsium dan vitamin D untuk
mencegah pengeroposan tulang dan menurunkan risiko patah tulang, juga dapat
mengambil obat untuk menurunkan jumlah fosfat dalam darah sehingga
meningkatkan jumlah kalsium yang tersedia bagi tulang.
2. Keperawatan
a. Terapi rendah protein
Diet rendah protein bertujuan untuk meminimalkan produk limbah dalam
darah. Tubuh kita akan memproses protein dari makanan, pada proses tersebut
terbentuk juga limbah dalam darah yang harus disaring oleh ginjal. Untuk
meringankan pekerjaan ginjal, maka dokter biasanya merekomendasikan makan
lebih sedikit protein. Dokter juga mungkin meminta untuk berkonsultasi dengan
ahli gizi yang dapat menyarankan cara untuk menurunkan asupan protein dengan
tidak meninggalkan makan makanan yang sehat.
b. Penatalaksanaan penyakit ginjal stadium akhir
Jika ginjal sudah tidak mampu lagi menyaring limbah dalam tubuh
sehingga produk limbah tersebut membahayakan tubuh, dan mengembangkan
gagal ginjal lengkap atau hampir lengkap, itu artinya anda memiliki penyakit
ginjal stadium akhir. Pada saat ini obat-obat gagal ginjal tidak lagi berperan, yang
dibutuhkan yaitu hemodialysis (cuci darah) atau transplantasi ginjal.
H. Hemodialisis
1. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengubahan komposisi
solute darah oleh larutan lain (cairan dialisat) melalui membran semi permeabel
(membran dialisis). Tetapi pada prinsipnya, hemodialisis adalah suatu proses
pemisahan atau penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu membran
semipermeabel yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal baik akut
maupun kronik (Suhardjono, 2014). Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti
ginjal untuk pasien penyakit ginjal kronik. Terapi ini dilakukan untuk menggantikan
fungsi ginjal yang rusak (Brunner dan Suddarth, 2011)
Hemodialisis memerlukan waktu selama 3 – 5 jam dan dilakukan sekitar 3x dalam
seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara terapi, keseimbangan garam, air dan
pangkat hidrogen (PH) sudah tidak normal lagi dan penderita biasanya merasa tidak
sehat (Corwin 2009). Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyebutkan bahwa
indikasi dilakukan tindakan dialisis adalah pasien gagal ginjal dengan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) < 5 mL/menit, fungsi ekskresi ginjal sudah minimal sehingga
mengakibatkan akumulasi zat 13 toksik dalam darah dan komplikasi yang
membahayakan bila tidak dilakukan tindakan dialisis segera (Eknoyan, 2000; Owen,
2000; Jindal 2006).
2. Adekuat Hemodialisis
Adekuasi atau kecukupan dosis (frekuensi dan durasi) hemodialisis dicapai
setelah proses hemodialisis selesai selama kurang lebih 5 jam. Adekuasi hemodialisis
tercapai ababila pasien merasa nyaman dan keadaan menjadi lebih baik, dan dapat
menjalani hidup yang lebih panjang meskipun harus dengan penyakit gagal ginjal
kronik. Adekuasi hemodialisis merupakan kecukupan dosis hemodialisis yang
direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis HD sudah adekuat atau tidak, dapat dilakukan
pemeriksaan secara periodik setiap bulan sekali dengan beberapa instrumentasi
penilaian.
Secara laboratorik, HD dikatakan adekuat jika terdapat kadar ureum darah yang
menurun (Urea Reduction Ratio) dan rasio antara jumlah darah yang dihemodialisis
per waktunya dengan fraksi HD yang terbentuk (Kt/V) lebih dari sama dengan 1,2
untuk yang menjalani hemodialisis 3 kali dalam seminggu dan 1,8 untuk yang
menjalani hemodialisis 2 kali seminggu. (Owen WF Jr, et al. 1993; Depner TA.
2005). Pencapaian adekuasi hemodialisis diperlukan untuk menilai efektivitas
tindakan hemodialisis yang dilakukan. Hemodialisis yang adekuat akan memberikan
manfaat yang besar dan memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani
aktivitasnya seperti biasa. Terdapat hubungan yang kuat antara adekuasi hemodialisis
dengan morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal (Septiwi, 2011).
3. Faktor yang mempengaruhi hemodialysis
Hemodialisis yang tidak adekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang, dan kesalahan dalam
pemeriksaan laboratorium (ureum darah). Untuk mencapai adekuasi hemodialisis,
maka besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut (Roesli,
2005; Daugirdas, 2007).
a. Time of dialisis Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisis yang idealnya 10-
12 jam perminggu. Bila hemodialisis dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu
tiap kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu
maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam.
b. Interdialytic time Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis
yang berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisis
dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di
Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam, dengan pertimbangan
bahwa PT ASKES hanya mampu menanggung biaya hemodialisis 2 kali/minggu
(Gatot, 2003).
c. Quick of blood (Blood flow) Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke
dalam dialiser yang besarnya antara 200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya
pada mesin dialisis. Pengaturan Qb 200 ml/menit akan memperoleh bersihan
ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400ml/menit akan
meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit.
d. Quick of dialysate (dialysate flow) Adalah besarnya aliran dialisat yang menuju
dan keluar dari dialiser yang dapat mempengaruhi tingkat bersihan yang dicapai,
sehingga perlu di atur sebesar 400 – 800 ml/menit dan biasanya sudah disesuaikan
dengan jenis atau merk mesin. Daugirdas (2007) menyebutkan bahwa pencapaian
bersihan ureum yang optimal dapat dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah (Qb),
kecepatan aliran dialisat (Qd), dan koefisien luas permukaan dialiser.
e. Clearance of dialyzer Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk
membersihkan darah dari cairan dan zat terlarut, dan besarnya klirens dipengaruhi
oleh bahan, tebal, dan luasnya membran. Luas membran berkisar antara 0,8-2,2
m². KoA merupakan koefisien luas permukaan transfer yang menunjukkan
kemampuan untuk penjernihan ureum. Untuk mencapai adekuasi diperlukan KoA
yang tinggi yang diimbangi dengan Qb yang tinggi pula antara 300-400ml/menit.
f. Tipe akses vascular Akses vaskular cimino (Arterio Venousa Shunt) merupakan
akses yag paling direkomendasikan bagi pasien hemodialisis. Akses vaskular
cimino yang berfungsi dengan baik akan berpengaruh pada adekuasi dialisis. Ada
hubungan antara akses vaskular dengan adekuasi hemodialisis dan berpengaruh
terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis.
g. Trans membrane pressure Adalah besarnya perbedaan tekanan hidrostatik antara
kompartemen dialisis (Pd) dan kompartemen darah (Pb) yang diperlukan agar
terjadi proses ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh < kurang dari -50 dan Pb harus
lebih besar daripada Pd serta dapat dihitung secara manual dengan rumus: TMP =
(Pb – Pd) mmHg.
BAB III
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien gagal
ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan pada support system untuk
mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh (hemodynamically process).
Dengan tidak optimalnya atau gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya
kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, bila kondisi ini berlanjut
(kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan
gangguan system tersebut (Prabowo & Pranata, 2014).
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, dimulai dari urine output
sedikit sampai tidak bisa BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia), mual,muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
atau(ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin & Sari, 2011).
Keluahan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang menurun (oliguria) sampai pada
anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi,
anorreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, nafas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme atau
toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami filtrasi (Prabowo & Pranata, 2014).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urin output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa (Muttaqin & Sari, 2011).
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Kaji adanya riwayat gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan (Muttawin & Sari, 2011).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronik bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal
kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang
diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit
(Prabowo & Pranata, 2014).
e. Riwayat Psikososialspiritual
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang
baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi pada
waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis.
Klien akan mengurung diri dan akan lebih banyak diam diri (murung). Selain itu
kondisi itu juga di picu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan,
sehingga klien mengalami kecemasan (Prabowo & Pranata,2014).
f. Pemeriksaan fisik Persistem
1) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien biasanya lemah dan terlihat sakit berat, tingkat
kesadaran menurun. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan pola
pernafasan meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan
sampai berat.
2) Sistem Pernafasan (Braething) B1
Klien bernafas dengan bau urine sering didapat pada fase ini. Pola nafas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbondioksida
yang menumpuk di sirkulasi.
3) Sistem Kardiovaskuler (Blood) B2
Didapat tanda dan gejala gagal jantung kongestif. Tekanan darah
meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas.
Gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemi. Pada hematologi sering didapat
adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin.
4) Sistem Persarafan (Brain) B3
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, difungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
kram otot, dan nyeri otot.
5) Sistem Perkemihan (Bladder) B4
Penurunan pengeluaran urine < 400 ml/hari, sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
6) Sistem Pencernaan (Bowel) B5
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, bau mulut amonia,
peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
7) Sistem Muskuloskeletal (Bone) B6
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum dari anemia
I. Analisa Data
2 Pola aktivitas tidak efektif ISK, DM, nefropati Pola nafas tidak
(0005) toksik efektif
Definisi : inspirasi dan/atau
ekspirasi yang tidak memberikan
CKD
ventilasi adekuat
Penurunan laju
Gejala dan tanda mayor
glomelurus
Sbjektif:
Dipsneu Ginjal tak mampu
mengencerkan urine
Objektif: secara maksimal
- Penggunaan otot bantu
pernafsan Produk urine turun dan
- Fase ekspirasi memanjang
- pola nafas abnormal (misal, kepekatan urine
takipneu, bradipneu, meningkat
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes).
Toksik uremia
Gejala dan tanda minor
Subjektif: beban jantung meningkat
- Ortopneu
pola napas tidak efektif
Objektif:
- Pernafsan pursed-lip
- Pernafasan cuping
hidung
- Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
- Ventilasi semenit
menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Ekskursi dada berubah
syndrome uremia
Objektif:
- Berat badan menurun
organ GI
minimal 10% dibawah
rentang ideal
mual muntah
Gejala dan tanda minor
Subjektif: Defisit Nutrisi
- Cepat kenyang setelah
makan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun
Objektif:
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok
berlebihan
- Diare
4. Intoleransi Aktivitas (0056) ISK, DM, nefropati Intoleransi aktivitas
toksik
Definisi: Ketidakcukupan energi
untuk melakukan aktivitas
CKD
sehari-hari
Objektif:
anemia
- Frekuensi jantung
meningkat >20% dari
kondisi istirahat Intoleransi aktivitas
Objektif:
-Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi
istirahat
- Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
setelah aktivitas
- Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
- Sianosis
5. Resiko Perfusi perifer tidak ISK, DM, nefropati Resiko perfusi
efektif (0009) toksik perifer tidak efektif
uremia
Objektif:
- Pengisian kapiler >3 detik
- Nadi perifer menurun atau
tidak teraba Resiko Perfusi Jaringan
- Akral teraba dingin
- Warna kulit pucat Tidak Efektif
- Turgor kulit menurun
Objektif:
-Edema
-Penyembuhan luka
lambat
- Indeks ankle brachial
<0,90
- Bruit femoralis
6. Risiko Penurunan Curah ISK, DM, nefropati Resiko penurunan
jantung (0011) toksik curah jantung
Definisi: Beresiko mengalami
pemompaan jantung yang tidak
CKD
adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh
renin meningkat
Faktor risiko
- Perubahan afterload angiostensi I meningkat
- Perubahan Frekuensi
jantung
- Perubahan irama jantung angiostensi II meningkat
- Perubahan kontraktilitas
- Perubahan preload
vasokontriksi pembuluh
darah
Resiko Penurunan
Curah Jantung
J. Diagnosis Keperawatan
Pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronis maka akan muncul diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
1. Hipervolemia
2. Pola napas tidak efektif
3. Defisit nutrisi
4. Intoleransi aktifitas
5. Resiko perfusi perifer tidak efektif
6. Resiko penurunan curah jantung
K. Perencanaan Keperawatan
1. Hypervolemia
No Diagnosa Intervensi
Observasi :
No Diagnosa Intervensi
Terapeutik :
Objektif:
- pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
- Penggunaan otot bantu
head-thilt dan chin-lift (jaw thrust jika
pernafsan
curiga cedera trauma servikal)
- Fase ekspirasi
memanjang - posisikan semi fowler
- pola nafas abnormal
- lakukan fisioterapi dada, jika perlu
(misal, takipneu,
bradipneu, - lakuakan penghisapan lendir kurang dari
hiperventilasi, 15 detik
- Ortopneu
Edukasi :
Objektif:
- anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
- Pernafsan pursed-lip tidak kontraindikasi
- Pernafasan cuping
- ajarkan teknik batuk efektif
hidung
- Diameter thoraks
anterior-posterior
Kolaborasi :
meningkat
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
- Ventilasi semenit
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
menurun
- Kapasitas vital
menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Ekskursi dada
berubah
3. deficit nutrisi
No Diagnosa Intervensi
4. Intoleransi aktifitas
- Parastesia - Tekanan
Edukasi
- Nyeri ekstremitas darah
sisitolik - Anjurkan penggunaan
(klaudikasi
membaik (5) termometer untuk menguji
intermiten)
- Tekanan suhu air
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
L. Implementasi
Menurut Potter & Perry (2005) implementasi merupakan komponen dari proses
keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam
tindakan. Setelah intervensi dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien,
perawat melakukan tindakan keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan
tindakan dokter.
M. Evaluasi
Menurut Potter & Perry (2005) langkah evaluasi dari proses keperawatan yaitu
dengan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke
arah pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk mengukur
perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam ketersediaan atau
penggunaan sumber eksternal. Menurut Smeltzer & Suzane (2006), tujuan yang
diharapkan tercapai pada tindakan keperawatan yaitu mencakup perbaikan dalam pola
tidur, kemandirian dalam kemampuan kopping, kepatuhan dalam program terapeutik, dan
perawatan dirumah serta tidak adanyakomplikasi.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
Tn. K berusia 45 tahun datang ke unit hemodialysis (HD) untuk melakukan HD rutinnya
yang biasa dilakukan 2 kali/minggu, tetapi 1 minggu yang lalu klien tidak mengikuti jadwal
hemodialisa dikarenakan sakit flu. Saat datang muka klien tampak pucat, edema anasarka, dan
mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat, klien mengeluh cepat cape dan nafasnya terasa sesak
saat aktivitas dan diikuti tremor, gatal-gatal diseluruh tubuhnya, kadang-kadang suka keluar
darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam
dan kemerahan. Dari pemeriksaan didapatkan hasil : 56 kg TB 152 cm. TD 170/1000 mmHg,
Nadi 96x/menit, RR 24x/menit, Lab Hb: 8 gr%, ureum 312 kreatinin 3.1
Dari riwayat sebelumnya Tn.K bekerja diruangan ber AC dan minum kurang 4 gelas/hari.
Mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun lalu dan tidak terkontrol dan dia telah
melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu. Saat akan dilakukan HD, Tn.K mengatakan kepada
dokter dan perawat bahwa ini HD terakhir yang akan ia lakukan karena merasa benci dengan
proses HD dan tidak ingin hidup seperti itu terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa ia
mengerti bahwa hidupnya tergantung pada dialysis. Dia berencana ke luar negri untuk mencari
alternative penanganan penyakitnya.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Tn.K usia 45 tahun berjenis kelamin laki-laki.
2. Keluhan utama
klien mengatakan mengeluh lemas dan mudah cape, nafasnya terasa sesak saat
aktivitas dan diikuti tremor
3. Riwayat kesehatan
Tn.K datang dengan wajah tampak pucat, edema anasarka, dan mengeluh lemas.
Klien mengeluh cepat cape dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti
tremor, gatal-gatal diseluruh tubuhnya, kadang-kadang suka keluar darah dari
hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam
dan kemerahan. 1 minggu yang lalu klien tidak mengikuti jadwal hemodialisa
dikarenakan sakit flu. Klien merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup
seperti itu terus menerus. Klien juga mengatakan bahwa ia mengerti bahwa hidupnya
tergantung pada dialysis dan berencana ke luar negri untuk mencari alternative
penanganan penyakitnya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Tn.K bekerja diruangan ber AC dan minum kurang 4 gelas/hari. Mempunyai
riwayat penyakit hipertensi 15 tahun lalu dan tidak terkontrol dan dia telah melakukan
HD sejak 2 tahun yang lalu
5. Pemeriksaan fisik :
Lab Hb: 8 gr%, ureum 312 kreatinin 3.1
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien tampak lemah dan pucat, didapatkan tnda-tanda
vital: tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 96x/menit, respirasi 24x/menit dengan
BB 56kg dan TB 152cm. kulit gatal-gatal diseluruh tubuhnya, kadang-kadang
suka keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang
mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan.
b. Sistem Pernafasan (Braething) B1
Klien mengeluh sesak napas dengan respirasi saat dikaji 24x/menit. Klien
juga mengeluh cepat lelah saat beraktifitas.
c. Sistem Kardiovaskuler (Blood) B2
Didapat tekanan darah meningkat yaitu 170/100 mmHg, akral dingin,
CRT > 3 detik dengan ditemukan adanya edema anasarka dan sesak nafas. Pada
hematologi didapat adanya anemia sebagai akibat dari penurunan produksi
eritropoetin yaitu dengan kadar hb 8gr%.
d. Sistem Persarafan (Brain) B3
Pada pemeriksaan ini, pasien dalam kondisi sadar penuh (composmentis)
dengan nilai GCS (Glasgow coma scale) 15 (eye 4, motorik 5, verbal 6). Klien
masih bisa menyebutkan keluhan yang dirasakannya.
e. Sistem Perkemihan (Bladder) B4
Didapatkan hasil lab ureum 312 kreatinin 3.1.
f. Sistem Pencernaan (Bowel) B5
Tidak terdapat data mengenai sistem pencernaan.
g. Sistem Muskuloskeletal (Bone) B6
Pada pemeriksaan ini didapatkan klien mengalami kelemahan fisik
diakibatkan dari anemia dan tremor (kadar hb 8gr%).
B. Analisa Data
Toksik uremia
Toksik uremia
Tekanan hidrostastik
meningkat
Extravasasi
Edema
Hypervolemia
Pasien mengatakan
merasa benci dengan
proses HD dan tidak ingin
hidup seperti itu terus
menerus
DO :
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efetif
2. hipervolemia
D. Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
No Diagnosa Intervensi
Terapeutik :
Objektif:
- pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
- Penggunaan otot bantu
head-thilt dan chin-lift (jaw thrust jika
pernafsan
curiga cedera trauma servikal)
- Fase ekspirasi
memanjang - posisikan semi fowler
Edukasi :
Objektif:
- anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
- Pernafsan pursed-lip
tidak kontraindikasi
- Pernafasan cuping
hidung - ajarkan teknik batuk efektif
- Diameter thoraks
anterior-posterior
Kolaborasi :
meningkat
- Ventilasi semenit - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
menurun ekspektoran, mukolitik, jika perlu
- Kapasitas vital
menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Ekskursi dada
berubah
2. Hypervolemia
No Diagnosa Intervensi
Observasi :
Subjektif: Edukasi :
No Diagnosa Intervensi
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian menurut teori tidak menemukan kesenjangan, hanya saja pengkajian pada
kasus ini tidak bisa mendapatkan data yg lebih banyak. Kasus ini masuk pada klasifikasi
gagal ginjal kronik stadium tiga, hal ini diperkuat dengan adanya beberapa gejala sesuai
teori, yaitu sebagai berikut :
1. Fatique, rasa lemah/lelah akibat anemia, hasil pemeriksaan pasien Hb: 8 gr%
2. Kelebihan cairan, pada pasien terdapat edema anasarka
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesesuaian antarta teori yaitu didapatkan yaitu
pada keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat namun pada kasus tingkat
kesadarannya masih penuh. Pada TTV didapatkan adanya perubahan pola pernafasan
meningkat, tekanan darah meningkat sesuai dengan teori. Didapat juga tanda dan gejala
gagal jantung kongestif yaitu tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik
dengan edema dan sesak nafas. Gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi. Pada hematologi
didapat adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin.
Pada perkemihan diapatkan kadar ureum creatinin meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut teori, terdapat 5 diagnosa yang mungkin muncul diantaranya :
1. Pola napas tidak efektif
2. Hypervolemia
3. Deficit nutrisi
4. Intoleransi aktifitas
5. Resiko perfusi jaringan tidak efektif
6. Resiko penurunan curah jantung
Pada kasus ini, kami hanya mengambil tiga diagnosa keperawatan. Pertama pola
nafas tidak efektif, dalam kasus klien mengatakan sesak saat beraktifitas dan respirasi
24x/menit. Kedua hipervolemia, pada kasus klien pengalami edema anasarka. Dan yang
ketida gangguan citra tubuh, hal tersebut diperkuat pada kasus bahwa klien mengatakan
merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti itu terus menerus.Namun
pada diagnosa ketiga yaitu gangguan citra tubuh tidak terdapat pada diagnose teori. Maka
dari itu, kesenjangan yang kami temukan terdapat pada diagnose teori tidak ada diagnose
citra tubuh sedangkan pada kasus ada.
C. Perencanaan
Selama melaksanakan proses keperawatan, perawat menggunakan dasar
pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat
penilaian yang bijaksana dan mendiagnosa, mengidentifikasi hasil akhir kesehatan klien
dan merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang tepat guna
mencapai hasil akhir tersebut (Dermawan, 2012). Namun pada kasus ini, tidak dapat
dilakukan perencanaan keperawatan secara utuh karena belum diaplikasikan langsung
pada klien.
BAB VI
A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible. Sebagai catatan, batas penurunan fungsi ginjal dimana sudah mulai
menyebabkan timbulnya gejala adalah sebesar 75%-85%, artinya keluhan/gejala akan
muncul bila fungsi ginjal sudah dibawah 25%. Pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih
mengutamakan diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang
merupakan penyebab peyakit ginjal kronik serta dialysis atau traansplantasi ginjal jika
sudah terjadi gagal ginjal permanen.
B. Saran
Untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal
Kronik dengan Hemodialisa diperlukan adanya suatu perubahan dan perbaikan
diantaranya :
1. Bagi kelompok
Hasil penyusunan makalah yang dilakukan diharapkan dapat menjadi acuan dan
menjadi bahan pembanding pada penyusunan makalah selanjutnya pada pasien Gagal
Ginjal Kronik dengan Hemodialisa.
2. Bagi perawat ruangan
Sebaiknya ditingkatkan pada pasien mengenai motivasi dan dorongan dalam
menjalani perawatan diruang inap .
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Dalam pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat menambah keluasan
ilmu keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal
Ginjal Kronik dengan Hemodialisa
DAFTAR PUSTAKA
Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta
Chalik, Raimundus. 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika
NANDA. (2012). NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Defimi dan Klasifikasi 2012-
2014. Editor Herdman, Heather T. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Lampiran 1
Waktu : 15 menit
A. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan klien mampu menerapkan pembatasan cairan
yang sesuai untuk masalah kesehatan CKD on HD
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 15 menit diharapkan klien mampu:
1. Menjelaskan pengertian CKD on HD
2. Menyebutkan penyebab dari CKD on HD
3. Menyebutkan pembatasan asupan cairan pada klien CKD on HD
C. Materi
1. Pengertian CKD on HD
2. Penyebab CKD on HD
3. Pembatasan asupan cairan pada klien CKD on HD
D. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
E. Evaluasi
1. Bentuk : Essay
2. Prosedur Evaluasi : Lisan
3. Waktu : 2 menit
4. Jumlah soal : 3 soal
F. Sumber
Isroin, Laily. (2016). Manajemen Cairan pada Pasien Hemodialisis untuk Meningkatkan
Kualitas Hidup. Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Mekal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC
A. Pengertian CKD on HD
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009). Gagal
ginjal kronik adalah kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk menyaring
cairan dan sisa – sisa makanan. Saat kondisi ini terjadi, kadar racun dan cairan berbahaya
akan terkumpul di dalam tubuh dan dapat berakibat fatal jika tidak diobati.
B. Penyebab CKD on HD
Berikut penyebab dari CKD on HD antara lain :
1. Diabetes Melitus
2. Hipertensi
3. Infeksi Ginjal
C. Tips Pembatasan Cairan Pada Klien Dengan CKD On HD Untuk Mengurangi Rasa
Haus
1. Hindari makanan dengan rasa asin dan pedas. Rasa asin dan pedas akan
meningkatkan rasa haus, sedangkan rasa asin akan cenderung meningkatkan tekanan
darah
2. Biasakan untuk membaca kandungan label kandungan zat gizi pada makanan yang
dibeli agas bisa diketahui beberapa kandungan garam teruama natrium dalam
makanan tersebut, seperti pada saus, kecap, sosis, dan lain – lain
3. Berusaha untuk selalu berada di tempat yang sejuk, tidak berlama – lama di tempat
yang udaranya panas
4. Lakukan perencanaan dan pembagian cairan yang akan dikonsumsi dalam sehari,
misalnya jika dibatasi 1000 ml/hari dapat dibagi dalam 6 kali minum dengan
pembagian; sarapan sekitar 150ml, snack pagi 100ml, makan siang 250ml, snack sore
100ml, makan malam 150ml. Sisanya 150ml didapat dari makanan, baik berupa
sayuran, buah – buahan, sup, snack, dan lain – lain
5. Hindari minum dengan sir es atau air es yang manis, karena keduanya tidak dapat
menghilangkan rasa haus kecuali dengan jumlah yang banyak
6. Saat minum obat gunakan sedikit air. Sebaiknya obat diminum setelah makan,
sehingga jumlah cairan yang sudah direncanakan pada saat makan juga cukup
digunakan untuk minum obat kecuali obat yang harus dimunum sebelum makan
7. Gunakan gelas yang kecil saat minum, dan jangan langsung menelan minuman yang
masuk ke mulut, akan tetapi telan secara perlahan
8. Tanyakan pada dokter yang merawat, apakah obat – obatan yang diberikan akan
menimbulkan efek samping berupa rasa kering pada mulut
9. Untuk mengurangi rasa kering di mulut, sikatlah gigi, kumur – kumur (menggunakan
botol yang berisi air dingin yang sudah di campur dengan daun mint dan diberikan
secara spray, dimana banyaknya cairan yang digunakan tetap diperhitungkan dalam
jumlah cairan yang dikonsumsi). Menghisap permen dengan rasa lemon (lemon dapat
merangsang pengeluaran air liur sehingga membantu mengatasi kekeringan mulut)
10. Makanlah buah apel hijau atau papaya, karena papaya dan apel hijau dapat
memberikan rasa segar. Jika ingin mengkonsumsi buah – buahan yang lain, harus
dikupas dan direndam air panas selama 10 menit. Untuk sayuran lebih baik dimakan
dalam keadaan matang atau sudah melalui perendaman air panas selama 10 menit
11. Sering bertukar pengalaman dengan pasien lain bagaimana cara mengatasi rasa haus,
saling mendukung dan membantu meningkatkan kedisiplinan saat rasa haus timbul
Soal
Jawaban
1. Pengertian CKD on HD
Gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuannya
untuk menyaring cairan dan sisa – sisa makanan. Saat kondisi ini terjadi, kadar racun dan
cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh dan dapat berakibat fatal jika tidak
diobati.
2. Penyebab CKD on HD
Diabetes mellitus, hipertensi, infeksi ginjal, dll
3. Cara pembataan cairan pada klien dengan CKD on HD untuk mengurangi rasa haus
a. Hindari makanan dengan rasa asin dan pedas
b. Berusaha untuk selalu berada di tempat yang sejuk, tidak berlama – lama di tempat
yang udaranya panas
c. Lakukan perencanaan dan pembagian cairan yang akan dikonsumsi dalam sehari d.
Hindari minum dengan air es atau air es yang manis
d. Saat minum obat gunakan sedikit air
e. Gunakan gelas yang kecil saat minum, dan jangan langsung menelan minuman yang
masuk ke mulut, akan tetapi telan secara perlahan
f. Tanyakan pada dokter yang merawat, apakah obat – obatan yang diberikan akan
menimbulkan efek samping berupa rasa kering pada mulut
g. Untuk mengurangi rasa kering di mulut, sikatlah gigi dan kumur – kumur
h. Makanlah buah apel hijau atau papaya
i. Sering bertukar pengalaman dengan pasien lain bagaimana cara mengatasi rasa haus
Lampiran 2
JURNAL KEPERAWATAN
A. Ringkasan Pustaka
Kelompok Metode
Besar
Studi/ Tempat penelitia
sampel/ Usia Outcome
penulis penelitian Intervensi Control n/ alat
partisipan
ukur
Pengaruh RS PKU Jumlah Renta Quasi Hasil penerapan
Efektifita Aisyiyah, sampel ng eksperim EBN ini telah
s Boyolali. terdiri dari usia ental menunjukkan
Relaksasi 7 orang pasien dengan penggunaan
Benson yang 18-64 racangan relaksasi benson
Terhadap memenuhi tahun pre- terhadap
Kecemas kriteria eksperim kecemasan
an Pada responden. ental one pasien yang
Pasien group menjalani
yang pre test hemodialisa
Menjalan dan dibuktikan
i posttest terdapat
Hemodial design perbedaan yang
isa Di /lembar signifikan antara
Unit kuesione kecemasan
Hemodial r Zung sebelum
isa / Noni Self diberikan
Agustiya, Rating relaksasi benson
Dian Anxiety dan sesudah
Hudiyaw Scale diberikan
ati, Arif (ZSRAS) relaksasi benson
Putra ‘ dengan nilai p
pratama value <0,05
(2020)
Efek RS PKU Populasi Renta Sebanyak Sebanya Quasi Terdapat
Relaksasi Aisyiyah pada ng 10 pasien k 10 Eksperim pengaruh
Benson Boyolali penelitian umur yang pasien ent pre relaksasi benson
Dalam ini adalah pasien diberikan yang test-post terhadap
Menurun pasien antara intervensi tidak test with kecemasan pada
kan yang 46-60 sesuai diberikan control pasien
Kecemas menjalani tahun kriteria intervens design/al hemodialisa
an Pasien hemmodia inklusi i dengan at ukur dengan nilai p
yang lisa di RS selama 10 kriteria kecemas value =
Menjalan PKU menit eksklusi an Beck 0,003<0,005pad
i Aisyiyah Anxiety a kelompok
Hemodial Boyolali. Inventor intervensi.
isa/ Sampel y
Muhamm yang
ad Hanif diambil
Faruq, adalah 20
Okti Sri orang
Purwanti,
Arif
Putra
Purnama
(2020)
Penerapa RPDA Penerapan Ny. D Diberikan - Penelitia Hasil penerapan
n Teknik RSUD dilakukan berusi penerapan n ini menunjukkan
Relaksasi Jend. pada 2 a 30 intervensi menggun adanya
Benson Ahmad subjek di tahun pada akan penurunan skore
Untuk Yani RPDA dan kedua desain kecemasan
Menurun Metro RSUD Ny. A subjek penelitia sesudah
kan Jend. berusi yaitu n studi dilakukan terapi
Kecemas Ahmad a 45 teknik kasus relaksasi
an Pasien Yani tahun. relaksasi dengan benson, ada
Gagal Metro benson metode subjek 1 terjadi
Ginjal dengan selama 1 deskripti penurunan 11
Kronik/ penyakit hari f/ lembar point dan pada
Dwi gagal dengan observas subjek 2 terjadi
Wahyuni ginjal durasi i HARS penurunan 2
ngsih, kronik dan terapi (Hamilto point
Anik memiliki selama 10- n Rating
Inayati, kecemasan 15 menit Scale for
Immawati Anxiety)
(2022)
B. Hasil dan Pembahasan
3. Relaksasi Benson
Teknik relaksasi Benson ini mulai dirancang oleh Herbert Benson dari tahun 1970
untuk menurunkan tekanan darah. Kemudian Hebert Benson mengembangkan
penelitiannya mengenai relaksasi yang ditemukannya untuk memunculkan respon
relaksasi atau respon tentang status psikologis manusia. Kemudian relaksasi Benson ini
pada tahun 1976 menyatakan bahwa teknik relaksasi ini merupakan teknik alamiah dan
teknik perlindungan yang asli dalam melawan efek dari respon stres (Payne & Donaghy,
2010).
Relaksasi ini memiliki empat elemen kunci. Elemen kunci pertama adalah
lingkungan yang tenang (Quiet environment). Seting ideal dalam teknik relaksasi Benson
ini adalah lingkungan yang tenang bagi pasien, tidak ada stimulus yang menyebabkan
perasaan tidak menyenangkan bagi pasien. Kedua adalah posisi yang nyaman
(Confortable position), yaitu posisi yang dianggap paling nyaman bagi pasien. Benson
tidak memaksakan pasien mengambil posisi tertentu, sehingga mediator relaksasi
(instruktur relaksasi) harus mengijinkan pasien mengambil posisi sesuai kenyamanan
yang dirasakan pasien. Elemen ketiga adalah perangkat mental (Mental Device). Mental
device yang dimaksud disini disebut sebagai Mantra/do‟a atau kata atau frase yang
diulang-ulang yang fungsinya adalah menenangkan jiwa pasien. Mental device yang
digunakan menurut Benson bisa dipilih sendiri oleh pasien. Elemen yang keempat adalah
sikap pasif atau pasrah (Passive attitude). Passive attitude ini merupakan elemen penting
dari relaksasi Benson. Sikap ini mengajak pasien untuk menerima kenyataan atau
membiarkan sesuatu hal terjadi (“biarkanlah terjadi”). Dalam teknik relaksasi ini, sikap
pasif diyakini sebagai sesuatu hal yang menyebabkan terjadinya respon relaksasi. Fikiran
yang mengganggu mungkin saja terjadi, tetapi dengan adanya kata atau frase yang
berfungsi sebagai Mantra/do‟a dapat mereduksi munculnya fikiran-fikiran pengganggu
tersebut (Payne & Donaghy, 2010).
Rasional dari teknik relaksasi ini adalah dengan cara seseorang memfokuskan
fikiran pada kata atau obyek tertentu atau do’a dengan cara berkelanjutan, maka orang
tersebut akan mampu lepas dari stresor sehari-hari dan akan timbul ketenangan jiwa.
Ketenangan jiwa ini ditanda dengan berkurangnya respon fisiologis stres, yaitu
menurunya tanda-tanda aktivitas kerja saraf simpatik (Payne & Donaghy, 2010).
Relaksasi Benson akan memicu keluarnya gelombang alpha pada otak manusia
yang melakukannya. Efek dari gelombang alpha ini adalah manusia merasakan tenang,
muncul perasaan bahagia dan senang, gebira serta percaya diri. Perasaan ini merupakan
perasaan positif manusia yang merupakan penurunan perasaan negative (stress) dari suatu
stressor yang ditandai dengan penurunan kadar kortisol dalam darah, penurunan kadar
epinefrin dan nor-epinefrin yang ditandai dengan penurunan tekanan darah (Price &
Wilson, 2005).