Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

A DENGAN
DIAGNOSA MEDIS CKD ON HD DENGAN ANEMIA
DI RUANG HEMODIALISIS DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :

Nama : Elvant Olrando Darlin


NIM : 2019.C.11a.1007

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2022/2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Elvant Olrando Darlin


NIM : 2019.C.11a.1007
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Diagnosa Medis
CKD ON HD dengan Anemia di Ruang Hemodialisa
RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Kerawatan 4 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disahkan oleh :


Penguji Akademik Penguji Lahan

Isna Wiranti, S.Kep, Ners Evimira Sukanti, S.Kep.,Ners

i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn.A .dengan Diagnosa
Medis CKD ON HD dengan Anemia di Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK IV). Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria S.Kep.,Ners Selaku Koordinator Praktik Praklinik
Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan
4. Ibu Isna Wiranti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Evimira Sukanti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing lahan yang banyak
memberikan arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesainan asuhan
keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan Kegiatan.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 26 Sepember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit...........................................................................................5
2.1.1 Definisi....................................................................................................5
2.1.2 Etiologi....................................................................................................6
2.1.3 Klasifikasi................................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi.............................................................................................7
2.1.5 Manifestasi Klinis....................................................................................8
2.1.6 Komplikasi...............................................................................................9
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................9
2.1.8 Penatalaksanaan Medis..........................................................................11
2.2 Konsep Anemia.........................................................................................12
2.3 Hemodialisa................................................................................................17
2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................19
2.4.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................19
2.4.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................24
2.4.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................25
2.4.4 Implementasi Keperawatan...................................................................26
2.4.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................26
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................27
3.1 Pengkajian Keperawatan.............................................................................27
3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................................29
3.3 Intervensi Keperawatan...............................................................................30
3.4 Implementasi Keperawatan.........................................................................31
3.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................................39
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................46
4.1 Kesimpulan.................................................................................................46
4.2 Saran...........................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48
LAMPIRAN .........................................................................................................49

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), antara tahun 1995-2025
diperkirakan akan terjadi peningkatan pasien dengan penyakit ginjal 41,4% di
Indonesia. Prevalensi anemia pada pasien CKD menurut World Health
Organizatin (WHO) adalah 84,5% dengan prevalensi pada pasien dialysis kronis
menjadi 100% dan 73% pada pasien pradialisis. Pada tahun (2006), di Amerika
serikat penyakit ginjal kronik menempati urutan ke-9 sebagai penyebab kematian
paling banyak.
Penyakit gagal ginjal kronis merupakan salah satu dari penyakit tidak
menular yang banyak menimbulkan angka kesakitan dan kematian. Prevalensi
penyakit ginjal kronis meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia
lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus dengan hipertensi. Menurut hasil
Global Burden of Disease tahun 2010, penyakit ginjal kronis merupakan
penyebab kematian peringkat ke-27 didunia tahun 1990 dan meningkat menjadi
urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal
merupakan rangking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah
penyakit jantung (Kemenkes RI, 2017). Menurut Riskesdas 2013 prevalensi gagal
ginjal kronis berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35 – 44 tahun
(0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%) , dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi
pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih
tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat perdesaan
(0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/buruh (0,3%), dan
kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3
persen (Kemenkes RI, 2013). Jika dibandingkan dengan Riskesdas 2018
prevalensi penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia meningkat dari 2% menjadi
3,8%. Di lampung prevalensi penyakit gagal ginjal kronis menurut Riskesdas
2013 sebesar 0,3% (Kemenkes RI, 2018).

1
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009). Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal
kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Para penderita gagal ginjal akan mengalami uremia. Pengkajian terhadap
riwayat kesehatan dan pengkajian fisik diperlukan untuk mendianosa penyakit
ginjal dan uremia. Gejala timbul secara perlahan, atau penderita sendiri tidak
menyadari timbulnya gejala. Gejala tersebut diantaranya salah satu adalah
Anemia. Dialisis akan membantu mengatasi gejala tersebut. Namun jika pasien
kurang mendapatkan penanganan yang cukup, akan mengalami gejala uremia.
Dari besarnya insiden Chronic Kidney Disease (CKD) di negara–negara
berkembang seperti di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik Chronic
Kidney Disease (CKD) dalam upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga
pemberian terapi yang adekuat sehingga dapat dilakukan pencegahan dari
komplikasi yang dapat ditimbulkan terutama dengan gejala Anemia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Tn.A Dengan Diagnosa
Medis CKD ON HD Dengan Anemia Di Ruang Hemodialisis Di Rsud Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada …. Dengan

2
Diagnosa Medis CKD ON HD Dengan Anemia Di Ruang Hemodialisasi RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Chronic Kidney Disease (CKD) ON HD Dengan Anemia Di Ruang
Hemodialisasi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya secara benar dan bisa
melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Chronic Kidney Disease (CKD) dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Chronic Kidney Disease melalui Asuhan Keperawatan yang
dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Definisi CKD

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi


dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah. (Arif
Muttaqin, 2011)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Chronic kidney disease
(CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi

4
struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah.
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi
Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang
merah yang berada di kedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya
dibawah tulang rusuk manusia. Ginjal sering disebut bawah pinggang.
Bentuknya seperti kacang dan letaknya di sebelah belakang rongga perut,
kanan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari
ginjal kanan, berwarna merah keunguan. Setiap ginjal panjangnya 12-13
cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140
gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilus
(sisi dalam). Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenalis
(Irianto, 2013).

Gambar 1. Anatomi Ginjal (Abi, 2017)

Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya dan


membentuk pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-
struktur ginjal. Terdiri atas bagian korteks dari sebelah luar dan bagian
medula di sebelah dalam. Bagian medula ini tersusun atas 15 sampai 16
massa berbentuk piramida yang disebut piramis ginjał. Puncak-
puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir di kalises. Kalises
ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Irianto, 2013).

5
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang
disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal.
Di luar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya
dibatasi oleh fasia gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul
gerota terdapat rongga perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar
anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal
yang berwarna kuning. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh
berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII,
sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal
kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh limpa, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon.

Mekanisme utama nefron adalah untuk membersihkan atau


menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki tubuh
melalui penyaringan/difiltrasi di glomerulus dan zat-zat yang dikehendaki
tubuh direabsropsi di tubulus. Sedangkan mekanisme kedua nefron adalah
dengan sekresi (prostaglandin oleh sel dinding duktus koligentes dan
prostasiklin oleh arteriol dan glomerulus). Beberapa fungsi ginjal adalah
sebagai berikut

1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh


Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin
yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urin yang diekskresikan jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh
dapat dipertahankan relatif normal.

2) Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion


Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam
yang berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah,
ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting misalnya Na,
K, Cl, Ca, dan fosfat.

6
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makan (mixed diet)
akan menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari
enam. Hal ini disebabkan oleh hasil akhir metabolisme protein.
Apabila banyak makan sayur-sayuran, urin akan bersifat basa, pH urin
bervariasi antara 4,8 sampai 8,2. Ginjal mengekskresikan urin sesuai
dengan perubahan pH darah.

4) Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, kreatinin, dan asam urat)


Nitrogen nonprotein meliputi urea, kreatinin, dan asam urat.
Nitrogen dan urea dalam darah merupakan hasil metabolisme protein.
Jumlah ureum yang difiltrasi tergantung pada asupan protein.
Kreatinin merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan
dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi
dalam urin dengan kecepatan yang sama. Peningkatan kadar ureum
dan kreatinin yang meningkat disebut azotemia (zat nitrogen dalam
darah). Sekitar 75% asam urat diekskresikan oleh ginjal, sehingga jika
terjadi peningkatan konsentrasi asam urat serum akan membentuk
kristal- kristal penyumbat pada ginjal yang dapat menyebabkan gagal
ginjal akut atau kronik.
5) Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal mengekskresikan hormon renin yang mempunyai peranan
penting dalam mengatur tekanan darah (system rennin-angiotensis-
aldesteron), yaitu untuk memproses pembentukan sel darah merah
(eritropoesis). Disamping itu ginjal juga membentuk hormon
dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk
absorbsi ion kalsium di usus.

6) Pengeluaran zat beracun


Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan,
atau zat kimia asing lain dari tubuh.

7
2.1.3 Etiologi
Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal
hipertensi, nefropati diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif,
pielonefritis kronik, nefropati asam urat, ginjal polikistik dan nefropati
lupus / SLE, tidak diketahui dan lain - lain. Faktor terbanyak penyebab
penyakit ginjal kronik adalah penyakit ginjal hipertensi dengan presentase
37% (PENEFRI, 2014).
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain (Price & Wilson, 1994):
1) Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2) Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3) Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4) Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sitemik)
5) Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6) Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7) Nefropati toksik
8) Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
2.1.4 Klasifikasi
Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG). Melihat  nilai laju filtrasi glomerulus (LFG)
baik secara langsung atau melalui  perhitungan berdasarkan nilai
pengukuran kreatinin,  jenis kelamin dan umur seseorang. Pengukuran
LFG tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi hasil estimasinya dapat
dinilai melalui bersihan ginjal dari suatu penanda filtrasi. Salah satu
penanda tersebut yang sering digunakan dalam praktik klinis adalah
kreatinin serum.
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKD
KDIGO) proposed classification, dapat dibagi menjadi :

8
Berdasarkan albumin didalam urin (albuminuia), penyakit ginjal kronis dibagi
menjadi :

2.1.5 Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik (PGK) sering berlangsung secara progresif melalui
empat derajat. Penurunan cadangan ginjal menggambarkan LFG sebesar 35%
sampai 50% laju filtrasi normal. Insufisiensi renal memiliki LFG 20 % sampai
35% laju filtrasi normal. Gagal ginjal mempunyai LFG 20% hingga 25% laju
filtrasi normal, sementara penyakit ginjal stadium terminal atau akhir (end
stage renal disease) memiliki LFG < 20% laju filtrasi normal (Kowalak,
Weish, & Mayer, 2011).
Proses terjadinya penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam proses perkembangannya yang terjadi
kurang lebih sama. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penurunan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih bertahan
(surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi ginjal untuk melaksanakan
seluruh beban kerja ginjal, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokinin dan growth factors. Hal ini menyebabkan peningkatan kecepatan
filtrasi, yang disertai oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh, hingga ginjal dalam tingkat fungsi
yang sangat rendah. Pada akhirnya, jika 75% massa nefron sudah hancur, maka

9
LFG dan beban zat terlarut bagi setiap nefron semakin tinggi, sehingga
keseimbangan glomerulus – tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi
dan reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan (Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi, Simadibrata K, & Setiati, 2007; Price & Wilson, 2013.

10
Etiologi : Pemeriksaan penunjang:
WOC CKD Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal hipertensi, 1. Pemeriksaan Laboratorium
nefropati diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif, pielonefritis 2. Biopsi ginjal
kronik, nefropati asam urat, ginjal polikistik dan nefropati lupus / SLE, tidak 3. Radiologi
diketahui dan lain - lain. Faktor terbanyak penyebab penyakit ginjal kronik 4. USG
adalah penyakit ginjal hipertensi dengan presentase 37% (PENEFRI, 2014). 5. EKG

Manifestasi klinis:
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit Tanda  gejala yang sering terjadi pada gagal ginjal
ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan Jaringan ginjal kurang O2 dan nutrisi Kemungkinan akan mengalami Edema atau
pembengkakan pada mata kaki, tungkai, atau tangan
ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
akibat penumpukan cairan, Nyeri dada, terutama jika
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) ada penumpukan cairan pada jaringan jantung.Sesak
(Nahas & Levin,2010). Chronic Kidney Disease (CKD) napas, jika ada penumpukan cairan di paru-paru

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone

Penimbunan Penurunan Ginjal tidak dapat Kerusakan sistem Peningkatan Penumpukan Penurunan
sampah metabolit kemampuan ginjal membuang kalium saraf aktivitas system zat-zat toksin perfusi jaringan
mengekskresi H+ melalui urine RAA
Penurunan
Ureum menumpuk di produksi urine Retensi air Gangguan Tirah baring lama
PePh, HCO3, BE metabolism protein
rongga paru & pleura dan Na
Hiperkalemia dan Foetoruremik
Kelemahan
Asidosis metabolik Iritasi saluran
kencing Penurunan
Gangguan produksi urine Anoreksia, MK: Intoleransi
Gangguan
prosesdifusi Pernafasan kusmaul konduksi jantung nausea, vomitus Aktivtas
Respon Oliguri,
hipotalamus, anuri, edema
Aritmia pelapasan mediator Kurangnya asupan
Sesak nafas, nyeri Kesulitan bernafas kimiawi (sitokinin, makanan
dada
bradikinin.) MK: Risiko
MK: Pola Napas
11
MK: Penurunan Ketidakseimbangan
MK: Gangguan Tidak Efektif Curah Jantung MK: Nyeri Akut Cairan MK: Defisit Nutrisi
pertukaran gas
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat muncul di berbagai sistem tubuh akibat
penyakit ginjal kronik (PGK) menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi (2009)
dan Price & Wilson (2013) adalah sebagai berikut :
1) Sistem hematopoietik
Manifestasi klinik pada sistem hematopoietik yang dapat muncul
sebagai berikut ekimosis, anemia menyebabkan cepat lelah,
trombositopenia, kecenderungan perdarahan, hemolisis.
2) Sistem kardiovaskuler
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada kardiovaskuler antara
lain hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, disritmia,
perikarditis (friction rub), edema, beban sirkulasi berlebihan,
hipervolemia, takikardia, gagal jantung kongestif.
3) Sistem respirasi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem respirasi antara
lain sputum yang lengket, pernafasan kusmaul, dipsnea, suhu tubuh
meningkat, pleural friction rub, takipnea, batuk disertai nyeri, hiliar
pneumonitis, edema paru, halitosis uremik atau fetor.
4) Sistem gastrointestinal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem gastrointestinal
manifestasi klinik yang dapat muncul adalah distensi abdomen, mual dan
muntah serta anoreksia menyebabkan penurunan berat badan, nafas berbau
amoniak, rasa kecap logam, mulut kering, stomatitis, parotitis, gastritis,
enteritis, diare dan konstipasi, perdarahan gastrointestinal.
5) Sistem neurologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik
akibat PGK antara lain penurunan ketajaman mental, perubahan tingkat
kesadaran, letargi/gelisah, bingung atau konsentrasi buruk, asteriksis,
stupor, tidur terganggu/insomnia, kejang, koma.

8
6) Sistem muskuloskeletal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem skeletal yaitu
nyeri sendi, perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi
paraplegia, osteodistrofi ginjal, pertumbuhan lambat pada anak, rikets
ginjal.
7) Sistem dermatologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik
akibat PGK antara lain ekimosis, uremic frosts / “kristal” uremik, lecet,
pucat, pigmentasi, pruritus, perubahan rambut dan kuku (kuku mudah
patah, tipis, bergerigi, ada garis – garis merah – biru yang berkaitan
dengan kehilangan protein), kulit kering, memar.
8) Sistem urologi
Manifestasi klinik pada sistem urologi dapat muncul seperti berat
jenis urin menurun, haluaran urin berkurang atau hiperuremia, azotemia,
proteinuria, hipermagnesemia, ketidakseimbangan natrium dan kalium,
fragmen dan sel dalam urin.
9) Sistem reproduksi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem reproduksi adalah
libido menurun, disfungsi ereksi, infertilitas, amenorea, lambat pubertas.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi penyakit ginjal kronik (PGK) yang dapat muncul adalah
anemia, neuropati perifer, komplikasi kardiopulmunal, komplikasi GI
(gastrointestinal), disfungsi seksual, defek skeletal, parastesia, disfungsi
saraf motorik seperti foot drop dan paralisis flasid, serta fraktur patologis
(Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
2) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)

9
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
3) IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam Urat.
4) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
5) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
6) Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi
perikardial.
7) Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama
untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.
8) Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir ini
dianggap sebagai bendungan.
9) Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
10) EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11) Biopsi ginjal
12) Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
1) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia.
2) Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
3) Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
4) Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada
diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.

10
5) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
6) Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
7) Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.
8) Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
9) Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
10) Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan ferifer)
11) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,
peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya
lipoprotein lipase.
12) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik
pada gagal ginjal.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
1) Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
2) Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

11
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
1) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
2) Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
3) Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
2.2 Konsep Anemia
2.2.1 Definisi

Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau


hemoglobin (protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun.
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit,
atau jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman
dan Mentzer, 2006)
2.2.2 Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1) Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi
substansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam
folat), asam amino, serta gangguan pada sumsum tulang.

12
2) Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel
darah merah dalam sirkulasi.
3) Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
Anemia pada Gagal Ginjal Kronis terutama diakibatkan oleh
berkurangnya produksi Eritropoietin. Eritropoetin merupakan hormon yang
dapat merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah.
Anemia yang terjadi pada gagal ginjal kronis biasanya jenis normokrom
normositer dan non regeneratif. Anemia merupakan kendala yang cukup
besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK. Anemia
yang terjadi dapat mengganggu sejumlah aktifitas fisiologis sehingga dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
2.2.3 Manifestasi Kinis
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindroma anemia yang
dijumpai pada ADB apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl,
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga
mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama
pada konjunctiva dan jaringan di bawah kuku. Sedangkan gejala khas pada
ADB adalah: Koilonychia, Atropi papil dan Stomatitis angularis (cheilosis).
2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga
jenis anemia:
1) Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan
akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai
dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal
pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %),
bentuk dan ukuran eritrosit.

13
2) Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal.
(Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = >
35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12,
asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati,
dan myelodisplasia)
3) Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal.
(Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO dan Lanzkowsky:
1) Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2) Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (Normal : 32 –35 %)
3) Kadar Fe serum < 50 Ug/dl ( Normal 80 – 180 ug/dl)
4) Saturasi transferin < 15% (Normal 20 – 50 %)
5) Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositik yang
dikonfirmasi dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang
menurun.
6) Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang.
2.2.6 Komplikasi
Jika anemia defisiensi besi tidak ditangani dengan tepat, pada
akhirnya bisa menyebabkan komplikasi penyakit lain. Kekurangan zat besi
berdampak buruk kepada sistem kekebalan tubuh manusia. Inilah yang
membuat Anda lebih mudah terserang penyakit lainnya.

14
Anemia defisiensi besi juga bisa berakibat kepada terjadinya gagal
jantung, yaitu saat kinerja jantung menurun dan tidak bisa memompa
darah ke seluruh bagian tubuh dengan baik.
Bagi ibu hamil, anemia meningkatkan risiko komplikasi pada ibu
dan janinnya. Komplikasi yang bisa terjadi contohnya adalah keguguran,
pertumbuhan janin yang lambat atau tidak normal dan lahir prematur.
2.2.7 Penatalaksanaan Medis
Secara umum, anemia dapat diatasi dengan:
1) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada
ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
2) Pemberian preparat Fe: Pemberian preparat besi (ferosulfat/
ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari
dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat
besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin
normal.
3) Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti
perdarahan karena diverticulum Meckel.
4) Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar
besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan
nabati (bayam, kacang- kacangan).
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
1) Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium,
natrium, cairan
2) Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat
local&sistemik, anti hipertensi\
3) Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
Terdapat variasi terapi untuk penderita CKD
1) Suplementasi eritropoetin (EPO)
2) Terapi yang sangat efektif dan menjanjikan telah tersedia
menggunakan recombinant human eritropoetin yang telah diproduksi
untuk aplikasi terapi. Terapi Eritropoietin ini memerlukan syarat

15
yaitu status besi yang cukup. Terdapat beberapa kriteria pengkajian
status besi pada Gagal ginjal Kronis:
1) Anemia dengan status besi cukup
2) Anemia defisiensi besi: Anemia defisiensi besi absolut :
Feritin serum < 100 mcg/L
3) Anemia defisiensi besi fungsional: Feritin serum > 100 mcg/L
3) Mengurangi iatrogenic blood loss
Sudah tentu penatalaksanaan anemia pada penyakit ginjal terminal
juga termasuk pencegahan dan koreksi terhadap faktor iatrogenik
yang memperberat. Kehilangan darah ke sirkulasi darah
ekstrakorporeal dan dari pengambilan yang berlebihan haruslah
dalam kadar yang sekecil mungkin
4) Suplementasi besi
Penggunaan pengikat fosfat dapat mempengaruhi dengan absorpsi
besi pada usus. Monitoring penyimpanan besi tubuh dengan
determinasi ferritin serum satu atau dua kali pertahun merupakan
indikasi. Absorpsi besi usus tidak dipengaruhi oleh uremia,
suplementasi besi oral lebih dipilih ketika terjadi defisiensi besi. Jika
terapi oral gagal untuk memperbaiki defisiensi besi, penggantian besi
secara parenteral harus dilakukan. Hal ini dilakukan dengan iron
dextran atau interferon.
5) Transfusi darah
Transfusi darah dapat diberikan pada keadaan khusus. Indikasi
transfusi darah adalah:
1) Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
2) Tidak memungkinkan penggunaan EPI dan Hb < 7 g /dL
3) Hb < 8 g/dL dengan gangguan hemodinamik
4) Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO
ataupun yang telah mendapat EPO tetapi respon belum adekuat,
sementara preparat besi IV/IM belum tersedia, dapat diberikan
transfusi darah dengan hati-hati.

16
Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah : 7-9 g/dL
(tidak sama dengan target Hb pada terapi EPO). Transfusi diberikan
secara bertahap untuk menghindari bahaya overhidrasi, hiperkatabolik
(asidosis), dan hiperkalemia. Bukti klinis menunjukkan bahwa
pemberian transfusi darah sampai kadar Hb 10-12 g/dL berhubungan
dengan peningkatan mortalitas dan tidak terbukti bermanfaat,
walaupun pada pasien dengan penyakut jantung. Pada kelompok
pasien yang direncakan untuk transplantasi ginjal, pemberian transfusi
darah sedapat mungkin dihindari.
1) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya
K >6,5 mmol/l )
2) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
3) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
4) Ensefalopati uremikum
5) Neuropati/miopati uremikum12
6) Perikarditis uremikum
7) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
8) Hipertermia (suhu >380C)
Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa melewati membrane
dialysis
1) HD persiapan (preparative)
2) HD kronik (regular)
HD kronik merupakan hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) (2013) dialisis
dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR
<15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu
dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini
(Daurgirdas et al., 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

17
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.
2.3 Hemodalisa

Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat.
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam
tubuh pasien.
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat sisa
nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit seperti
kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT).
2.3.1 Indikasi
PGA
1. PGA dengan komplikasi oedema paru berat- kelebihan volume cairan berat
2. PGA dengan hiperkalemia berat – aritmia
3. PGA dengan asidosis metabolic berat - PGA dengan toksik – uremia berat
PGK
1. PGK Stadium V dengan GFR <15

18
2.3.2 Proses Hemodialisa
Darah dari arteri pasien, Arterial Blood Line > (Merah) Dializer
terjadi proses pencucian (Difusi dan Ultrafiltrasi) > Venous Blood Line >
(Biru) kembali ke vena pasien
a. Difusi: Perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melewati
membrane semipermeable
b. Ultrafiltrasi: Perpindahan cairan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah
melewati membrane semi permiable
2.3.3 Prinsip dan cara kerja hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen : 1. Kompartemen darah, 2.
Kompartemen cairan pencuci (dialisat) 3. Ginjal buatan (dialyzer). Darah
dikeluarkan dari pembuluh draah vcena dengan kecepatan tertentu, kemudian
masuk kedalam mesin dengan proses pemompaan setelah terjadi proses dialysis,
darah yang telah bersih masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar kedalam
tubuh. Proses dialysis (pemurnian) darah terjadi dalam dialyzer.
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
dengan larutan lain (kompoartemen dialisat) melalui membrane semi permiabel
(dialyzer).
2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.4.1 Pengkajian Keperawatan
2.4.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3) Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sekarang

19
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic
hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat kemudian dokumentasikan.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular
pada keluarga.
2.4.1.2 Pemeriksaan B1-B6
B1 Penilaian :
B1 (Breathing) Sistem Pernafasan
Inspeksi: Bentuk dada (Normochest, Barellchest, Pigeonchest atau
Punelchest). Pola nafas: Normalnya = 12-24 x/ menit, Bradipnea/ nafas
lambat (Abnormal), frekuensinya = < 12 x/menit, Takipnea/ nafas cepat
dan dangkal (Abnormal) frekuensinya = > 24 x/ menit. Cek penggunaan
otot bantu nafas (otot sternokleidomastoideus)  Normalnya tidak
terlihat. Cek Pernafasan cuping hidung  Normalnya tidak ada. Cek
penggunaan alat bantu nafas (Nasal kanul, masker, ventilator).

Palpasi: Vocal premitus (pasien mengatakan 77) Normal (Teraba


getaran di seluruh lapang paru)

Perkusi dada: sonor (normal), hipersonor (abnormal, biasanya pada


pasien PPOK/ Pneumothoraks)

20
Auskultasi: Suara nafas (Normal: Vesikuler, Bronchovesikuler,
Bronchial dan Trakeal). Suara nafas tambahan (abnormal): wheezing 
suara pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar diakhir ekspirasi,
disebabkan penyempitan pada saluran pernafasan distal). Stridor 
suara pernafasan frekuensi tinggi yang terdengar diawal inspirasi.
Gargling  suara nafas seperti berkumur, disebabkan karena adanya
muntahan isi lambung.
B2 Penilaian :
B2 (Circulation) Sistem Peredaran Darah

Inspeksi: CRT (Capillary Refill Time) tekniknya dengan cara menekan


salah satu jari kuku klien  Normal < 2 detik, Abnormal  > 2 detik.
Adakah sianosis (warna kebiruan) di sekitar bibir klien, cek konjungtiva
klien, apakah konjungtiva klien anemis (pucat) atau tidak  normalnya
konjungtiva berwarna merah muda.

Palpasi: Akral klien - Normalnya Hangat, kering, merah, frekuensi nadi


- Normalnya 60 - 100x/ menit, tekanan darah Normalnya 100/ 80
mmHg – 130/90 mmHg.
B3 Penilaian :
B3 (Neurologi) Sistem Persyarafan
Cek tingkat kesadaran klien, untuk menilai tingkat kesadaran dapat
digunakan suatu skala (secara kuantitatif) pengukuran yang disebut
dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk
menilai secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen
yang dinilai adalah: Respon terbaik buka mata, respon verbal, dan
respon motorik (E-V-M). Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-
nilai dari ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran
dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran (secara kualitatif) dibedakan menjadi:
a. Compos Mentis (Conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor, yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri

21
f. Coma, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Pemeriksaan Reflek:
a. Reflek bisep: ketukan jari pemeriksa pada tendon muskulus biceps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respon: fleksi lengan pada sendi siku
b. Reflek patella: ketukan pada tendon patella.
Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi muskulus quadriceps
femoris
Nervus 1(Olfaktorius): Tes fungsi penciuman (pasien mampu mencium
bebauan di kedua lubang hidung)
Nervus 2 (Optikus): Tes fungsi penglihatan (pasien mampu membaca
dengan jarak 30 cm (normal)
Nervus 3, Nervus 4, Nervus 6 (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen):
Pasien mampu melihat ke segala arah (Normal)
Nervus 5 (Trigeminus):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rangsangan di dahi, pipi dan
dagu (normal)
b. Motorik : pasien mampu mengunyah (menggeretakan gigi) dan otot
masseter (normal)
Nervus 7 (Facialis):
a. Sensorik : pasien mampu merasakan rasa makanan (normal)
b. Motorik : pasien mampu tersenyum simetris dan mengerutkan dahi
(normal)
Nervus 8 (Akustikus): Tes fungsi pendengaran (rine dan weber)
Nervus 9 (Glososfaringeus) dan N10 (Vagus): pasien mampu menelan
dan ada refleks muntah (Normal)
Nervus 11 (Aksesorius): pasien mampu mengangkat bahu (normal)
Nervus 12 (Hipoglosus): pasien mampu menggerakan lidah ke segala
arah (normal)
B4 Penilaian :
B4 (Bladder) Sistem Perkemihan

Inspeksi: integritas kulit alat kelamin (penis/ vagina)  Normalnya


warna merah muda, tidak ada Fluor Albus/ Leukorea (keputihan
patologis pada perempuan), tidak ada Hidrokel (kantung yang berisi
cairan yang mengelilingi testis yang menyebabkan pembengkakan
skrotum.

Palpasi: Tidak ada distensi kandung kemih. Tidak ada distensi kandung
kemih

22
B5 Penilaian :
B5 (Bowel) Sistem Pencernaan

Inspeksi: bentuk abdomen simetris, tidak ada distensi abdomen, tidak


accites, tidak ada muntah,

Auskultasi: peristaltik usus Normal 10-30x/menit


B6 Penilaian :
B6 (Bone) Sistem Muskuluskeletal dan Integumen
Skala Kekuatan Otot :
0 (0) Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)
1 (10) Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau
dilihat
2 (25) Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan
3 (50) Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 (75) Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
5 (100) Kekuatan otot normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh

Inspeksi: warna kulit sawo matang, pergerakan sendi bebas dan


kekuatan otot penuh, tidak ada fraktur, tidak ada lesi

Palpasi: turgor kulit elastis, 3 turgor kulit ( kekenyalan, elastisitas


kulit) : dengan cara dicubit didaerah perut dengan cubitan agak lebar,
sekitar 3 cm, dipertahankan selama 30 detik, kemudian dilepas. Bila
kulit kembali normal dalam waktu kurang 1 detik; turgor baik, bila 2-5
detik ; turgor agak kurang, bila 5-10 detik; turgor kurang dan bila lebih
10 detik: turgor jelek.

Skala Penilaian Pitting Edema


1+ = Pitting ringan, tidak ada distorsi (perubahan) yang terlihat, cepat
menghilang
2+ = Lebih dalam dari 1+, tidak ada distorsi (perubahan) yang langsung
terdeteksi, menghilang dalam 10-15 detik
3+ = Cukup dalam, dapat berlangsung lebih dari 1 menit, ekstremitas
yang terkena tampak lebih lebar dan membengkak
4+ = Sangat dalam, berlangsung 2-5 menit, ektremitas yang terkena
telihat sangat mengalami perubahan.

2.4.1.3 Pemeriksaan Penunjang

23
1. Laboratorium
a. Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL) 2, kreatinin serum (normal:0,5-1,5
mg/dL; 45-132,5 µmol/L[unit SI]) 2, natrium (normal: serum: 135-145
mmol/L; urine: 40-22- mEq/L24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0
mEq/L; 3-5,0 mmol/L[unit SI]) 2, meningkat.
b. Analisis gas darah arteri menunjukkan penurunan pH arteri (normal: 7,35-
7,45) 2dan kadar bikarbonat (normal: 24-28 mEq/L) 2.
c. Kadar hematokrit (normal: wanita= 36-46%, 0,36-0,46 [unit SI]; pria= 40-
50%, 0,40-0,54 [unit SI]) 2 dan hemoglobin (normal: wanita+ 12-16 g/dL;
pria = 13,5-18 g/dL) 2rendah; masa hidup sel darah merah berkurang.
d. Muncul defek trombositopenia dan trombosit ringan.
e. Sekresi aldosteron meningkat
f. Terjadi hiperglikemia dan hipertrigliseridemia
g. Penurunan kadar high density lipoprotein (HDL) (normal: 29-77 mg/dL).
h. Analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolic
i. Berat jenis urine (normal:1.0005-1,030) 2tetap pada angka 1,010 Pasien
mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan sedimentasi,
leukosit, sel darah merah, dan Kristal
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (D.0003. Hal.22)
2. Defisit Nutrisi berdasarkan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
(D.0019 Hal.56)
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056 Hal.128)

24
2.4.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Keperawatan
Gangguan Pertukaran Gas (SLKI L.01003 Hal 94) Dukungan Ventalasi (SIKI I.01002 Hal.49)
Pertukaran Gas
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan Pola Observasi
berhubungan
nafas membaik dengan kriteria hasil :
dengan 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu
ketidakseimbangan 1. Dipsnea menurun (5) napas
ventilasi-perfusi 2. Bunyi napas tambahan menurun (5) 2. Identifikasi efek perubahan posisi
(D.0003. Hal.22) 3. Pusing menurun (5) terhadap status pernapasan
4. Penglihatan kabur menurun (5) 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
5. Diaforesis menurun (5) (mis. frekuensi dan kedalaman napas,
6. Gelisah menurun (5) penggunaan otot bantu napas, bunyi
7. Napas cuping hidung menurun (5) napas tambahan, saturasi oksigen)
8. PCO2 membaik (5) Terapeutik
9. PO2 membaik (5)
10. Takikardi membaik (5) 1. Pertahankan kepatenan jalan napashatan -
11. Ph arteri membaik (5) Berikan posisi semi Fowler atau Fowler
12. Sianosis membaik (5) 2. Fasilitasi mengubah posisi senyaman
13. Pola napas membaik (5) mungkin
14. Warna kulit membaik (5) 3. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
(mis. nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing , atau non rebreathing)
4. Gunakan bag-valve mask, jika perlu
Edukasi Lingkungan
Edukasi
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi
napas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif

25
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkhodilator,
jika perlu

Defisit Nutrisi Status Nutrisi (SLKI L.03030 Hal.121) Menejemn Nutrisi (SIKI I.03119 Hal.200)
berdasarkan dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 pertemuan, diharapkan Obsevasi
ketidakmampuan
Status nutrisi klien membaik, dengan kriteria hasil:
mencerna makanan 1. Identifikasi status nutrisi
(D.0019 Hal.56) 1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5) 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
2. Kekuatan otot penguyah meningkat (5) makanan
3. Kekuatan otot menelan meningkat (5) 3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Serum albumin meningkat (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalorl dan jenis
5. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat (5) nutrien
6. Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
7. Pengetahuan tentang standar makanan yang sehat meningkat (5) nasogastrik
8. Pengetahuan tentang pilihan asupan nutrisi yang tepat meningkat (5) 6. Monitor asupan makanan
9. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat (5) 7. Monitor berat badan
10. Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat (5) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
11. Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan Terapeutik
meningkat (5)
12. Perasaan cepat kenyang menurun (5) 1. Lakukan aral hygiene sebelum makan,
13. Nyeri abdomen menurun (5) jika perlu
14. Sariawan menurun (5) 2. Fasiltasi menentukan pedoman diet
15. Rambut rontok menurun (5) (mis. piramida makanan)
16. Diare menurun (5) 3. Sajikan makanan secara menarik dan
17. Berat badan membaik (5) suhu yang sesuai
18. Indeks Massa Tubuh (MT) membaik (5) 4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

26
19. Frekuensi makan membaik (5) 5. Berikan makanan tinggi kalori dan
20. Nafsu makan membaik (5) tinggi protein
21. Bising usus membaik (5) 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
22. Tebal lipatan kulit trisep membaik (5) 7. Hentikan pemberian makan melalui
23. Membran mukosa membaik (5) selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkcan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. pereda nyeri, antlemetik),
jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahll gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan jika perlu

27
Intoleransi Toleransi Aktivitas (SLKI L.05047 Hal.149) Manajemen Energi ( SIKI I.050178 Hal 176)
Aktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam diharapkan toleransi Observasi
berhubungan
aktifitas meningkat dengan kriteria hasil :
dengan kelemahan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
(D.0056 Hal.128) 1. Frekuensi nadi meningkat (5) mengakibatkan kelelahan
2. Saturasi oksigen meningkat (5) 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat (5) 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Kecepatan berjalan meningkat (5) 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
5. Jarak berjalan meningkat (5) selama kelakukan aktivitas
6. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat (5) Terapeutik
7. Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat (5)
8. Toleransi dalam menaiki tangga meningkat (5) 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan
9. Keluhan lelah menurun (5) rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
10. Dispnea saat aktivitas menurun (5) kunjungan)
11. Dispnea setelah aktivitas menurun (5) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
12. Perasaan lemah menurun (5) dan/atau aktif
13. Aritmia setelah aktivitas menurun (5) 3. Berikan aktifitas distraksi yang
14. Aritmia saat aktivitas menurun (5) menenangkan
15. Sianosis menurun (5) 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
16. Warna kulit membaik (5) tidak dapat berpindah atau berjalan
17. Tekanan darah membaik (5) Edukasi
18. Frekuensi napas membaik (5) 1. Anjurkan tirah baring
19. EKG Iskemia membaik (5) 2. Anjurkan melakukan aktifitas secara

28
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

29
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah dari rencana tindakan yang spesifik untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan (nursalam, 2014).
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini,
perawat sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi
semua profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2011).
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.2 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan klien (Nursalam, 2014).
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi
hasil atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi
proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan yang dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang di laksanakan
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap muncul atau ada masalah baru atau ada masalah yang
kontradiktif dengan masalah yang ada
P : Pelaksanaan atau rencana yang akan di lakukan kepada klien
Setelah dilakukan implementasi keperawatan di harapkan.

30
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Elvant Olrando Darlin


NIM : 2019.C.11a.1007
Ruang Praktek : Hemodialisa
Tanggal Praktek : 10 Oktober – 15 Oktober 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : 22 September 2022

3.1 Pengkajian
IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 44 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Jl. Pasir Panjang

Diagnosa Medis : Chronic Kidney Disease On Hd dengan

Anemia

RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN PRE HD

1. Keluhan Utama /Alasan HD :


Klien mengatakan nyeri perut, kembung, sering cape dan tidak BAB 3
hari.

31
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 11 Oktober 2022 pukul 12.00 WIB klien diantar oleh perawat
dari ruang Eldeweis dan keluarganya untuk melakukan cuci darah
diruangan Hemodialisa, Pada saat pengkajian didapatkan hasil klien
dengan kesadaran GCS : E4 –V5 – M6 = 15 (kesadaran composmentis),
pasien tampak lemah, klien terpasang NGT, pasien dipasangkan Bed Site
Monitor dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 123/71, N :
78x/m, RR : 22x/m, SPO2 : 98%, S : 36,40C.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Anak klien mengatakan klien baru perrtama kali melakukan treatment cuci
darah pada saat ini.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit yang sama dengan klien.

GENOGRAM KELUARGA :

Susunan genogram 3 (tiga) generasi

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki

32
: Perempuan
: Meninggal
: Klien (Tn. A)

PEMERIKASAAN FISIK

1. Keadaan Umum :

Klien diantar oleh perawat dari ruang Eldewis menggunakan bed


dengan kesadaran GCS : E4 –V5 – M6 = 15 (kesadaran
composmentis), pasien tampak lemah, pasien dipasangkan Bed Site
Monitor dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 123/71, N :
78x/m, RR : 22x/m, SPO2 : 98%, S : 36,40C, dan terpasang AV fistula
yang tersambung dengan selang AVBL dan terhubung ke dialiser.

2. Tanda-tanda Vital :

a. Suhu/T : 36,40C  Axilla  Rektal  Oral

b. Nadi/HR : 78 x/mt
c. Pernapasan/RR : 22 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 123/71 mm Hg
e. Tinggi Badan/TB : 147
f. BB Pre HD : 55 kg
INTRA HD

a. Suhu/ T : 36,40C  Axilla  Rektal  Oral


b. Nadi/HR : 80 x/menit
c. Pernapasan/RR : 24 x/menit
d. Tekanan Darah/BP : 127/80 mm Hg
e. Keluhan selama HD : -
f. Nutrisi
a. Jenis Makanan : Bubur
Jumlah : ½ porsi

b. Jenis Minuman : Air putih

33
Jumlah : 200 ml

g. Catatan Lain :-

POST HD

1. Keadaan Umum :
Klien tampak lemah, kilen terpasang NGT, akral teraba hangat.

2. Tanda-tanda Vital :

a. Suhu/T : 36,4.0C  Axilla  Rektal  Oral

b. Nadi/HR : 84 x/mt

c. Pernapasan/RR : 22 x/mt

d. Tekanan Darah/BP : 130/75 mm Hg


e. BB Post HD : 53 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan : 100 cc

Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :

1. Obat-obatan yang disarankan/dibawa pulang:

Tidak ada

2. Makanan/ Minuman yang dianjurkan (jumlah):


Makanan diberikan porsi kecil, padat kalori dan sering, misal 5x sehari.
Pilih makanan sumber protein hewani sesuai jumlah yang telah
ditentukan. Batasi asupan cairan.
3. Rencana HD/ Kontrol selanjutnya:
Tanggal 15 Oktober 2022
4. Catatan lain : -

34
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
No. Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1. Natrium ( Na ) 126 mmol/l 135 – 148 mmol/l
2. Hemoglobin 9,1 g% 13,5 – 18,0 g%
3. Ureum 362 21 – 53 mg/l
4. Kreatinin 19,79 0,17 – 1,5 mg/dl

Palangka Raya, 13 Oktober 2022


Mahasiswa

Elvant Olrando Darlin

35
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN MASALAH
PENYEBAB
DATA OBYEKTIF
DS : Hb Menurun Keletihan
Klien mengatakan sering cape SDKI D.0057
DO : Penurunan kadar oksigen dalam
- Klien tampak Lelah darah
- Hb 9,1 g%
- TTV Kelelahan
Suhu : 36,4 0C
Nadi/HR : 78 x/mnt
RR : 22 x/tm
TD : 123/71 mm Hg

DS : Klien mengatakan Peningkatan cairan Risiko Ketidakstabilan


perutnya kebung Cairan
DO : Ansites SDKI D.0036
- Tampak perut klien
membesar
- Kreatin 19,79 mg/dl
- Ureum 362 mg/dl
- Natrium 126 mmol/l
- TTV
Suhu : 36,4 0C
Nadi/HR : 78 x/mnt
RR : 22 x/tm
TD : 123/71 mm Hg

36
PRIORITAS MASALAH

1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan ditandai dengan perut klien tambang membesar, TTV :
Suhu : 36,4 0C, Nadi/HR : 78 x/mnt, RR : 22 x/tm, TD : 123/71 mm Hg, Kreatin 19,79
mg/dl, Ureum 362 mg/dl dan Natrium 126 mmol/l
2. Keletihan berhubungan dengan klien tampak lelah, Hb 9,1 g%,TTV : Suhu : 36,4 0C,
Nadi/HR : 78 x/mnt, RR : 22 x/tm, TD : 123/71 mm Hg

37
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A

Ruang Rawat : Hemodialisa

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

Manajemen Energi
Risiko Ketidakseimbangan Cairan Keseimbangan cairan ( SLKI L.03020
ditandai dengan perut klien HAL. 41 )
tambang membesar, Kreatin 19,79
mg/dl, Ureum 362 mg/dl dan
Setelah dilakukan
keperawatan selama
tindakan
1x6
asuhan
jam
Observasi:
Natrium 126 mmol/l diharapkan volume cairan membaik
dengan kriteria hasil :
 Identifikasi gangguan
1. Asites menurun (5) fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
 Monitor pola dan jam
tidur
 Monitor kelelahan fisik
38
dan emosional
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Terapeutik:
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
 Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau
39
aktif
 Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
PEMANTAUAN CAIRAN (I.03121)
Observasi
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi nafas
40
3.Monitor tekanan darah
4.Monitor berat badan
5.Monitor waktu pengisian kapiler
6.Monitor elastisitas atau turgor kulit
7.Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
8.Monitor kadar albumin dan protein total
9.Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
10. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine
menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
11. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia 9mis. Dyspnea, edema perifer,
edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
12. Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Keletihan berhubungan dengan Tingkat Keletihan ( SLKI L.05046 Manajemen Energi ( SIKI 1.05178 HAL.176 )
41
klien tampak lelah, Hb 9,1 Hal 141 )
Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi
keperawatan selama 1x6 jam 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
diharapkan kapasitas kerja fisik 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
membaik dengan kriteria hasil :
3. Monitor pola dan jam tidur
1. Tenaga meningkat (5)
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
2. Kemampuan melakukan
Terapeutik
aktivitas rutin meningkat (5)
3. Vebralisasi Lelah 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
menurun (5)
kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif

3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan

4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak

42
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

43
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanda
Hari/Tanggal tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama
Perawat
Selasa, 11 1. Memonitor frekuensi dan kekuatan nadi S : Klien mengatakan sedikit pusing
Oktober 2022 2. Memonitor frekuensi pernafasan O:
16,00 WIB 3. Memonitor tekanan darah - Frekuensi Nadi 84 x/menit
Diagnosa I 4. Memonitor berat badan - Frekuensi pernafasan 22x/menit
- Tekanan darah 130/75
- BB post HD 53 kg
A : Masalah belum sepenuhnya teratasi
P : Lanjutkan Intervrensi
Selasa, 11 1. Mengidentifikasi gangguan fusngi tubuh yang S : Klien mengatakan Lelahnya sudah berkurang
Oktober 2022 mengakibatkan kelelahan O:
16.00 WIB 2. Menganjurkan agar klien melakukan tirah baring - Hasil lab. ureum dan kreatin masih sangat tinggi
Diagnosa II 3. Memonitor pola dan jam tidur - Klien tampak berbaring setelah post HD
4. Mengnjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala - Klien paham apa yang harus dilakukan saat tanda dan
kelelahan tidak berkurang gela kelelahan tidak berkurang
A : Masalah belum sepenuhnya teratasi

44
P : Lanjutkan intervensi

45
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renalyang progresif
danirreversible. Sebagai catatan, batas penurunan lungsi ginjal dimana
sudahmulai menyebabkan timbulnya gejala adalah sebesar 75-85%,
artinyakeluhan/gejala akan muncul/elas bila lungsi ginlal sudah
dibawah 25%.Pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan
diagnosis danpengobatan terhadap penyakit ginjal spesilik yang
merupakan penyebabpenyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi
ginjal jika sudah teriadigagal ginjal permanen
4.2 Saran
1) Kepada Masyarakat
GGK dapat terkena pada siapa saja. GGK dapat tekena pada siapa pun.
2) Kepada Tenaga Kesehatan
Pasien-pasien dengan GGK dapat memburuk jika tidak ditangani secara
optimal. Berikanlah perawatan yang optimal, cepat, tanggap, dan
komprehensif dengan hati yang tulus.
3) Kepada Akademisi
Semoga akan lebih banyak perawat-perawat yang mengabdikan dirinya
dalam hal riset, karena dunia keperawatan membutuhkan
pengembangan ilmu-ilmu demi kemajuan profesi keperawatan.

46
DAFTAR PUSTAKA
Rivandi, Janis. Dkk. 2015. Hubungan Diabetes MelitusDengan Kejadian Gagal
Ginjal Kronik. Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung
Pranandari, R., & Supadmi, W. (2015). Faktor risiko gagal ginjal kronik di unit
hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah farmaseutik, 11(2), 316-
320.
Widowati, S. R. (2011). Tingkat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik terapi
hemodialisis. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(2).
Mailani, F., & Andriani, R. F. (2017). Hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 2(3),
416-423.
Kamil, I., Agustina, R., & Wahid, A. (2018). Gambaran tingkat kecemasan pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Ulin
Banjarmasin. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan, 9(2), 366-377.
Ismatullah, A. (2015). Manajemen terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik. Jurnal Medula, 4(2), 7-12.
Sari, N. L., Srikartika, V. M., & Intannia, D. (2015). Profil dan evaluasi terapi
anemia pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di
BLUD RS Ratu Zalecha Martapura periode Juli-Oktober 2014. Jurnal
Pharmascience, 2(1), 65-71.
Megawati, S., Restudiarti, A., & Kurniasih, S. (2020). Evaluasi Penggunaan Obat
Anemia Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di
Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang Tahun 2018. Jurnal
Farmagazine, 7(2), 43-48.
Retni, A., & Ayuba, A. (2021). Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Anemia Pada Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik Di Ruang
Hemodialisa Rsud Prof. Dr. H. Aloei Saboe K Oehadian, A. (2012).
Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Continuing Medical Education, 39(6),
407-412.OTA GORONTALO. Zaitun (Jurnal Ilmu Kesehatan), 4(1)

47
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN

OLEH :

Ahmad Junaidi

2019.C.11a.0997

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023

48
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN

SAP : Pentingnya Putrisi


Topik
Pendidikan
Sasaran :
Pada Pasien & Keluarga
Tujuan
Tujuan Instruksional
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x20 menit, pasien dan keluarga mampu
memahami dan mampu menjelaskan Pentingnya Nutrisi
Tujuan Instruksi Khusus:
1. Menyebutkan pengertian nutrisi
2. Menyebutkan macam macam nutrisi dan fungsinya
3. Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada lansia
4. Menyebutkan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
5. Menyebutkan perencanaan makanan secara umum
Metode
1. Ceramah dan Tanya Jawab
Media
1. Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam bentuk
selembar mengenai informasi Tentang Nutrisi

49
Waktu Pelaksanaan
1. Hari/tanggal : Sabtu, 15 Oktober 2022
2. Pukul : 14.00-14.20 s/d
3. Alokasi : 20 Menit
No. Kegiatan Waktu Metode

1. Pendahuluan : 3 Menit - Menjawab salam

- Memberi salam dan memperkenalkan diri - Mendengarkan


- Menjelaskan maksud dan tujuan penyuluhan
- Menjawab pertanyaan
- Melakukan evaluasi vadilasi

2. Penyajian : 7 Menit - Mendengarkan


dengan seksama
- Menyebutkan pengertian nutrisi
- Menyebutkan macam macam nutrisi dan - Mengajukan
fungsinya pertanyaan
- Menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kebutuhan nutrisi
- Menyebutkan kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan
- Menyebutkan perencanaan makanan secara
umum
3. Evaluasi : 5 Menit - Menjawab
- Mendemontrasi
- Memberikan pertanyaan akhir dan evaluasi

4. Terminasi : 5 Menit - Mendengarkan

- Menyimpulkan bersama-sama hasil kegiatan - Menjawab salam


penyuluhan
- Menutup penyuluhan dan mengucapkan
salam

50
 EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1) Peserta dan keluarga hadir di tempat penyuluhan
2) Penyelenggaraan di ruang RS
3) Evaluasi dengan memberikan pertanyaan secara lisan

51
MATERI PENYULUHAN

1. Definisi Nutrisi
Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi
normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Nutrisi
didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh
2. Macam Macam Nutrisi dan Fungsinya
a. Karbohidrat, sebagai sumber energi utama Contohnya : beras, jagung, roti,
sereal, ketela dll
b. Protein, sebagai dasar pembentukan strktue tubuh dan pertumbuhan dan
perbaikan jaringan.
Contohnya : daging , ikan , unggas, kacang, telur dll
c. Lemak, mempertahankan fungsi tubuh dan menyerap vitamin yang larut
dalam tubuh
Contohnya : susu, minyak, gula dll
d. Vitamin, sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit Contohnya :
jeruk, mangga, apel, dll
3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
a. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan ( akibat kerugian gigi atau
ompong)
b. Berkurangnya cita rasa ( rasa dan buah)
c. Berkurangnya koordinasi otot-otot syaraf
d. Keadaan fisik yang kurang baik
e. Faktor ekonomi dan sosial
f. Faktor penyerapan makanan ( daya absorbsi)
4. Perencanaan Makan Secara Umum
1. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam,
yang terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
2. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makan
hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering
dengan porsi yang kecil.
Contoh menu :

52
 Pagi : Bubur ayam
 Jam 10.00 : Roti
 Siang : Nasi, pindang telur, sup, pepaya
 Jam 16.00 : Nagasari
 Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang
3. Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat
memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yang
terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan
terjadinya darah tinggi.
4. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang
berlemak seperti santan, mentega dll.
5. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab
berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.
6. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging
rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
7. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus,
atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng

53
Nutrisi adalah substansi organik perbaikan jaringan.
yang dibutuhkan organisme untuk 3. Lemak, mempertahankan fungsi
fungsi normal dari sistem tubuh, tubuh dan menyerap vitamin yang
pertumbuhan,pemeliharaan kesehatan. larut dalam tubuh
Nutrisi didapatkan dari makanan dan 4. Vitamin, sebagai pertahanan
cairan yang selanjutnya diasimilasi tubuh terhadap suatu penyakit
oleh tubuh. Faktor Faktor yang Mempengaruhi
Kebutuhan Nutrisi
1. Berkurangnya kemampuan mencerna Perencanaan Makan Secara Umum

makanan ( akibat kerugian gigi atau 1. Makanan harus mengandung zat gizi

ompong) dari makanan yang beraneka ragam,

2. Berkurangnya cita rasa ( rasa dan yang terdiri dari : zat tenaga, zat

buah) pembangun dan zat pengatur.

3. Berkurangnya koordinasi otot-otot 2. Perlu diperhatikan porsi makanan,


Macam Macam Nutrisi dan Fungsinya syaraf jangan terlalu kenyang. Porsi makan
1. Karbohidrat, sebagai sumber energi 4. Keadaan fisik yang kurang baik hendaknya diatur merata dalam satu
utama 5. Faktor ekonomi dan sosial hari sehingga dapat makan lebih
2. Protein, sebagai dasar pembentukan 6. Faktor penyerapan makanan ( sering dengan porsi yang kecil.
strktue tubuh dan pertumbuhan dan daya absorbsi) 3. Banyak minum dan kurangi garam,

54
dengan banyak minum dapat 5. Batasi minum kopi atau teh, boleh Nutrisi
memperlancar pengeluaran sisa diberikan tetapi harus diencerkan
makanan, dan menghindari makanan sebab berguna pula untuk
yang terlalu asin akan memperingan merangsang gerakan usus dan
kerja ginjal serta mencegah menambah nafsu makan.
kemungkinan terjadinya darah 6. Makanan mengandung zat besi
tinggi. seperti : kacang-kacangan, hati,
4. Batasi makanan yang manis-manis telur, daging rendah lemak, bayam,
atau gula, minyak dan makanan yang dan sayuran hijau.
berlemak seperti santan, mentega dll. 7. Lebih dianjurkan untuk mengolah
makanan dengan cara dikukus,
direbus, atau dipanggang kurangi Disusun Oleh :

makanan yang digoreng Elvant olrando darlin


2019.c.11A.1007

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA


RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022

55
56

Anda mungkin juga menyukai