Pembimbing :
1. Isna Wiranti, S.Kep., Ners
2. Evimira Sukanti, S.Kep., Ners
1. Dinda Anjelinae S.
2. Fatricia Viona L.
3. Nataliana Doq
4. Sunardi
5. Vallentina Jie Eka Huang
6. Virgo mandala P.
Prodi : Sarjana Keperawatan Tingkat 4A
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dengan Diagnosa Medis Chronic
Kidney Disease On Hemodialisa dengan Hiponatremia di Ruang
Hemodialisa RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
Penurunan Gangguan
metabolism protein Tirah baring lama
Asidosis metabolik produksi urine Retensi air
dan Foetoruremik
Hiperkalemia dan Na
Kelemahan
Pernafasan kusmaul Iritasi saluran
kencing Penurunan Anoreksia,
Gangguan produksi urine nausea, vomitus
MK: Intoleransi
konduksi jantung
Aktivtas
Kesulitan bernafas
Respon Oliguri, Kurangnya asupan
hipotalamus, anuri, edema makanan
MK: Pola Napas Aritmia pelapasan mediator
Tidak Efektif kimiawi (sitokinin,
bradikinin. MK: Risiko MK: Resiko Defisit
MK: Penurunan Ketidakseimbangan Nutrisi
Curah Jantung Cairan
MK: Nyeri Akut
1. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik menurut Kowalak, Welsh, & Mayer
(2017) yaitu:
1. Sistem hematopoietik: Anemia (cepat lelah) dikarenakan eritropoietin
menurun, trombositopenia dikarenakan adanya perdarahan, ekimosis
dikarenakan trombositopenia ringan, perdarahan dikarenakan koagulapati dan
kegiatan trombosit menurun
2. Sistem kardiovaskular: Hipervolemia dikarenakan retensi natrium, hipertensi
dikarenakan kelebihan muatan cairan, takikardia, disritmia dikarenakan
hiperkalemia, gagal jantung kongestif dikarenakan hipertensi kronik,
perikarditis dikarenakan toksin uremik dalam cairan pericardium
3. Sistem pernafasan: Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau
fetor, sputum yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar
pneumonitis, pleural friction rub, edema paru
4. Sistem gastrointestinal: Anoreksia, mual dan muntah dikarenakan
hiponatremia, perdarahan gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan
konstipasi
5. Sistem neurologi: Perubahan tingkat kesadaran (letargi, bingung, stupor, dan
koma) dikarenakan hiponatremia dan penumpukan zatzat toksik, kejang, tidur
terganggu, asteriksis
6. Sistem skeletal: Osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi dikarenakan
ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan ketidakseimbangan hormon paratiroid
yang ditimbulkan
7. Kulit: Pucat dikarenakan anemia, pigmentasi, pruritus dikarenakan uremic
frost, ekimosis, lecet
8. Sistem perkemihan: Haluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun,
proteinuria, fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang semuanya
dikarenakan kerusakan nefron
9. Sistem reproduksi: Interfilitas dikarenakan abnormalitas hormonal, libido
menurun, disfungsi ereksi, amenorea.
2. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
drah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Syamsiah (2011), ada beberapa pemeriksaan diagnostik untuk
gagal ginjal kronik antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
Penilaian GGK dengan gangguan yang serius dapat dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium, seperti kadar serum sodium/natrium dan potassium
atau kalium, pH, kadar serum fosfor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen
dalam arah (BUN) serum dan konsentrasi kreatinin urin urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufiensi ginjal, anlisa urine dapat
menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal, batas
kreatinin, urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine dapat
dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urine yang
tidak normal. Dengan urine analisa juga juga dapat menunjukkan kadar protein,
glukosa, RBC/eritrosit dan WBC/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada
gagal ginjal yang progesif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi
urine menurun, monitor kadar BUN dan kadar kreatinin sangat penting bagi
pasien gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein
serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin
20:1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan
kelebihan intake protein.
2. Pemeriksaan radiologi Beberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunakan
untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
1) Flat-flat radiografi keadaan ginjal, ureter dan vesika urinaria untuk
mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi dan klasifikasi dari gijal. Pada
gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan
adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas
anatomi ginjal yang penggunaannya dengan memakai kontras atau tanpa
kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) dugunakan untuk mengevaluasi keadaan
fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa dugunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongenital, kelainan prostat, caculi ginjal, abses ginjal, serta obstruksi saluran
kencing.
4) Arteriorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena dan
kapiler ginjal dengan menggunakan kontras.
5) Magnetig Rosonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus
yang disebabkan oleh obstruksi uropathy, ARF, proses infeksi ginjal serta post
transplantasi ginjal.
1. Biopsi ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu
dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonefritis, sindrom
nefrotik, penyakit ginjal bawaan dan perencanaan transplantasi ginjal.
4. Penatalaksanaan
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) penatalaksanaan medis pada
gagal ginjal kronik adalah:
1. Diit
2. Pemberian obat
3. Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
4. Dialisis
5. Transplantasi ginjal
6. Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan kor
tamponade.
2.1.2 Hiponatremia
1. Definisi
Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium
dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang
membantu mengatur jumlah air di dalam dan di sekitar sel-sel tubuh. Satu atau
lebih faktor, mulai dari kondisi medis yang mendasari untuk minum terlalu
banyak air selama olahraga dapat menyebabkan natrium dalam tubuh menjadi
encer. Ketika kondisi tersebut terjadi, kadar cairan tubuh meningkat, dan sel-
sel dapat mulai membengkak. Pembengkakan ini dapat menyebabkan banyak
masalah kesehatan, dari ringan hingga parah. Pengobatan hiponatremia
ditujukan untuk menyelesaikan kondisi yang mendasarinya. Pengobatan
hiponatremia tergantung pada penyebabnya.(Mitchell & Goldstain,2014)
Hiponatremia adalah suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam
plasma darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium plasma yang kurang
dari 135mEq/L, mual, muntah dan diare. Hal tersebut menimbulkan rasa haus
yang berlebihan, denyut nadi cepat, hipotensi, konvulsi, dan membran mukosa
kering.
Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstra sel yang
menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Perubahan ini mengakibatkan
pindahnya cairan dari ruang ekstra sel ke intra sel sehingga sel menjadi
bengkak. Konsentrasi natrium plasma mengambarkan rasio natrium tubuh
total terhadap air total tubuh.
Hiponatremia adalah gangguan elektrolit yang terjadi ketika kadar natrium
(sodium) dalam darah lebih rendah dari normalnya. Tidak normalnya kadar
natrium ini dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari kondisi kesehatan
hingga penggunaan obat-obatan.
2. Etiologi
Etiologi hiponatremia dapat dibagi atas:
a. Hiponatremia dengan ADH meningkat
Sekresi AHD meningkat akibat deplesi volume sirkulasi efektif seperti
pada muntah, diare, pendarahan, jumlah urine meningkat, gagal jantung,
sirosis hati, SIADH (syndrome of inappropriate ADH-secretion),
insufisiensi adrtenal, dan hipotiroid. (FK UI,2017)
b. Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologik
Pada polidipsia primer dan gagal ginjal terjadi ekskresi cairan lebih rendah
dibanding asupan cairan sehingga menimbulkan respon fisiologik yang
menekan sekresi ADH. Respon fisiologik dari hiponatremia adalah
tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi urin
meningkat karena saluran air (AQP2A) di bagian apical duktus koligentes
berkurang (osmolaritas urin rendah). (FK UI,2017)
c. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi
Dalam keadaan normal, 93% dari volume plasma terdiri dari air dan
elektrolit, sedangkan 7% sisanya terdiri dari lipid dan protein. Pada
hiperlipidemia atau proteinemia berat akan terjadipenurunan volume air
plasma menjadi 80% sedang jumlah natrium plasma tetap dan osmolalitas
plasma normal, akan tetapi karena kadar air plasma berkurang
(pseudohiponatremia) kadar natrium dalam cairan plasma total yang
terdeteksi pafa pemeriksaan laboratorium lebih rendah dari normal. (FK
UI,2017)
Gejala lain terkait hiponatremia karena kondisi dan faktor gaya hidup
dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:
Obat-obat tertentu
Pil diuretik, khususnya diuretik thiazide
Sirosis
Masalah ginjal
Gagal jantung kongestif
Syndrome of inappropriate anti diuretic hormone (SIADH)
Minum air terlalu banyak selama olahraga (hiponatremia exertional)
Perubahan hormonal akibat insufisiensi kelenjar adrenal (penyakit
Addison)
Perubahan hormonal karena tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme)
Polidipsia primer
Ekstasi
Muntah kronis atau diare parah
Dehidrasi
Diet
3. Klasifikasi
Walaupun differential diagnosisnya cukup luas, hiponatremi bisa
dibedakan menjadi beberapa kelompok menurut etiologinya. Penentuan ini
menentukan pengobatan yang paling tepat untuk dilakukan. (Mitchell &
Goldstain,2013)
a. Hipertonik hiponatremi
Pasien dengan keadaan ini mempunyai total sodium tubuh yang
normal. Terdapat molekul aktif osmotik di serum, yang menyebabkan
air berpindah dari kompartemen intraseluler ke kompartemen
ekstraseluler. Contoh molekul aktif osmotic adalah glukosa, mannitol
atau maltose.
b. Normotonik hiponatremi (pseudohyponatremia)
Hiperlipidemia dan paraproteinemia dapat menurunkan konsentrasi
serum sodium dengan osmolalitas serum normal. Konsentrasi sodium
dalam total volume plasma (air+protein/lipid) menurun, walaupun
konsentrasi sodium dalam air plasma dan osmolalitas plasma tidak
berubah.
c. Hipotonik hiponatremi
Hipotonik hiponatremi selalu merefleksikan ketidakmampuan ginjal
dalam menangani eksresi air untuk menyesuaikan dengan asupan oral.
Sedangkan menurut waktunya, hiponatremia dapat dibedakan menjadi
akut dan kronik. (Mitchell & Goldstain,2013)
- Hiponatremia Akut
Durasinya tidak boleh lebih dari 48 jam. Bahaya utama adalah
terjadinya pembengkakan otak. Pengobatan harus cepat dilakukan
dengan tujuan menurunkan secara cepat volume sel otak dengan
hipertonik saline.
- Hiponatremia Kronik
Masalah dalam diagnosisnya adalah untuk mengidentifikasi mengapa
terdapat antidiuretik hormone (ADH). Asupan air yang berlebihan bila
terjadi sendiri belum pernah menjadi penyebab utama hiponatremia
karena ginjal normal dapat mengekskresikan air sampai 12L/hari.
Namun, tingginya asupan air yang terjadi bersama dengan
menurunnya ekskresi air dapat menyebabkan hiponatremia.
Menurunnya ekskresi air adalah karena ADH. Pada beberapa pasien
dengan hiponatremia kronik, terjadi keseimbangan negative Na.
hasilnya adalah kontraksi volume ECF yang menuju pada pelepasan
ADH.
4. Faktor Resiko
Faktor-faktor berikut dapat meningkatkan risiko hiponatremia (Guyton &
Hall,2014) :
a) Orang dewasa yang lebih tua mungkin memiliki faktor yang lebih
berkontribusi untuk hiponatremia, termasuk perubahan yang berkaitan
dengan usia, obat tertentu dan kemungkinan lebih besar terkena penyakit
kronis yang mengubah keseimbangan natrium tubuh.
b) Obat tertentu. Obat-obatan yang meningkatkan risiko hiponatremia
termasuk diuretik thiazide serta beberapa antidepresan dan obat nyeri.
Selain itu, ekstasi telah dikaitkan dengan kasus-kasus hiponatremia yang
fatal.
c) Kondisi yang menurunkan eksresi air dari tubuh. Kondisi kesehatan tubuh
Anda yang dapat meningkatkan risiko hiponatremia termasuk penyakit
ginjal, sindrom hormon anti-diuretik yang tidak tepat (SIADH) dan gagal
jantung.
d) Kegiatan fisik yang intensif. Orang yang minum terlalu banyak air saat
menjadi bagian dalam maraton, ultramarathon, triathlon dan kegiatan
intensitas tinggi jarak jauh lainnya yang menyebabkan berada pada
peningkatan risiko hiponatremia.
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hiponatremia (Mardiana,2013) dapat termasuk:
- Mual dan muntah
- Sakit kepala
- Kebingungan
- Kehilangan energi
- Kelelahan
- Gelisah dan mudah marah
- Kelemahan otot, kejang atau kram
- Kejang
- Pingsan
- Koma
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang hiponatremia diantaranya sebagai berikut :
a) Pemeriksaan serun natrium
Pemeriksaan serum natrium bertujuan untuk menegakkan diagnosis
hiponatremia, dan menentukan tingkat keparahan. Kadar natrium normal
adalah 135−145 mEq/L. Hiponatremia diklasifikasikan menjadi ringan
(130−134 mEq/L), sedang (125−129 mEq/L), dan berat (<125 mEq/L).
Nilai normal dalam serum :
Dewasa : 135-145 mEq/L
Anak : 135-145 mEq/L
Bayi : 134.150q/L
Nilai normal dalam urin :
40 – 220 mEq/L/24 jam
b) Pemeriksaan osmolalitas
Pemeriksaan osmolalitas serum dan urin dapat memberi informasi
ketidakseimbangan air dan elektrolit, menilai kemampuan ginjal
memekatkan urin, dan menilai abnormalitas ADH (anti diuretik hormon).
Pemeriksaan osmolalitas plasma digunakan untuk membedakan antara
hiponatremia hipertonik, isotonik, dan hipotonik. Pasien true
hiponatremia adalah kondisi hipotonik. Untuk mengetahui hiponatremia
hipotonik, perlu dilakukan pemeriksaan osmolalitas urin. Osmolalitas urin
penting untuk mengetahui kemampuan ginjal memekatkan urin, selain
monitor keseimbangan cairan dan elektrolit.
Berikut adalah klasifikasi tingkat osmolalitas:
- hipoosmolar: nilai osmolalitas <280 mOsm/kg
- Isoosmolar: nilai osmolalitas 280‒295 mOsm/kg
- Hiperosmolar: nilai osmolalitas >295 mOsm/kg.
8. Penatalaksanaan
a. Penggantian natrium
Pengobatan yang paling nyata adalah pemberian natrium secara hati-hati.
Pemberian dapat di berikan secara oral,selang nasogastrik, atau
perenteral.pasien yang mampu makan atau minum penggantian natrium
dapat mudah di lakukan karena natrium banyak terdapat dalam diet
normal. Kebutuhan natrium lazim pada orang dewasa adalah kurang lebih
100 mEq, jika tidak ada kehilangan yang abnormal. Pada SIADH, salin
yang hipertronis saja tidak dapat mengubah natrium plasma. Natrium
yang berlebihan di sekresikan dengan cepat dalam urine yang pekat.
(Siregar.2013)
b. Pembatasan air
Jika hiponatremia terjadi pada pasien dengan volume cairan normal atau
berlebih, pengobatan pilihannya adalah pembatasan air. Hal ini jauh lebih
aman di bandingkan pemberian natrium dan biasanya cukup efektif.
Meskipun demikian jika jika gejala neurologis timbul, mungkin perlu
pemberian volume kecil larutan natrium hipertronis seperti natrium
klorida 3 % atau 5%. Penggunaaan yang tidak benar dari cairan ini sangat
berbahaya; hal ini dapat di pahami ketika perawat mengangap bahwa satu
liter larutan natrium klorida 3% dan mengandung 513 mEq natrium dan
satu liter natrium klorida 5% mengandung 855% mEq natrium.
(Siregar.2013)
2.1.3 Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu
singkat.
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam
tubuh pasien.
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat sisa
nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit seperti
kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal (GGT).
1) Indikasi
PGA
PGA dengan komplikasi oedema paru berat- kelebihan volume cairan berat
PGA dengan hiperkalemia berat – aritmia
PGA dengan asidosis metabolic berat - PGA dengan toksik – uremia berat
PGK
PGK Stadium V dengan GFR <15
Proses Hemodialisa
Darah dari arteri pasien, Arterial Blood Line > (Merah) Dializer terjadi
proses pencucian (Difusi dan Ultrafiltrasi) > Venous Blood Line > (Biru) kembali
ke vena pasien
Difusi: Perpindahan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melewati
membrane semipermeable
Ultrafiltrasi: Perpindahan cairan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah
melewati membrane semi permiable
Prinsip dan cara kerja hemodialisis
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen :
1. Kompartemen darah,
2. Kompartemen cairan pencuci (dialisat)
3. Ginjal buatan (dialyzer).
Darah dikeluarkan dari pembuluh draah vcena dengan kecepatan tertentu,
kemudian masuk kedalam mesin dengan proses pemompaan setelah terjadi
proses dialysis, darah yang telah bersih masuk ke pembuluh balik, selanjutnya
beredar kedalam tubuh. Proses dialysis (pemurnian) darah terjadi dalam dialyzer.
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
dengan larutan lain (kompoartemen dialisat) melalui membrane semi permiabel
(dialyzer).
1) Kontrainndikasi
Dibedakan menjadi 2 yaitu, kontraindikasi absolut dan kontraindikasi
relatif. Kontraindikasi absolut adalah apabila tidak didapatkan akses vaskular,
sedangkan untuk kontraindikasi relatif adalah apabila ditemukannya akses
vascular, fobia terhadap jarum, gagal jantung, dan koagulasi.
Penurunan curah jantung Curah Jantung (SLKI L.02008 Hal 20) Perawatan Jantung (I.02075)
berhubungan dengan perubahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
afterload (SDKI D.0008 Hal 34) selama … x … jam diharapkan curah 1. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah
jantung meningkat dengan kriteria hasil : jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema
1. Kekuatan nadi perifer meningkat ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea,
2. Palpitasi menurun peningkatan CPV)
3. Takikardia menurun 2. Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah
4. Dispnea menurun jantung (meliputi peningkatan berat badan,
5. Batuk menurun hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
6. Edema menurun basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
7. Tekanan darah membaik 3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang
sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapoan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit,
enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum
dan sesudah aktifitas
13. Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis. Betablocker, ACEinhibitor,
calcium channel blocker, digoksin)
Terapeutik :
14. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman
15. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan
kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi
lemak)
16. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup
sehat
18. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika
perlu
19. Berikan dukungan emosional dan spiritual
20. Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan
harian
25. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan
output cairan harian
Kolaborasi :
26. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
27. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Resiko defisit nutrisi berhubungan Status Nutrisi (SLKI L.03030 Hal 121) Manajemen Nutrisi (I. 03119)
dengan ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
mengabsorbsi nutrien (SDKI selama …... x… jam diharapkan status 1. Identifikasi status nutrisi
D.0032 Hal 81) nutrisi membaik dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makan yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
2. Frekuensi makan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
3. Nafsu makan membaik 6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Intoleransi aktifitas berhubungan Toleransi Aktivitas (SLKI L.05047) Manajemen Energi ( SIKI I.050178 Hal 176)
dengan kelemahan (D.0056) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama … x … jam diharapkan toleransi 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktifitas meningkat dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi meningkat Terapeutik :
2. Kemampuan dalam melakukan 3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
aktifitas sehari-hari meningkat stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
3. Keluhan Lelah menurun 4. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
4. Tekanan darah membaik Edukasi :
5. Anjurkan tirah baring
6. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat tahap keempat dari proses dari
proses keperawatan dimana watan dimana rencana keperawatan dilaksananakan,
melaksanakan intervensi yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat perawat
siap untuk melakukan melakukan intervensi intervensi yang telah dicatat dicatat
dalam rencana keperawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi priorotas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respon klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini pada penyedia perawatan perawatan kesehatan kesehatan lainya.
Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana
perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
yang diinginkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan,
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien kearah pencapaian.
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2014).
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :
1. Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan
perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan
pengkajian ulang.
2. Kartu SOAP sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai penilaian
diagnosis keperawatan dan penyelesaiannya.
SOAP merupakan komponen utama dalam catatan perkembangan yang terdiri
atas:
a. S (Subjektif): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.
b. O (Objektif): data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan,
atau akibat pengobatan.
c. A (Analisis/assessment): masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif. Karena status klien selalu
berubah yang mengakibatkan informasi/data perlu pembaharuan, proses
analisis/assessment bersifat diinamis. Oleh karena itu sering memerlukan
pengkajian ulang untuk menentukan perubahan diagnosis, rencana, dan
tindakan.
d. P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang (hasil
modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria tujaun yang spesifik dan
periode yang telah ditentukan.
Ada tiga yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :
1) Masalah teratasi seluruhnya.
2) Masalah teratasi sebagian.
3) Masalah tidak teratasi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari senin 24 Oktober 2022, Pukul 11:23 dengan
cara wawancara data subjektif dan objektif dari pasien.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Banjar /Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Gatot Subroto
Diagnosa Medis : Chronic Kidney Disease On Hd dengan
Hiponatremia
RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN PRE HD
1. Keluhan Utama /Alasan HD :
Klien mengatakan, klien merasa sesak nafas sejak jam 10:00 WIB .
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 24 Oktober 2022 pukul 11.23 WIB klien diantar oleh perawat
dari ruang Edelweis dan keluarganya untuk melakukan cuci darah
diruangan Hemodialisa, Pada saat pengkajian didapatkan hasil, klien
dengan kesadaran GCS : E4 –V5 – M6 = 15 (kesadaran composmentis),
klien mengeluh mudah lelah dan klien sesak napas setelah sedikit
beraktifitas, Klien mengatakan ada dahak di tenggorokan, klien tidak ada
batuk. Klien terpasang oksigen masker 9 Lpm klien tampak lemah, klien
nampak pucat, CRT > 2 detik, tidak ada odem, suara napas rochi. klien
terpasang CDL di bagian dada kanan atas, Terpasang stopper infus di
tangan sebelah kanan dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD :
167/93, N : 58x/m, RR : 26 x/m, SPO2 : 97%, S : 36,80C.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Anak klien mengatakan klien sudah 4 kali melakukan treatment cuci darah
pada saat ini.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit yang sama dengan klien.
GENOGRAM KELUARGA :
Susunan genogram 3 (tiga) generasi
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien (Tn. M)
PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Klien dengan kesadaran GCS : E4 –V5 – M6 = 15 (kesadaran
composmentis), Terpasang oksigen masker 9 Lpm, pasien tampak
lemah, pasien nampak pucat CRT >2 detik, tidak ada odem, nampak
CDL yang tersambung dengan selang AVBL dan terhubung ke
dialiser. Terpasang stopper infus di tangan sebelah kanan
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,30C Axilla Rektal Oral
a. Nadi/HR : 58 x/mt
b. Pernapasan/RR : 24 x/tm
c. Tekanan Darah/BP : 167/93 mm Hg
d. Tinggi Badan/TB : 155 cm
e. BB Pre HD : 50 Kg
INTRA HD
a. Suhu/ T : 36,20C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 62 x/menit
c. Pernapasan/RR : 17 x/menit
d. Tekanan Darah/BP : 176/89 mm Hg
e. Keluhan selama HD : Klien mengeluh sesak nafas
f. Nutrisi
a. Jenis Makanan : Bubur dan kerupuk
Jumlah : ½ porsi
b. Jenis Minuman : Air putih dan air teh hangat
Jumlah : 200 ml
g. Catatan Lain :-
POST HD
1. Keadaan Umum :
Klien tampak lemah, klien nampak pucat, akral teraba hangat. CRT >2
detik. Terpasang oksigen masker 9 Lpm. Terpasang stopper infus di
tangan sebelah kanan
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,30C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 66 x/mt
c. Pernapasan/RR : 22 x/mt
a. Tekanan Darah/BP : 182/94 mm Hg
b. BB Post HD : Tidak di lakukan penimbangan ( pasien
lemas)
c. Jumlah cairan yang dikeluarkan : - cc
d. Lainnya :-
Intoleransi Aktifitas
DS : CKD /Gagal Ginjal Pola Napas Tidak
- Klien mengatakan sesak napas Kronik Efektif berhubungan
sejak jam 10 pagi dengan penurunan energi
Gangguan keseimbangan
- Klien mengatakan sesak napas Elektolit ditandai dengan klien
setelah sedikit beraktifitas mengeluh sesak napas,
Hiponatremia
DO : klien nampak lemas,
- Klien nampak lemas klien terpasang oksigen
- Klien terpasang oksigen masker 9 Penurunan energi 9 Lpm, Respirasi 26x/mt
Lpm. (takipnea) hasil lab
- Hasil lab Pernapasan Takipnea natrium 126, Ureum 45
Natrium 126 mmol/l mg/dl, Kreatinin 5,55
Ureum 45 mg/dl Kesulitan bernapas mg/dl.
Kreatinin 5,55 mg/dl
- TTV Pola napas tidak efektif
Suhu/T : 36,8 C
Nadi/HR : 58 x/mt
Pernapasan/RR : 26 x/mt
(takipnea)
Tekanan Darah/BP : 167/93 mmHg
PRIORITAS MASALAH
1. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan energi ditandai dengan
klien mengeluh sesak napas, klien nampak lemas, klien terpasang oksigen 9 Lpm,
hasil lab natrium 126, Ureum 45 mg/dl, Kreatinin 5,55 mg/dl. Respirasi 26x/mt
(takipnea), Suhu/T : 36,8 C, Nadi/HR : 58 x/mt, Tekanan Darah/BP : 167/93
mmHg
Terapeutik
- Berikan Posisi Semi Fowlar atau duduk
- Berikan Oksigen, Jika Perlu
Edukasi
Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin , 24 1. Mengobservasi pola nafas S:
Oktober 2022 2. Mengobservasi Saturasi Oksigen
- Pasien mengatakan sesak nafas berkurang
3. Mengobservasi suara nafas tambahan
11.23 WIB
4. Memberikan oksigen masker O:
Diagnosa I 5. Memposisikan semi fowler
6. Mengajarkan kepada pasien teknik nafas dalam - Klien terpasang Oksigen masker 9 Lpm
- Respirasi 17x/mt
- N : 66x/menit
- TD : 182/94 mmHg
- S : 36,3 C
Sunardi
- SpO2 98%.
- Suara nafas tambahan Ronchi
- Posisi semi fowler
- Klien nampak mengikuti arahan perawat untuk
melakukan teknik napas dalam
Senin, 24 S:
Oktober 2022 1. Mengkaji kemampuan klien dalam beraktivitas - Klien mengatakan mudah lelah apabila
11,40 WIB 2. Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas melakukan aktivitas
Diagnosa II 3. Mengajarkan teknik penghematan energy - Klien memahami untuk menghemat energi
4. Menganjurkan melakukan aktifitas secara bertahap sebagian aktifitas dibantu oleh keluarga dan
perawat
O:
- Klien cukup mampu melakukan aktifitas secara
mandiri dengan bertahap
- TTV
TD : 182/94 mmHg Sunardi
N : 66 x/menit
RR : 17x/menit
S : 36,3 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
1. Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas
2. Mengajarkan teknik penghematan energi
3. Menganjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan atau kesamaan
antara landasan teori dengan pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Tn. M
dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease On Hemodialisa dengan
Hiponatremia di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
4.1 Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data merupakan langkah awal dalam berpikir
kritis dan pengambilan keputusan sehingga dapat mengangkat suatu diagnosis
keperawatan. Data yang dikumpulan melalui wawancara dari riwayat kesehatan,
pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik serta catatan medis
lainnya. Dalam suatu pengkajian dikuatkan dengan menggunakan definisi dan
batasan karakteristik diagnosis keperawatan dan memvalidasi diagnosis
(Wilkinson,2016).
Pada bab ini penulis akan mencoba membandingkan konsep teori mengenai
Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney
Disease On Hemodialisa dengan Hiponatremia di Ruang Hemodialisa RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
Pengkajian menurut penulis sesuai fakta, dari hasil pengkajian B1-B6 yang
dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2022 pukul 11.23 WIB pada Tn. M. Dalam
hasil pengkajian asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa medis Chronic
Kidney Disease On Hemodialisa dengan Hiponatremia pada Tn. M yang
dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2022, data didapat secara langsung melalui
wawancara pasien dan keluarga, pengkajian, pemeriksaan fisik serata di
dokumentasikan pada pasien dan keluarga, ditemukan data-data. Klien
mengatakan Sesak napas sejak jam 10:00 WIB . Hasil pemeriksaan awal
didapatkan klien dengan kesadaran GCS : E4 –V5 – M6 = 15 (kesadaran
composmentis), klien mengeluh mudah lelah dan klien sesak napas setelah sedikit
beraktifitas, Klien mengatakan ada dahak di tenggorokan, klien tidak ada batuk,
Klien terpasang oksigen masker 9 Lpm klien tampak lemah, klien nampak pucat,
CRT > 2 detik, tidak ada odem, suara napas rochi. klien terpasang CDL di bagian
dada kanan atas, Terpasang stopper infus di tangan sebelah kanan dan dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 167/93, N : 58x/m, RR : 26 x/m, SPO2 : 97%,
S : 36,80C.
Pengkajian pada tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematik dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam,
2013:17). Pada Keluhan utama klien yang mengalami Chronic Kidney Disease On
Hemodialisa dengan Hiponatremia mencari pertolongan atau berobat ke rumah
sakit. Biasanya keluhan utama yang bisa didapat adalah pasien mengeluh sesak
napas dan mudah capek atau lelah setelah beraktifitas, sesak napas, mual muntah,
perut kembung dan membesar serta nyeri akut pada abdomen.
5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program
Studi Sarjana Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan CKD on
Hd dengan Hiponatremia secara benar dan bisa melakukan keperawatan di
rumah dengan mandiri.
3. Bagi Institusi
a. Bagi institusi Pendidikan
Dapat menjadi bahan referensi bagi perpustakaan, dan dapat menjadi
penerapan ilmu tentang CKD On Hd dengan Hiponatremia.
b. Bagi institusi Rumah Sakit
Memberikan masukan bagi tim kesehatan dalam memberikan Asuhan
Keparawatan pada klien dengan Diagnosa Medis CKD On Hd dengan
Hiponatremia di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
c. Bagi Perawat di Rumah Sakit
Menambah pengetahuan untuk profesi keperawatan secara mandiri
mengenai manfaat pemberian pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan Diagnosa Medis CKD On Hd dengan Hiponatremia di Ruang
Hemodialisa RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4. Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesehatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Risky Ratna Dila, Yuanita Panma. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gagal Ginjal Kronik Rsud Kota Bekasi. Jakarta Timur.
file:///C:/Users/ACER/Downloads/60-Article%20Text-167-1-10-
20200730.pdf
Sofiana N. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Dirs Islam
Fatimah Cilacap Dan RSUD Banyumas. Thesis. Universitas Indonesia.
2010.
Welas. Hubungan Antara Penambahan Berat Badan Diantara Waktu Hemodialisis
(Interdialysis Weight Gain =IDWG) Terhadap Kualitas Hidup Pasien
Penyakit Gagal Ginjak Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Unit
Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta. Journal Keperawatan. 2011
Juli.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
LAMPIRAN :
SATUAN ACARA PENYULUHAN
RELAKSASI NAPAS DALAM
Di Susun Oleh :
Sunardi
NIM. 2019.C.11a.1029
V. MEDIA PENYULUHAN
1. Leaflet
2. Lembar balik
2. Evaluasi proses
a) Pelaksanaan sesuai rencana
b) Klien berperan aktif dalam diskusi dan Tanya jawab
c) Klien mengikuti kegiatan dari awal hingga selesai
3. Evaluasi hasil
a) 60% klien dapat menyebutkan pengertian, manfaat dan prosedur
tehnik relaksasi nafas dalam
b) Klien dan keluarga dapat meredemonstrasikan cara tekhnik
relaksasi nafas dalam
LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
B. Tujuan
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi
napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk,
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
C. Prosedur teknik relaksasi napas dalam
Indikasi
Kontraindikasi
DAFTAR PUSTAKA
Aini (2018) ‘Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri
pada pasien fraktur’, Jurnal Kesehatan, 9(2), pp. 262–266.
Andarmoyo (2013) Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. 1st edn. Edited by
Rose KR. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. Black & Hawks (2014)
Kperawatan Medikal Bedah (Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang
Diharapkan). 3rd edn. Jakarta: Elsevier.
Brunner & Suddarth (2015) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. 8th edn.
Edited by Monica Ester. Jakarta : EGC: Buku Kedokteran EGC.
Dewi (2019) ‘Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan
Persepsi Nyeri Pada Lansia Dengan Artritis Reumatoid’, The Soedirman
Journal of Nursing), 4(2).