Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

K DENGAN DIAGNOSA MEDIS


STEMI DENGAN KEBUTUHAN DASAR NYERI AKUT
DI RUANG SAKURARSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
NAMA : LALA VERONICA
NIM : 2018.C.10a.0974

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Lala Veronica
NIM : 2018.C.10a.0974
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Nn. K
Dengan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Kebutuhan Rasa
Aman dan Nyaman dengan Diagnosa Medis STEMI di
Ruang Sakura Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Isna Wiranti, S. Kep., Ners Yosepa.I.Wulandari,.kep

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Nn. K Dengan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Kebutuhan Rasa Aman
dan Nyaman(Nyeri) dengan Diagnosa Medis Stemi di Ruang Sakura Rsud Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Yosepa.I.Wulandari, S.Kep. selaku pembimbing RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di ruang Sakura.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 11 Mei 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
....................................................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2.1 Konsep Penyakit STEMI ....................................................................................
2.1.1 Definisi STEMI ........................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisologi.......................................................................................
2.1.3 Etiologi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................................
2.1.5 Fatosiologi (PATHWEY) .........................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis .....................................................................................
2.1.7 Komplikasi ...............................................................................................
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ..........................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Kebutuhan Rasa Aman dan
Nyaman/Nyeri)) ........................................................................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................................
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................................
2.3.4 Implementasi Keperawatan ........................................................................
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
3.1 Pengkajian .......................................................................................................
3.2 Diagnosa ..........................................................................................................
3.3 Intervensi .........................................................................................................
3.4 Implementasi ...................................................................................................
3.5 Evaluasi ...........................................................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infark Miokard adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat
yang terjadi secara tiba – tiba. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak
yang diikuti dengan proses pembentukan trombus oleh trombosit(Hastuti dkk,
2013).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor yang ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG (Doengos,
2003).
Berdasarkan laporan World HealthOrganization (WHO) pada tahun 2008,
infark miokardmerupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak
7,25 juta (12,8%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Menurut
data statistik National Health and Nutrition ExaminationSurvey (NHANES) 2007
– 2010, prevalensi infark miokard lebih banyak diderita laki – laki dibandingkan
perempuan. Kejadian ini mulai meningkat pada laki – laki saat berusia ≥ 45 tahun
dan perempuan ≥55 tahun(Hastuti dkk, 2013).
Penyakit infark miokard juga merupakan salah satu masalah kesehatan di
Indonesia. Laporan Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa penyakit
infarkmiokard termasuk 10 penyebab kematian terbanyak dengan proporsi
kematian sebesar 5,1%.Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun2010, penyakit infark miokard menduduki peringkat 10 besar Penyakit
Tidak Menular (PTM) yang menyebabkan rawat jalan (1.88%) dan rawat
inap(2,29%) rumah sakit di Indonesia(Hastuti dkk, 2013).
Tatalaksana pasien di ruangan ICCU adalah pembatasan aktifitas pasien
selama 12 jam pertama, pasien harus puasa atau hanya minum dalam 4-12 jam
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, istirahat
ditempat tidur dan efek menggunakan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri
sering mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaan kursi komo di
samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan obat pencahar secara rutin
seperti laxadine syrup 1-2 sendok teh (Farissa, 2012).
Penanganan STEMI farmakologi pada prinsipnya ditujukan untuk mengatasi
nyeri angina dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta
terjadinya infark miokard akut atau kematian mendadak. Pasien diberikan terapi
antiiskemik seperti nitrat, penyekat, antagonis kalsium, morfin, terapi
antitrombotik, aspirin/asam asetil salisilat (ASA), terapi antikoagulan seperti
heparin.
Adapun penanganan STEMI non-farmakologi yaitu dengan tindakan
revaskularisasi, rehabilitasi medik, modifikasi faktor risiko. Peran perawat dalam
pelayanan di ruangan ICCU ada 3 yaitu independent (mandiri), dependent, serta
interdependen. Peran perawat sebagai independen dimana perawat dapat
melakukan perannya secara mandiri. Peran perawat sebagai dependen dimana
perawat melakukan tindakan berdasarkan instruksi dari dokter ketika dokter tidak
ada di tempat. Peran perawat kolaborasi yaitu tindakan perawat berdasar pada
kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Nn. K dengan diagnose medis
Stemi di ruang Sakura RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Stemi di ruang Sakura RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
Stemi secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Stemi dan Asuhan Keperawatannya.
Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Stemi melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4. Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi Stemi
Infark miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung sebagai akibat
berkurangnya pasokan darah koroner yang tiba – tiba, baik absolut ataupun relatif.
Penyebap paling sering ialah trombosis yang diperberat pada, atau pendarahan
dalam, plak ateromatosa dalam asteri koronaria epikardial (Suddarth, 2014).
Infark miokard (IM) akut disebapkan oleh penyumbatan yang tiba – tiba pada
salah satu cabang dari arteria koronaria.
Penyumbatan ini dapat meluas dan mengganggu fungsi jantung atau
mengakibatkan nekrosis miokardium. Nekrosis akan meningalkan parut atau
fibrosis pada miokardium. Penyumbatan arteri koronaria dapat disebapkan oleh
trombosis koronaria ( terbentuknya embolus dalam arteria koronaria), atau terjadi
proses aterosklorosis pada arteria koronaria (Baradero, 2000). Infark tidak
langsung terjadi total, trauma iskemik langsung berupa jam, kemudian baru terjadi
infark atau timbul nekrosis.
Pada saat proses iskemia berlangsung, lapisan subendokardium (karena
sangat peka pada kekurang oksigen) mengalami hipoksia, kemudian baru seluruh
lapisan miokardium. Iskemia mengganggu permeabilitas sel – sel miokardium
terhadap elektrolit – elektrolit yang menyebapkan menurunnya kontraktilitas
miokardium. Proses iskemi yang berlangsung lebih dari 35 – 45 menit akan
menimbulkan kerusakn sel – sel yang irevelsible dan nekrosis miokardium.
Fungsi kontraktilitas pada bagian dengan nekrosis berhenti total dan permanen
(Baradero, 2000).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang yang terletak
di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium
(serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik) (Muttaqin,
2009).
Jantung memiliki berat sekitar 300 gr, meskipun berat dan ukurannya
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya aktifitas fisik, dll.
Jantung dewasa normal berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit,
menyemburkan sekitar 70 ml darah dari kedua ventrikel per detakan, dan keluaran
totalnya sekitar 5 L/ menit.
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraks),
diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut pericardium, yang
terdiri atas 2 lapisan, yaitu pericardium parietalis, merupakan lapisan luar yang
melekat pada tulang dada dan selaput paru. dan pericardium viseralis, yaitu
lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga disebut epikardium.
Di dalam lapisan jantung tersebut terdapat cairan pericardium, yang
berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat
memompa. Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut
pericardium, lapisan tengah atau miokardium merupakan lapisan berotot, dan
lapisan dalam disebut endokardium. Organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2
ruang yang berdinding tipis, disebut atrium, dan 2 ruang yang berdinding tebal
disebut ventrikel.
A.) Atrium
Atrium kanan, berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang rendah
oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena cava superior,
vena cava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri.
Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru. Atrium
kiri, berfungsi sebagai penerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui
4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan
selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.
B.) Ventrikel (bilik)
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang disebut
trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut muskulus papilaris.
Ujung muskulus papilaris dihubungkan 10 dengan tepi daun katup atrioventrikuler
oleh serat-serat yang disebut korda tendinae.Ventrikel kanan, menerima darah dari
atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel
kiri, menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui
aorta. Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.
Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain, jantung dilengkapi
dengan katup-katup, diantaranya :
a) Katup atrioventrikuler. Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel,
maka disebut katup atrio-ventrikuler, yaitu : Katup trikuspidalis. Merupakan katup
yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, serta mempunyai 3 buah
daun katup.
Katup mitral/ atau bikuspidalis merupakan katup yang terletak di antara
atrium kiri dan ventrikel kiri, serta mempunyai 2 buah katup. Selain itu katup
atrioventrikuler berfungsi untuk memungkinkan darah mengalir dari masing-
masing atrium ke ventrikel pada fase diastole ventrikel, dan mencegah aliran balik
pada saat sistole ventrikel (kontraksi).
2.1.3 Etiologi
Penyakit jantung disebabkan oleh adanya penimbunan abnormal lipid atau
bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan
perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung
(Suddarth, 2014).
2.1.4 Klasifikasi
Stemi diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor, antara lain:
Faktor resiko penyakit arteri koroner antar lain (Suddarth, 2014) :
1. Merokok Seseorang dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner
dianjurkan untuk berhenti merokok. Orang yang telah berhasil menghentikan
kebiasaan merokok dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner sampai
50% pada tahun pertama. Resiko akan terus menurun selama orang tersebut tetap
tidak merokok. Pajanan terhadap rokok secara pasif sebaiknya dihindari karena
tetap dapat meqmperberat penyakit jantung paru yang sudah ada.
2. Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang
paling membahayakan karna biasanya tidak menunjukan gejala sampai telah
menjadi lanjut. Tekanan darah tinggi menyebabkan tingginya gradien tekanan
yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang
terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
3. Kolesterol Darah Tinggi Lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan
lipoprotein yang terikat dalam air, yang memungkinkannya dapat di angkut dalam
system peredaran darah. Tiga elemen metabolism lemak-kolesterol total,
lipoprotein densitas rendah (LDL = low density lipoprotein), dan lipoprotein
densitas tinggi (HDL = high density lipoprotein) dianggap sebagai faktor primer
yang mempengaruhi perkembangan penyakit jantung koroner. Pengontrolan kadar
serum kolesterol total, LDL dan HDL dalam batas terapeutik adalah tujuan yang
harus dicapai dalam penatalaksanaan diet penyakit jantung koroner. LDL
menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan mempercepat proses
aterosklerosis. Sebaliknya, HDL membantu penggunaan kolesterol total dengan
cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi.
Tujuan yang diinginkan adalah menurunkan kadar LDL (< 130 mg/dl),
meningkatkan kadar HDL (>50 mg/dl) dan menurunkan kadar kolesterol total <
200 mg/dl. Kadar normal tersebut dianjurkan pada pasien tanpa penyakit jantung
koroner atau faktor risiko lain yang bermakna.
4. Hiperglikemia Hiperglikemia menyebabkan peningkatan trimbosit, yang
dapat menyebabkan pembentukan thrombus. Kontrol hiperglikemia tanpa
modifikasi faktor risiko lainnya tidak akan menurunkan risiko penyakit jantung
koroner. Bila ada faktor risiko lain seperti obesitas, faktor tersebut juga harus
dikontrol.
5. Pola Perilaku Stres dan perilaku tertentu diyakini mempengaruhi
patogenesis penyakit jantung koroner. Penelitian psikobiologis dan epidemiologis
menunjukkan perilaku seseorang yang rentan terhadap penyakit jantung koroner:
ambisius kompetitif, selalu tergesa, agresifdan kejam. Orang yang menunjukkan
kepribadian ini diklasifikasikan sebagai rentan koroner tipe A. nampaknya selain
menurunkan faktor risiko lain (merokok, lemak), orang seperti ini harus berusaha
merubah gaya hidup dan kebiasaan dalam jangka panjang. Pola perilaku tipe A
telah banyak diterima secara luas sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola perilaku ini sebenarnya tidak seperti
yang sebelumnya diperkirakan, namun belum ada bukti yang membuktikan peran
sebenarnya.

2.1.5 Patofisiologi
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri
koroner karna aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau
thrombus.
Penurunan aliran darah koroner juga bisa disebabkan oleh syok atau
perdarahan. Pada setiap kasus infark miokardium selalu terjadi ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung (Suddarth, 2014).
Penyumbatan koroner, serangan jantung dan infark miokardium mempunyai
arti yang sama namun istilah yang paling disukai adalah infark miokardium.
Aterosklerosis dimulai ketika kolestrol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak yang akan mengganggu absorbs
nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh
darah dan menyumbat aliran darah karna timbunan lemak menonjol ke lumen
pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran
darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menyebabkan terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan
komplikasi tersering aterosklerosis (Suddarth, 2014).
Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat
penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung.
Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak
adekuat (iskemia) yang akan membuat sel-sel otot kekurangan komponen darah
yang dibutuhkan untuk hidup (Suddarth, 2014).
Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi
utama iskemia miokardium adalah nyeri dada. Angina pectoris adalah nyeri dada
yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan ireversibel sel-sel jantung. Iskemia
yang lebih berat, disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Jantung
yang mengalami kerusakan ireversibel akan mengalami degenarasi dan kemudian
diganti dengan jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan
mengalami kegagalan, artinya ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh
akan darah dengan memberikan curah jantung yang adekuat. Manifestasi klinis
lain penyakit arteri koroner dpat berupa perubahan pola EKG, anerusima
ventrikel, disritmia dan akhirnya akan mengalami kematian mendadak (Suddarth,
2014).
Aterosklerosis, trhombosis, kontraksi arteri koronaria

Penurunan aliran darah kejantung

Kekurangan oksigen dan nutrisi

Iskemik pada jaringan miokard

Nekrosi

Suplay dan kebutuhan oksigen kejantung tidak seimbang

Suplay oksigen ke Miokard menurun

Resiko
Metabolisme anaerob Seluler hipoksia penurunan
curah
Gangguan jantung
Timbunan asam
pertukaran Nyeri
laktat meningkat
gas Integritasi membrane sel berubah

Kelemahan
Kontraktilitas turun
Kecemasan

Intoleransi
aktifitas
COP turun Kegagalan pompa
jantung
Gangguan perfusi
jaringan
Gagal jantung

Resiko kelebihan volume


cairan ekstravaskuler
2.1.6 Manifestasi Klinis
Banyak penelitian menunjukan pasien dengan infark miokardium biasanya
pria, diatas 40 tahun, dan mengalami aterosklerosis pada pembulu koronernya,
sering disertai hipertensi arterial. Sarangan juga terjadi pada wanita dan pria
diawal 30-an atau bahkan 20-an. Wanita yang memakai kontrasepsi pil dan
merokok mempunyai resiko sangat tinggi.
Namun secara keseluruhan angka kejadian infark miokardium pada pria lebi
tinggi dibandingkan wanita disemua usia. Nyeri dada yang tiba – tiba dan
berlangsung terus menerus, terletak dibagain bawah sternum dan perut atas,
adalah gejalah utama yang biasanya muncul. Nyeri akan terasa semakin berat
sampai tidak tertahankan.
Rasa nyeri yang tajam dan berat bisa menyebar ke bahu dan lengan,
bianyanya lengan kiri. Tidak seperti nyeri angina, nyeri ini muncul secara spontan
(bukan setelah kerja berat atau gangguan emosi) dan menetap selama bebarapa
jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun
nitrogliserin.
Pada beberapa kasus nyeri bisa menjalar ke dagu dan leher, nyeri sering
disertai dengan napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan,
dan mual serta muntah. Pasien dengan diabetes melitus mungkin tidak merasa
nyeri berat bila menderita infark miokardium, karena nuoropati yang menyertai
diabetes mempengaruhi neuoreseptor, sehingga menumpulkan nyeri yang
dialaminya. Meskipun pasien biasanya pria dan berusia diatas 40 tahun, namun
wanita yang mengalami gejala dan tanda – tanda seperti yang telah disebutkan
harus di tangani serius, khususnya bila ia merokok dan juga memakai pil
kontrasepsi. (Suddarth 2014)
2.1.7 Komplikasi
1.) Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam
bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.
Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau 16 tahun
pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
2.) Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan
penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis
iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik
pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3.) Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%),
sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang
menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
4.) Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul,
hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5.) Aritmia paska STEMI Mekanisme aritmia terkait infark mencakup
ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan
perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.
6.) Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi
pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat
beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7.) Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat
terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8.) Fibrilasi atrium
9.) Aritmia supraventrikular
10.) Asistol ventrikel
11.) Bradiaritmia dan Blok
12.) Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum
ventrikel, ruptur dinding ventrikel.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah :
1. Reaksi non – spesifik. Reaksi non – spesifik terhadap nekrosis miokrdial
adalah leukosit yang miningkat dalam beberapa jam setelah serangan IM akut.
Leukosit dapat mencapai 12.00 – 15.00 / mm dan berlangsung selama 3 -7 hari.
Laju endap darah juga meningkat.
2. Elektrokardiogram. Pada infark miokard transmural ketika nekrosis
dialami oleh semua lapisan dinding miokardium, EKG dapat menunjukan
kelainan, seperti gelombang Q mencapai secmen ST meningkat, dan gelombang T
abnormal.apabila nekrosis dapat mengenai semua lapisan miokardium, disebut
infark subendokrdium dan perubahan hanya terdapat pada segmen ST. Perlu
diketahui bahwa EKG tidak selalu memberikan informasi yang psti tentang
iskemia.
3. Enzim serum Apabila sel – sel jantung mati (nekrosis), ada enzim –
enzim tertentu yang di keluarkan kedalam darah. Enzim tersebut adalah kreatin
kinase (CK), serum aspartate amino transferase (AST) dulu adalah SGOT (serum
glutamic – oxalocetic transaminase), lactic acid dehydrogenase (LDH). Pada
peningkatan enzim – enzim ini setelah serangan infark miokard akut dapat
membantu dalam menentukan diagnosis. Akan tetapi, peningkatan enzim – emzin
ini tidak terbatas pada kerusankan sel – sel miokardium, tetapi dapat juga
meningkat apabila terjadi kerusan pada sel – sel hati, ginjal, otak, paru, vasika
urunaria, atau usus. Agar pemeriksaan enzim – enzim ini dapat spesifik, untuk sel
– sel miokardium, enzim dipecahkan atau dijadikan isoenzim. Misalnya enzim
CK1 terapat pada otak, paru, vesika urunaria, atau usus. CK2 hanya terdapat pada
sel –sel miokardium, CK3 akan terdapat pada serum pasien dalam 48 jam setelah
serangan IM akut transmural.LDH juga dapat dipecahkan agar menjadi spesifik.
Sel – sel miokardium kaya dengan LDH1 sehingga kerusakan pada sel – sel
miokardium akan membuat LDH1 meningkat. (Mery Baradero 2008)
4. Kimia darah
a. Profil lemak. Kolesterol tetap, trigliserida dan lopoprotein diukur untuk
mengevaluasi resiko sterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang
positif, atau untuk mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterum
total yang meningkat diatas 200 mg/ml merupakan prediktor peningkatan resiko
penyakit jantung koroner (CAD). Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam
darah, dapat dianalisa melalui elektroforesis. Lipoprotein densitas tinggi (HDL),
yang membawa kolestrol dari sel perifer dan mengangkatnya ke hepar, bersifat
protektif, sebaliknya, lipoprotein densitas rendah (LDL) mengangkat kolesterol ke
sel perifer. Penurunan lipoprotein densitas tinggi dan peningakatan lipoprotein
densitas rendah akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik.
b. Elektrolit serum. Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien
dengan infark miokard akut atau setiap kondisi jantung. Natrium serum
mencerminkan keseimbangan cairan relatif. Secara umum, hiponatremia
menunjukan kelebihan cairan dan hipernatremia menunjukan kekurangan cairan.
Kelsium sangat penting koagulasi darah dan aktifitas neuromuskular.
Hipokalsemia dan hiperkalsemia dapat menyebapkan perubahan EKG dan
disretmia.
c. Kalsium serum. Di pengaruhi oleh fungsi ginjal da dapat menurunkan
akibat bahan diuretika yang sering digunakan untuk marawat gagal jantung
kongestif. Penurunan kadar kalium mengakibatkan iritabilitas jantung dan
membuat pasien yang mendapatkan preparat digitalis cenderung mengalami
toksisitas digitalis dan peningkatan kadar kalium mengakibatkan depresi
miokardium dan iritabilitas ventrikel. Hipokelemia dan hiperkalemia dapat
mengakibatkan fibrilasi ventrikel dan henti jantung.
d. Nitrogen urea darah. (BUN) adalah produk akhir metabolisme protein
dan diekresikan oleh ginjal. Pada psien jantung, peningkatan BUN dapat
mencerminkan penurunan perfusi ginjal (akibat penurunan curah jantung) atau
kekurangan volume cairan intravaskuler (akibat terapi diuretika).
e. Glukosa. Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien
jantung juga menderita diabetes militus, glukosa serum sedikit meningkat pada
keadaan stres akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebapkan konversi
glikogen hepar menjadi glukosa.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Obat yang biasa digunakan dalam tatanan perawatan kritis untuk mengobati
penyakit kardiovaskuler:
1. Terapi Fibrinolitik, diindikasikan untuk pasien dengan infark miokardium
elevasi segmen ST akut. Tujuan terapi fibrinolitik adalah melarutkan thrombus,
menetapkan kembali aliran darah koroner, meminimalkan ukuran infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri, serta mengurangi morbiditas dan motilitas.
obat fibrinolitik yang sering dipakai yaitu Streptokinase, tenekteplase, reteplase,
alteplase.
2. Terapi Antikoagulan, seperti heparin unfractionated, inhibitor thrombin
langsung, dan wafarin membatasi pembentukan fibrin lebih lanjut dan membantu
mencegah tromboembolisme.
3. Terapi Inhibitor Trombosit, aspirin merupakan inhibitor trombosit yang
paling luas digunakan, menghambat tromboksan A2, suatuagonis trombosit, dan
mencegah pembentukan thrombus dan vasokontriksi arteri.
Aspirin digunakan untuk mengurangi mortalitas pada pasien yang
mengalami infark miokard, mengurangi insiden infark miokard non fatal dan
mortalitas pada pasien yang mengalami angina stabil, angina tidak stabil, atau
infark miokardium sebelumnya.
Aspirin juga diindikasikan untuk mengurangi risiko stroke nonfatal dan
kematian pada pasien yang memiliki riwayat stroke iskemik atau iskemia
sementara akibat embolus trombosit.
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan Rasa Aman dan
Nyaman (Nyeri)
Kenyaman merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan dalam sehari-hari),
trasenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri), kelegaan
(kebutuhan dapat terpenuhi). Kenyamanan meski dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu fisik (berhubungan dengan sensasi tubuh), sosial
(berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, sosial), psikospiritual
(berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi
harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan), dan lingkungan (berhubungan
dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi,
temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya) (Potter & Perry, 2006).
Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007).
Nyeri ialah sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual.
Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap nyeri beragam
sensasi dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menjadi
dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien. Penyebab nyeri sendiri
dapat diklasifikasikan ke dalam 2 golongan yaitu fisik dan psikis (Asmadi, 2008).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat
diantisipasi atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronisserangan yang tiba-
tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).
2.2. Anatomi Fisiologi
2.2..1 Mekanisme Neuro Fisiologi Nyeri.
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensori nyeri.
2.2..2 Transmisi Nyeri.
Reseptor nyeri ( nosi septor ) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya pada stimulus yang kuat , yang secara potensial merusak.
2.2..3 Bentuk Nyeri.
a. Nyeri Akut
a) Datangnya tiba – tiba.
b) Biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan.
c) Nyeri yang sedang berlangsung dari beberapa detik hingga 6
bln.
d) Dapat sembuh secara spontan atau dengan pengobatan.
b. Nyeri kronik
a) Nyeri yang menetap sepanjang suatu periode waktu.
b) Sulit diobati.
c) Nyeri yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
d)
2.2.3 Etiologi
2.2.3.1 Faktor resiko
1) Nyeri akut:
a. Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
b. Menunjukkan kerusakan
c. Posisi untuk mengurangi nyeri
d. Muka dengan ekspresi nyeri
e. Gangguan tidur
f. Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
g. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang,
mengeluh)
2) Nyeri kronis :
a. Perubahan berat badan
b. Melaporkan secara verbal dan non verbal
c. Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada
diri sendiri
d.  Kelelahan
e. Perubahan pola tidur
f. Takut cedera
g. Interaksi dengan orang lain menurun
1. Factor predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
2. Factor presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. Emosi
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan
dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik
2.2.4.1 Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak
berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah
sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik.
Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya menggunakan Visual Analogue
Scale (VAS). Skala ini mudah digunakan bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah
dipahami oleh pasien. Klasifikasi berdasarkan intensitas nyeri yang dinilai dengan
Visual Analog Scale (VAS) adalah angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10
berarti intensitas nyeri paling berat.
2.2.4.2 Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun
sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap
rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik
opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan
neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf
aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan
menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang
kurang baik terhadap analgesik opioid.
2.2.5 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
2.2.6 Manifestasi Klinis
2.2.6.1 Tanda dan gejala nyeri
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan menghindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Depresi
9. Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri.
2.2.7 Komplikasi
a.) Edema Pulmonal
b.) Kejang      
c.) Masalah Mobilisasi                                   
d.) Hipertensi
e.) Hipertermi
f.) Gangguan pola istirahat dan tidur.
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. ) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen
b.) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ  dalam yang abnormal
c.) Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d.) Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak.
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
a.) Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri
yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
b.) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik
seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan
rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Menurut hidayat (2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari
proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien
sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian
adalah :
1. Riwayat keperawatan dan nyeri akut
a. Faktor yang mempengaruhi nyeri akut
b. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan fisik : Apatis, lesu,tidak bersemangat
b) Berat badan : Obesitas, kurus
c) Otot : flaksia atau lemah, tidak mampu bekerja,mengecil
d) Sistem saraf: penurunan refleks,kehilangan sensorik
e) Lidah: Kotor
Kardiovaskuler : denyut nadi lebih dari 86 x/menit, irama abnormal, tekanan
darah rendah/tinggi.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI, diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari
proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat terhadap permasalahan
kesehatan baik aktual maupun potensial. Adapun diagnosa keperawatan adalah :
1. Nyeri Akut (172)
2. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (87)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Dengan adanya Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) maka
perawat dapat menentukan intervensi yang sesuai dengan diagnosis keperawtan
yang telah terstandar sehingga dapat memberikan Asuhan Keparawatan yang
tepat, seragam secara nasional, peka budaya, dan terukur mutu pelayanannya.
Adapun intervensi keperawatan :
1. Manajemen nyeri
Tujuan : nyeri klien hilang dan terkontrol serta menghindari dari terjadinya
Komplikasi
Kriteria hasil :
1) Klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2) Klien tampak rileks
3) Menunjukan Regenerasi jaringan
Intervensi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, ferekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Rasional : menentukan kebutuhan masalah
b. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Rasional : mendorong individu memproses informasi untuk
menciftakankan pengetahuan.
c. Berikan teknik nonfarmakologis seperti hypnosis, terapi musik, terapi
pijat kompres hangat/dingin dll.
Rasional : mengurangi rasa nyeri.
d. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri seperti : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Rasional : mengurangi rasa nyeri.
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Rasional : terapi mandiri dan tidak ketergantungan obat.
f. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Rasional : menambah pengetahuan agar terhindar dari nyeri.
g. Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
Rasional : meredakan nyeri.
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Hasil akhir yang diharapkan dari perencanaan dan tindakan keperawat
adalah :
a.) Klien mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang dan menunjukkan
ekspresi wajah/postur tubuh yang rileks
b.) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit teratasi dan menunjukkan
peningkatan berat badan
c.) Pasien mencapai pengetahuan terhadap program terapi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Lala Veronica


NIM : 2018.C.10a.0974
Ruang Praktek : Sakura
Tanggal Praktek : 11 Mei 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 11 Mei 2020 pukul : 16:00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Klien dengan inisian Nn.K berusia 21 tahun dan seorang perempuan,dengan
suku dayak,dan bangsa indonesia,beragama kristen protestan pendidikan adalah
mahasiswa,belum menikah alamat klien jln.Kenari 1 no 15A.Palangka Raya.Klien
masuk kerumah sakit pada tanggal 11 Mei 2020

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengatakan nyeri P : timbul mendadak, Q : terasa sedang seperti
terbakar, R : di ulu hati, S : skala nyeri 7 (1-10), T : berlangsung sekitar 1
menit .
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk RS Doris sylvanus pada tanggal 11 Mei 2020 dengan keluhan
Nyeri pada ulu hati. Keadaan ini dirasakan klien sejak ± 2 minggu sebelum masuk
RS. Klien mengatakan nyeri dirasakan seperti terbakar di daerah ulu hati. Nyeri
dirasakan timbul dengan skala nyeri 7 (Berat). Klien mengatakan nyeri akan
bertambah berat jika klien makan sesuatu yang asam dan pedis.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 11 Mei 2020 didapatkan hasil Tanda-
Tanda Vital Tekanan Darah : 110/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, Suhu : 38,7oC
Pernapasa : 22 x/menit. Klien mengatakan kurang nafsu makan. Klien
mengatakan mengeluh gangguan sensasi rasa. Klien mengatakan sering mual dan
muntah. Klien menanyakan apakah penyakitnya dapat disembuhkan dan klien
khawatir terhadap penyakitnya.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan bahwa klien tidak pernah di rawat di Rumah Sakit
sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
yang sama dengan klien

Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan

: Klien

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak lesu, kesadaran compos menthis, posisi berbaring semi
fowler,penampilan klien tidak sesuai dengan usianya,ekspresi wajah
meringis.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak
meringis, bentuk badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien
berbicara jelas, suasana hati klien sedih, penampilan klien tidak cukup rapi,
klien mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara
perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah
sakit, insigt klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 11 Mei 2020 pukul 16:00 WIB, suhu
tubuh klien/ S = 38,7 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 86 x/menit
dan pernapasan/ RR = 22 x/menit, tekanan darah TD = 110/ 70 mmhg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada klien teraba simetris,klien tidak mengalami batuk, tidak ada
sputum, tidak sianosis, tidak terdapat nyeri, tidak sesak nafas, type
pernapasanan klien tampak menggunakan perut, irama pernapasan tidak
teratur dan suara nafas klien vesikuler serta tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami
clubbing finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi,
tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali
dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar perut klien 55 cm, ictus
cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami
peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami
kelainan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Daya ingat baik, klien dapat mengingat kejadian  dimasa lalu dan
sekarang, klien dapat mengenal orang, tempat dan waktu dimana ia berada
sekarang dan mengenal bahasa dengan jelas saat dilakukan pengkajian.
b.      Kesadaran (GCS)
Eyes               : membuka mata spontan                
Motorik         : menurut pada perintah                  
Verbal            : Orientasi baik    
Uji Syaraf Kranial :
a.) Nervus I (olfaktorius)         : klien mampu membedakan bau minyak kayu putih
dan bau parfum yang diberikan
b. ) Nervus II (Optikus)            : Klien mampu melihat objek dengan jarak jauh
c. ) Nervus III (okulomotorius) : klien mampu menggerakkan bola mata
d. ) Nervus IV (trokhlearis)      : reaksi pupil baik terhadap cahaya
e.)   Nervus VI (abdusen)         : mampu membuka dan menutup kelopak mata
f. )  Nervus V(trigeminus)        : klien dapat menutup dan mengatupkan mulutnya.
g.) Nervus VII (fasialis)         : klien tidak mampu membedakan rasa manis dan
pahit
h.)  Nervus VIII (akustikus)    : fungsi pendengaran baik, klien dapat mendengar
detik jarum jam tangan
i.)  Nervus IX (glosofaringeus) : klien tidak mampu merasakan makanan
j.) Nervus X (vagus)               : klien tidak mampu menelan dengan baik
k.) Nervus XI (asccesiorius)   : klien mampu mengerakkan kepala leher dan
bahunya
l.)  Nervus XII (Hupoglosus)  : klien dapat mengerakkan lidahnya kesegala arah.
3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
klien tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien
tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien
BAB 2x/hari, tidak diarem tidak konstipasi, tidak kembung, kembung,
bising usus klien terdengar normal 15 x/hari, dan tidak ada terdapat nyeri
tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidka ada krepitasi,tidak terdapat nyeri di
bagian punggung bagian kanan, tangan kanan, pantat kaki kiri dan kaki
kanan, tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada
spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas
atas = 5 (normal) dan ektermitas bawah = 5 (normal). Tidak Terdapat
peradangan dan perlukakaan di bagian punggung bagian kanan, tangan
kanan, pantat kaki kiri dan kaki kanan dan tidak ada patah tulang, serta
tulang belakang klien tampak teraba normal.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalsah keperawatan :
Tidak Ada
3.1.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan
lainnya. Suhu kulit klien teraba panas, warna kulit sawo matang, tidak ada
tampak terdapat lesi, tidak tampak terdapat jaringan parut di punggung
sebelah kanan, tangan kanan, pantat, kaki kiri dan kaki kanan klien, tekstur
rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan :
Tidak Ada
3.1.11 Sistem Penginderaan
a.) Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva anemis,
kornea bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak
terdapat adanya nyeri.
b.) Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan tidak
tuli.
c.) Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang
kerumah“.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien tidak ada program diet, klien meras mual, muntah, tidak mengalami
kesukaran menelan dan merasa haus.

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 2x/ hari 3x/ hari
Porsi Porsi makan tidak 2 sedamg
dihabiskan hanya 3
sendok makan
Nafsu makan Kurang baik Baik
Jenis Makanan Bubur, telor Nai goreng,nai
rebus,sayur,lauk dan putih,ikan goreng
buah sayur dan buah
Jenis Minuman Air putih, air susu Air putih, air susu
Jumlah minuman/cc/24 jam 1500 cc 1600 cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : tidak ada
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan ada kendala tidur, ruangan terasa hangat, ekpresi wajah
klien tampak meringis,
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan
ingin cepat pulang”
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas, namun sesudah sakit
klien tidak dapat beraktivitas secara bebas akibat gerakan terbatas
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan bila ada masalah Nn.K selalu bercerita dan meminta
bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong Nn.K.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Ibu klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang di anut.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.5 Sosial - Spiritual
a.) Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
b.) Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
c.) Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Nn.K selama diarawat di
rumah sakit.
d.) Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
e.) Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah ayah dan ibu.
f.) Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk beraktivitas
g.) Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalan ibadah di gereja.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang : 11 Maret 2020
Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi
No Parameter Hasil
1 WBC 15.93+(10^3/uL)
2 RBC 4.76 (10^6/uL)
3 HGB 11.6 (9/dL)
4 HCT 35.2-(%)
5 MCV 76.1-(fl)
6 MCH 24.4-(pg)
7 MCHC 32.0+(g/dl)
8 PLT 592+(10^3/uL)
9 RDW-SD 39.7(fl)
10 RDW-CV 14.3+(%)
11 PDW 10.4(fl)
12 MPW 10.0(fl)
13 P-LCR 24.0(%)
14 PCT 0.59(%)

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Hari, tanggal : Senin 11 Mei 2020
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 Ceftriaxone 2x 650mg IV Ceftriaxone adalah obat
yang digunakan untuk
mengatasi berbagai infeksi
bakteri.
2 Ranitidin 2x 20 mg IV Ranitidin adalah obat yang
digunakan untuk
menangani gejala atau
penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam
berlebih di dalam
lambung.
3 Katerolac 3x 8 mg IV Ketorolac adalah obat
untuk meredakan nyeri
dan peradangan.
4 Paracetamol 3x 150,1/2 Oral Parasetamol merupakan
cth obat yang memiliki efek
untuk mengurangi rasa
sakit (analgesik) dan
menurunkan demam
(antipiretik)
5 Infus Ringer Laklat 500 cc 15 IV menambah elektrolit
tpm tubuh untuk
mengembalikan
keseimbangan tubuh.

Hari, tanggal : Selasa 12 Mei 2020


No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 Ceftriaxone 2x 1 gr IV Ceftriaxone adalah obat
yang digunakan untuk
mengatasi berbagai infeksi
bakteri.
2 Ranitidin 2x 25 gr IV Ranitidin adalah obat yang
digunakan untuk
menangani gejala atau
penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam
berlebih di dalam
lambung.
3 Katerolac 3x 15 mg IV Ketorolac adalah obat
untuk meredakan nyeri
dan peradangan.
4 Paracetamol 3x 150 mg Oral Parasetamol merupakan
obat yang memiliki efek
untuk mengurangi rasa
sakit (analgesik) dan
menurunkan demam
(antipiretik)
5 Infus Ringer Laklat 500 cc 15 IV menambah elektrolit
tpm tubuh untuk
mengembalikan
keseimbangan tubuh.

Hari, Tanggal : Rabu 13 Mei 2020


No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 Ceftriaxone 2x 1 gr IV Ceftriaxone adalah obat
yang digunakan untuk
mengatasi berbagai infeksi
bakteri.
2 Ranitidin 2x 25 gr IV Ranitidin adalah obat yang
digunakan untuk
menangani gejala atau
penyakit yang berkaitan
dengan produksi asam
berlebih di dalam lambung.
3 Katerolac 3x 15 mg IV Ketorolac adalah obat
untuk meredakan nyeri dan
peradangan.
4 Paracetamol 3x100 mg Oral Parasetamol merupakan
obat yang memiliki efek
untuk mengurangi rasa
sakit (analgesik) dan
menurunkan demam
(antipiretik)
5 Infus Ringer Laklat 500 cc 15 IV menambah elektrolit tubuh
tpm untuk mengembalikan
keseimbangan tubuh.

Palangka Raya Rabu 11 Mei 2020

Mahasiswa

( .........)
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Peradangan pada Nyeri Akut
Epigatrium

Pelepasan Mediator

Nyeri dipersepsikan
DS : Klien mengatakan
Nyeri pada daerah ulu
Nyeri Akut
hati
P : timbul mendadak
Q : seperti terbakar
R : di ulu hati
S : skala nyeri 7 (1-10)
T : berlangsung selama
1 menit.

DO :
- Ekspresi wajah klien
tampak meringis
- Cara berbaring klien
tampak semi-fowler
dengan badan
terlentang
- Tangan kanan klien
memegang abdomen
yang akit
- TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 86 x/menit
S : 38,7 0C
RR : 22 x/menit

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Akumulasi gas dan Resiko Defisit Volume
cairan pada proksimal Cairan
dari obtruksi

Distensi abdomen dan


DS :
retensi cairan
-Klien mengatakan sering
muntah
Mual
- Klien mengatakan sering
mual
Muntah
-
Reiko defisit volume
DO :
cairan
- Suhu kulit klien
teraba panas
- Klien tampak lesu.
- Wajah klien tampak
meringis
- Mukosa bibir lembab
- Kulit klien kering

3.2 Prioritas Masalah


1. Nyeri berhubungan dengan agen pencendera fisik yang ditandai dengan
Nn.K merasa nyeri, P : timbul mendadak, Q : seperti terbakar, R : diulu
hati, S : skala nyeri 7 (1-10), T : berlangsung selama 1 menit, ekspresi wajah
klien tampak meringis, ekspresi wajah meringis, cara berbaring semi-fowler
dengan badan terlentang, dan hasil pemeriksaan TTV = TD : 110/70
mmHg ,N : 86 x/menit, S : 38,70C, RR : 22 x/menit.
2. Risiko ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih mual dan muntah
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Nn.K
Ruang Rawat : Sakura
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Selalu memantau perkembangan
dengan agen keperawatan 3x24 jam diharapkan karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri
pencendera fisik Nn.K masalah nyeri klien dapat teratasi, kualitas, intensitas nyeri 2. Mencari tahu factor memperberat
merasa nyeri, P : dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi factor yang dan memperingan nyeri agar
timbul mendadak, Q : 1. Skala nyeri = 5 (1-10) memperberat dan memperingan mempercepat proses
seperti terbakar, R : di 2. Ekpresi rileks nyeri kesembuhan.
ulu hati, S : skala nyeri 3. TTV normal 3. Control lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
7 (1-10), T : TD : 110/70 mmHg memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
berlangsung selama 1 N : 90 x/menit 4. Berikan teknik meredakan nyeri
menit S : 36,5 0C nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
RR : 22 x/menit 5. Ajarkan teknik 5. Agar klien atau keluarga dapat
nonfarmakologis untuk melakukan secara mandiri ketika
mengurangi rasa nyeri nyeri kambuh
6. Kaloborasi dengan dokter 6. Bekerja sama dengan dokter
pemberian analgetik, jika perlu. dalam pemberian dosis obat
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
2. Kekurangan Volume Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi Volume cairan 1. Mengumpulkan data dan
cairan yang ditandai keperawatan 3x24 jam diharapkan 2. Modifikasi lingkungan menganalisis data pasien untuk
dengan Nn.K mengeluh masalah Kekurangan volume 3. Sesuaikan jadwal pemberian mengatur keseimbangan cairan
tidak nafsu cairan dapat teratasi, dengan obat 2. Menciftakan lingkungan yang
makan,mual,muntah. kriteria hasil : 4. Jelaskan pentingnya nyaman
1 Terjadi peningkatan asupan meningkatkan asupan cairan 3. Waktu tidur menjadi terkontrol
cairan 5. Monitor intake cairan dan 4. Memberitahukan pentingnya
2 Klien rileks ouput kecukupan volume cairan untuk
3 TTV normal meningkatkan kesehatan
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
S : 36,5 0C
RR : 22 x/menit
4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. 11 Mei 2020 1. Mengidentifikasi factor yang memperberat dan S = klien mengatakan nyeri datang ketika
memperingan nyeri. Memberikan teknik efek obat menghilang di ulu hati,
nonfarmakologis. Terapi music nyeri skla 7 (1-10), seperti terbakar,
(klien masih tampak meringis) berlangsung sekitar 1 menit.
2. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk O=
mengurangi rasa nyeri. Dapat melakukan secara - Ekspresi wajah meringis
mandiri terapi music (tampak disaat klien - Klien dan keluarga klien dapat
melakukan terapi music secara
merasa nyeri, klien dan keluarga dapat
mandiri disaat nyeri datang
melakukan terapi music secara mandiri). - TTV
3. Berkaloborasi dengan dokter pemberian oral TD : 110/70 mmHg
N : 86 x/menit
klien mengatakan nyeri berkuarang menjadi skla
S : 38,7 0C
2 (1-10)) RR : 22 x/menit
A = Masalah belum teratasi.

Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Nama Perawat
2. 12 Mei 2020 1 Modifikasi lingkungan (suhu rungan 20 °C S = klien mengatakan terjadi asupan cairan
kulit klien teraba hangat) O=
2 Memberikan obat oral - Klien mengerti tentang pentingnya
4. Mengkaji TTV meningkatkan masukan cairan selama
sakit
5. Menanyakan asupan makanan dan minuman
- Klien minum 2000 ml/hari
- Kulit klien teraba hangat
A = Masalah teratasi
P = intervensi terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA

Rahmawati, Vyta. (2013). Hubungan Faktor Stres Psikososial Dengan Keluhan


Nyeri Ulu Hati Pada Pasien Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam RSD dr.
Soebandi. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Jember, Jawa Timur.

Alwi, I., 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST . In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Internapublishing,. 1741-1756

Burns, D. K. & Kumar, V., 2007. Jantung. In: Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC,
pp. 408-409

Pokja, T. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. (H. Fadhillah, Ed.) (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai