Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

IGD PADA Tn.T DENGAN DIAGNOSA MEDIS CA PARU


DI POLI PARU RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DI SUSUN OLEH :
NAMA : DANTINI
NIM : 2018.C.10a.0963
TINGKAT : IV B

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dantini
NIM : 2018.C.10a.0963
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan IGD Pada
Tn.T Dengan Diagnosa Medis CA PARU Di Poli Paru RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya “

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Yelstria Ulina Tarigan , S.Kep., Ners Ridawati, S.ST., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Ns.Meilitha Carolina, M.Kep.


LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dantini
NIM : 2018.C.10a.0963
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan IGD Pada
Tn.T Dengan Diagnosa Medis CA PARU Di Poli Paru RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya “

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Yelstria Ulina Tarigan , S.Kep., Ners Ridawati, S.ST., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Ns.Meilitha Carolina, M.Kep.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan IGD
Pada Tn.T Dengan Diagnosa Medis CA PARU Di Poli Paru RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas
(PPK IV).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina T. ,S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Margaretha, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Lahan yang telah
memberikan dorongan, arahan dan pemikiran serta penuh kesabaran
membimbing penyusunan dalam menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan ini.
5. Tn.T sebagai klien yang diberikan asuhan keperawatan yang telah bersedia
menjadi responden.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 14 Oktober 2021


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................


KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2.Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit ........................................................................................
2.1.1 Definisi....................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................
2.1.3 Etiologi....................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................
2.1.5 Patofisiologi (WOC)................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis....................................................................................
2.1.7 Komplikasi...............................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................
2.2 Konsep Kemoterapi ……………………………………………………….
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................
2.3.1 Pengkajian................................................................................................
2.3.2 Diagnosis Keperawatan...........................................................................
2.3.3 Intervensi.................................................................................................
2.3.4 Implementasi............................................................................................
2.3.5 Evaluasi....................................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan............................................................................
3.2 Diagnosa.....................................................................................................
3.3 Intervensi keperawatan...............................................................................
3.4 Implementasi keperawatan.........................................................................
3.5 Evaluasi Keperawatan ...............................................................................
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan.................................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman menyebabkan perubahan pada pola hidup masyarakat


seperti kebiasaan merokok, paparan zat kimia dan kurangnya aktivitas fisik yang
menyebabkan terjadinya transmisi penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak
menular, salah satunya kanker. Karakteristik dan pola hidup masyarakat yang tidak
sehat saat ini Salah satu jenis kanker dengan faktor risiko terkait perilaku yang tidak
sehat adalah kanker paru (DIRSECIU, 2017).

Di Indonesia kanker paru masih menjadi kanker pembunuh pria dewasa


nomor satu. Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan), sekitar 1,8 juta
jiwa di dunia meninggal akibat kanker paru sepanjang tahun 2018. Sementara di
Indonesia, lebih dari 30.023 penduduknya di diagnosis kanker paru, dan 26.095
diantara mereka meninggal dunia tahun 2018 (Ellyvon, 2018).

Faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru adalah merokok.Merokok


merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari seluruh kasus.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia, jumlah batang rokok yang
diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap rokok dari orang lain, risiko menderita kanker paru
meningkat dua kali. Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi
udara,tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok (Stopler 2010).

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017, manajemen


penatalaksanaan pada penyakit kanker paru dibagi berdasarkan klasifikasinya. Pada
kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), terdiri dari berbagai jenis,
antara lain adalah karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma bukan
sel kecil (KBSK) penatalaksanaannya tergantung pada stadium penyakit, tampilan
umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, dan kemoterapi. Kemoterapi
merupakan salah satu modalitas terapi yang sering digunakan,dengan segala
manfaatnya tentu terapi ini juga mempunyai beberapa efek samping, di antaranya
yaitu: rasa lemas dan lemah, mual muntah, rambut rontok, mudah terserang infeksi,
seperti influenza, anemia atau kadar hemoglobin darah rendah, terkadang mudah
terjadi perdarahan, contohnya pada gusi sehabis sikat gigi, sariawan, nafsu makan
menurun, sembelit atau malah diare (Fadhil, 2018).

Kanker paru ditandai dengan nyeri dada, batuk, mengi atau napas berbunyi
ngik-ngik, dahak bercampur darah, peradangan atau sumbatan pada paru-paru.
Pembengkakan atau pembesaran kelenjar getah bening dalam dada di daerah paru-
paru (Anies, 2019). Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk memperlambat
pertumbuhan sel kanker adalah kemoterapi. Hal ini menyebabkan adanya efek
samping yaitu efek fisiologis dan psikologis. Efek fisiologis kemoterapi antara
lain:rambut rontok, mudah lelah, mengalami pendarahan, mual, muntah dan nyeri
perut. Efek psikologis kemoterapi antara lain: stress, rasa takut akan kematian, takut
menjadi beban, takut

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil pembahasan di atas “Bagaimana pelaksanaan Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Tn.T Dengan Diagnosa Medis CA Paru Di Ruang Poli
Paru RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya mulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi sampai dengan evaluasi keperawatan?”

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Tn.T Dengan Diagnosa Medis CA Paru Di Ruang Poli
Paru RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya dengan menggunakan proses
keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.2 Mengidentifikasi pengkajian pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis CA
Paru Di Ruang Poli Paru RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.3 Mengidentifikasi diagnosa pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis CA
Paru Di Ruang Poli Paru RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.4 Mengidentifikasi intervensi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis CA
Paru Di Ruang Poli Paru RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya
2.3.2.4 Mengidentifikasi implementasi pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis CA
Paru Di Ruang Poli Paru RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
3.3.2.4 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis CA Paru Di Ruang Poli Paru
RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada klien CA Paru yang
digunakan dalam peningkatan profesi keperawatan dan pelayanan kesehatan.
1.4.2 Bagi Pengembangan IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatan.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.2 Pendidikan
Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan khususnya
bagi mahasiswa STIKES Eka Harap Palangka Raya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien CA Paru sehingga dapat diterapkan di masa yang akan
datang.
1.4.3.2 Rumah Sakit
Memberikan kerangka pemikiran ilmiah yang bermanfaat bagi rumah sakit
dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan gambaran pelayanan
asuhan keperawatan pada klien dengan kasus CA Paru.
1.4.3.3 Bagi Profesi
Asuhan keperawatan dengan klien CA Paru ini diharapkan dapat memberikan
masukan sebagai salah satu referensi bagi perawat untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi

2.1
Healthy Lung
& Lung
Cancer

Kanker paru merupakan metastase dari paru yang kemudian menyebar ke


kelenjar limpa serta jaringan paru lainya yang dapat disebabkan oleh sejumlah
kasrinogen, lingkungan, terutama asap rokok (Ananda dkk, 2018).

Nyeri dapat berkurang dengan pemeberian terapi secara farmakologi dan non-
farmakologi (Weis, et al 2019). Musik klasik dapat dijadikan terapi non farmakologi,
dimana alunan musik bermanfaat untuk membuat seseorang lebih rileks dan dapat
melepaskan rasa sakit secara fisik, psikososial, emosional dan spiritual (Widiyastuti
& Setiyawan, 2016).

Penyakit kanker paru merupakan penyakit yang memiliki tingkat morbiditas


yang tinggi hampir di seluruh dunia. Kasus kanker paru pada tahun 2010 menurut
National Cancer Institute (NCI) dilaporkan sebanyak 1,61 juta angka kasus
baru serta 1,38 juta angka kematian karena kanker paru (Kemenkes, 2015). Prevalensi

kanker di Indonesia mencapai 1,79 per 1000 penduduk, naik dari tahun 2013
sebanyak 1,4 per 1000 penduduk. Berdasarkan data dari Globocan tahun
2018, angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki-laki adalah kanker paru, yaitu
19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk
(Riskesdas 2019).

Dari beberapa definisi tentang CA Paru menurut para ahli, dapat


disimpulkan bahwa CA Paru adalah kondisi ketika sel ganas (kanker)
terbentuk di paru-paru. Kanker ini lebih banyak dialami oleh orang yang
memiliki kebiasaan merokok dan merupakan satu dari tiga jenis kanker yang
paling banyak terjadi di Indonesia.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

2.1 Anatomi Paru

2.1.2.1 Anatomi

1) Hidung (Nasal)
Rongga hidung dilapisi oleh epitelium gergaris. Terdapat sejumlah kelenjar
sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Partikel-partikel debu yang kasar
dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Gerakan silia mendorong lapisan
mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem
pernafasan di bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan
tertekan atau dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan
mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan
di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah
disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir
bekas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai
100%.
2) Faring
Terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan rongga
mulut, dan di depan ruas tulang leher. Merupakan pipa yang menghubungkan
rongga mulut dengan esofagus. Faring terbagi atas 3 bagian : nasofaring di
belakang hidung, orofaring di belakang mulut, dan faring laringeal di
belakang laring. Rongga ini dilapisi oleh selaput lendir yang bersilia. Di bawa
selaput lendir terdapat jaringan kulit dan beberapa folikel getah bening.
Kumpulan folikel getah bening ini disebut adenoid. Adenoid akan membesar
bila terjadi infeksi pada faring.
3) Laring
Terletak di depan bagian terendah faring. Laring merupakan rangkaian cincin
tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan di sana terdapat pita suara. Di
antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam
trakea dan dinamakan glotis. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis
yang berbentuk daun, berperanan untuk mengarahkan makanan dan cairan
masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu untuk
melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu
menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan.
4) Trakea dan cabang-cabangnya
Panjangnya kurang lebih 9 cm. Trakea berawal dari laring sampai kira-kira
ketinggian vertebra torakalis kelima, trakea bercabang menjadi dua bronkus.
Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap
berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa.
Letaknya tepat di depan esofagus. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia. Tempat percabangan bronkus disebut karina.
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan spasme dan batuk yang
kuat jika dirangsang. Struktur bronkus sama dengan trakea. Bronkus-bronkus
tersebut tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan
merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya
bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari
trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil
sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil
yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah
kurang lebih 1 mm. Bronkiolus dikelilingi oleh otot polos bukan tulang rawan
sehingga bentuknya dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri dari :
a) bronkiolus respiratorius
b) duktus alveolaris
c) sakus alveolaris terminalis
Merupakan struktur akhir paru-paru. terdapat sekitar 23 kali percabangan
mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveoli terdiri dari satu
lapis tunggal sel epitelium pipih, dan di sinilah darah hampir langsung
bersentuhan dengan udara. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta
alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis.
5) Paru-paru
Merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru merupakan organ yang elastis,
berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada. Karena paru-paru
saling terpisah oleh mediastinum sentral yang di dalamnya terdapat jantung
dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru memiliki apeks (puncak
paru-paru) dan basis. Paru-paru ada dua. Paru-paru kanan lebih besar dari
pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura
interlobaris, paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap lobus tersusun
atas lobula. Paru-paru dilapisi suatu lapisan tipis membran serosa rangkap dua
yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang disebut pleura. Yang
melapisi rongga dada dan disebut pleura parietalis dan yang menyelubungi
tiap paru-paru disebut pleura viseralis. Di antara pleura parietalis dan pleura
viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang memudahkan kedua
permukaan tersebut bergerak dan mencegah gesekan antara paru-paru dan
dinding dada yang pada saat bernapas bergerak (cairan surfaktan). Dalam
keadaan sehat, kedua lapisan tersebut satu dengan yang lain erat bersentuhan.
Tetapi dalam keadaan tidak normal, udara atau cairan memisahkan kedua
pleura tersebut dan ruang diantaranya menjadi jelas. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, mencegah kolaps paru-paru.Secara
umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari nares anterior
menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus
primarius, bronchus secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus
terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris,
sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat terjadinya
pertukaran udara (Budiyanto, dkk, 2008).
Tractus respiratorius dibagi menjadi 2 bagian :
a) zona konduksi, dari nasal sampai bronciolus terminalis, zona konduksi
berfungsi sebagai penghangat, pelembab, dan penyaring udara
pernapasan.
b) zona respiratorik, mulai dari bronciolus respiratorius sampai alveolus.
zona respiratorik untuk pertukaran gas (Guyton & Hall, 2007).

2.1.2.2 Fisiologi
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi 3
stadium.

1) Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam


dan keluar paru-paru.
2) Stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
a) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan
b) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonary
c) Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah
3) Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu pada saat
metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru. Jumlah udara
yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali bernapas disebut volume
tidal yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru, yaitu jumlah udara
maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal sekitar 4500 ml.
Volume residu, yaitu jumlah udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah
ekspirasi maksimal sekitar 1500 ml (Saifuddin,2008).

2.1.3 Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi merokok dan paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat
yang bersifat karsinogenik merupakan faktor resiko utama. Beberapa faktor risiko
penyebab terjadinya kanker paru adalah (Stopler, 2010):

1. Merokok
Rokok merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari seluruh
kasus. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai
merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok.
2. Perokok pasif
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap rokok dari orang lain, risiko menderita kanker
paru meningkat dua kali.
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok.Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan.
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium,radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum.
5. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
6. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru.
7. Metastase dari organ lain
Kanker paru yang merupakan metastase dari organ lain adalah kanker paru
sekunder. Paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang ganas.
Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita
penyakit kanker paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus
berkembang dan bisa mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker bersifat
imortal dan bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-
paru itu adalah end organ bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel kanker,
yang sebelumnya dapat menyebar di area payudara, ovarium, usus, dan lain-
lain.

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi/pentahapan klinik (clinical stanging). Klasifikasi berdasarkan


TNM : tumor, nodul, dan metastase.

1. T : T0 : tidak tampak tumor primer


T1 : diameter tumor <3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter >3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun
berjarak lebih dari 2 cm, dari karina, serta belum ada efusi pleura
2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjerlimferegional
N1: terdapat penjalaran ke kelenjer limfe hilus ipsilateral
N2: terdapat penjalaran ke kelenjer limfe mediastinum atau kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjer limfe ekstratorakal
3. M : M0 : tidak terdapat metastase
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ-organ lain.

2.1.5 Patofisiologi ( Pathway )

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen / sub bronkus menyebabkan


cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Perluasan dari
lesi primer paru adalah carcinoma bronchogenic, tumor pada epithelium jalan
nafas.Tumor-tumor ini dibedakan berdasarkan tipe selnya, yaitu : small cell, atau oat
cell, carcinoma, dan non-small-cell carcinoma. Small cell carcinoma kira-kira 25%
dari kanker paru, tumbuh dengan cepat dan menyebar secara dini. Tumor-tumor ini
memiliki unsur-unsur paraneoplastik, ini berarti tumor ini menghasilkan lokasi
metastasis yang dipengaruhi oleh tumor secara tidak langsung.

Small cell carcinoma bisa mensintesis bahan bioaktif dan hormon yang
berperan sebagai adrenocorticotropin (ACTH), hormon antidiuretik (ADH), dan
sebuah parathormon seperti hormon dan gastrin releasing peptide. Angka Non small-
cell carcinoma mencapai 75% dari angka kanker paru. Tiap tipe sel berbeda dari segi
insiden, penampakan dan cara penyebaran. Kanker bronkogenik,tanpa
memperhatikan tipe sel, cenderung menjadi agresif, lokal invasif, dam memiliki
penyebaran/metastasis lesi yang luas/jauh. Tumor dimulai sebagai lesi mukosa yang
tumbuh menjadi bentuk massa yang melewati bronki atau menyerang jaringan sekitar
paru. Semua tipe sering menyebar melalui sistem kelenjar getah bening yang
membengkak dan organ lain. (LeMone,Priscilla & Karen M. Burke, 2000).

Kanker paru cenderung bermetastasis ke kelenjar limpa, otak, tulang, hati dan
organ lainnya. Kebingungan (konfusi), gangguan berjalan dan keseimbangan, sakit
kepala, perubahan perilaku bisa saja merupakan manifestasi dari metastasis pada
otak. Tumor yang menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri pada tulang tersebut,
fraktur, dan bisa saja menekan spinal cord, seperti halnya trombositopenia dan
anemia jika sumsum tulang di invasi oleh tumor. Ketika hati di serang, gejala dari
kelainan fungsi hati dan obstruksi biliari meliputi jaundice (penyakit kuning),
anoreksia, nyeri pada kuadran kanan atas (Sylvia & Wilson, 2006).

Sindrom vena cava superior, obstruksi sebagian atau seluruh vena cava superior
berpotensi menyebabkan komplikasi pada kanker paru, terutama pada saat tumor
menginvasi ke mediastinum superior atau kelenjar limpa mediastinal. Baik akut
maupun subakut gejalanya dapat dicatat. Terlihat edema pada leher dan wajah klien,
sakit kepala, pening, gangguan penglihatan, dan sinkop. Vena bagian atas dada dan
vena di leher akan mengalami dilatasi ; terjadinya sianosis. Edema pada cerebral akan
mengubah tingkat kesadaran; edema pada laring dapat merusak sistem pernafasan.
Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar
paru (metastasis tumor paru) maupun yang berasal dari paru
sendiri, dimana kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan
perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang dapat
mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan.
Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus atau karsinoma bronkus (Purba, 2015). Gejala:
WOC CA PARU
- Batuk darah (Hemoptisis)
- Sesak nafasSesak nafa
ETIOLOGI
Penatalaksana: - Nyeri dada
- Batuk produktif
- Pembedahan - Lemah
- Radiologi
- Computed
Tomography (CT)
- X-ray
- Kemoterapi

Sel kanker memproduksi factor Sel kanker memproduksi


faktor pertumbuhan autokrin (faktor pertumbuhan
autokrin (faktor perrtumbuhan epitel, faktor pertumbuhan
epitel, faktor pertumbuhan jaringan yangpertumbuhan
jaringan yang mendorong pertumbuhan tumor)
1. Tindakan Invasif : MK :
1. Ketidaktahuan
Psikososial kemoterapi, radioterapi 2. Koping individu tidak 1. Ansietas
2. Perubahan status efektif 2. Deficit pengetahuan
kesehatan
3. Gg. Konsep diri;HDR

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Genetika Lingkungan: defisiensi vitamin A

Metastase sel kanker Merokok


Metastatis sel kanker
Masa tumor di bronkus ke jantung
O2 dalam tubuh Invasi sel Persebaran sel
ke otak
Polusi udara menurun kanker ke hematogen kanker
Polusi lingkungan kerja kerongkongan ke tulang
Hipersekresi kelenjar Penumpukan cairan
Lesi di otak
mukus dalam rongga Anoksi jaringan
perikard Nyeri tulang
Penekanan
Penurunan fungsi
Peningkatan produksi CAserebral
PARU kanker pada
Penimbunan kerongkongan
dahak Penurunan pengisian
ventrikel asam laktat Mati rasa, lemah

Obstruksi jalan napas Disorientasi Terganggu


CO menurun Tidak dapat menelan
dikeluarkan oleh Mk :
Kesadaran menurun ginjal Intoleransi aktivitas
Mk : bersihan jalan napas Ketidakcukupan
tidak efektif pengisian system Nafsu makan
arteri menurun
Hemiplegia Asidosis
metabolik
Bronkospasme
Penurunan aliran BB menurun
Karsinoma Sel darah sistemik Mk :
Skuamosa
Adenokarsinoma Karsinoma Sel besar Karsinoma Sel Kecil
Deficit pemenuhan ADL
Penurunan ekspansi Mk :
paru
Mk :
Deficit nutrisi
gg. perfusi jaringan Mk :

gg. keseimbangan asam


Kerja napas meningkat basa
Dipsnea

Mk :

- Pola napas tidak efektif


- Kerusakan pertukaran gas
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)

2.1.6.1 Manifestasi kanker paru (Danusantoso, 2000)

1) Gejala awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
bronkus
2) Gejala umum
a) Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang
sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder
b) Infeksi saluran nafas bawah berulang
c) Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi
d) Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan
e) Kelelahan
f) Suara serak
g) Nyeri atau disfungsi pada organ yang jauh menandakan metastasis

2.1.6.1 Manifestasi kanker baru berdasarkan fase metastase tumor

1) Local (tumor tumbuh setempat)


a) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b) Hemoptisis
c) Terdengar wheezing, stridor karena adanya obstruksi jalan nafas
d) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e) Atelektasis
2) Infasi local
a) Nyeri dada
b) Dispnea karena efusi pleura
c) Invasi ke pericardium sehingga menyebabkan temponade atau aritmia
d) Suara serak karena adanya penekanan pada nervus (laryngeal recurrent)
3) Gejala terjadinya metastasis
a) Menyebar ke otak, tulang, hati, adrenal
b) Limfadenopati servikal dan supraklavikula
4) Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru
a) Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b) Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c) Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
d) Endokrin : sekresi berlebih hormone paratiroid (hiperkalsemia)
2.1.7 Komplikasi
a) Efusi pleura
Hal ini dapat menyebabkan cairan menumpuk di ruangan yang mengelilinggi
paru-paru di rongga dada ruangan pleura.
b) Metastase pada tulang pinggang/tulang punggung
Ini sering menyebar (bermetasis) ke area lain tubuh, biasanya berlawanan
dengan paru-paru,seperti tulamg otak, hati dan kelenjer adrenal.kanker yang
meluas dapat menyebabkan rasa sakit, sakit kepala, mual atau tanda tanda dan
gejala lain bergantungan pada organ yang terkena
c) Sesak nafas
Orang dengan kanker paru dapat mengalami sesak napas jika kanker
berkembang untuk menutup saluran udara yang utama.
d) Batuk darah
Penyakit ini dapat menyebabkan perdarahan di saluran napas,yang dapat
membuat anda batuk (Hemnoptisis).
e) Nyeri
Kanker paru-paru yang dapat meluas ke lapisan Kanker paru-paru atau bagian
lain dari tubuh dapat menyebabkan rasa sakit.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 Foto dada secara postero-anterior
Pada foto dada PA dapat dilihat adanya gambaran massa di daerah hilus atau
parahiler atau apeks, lesi parenkim, obstruksi,kolaps didaerah peripleura dan
pembesaran mediastinum.
2.1.8.2 Pemeriksaan CT-scan dan MRI
Pemeriksaan CT-scan dada lebih sensitif dibandingkan dengan fotodada PA
karena dapat mendeteksi massa ukuran 3 mm. MRI dilakukan untuk
mengetahui penyebaran tumor ke tulang belakang
2.1.8.3 Pemeriksaan Bone scaning
Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis tumor ke
tulang. Zat radioaktif yang dialirkan pada pembuluh darah yang melayani
tulang yang dicurigai telah mengalami metastasis akan diserap oleh sel kanker
yang kemudian di scan akan memperlihatkan gambaran berbeda dari sel
normal sekitarnya.
2.1.8.4 Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi dilakukan dengan pemeriksan sitologi sputum terutama
pada kasus tumor paru yang menginvasi saluran nafas dengan gejala batuk.
Dalam pemeriksaan mikroskopis akan ditemukan gambaran sel-sel kanker
dalam sputum. Pemeriksaan ini tidak invasif.
2.1.8.5 Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan standar baku penegakan diagnosis
kanker paru. Pengumpulan bahannya dapat melalui bronkoskopi, biopsi
transtorakal, torakoskopi, mediastinoskopi dantorakotomi. Hasil pemeriksaan
dapat mengklasifikasikan tipe kanker. SCLC ditandai dengan gambaran yang
khas dari sel kecil mirip gandum dengan sitoplasma yang sedikit dalam
sarang-sarang atau kelompok tanpa organisasi skuamosa atau glandular. Pada
SCC ditandai dengan variasi sel-sel neoplasma yang berkeratin yang
berdiferensiasi baik sampai dengan tumor anaplastik dengan beberapa fokus
diferensiasi. Pada adenokarsinoma ditandai dengan sel-sel kanker berbentuk
sel kelenjar dengan produksi musin dan dikelilingi dengan jaringan
desmoplastik di sekitarnya. Sedangkan pada karsinoma sel besar
menunjukkan gambaran histologi yang aneh dan tidak khas selain ketiga jenis
lainnya, bisa dalam bentuk skuamosa dan glandular dengan diferrensiasi
buruk dengan seldatia, sel jernih dan varian sel berbentuk kumparan di
dalamnya.
2.1.8.6 Pemeriksaan Serologi
Beberapa petanda kanker paru yang dipakai sebagai penunjang diagnosis yaitu
CEA (carcinoma embryonic antigen), NSE (neuron-spesific enolase) dan
Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragment 19)
2.1.8.7 Bronkoskopi
Dilakukan dengan memasukkan alat bronkoskof ke dalam bronkus untuk
melihat secara langsung tumor atau kanker pada saluran nafas dan juga dapat
digunakan untuk mengambil bahan biopsi. Jika kanker terdapat pada saluran
nafas maka akan tampak jaringan kanker yang mengisi ruang saluran nafas di
antara sel normal.
2.1.8.8 Thorakosintesis
Dilakukan apabila kanker yang mengenai jaringan paru telah menimbulkan
efusi pleura atau suatu ruang dalam paru yang terisi cairan eksudat atau
transudat akibat invasi sel-sel kanker
2.1.8.9 Pemeriksaan laboratorium lainnya
Pada pemeriksaan darah lengkap dan serum penderita kanker paru dapat
ditemukan adanya tanda-tanda yang terkait dengan paraneoplastik sindrom
dan adanya metastasis seperti : anemia, trombosis, granulositosis, sitopenia
dan leukoeritroblastosis (pada pemeriksaan sumsum tulang),hiperkalsemia,
hipofosfatemia,hiponatremia dan hipokalemia.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1 Keperawatan
1) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
2) Paliatif
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
4) Suporotif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
2.1.9.2 Medis
1) Pembedahan
Indikasi :
a) Tumor stadium I
b) Stadium II jenis karsinoma dan karsinoma sel besar tidak dapat di bedakan
(undifferentiated)
c) Dilakukan secara khusus pada stadium III

Secara individual yang mencakup 3 kriteria :

a) Karakteristik biologis tumor


Hasil baik (Tumor dari skuamosa atau epidermoid), hasil cukup baik
(adenokarsinoma dan karsinoma sel besartak terdiferensiasi), Hasil buruk
(oat cell)
b) Letak tumor dan pembagian stadium klinis menentukan teknik reseksi
terbaik yang dilakukan
c) Keadaan fungsional penderita
Terdapatnya penyakit degeneratif lain atau penyakit gangguan
kardiovaskuler, operasi harus dipertimbangkan masak-masak.
2) Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.
3) Pneumonektomi (pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat
4) Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa, abses paru, infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois
5) Reseksi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru
6) Reseksi baji
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metasmetik atau penyakit peradangan
yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru-paru
berbentuk baji (potongan es).
7) Dekortikasi
Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viscelaris).
8) Radiasi
Indikasi dan syarat pasien dilakukan tindakan radiasi adalah :
a) Pasien dengan tumor yang operabel tetapi karena resiko tinggi maka
pembedahan tidak dapat dilakukan
b) Pasien kanker jenis adenokarsinoma atau sel skuamosa yang inoperabel
yang diketahui terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada hilus
ipsilateral dan mediastinal.
c) Pasien dengan karsinoma bronkus dengan histology sel gandum atau
anaplastik pada satu paru tetapi terdapat penyebaran nodul pada kelenjar
getah bening dibawah supraklavikula
d) Pasien kambuh sesudah lobektomi atau pneumonektomi tanpa bukti
penyebaran diluar rongga dada
9) Kemoterapi
a) Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
b) Pada karsinoma sel skuamosa sangat responsive pada kemoterapi.
c) Sedangkan pada non small cell carcinoma kurang memberi hasil yang
baik.
d) Syarat untuk pelaksanaan radioterapi dan kemoterapi:
(1) Hb > 10 gr%,
(2) Leukosit > 4000/dl,
(3) Trombosit > 100.000/dl
e) Skala Karnofsky
Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi terjadinya
melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.
2.2 Konsep Kemoterapi
2.2.1 Pengertian Kemoterapi
Kemoterapi (juga sering disebut kemo) adalah salah satu tipe terapi kanker
yang menggunakan obat untuk mematikan sel-sel kanker. Kemoterapi bekerja
dengan menghentikan atau memperlambat perkembangan sel-sel kanker, yang
berkembang dan memecah belah secara cepat. Namun, terapi tersebut juga
dapat merusak sel-sel sehat yang memecah belah secara cepat, seperti sel pada
mulut dan usus atau menyebabkan gangguan pertumbuhan rambut. Kerusakan
terhadap sel-sel sehat merupakan efek samping dari terapi ini. Seringkali, efek
samping tersebut membaik atau menghilang setelah proses kemoterapi telah
selesai (National Cancer Institute, 2015).
2.2.2 Penggunaan Klinis Kemoterapi
Sebelum melakukan kemoterapi, secara klinisharus dipertimbangkan hal-hal
berikut:
Tentukan tujuan terapi. Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu
kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi
investigatif.
1) Kemoterapi kuratif
Terhadap tumor sensitif yang kurabel, missal leukimia limfositik akut,
limfoma maligna, kanker testes, karsinoma sel kecil paru, dapat dilakukan
kemoterapi kuratif. Skipper melalui penelitian atas galur tumor L1210 dari
leukimia mencit menemukan efek obat terhadap sel tumor mengikuti
aturan 'kinetika orde pertama', yaitu dengan dosis tertentu obat antikanker
dapat membunuh proporsi tertentu, bukan nilai konstan tertentu sel
kanker. Kemoterapi kuratif harus memakai formula kemoterapi kombinasi
yang terdiri atas obat dengan mekanisme kerja berbeda, efek toksik
berbeda dan masing-masing efektifbila digunakan tersendiri, diberikan
dengan banyak siklus, untuk setiap obat dalam formula tersebut
diupayakan memakai dosis maksimum yang dapat ditoleransi tubuh, masa
interval sedapat mungkin diperpendek agar tereapai pembasmian total sel
kanker dalam tubuh.
Dewasa ini tidak sedikit kanker yang sudah memiliki beberapa formula
kemoterapi kombinasi 'baku' yang terbukti dalam praktek berefek terapi
menonjol. Misalnya untuk terapi penyakit Hodgkin dengan regimen
MOPP (mostar nitrogen, vinkristin, prokarbazin, prednison) dan
ABVD(adriamisin, bleomisin, vinblastin, prednison), terapi kanker sel
keeil paru dengan regimen PE (cisplatin, etoposid) dan
CAY(siklofosfamid, adrmisin, vinkristin) dll sedapat mungkin digunakan
secara klinis.
2) Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi
radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian dari operasi kuratif. Karena
banyak tumor pada waktu pra-operasi sudah memiliki mikrometastasis di
luar lingkup operasi, maka setelah lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan
tumbuh semakin pesat, kepekaan terhadap obat bertambah. Pada
umumnya tumor bila volume semakin kecil, ratio pertumbuhan sernakin
tinggi, terhadap kemoterapi semakin peka. Bila tumor mulai diterapi
semakin dini, semakin sedikit muncul sel tahan obat. Oleh karena itu,
terapi dini terhadap mikro-metastasis akan menyebabkan efentivitas
meningkat, kemungkinan resistensi obat berkurang,
peluang kesembuhan bertambah.
3) Kemoterapi neonadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang dilakukan sebelum
operasi atau radioterapi. Kanker terlokalisir tertentu hanya dengan operasi
atau radioterapi sulit mencapai ketuntasan, jika berlebih dahulu
kemoterapi 2-3 siklusdapat mengecilkan tumor, memperbaiki pasokan
darah, berguna. bagi pelaksanaan operasi dan radioterapi selanjutnya. Pada
waktu bersamaan dapat diamati respons tumor terhadap kemoterapi dan
secara dini menterapi lesi metastatic subklinis yang mungkin terdapat.
Karena kemoterapi adjuvant mungkin menghadapi resiko jika kemoterapi
tidak efektif peluang operasi akan lenyap, maka harus memakai regimen
kemoterapi dengan cukup bukti efektif untuk lesi stadium lanjut.
Penelitian mutahir menunjukkan kemoterapi neoadjuvan meningkatkan
peluang operatif untuk kanker kepala leher, kanker sel kecil paru,
osteosarkoma, mengurangi pelaksanaan operasi yang membawa kecacatan
pada kanker tertentu Oaring, kandung kemih, kanalis analis) memperbaiki
kualitas hidup sebagian pasien.
4) Kemoterapi paliatif
Kebanyakan kanker dewasa ini seperti kanker bukan sel kecil paru, kanker
hati, lambung, pankreas, kolon, dll. hasil kemoterapi masih kurang
memuaskan. Untuk kanker seperti itu dalam stadium lanjut kemoterapi
masih bersifat paliatif, hanya dapat berperan mengurangi gejala,
memperpanjang waktu survival. Dalam hal ini dokter harus
mempetimbangkan keuntungan dan kerugian yang dibawa kemoterapi
pada diri pasien, menghindari kemoterapi yang terlalu kuat hingga kualitas

hidup pasien menurun atau memperparah perkembangan penyakitnya.


5) Kemoterapi investigatif
Kemoterapi investigatif merupakan uji klinis dengan regimen kemoterapi
baru atau obat baru yang sedang diteliti. Untuk menemukan obat atau
regimen baru dengan efektivitas tinggi toksisitas rendah, penelitian
memang diperlukan. Penelitian harus memiliki tujuan yangjelas,
raneangan pengujian yang baik, metode observasi dan penilaian yang
rinci, dan perlu seeara ketat mengikuti prinsip etika kedokteran. Kini
sudah terdapat aturan baku kendali mutu, disebut 'good clinical practice'
(GCP).
2.2.3 Cara Pemberian Kemoterapi, Kemoterapi dapat diberikan melalui berbagai
cara:
1) Suntikan.
Kemoterapi diberikan melalui suntikan ke dalam otot lengan, paha, atau
pinggul, atau di bawah lemak kulit pada lengan, tungkai, atau perut.
2) Intra-arterial (IA).
Kemoterapi dimasukkan langsung ke pembuluh darah nadi (arteri) yang
memberi makan sel-sel kanker.
3) Intraperitoneal (IP).
Kemoterapi dimasukkan ke rongga peritoneal (area yang berisi organ
seperti usus, perut, hati, dan indung telur).
4) Intravenous (IV).
Kemoterapi dimasukkan dalam pembuluh darah balik (vena).
5) Topikal.
Kemoterapi berbentuk krim dan dioleskan pada kulit.
6) Oral.
Kemoterapi berbentuk pil, kapsul, atau cairan yang dapat ditelan.
(Controversies & Obstetrics, 2013).
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian

2.3.1.1 Anamnesa
1) Biodata Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB,
alamat
2) Identitas penanggung jawab
Nama, umur, hubungan keluarga, pekerjaan
3) Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga
akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan menurut Padila (2012) :
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari
4) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Umumnya keluhan yang dialami meliputi batuk produktif, dahak
bersifat mukoid atau purulen, batuk berdahak, malaise, demam,
anoreksia, berat badan menurun, suara serak, sesak napas pada
penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang makin luas, serta
mengalami nyeri dada yang dapat bersifat lokal atau pleuritik.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya memiliki riwayat terpapar asap rokok, industri asbes,
uranium, kromat, arsen (insektisida), besi dan oksida besi, serta
mengkonsumsi bahan pengawet.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga yang pernah menderita
penyakit Kanker.
5) Kebutuhan dasar
a. Makanan dan cairan
Biasanya mengalami kehilangan nafsu makan, mual/muntah, kesulitan
menelan mengakibatkan kurangnya nafsu makanan, kurus karena
terjadi penurunan berat badan dan mengalami rasa haus.
b. Eliminasi
Biasanya ditemukan adanya diare, serta mengalami peningkatan
frekuensi dan jumlah urine.
c. Hygiene/ pemeliharaan kesehatan
Biasanya memiliki kebiasaan merokok atau sering terpaparoleh asap
rokok, mengkonsumsi bahan pengawet, terjadi penurunan toleransi
dalam melakukan aktivitas personal hygiene.
d. Aktivitas/ istirahat
Biasanya ditemukan adanya kesulitan beraktivitas, mudah lelah, susah
untuk beristirahat, mengalami nyeri, sesak, kelesuan serta insomnia.
2.3.1.2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal
penampilan, postur tubuh, kesadaran apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien., gaya berjalan,
kelemahan, kebersihan dirinya dan berat badannya.
2. B1 (Breathing)
Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan Cuping
Hidung), kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi
nafas. Pengaturan pergerakan pernafasan akan mengakibatkan adanya
retraksi dada akibat kehilangan koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi
terbatas karena posisi berbaring akibatnya ventilas paru menurun
sehingga dapat menimbulkan atelektasis. Akumulasi sekret pada
saluran pernafasan mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi
siliaris yang dapat menyebabkan pembersihan jalan nafas yang tidak
efektif. Kelemahan pada otot pernafasan akan menimbulkan
mekanisme batuk tidak efektif.
3. B2 (Blood)
Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan terlihat
pucat dikarenakan banyaknya perdarahan yang keluar dari luka, terjadi
peningkatan denyut nadi karena pengaruh metabolik, endokrin dan
mekanisme keadaaan yang menghasilkan adrenergik sereta selain itu
peningkatan denyut jantung dapat diakibatkan pada klien
immobilisasi. Orthostatik hipotensi biasa terjadi pada klien
immobilisasi karena kemampuan sistem syaraf otonom untuk
mengatur jumlah darah kurang. Rasa pusing saat bangun bahkan dapat
terjadi pingsan, terdapat kelemahan otot. Ada tidaknya peningkatan
JVP (Jugular Vena Pressure), bunyi jantung serta pengukuran tekanan
darah. Pada daerah perifer ada tidaknya oedema dan warna pucat atau
sianosis.
4. B3 (Brain)
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik dan
motorik sertsa fungsi refleks.
5. B4 (Bladder)
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi
vesika urinaria untuk mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat
genitourinaria bagian luar ada tidaknya benjolan, lancar tidaknya pada
saat klien miksi serta warna urine. Pada klien fraktur dan dislokasi
biasanya untuk sementara waktu jangan dulu turun dari tempat tidur,
dimana hal ini dapat mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur
memaskai pispot sehingga hal ini menambah terjadinya susah BAK
karena klien tidak terbiasa dengan hal tersebut.
6. B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi :
turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak teraba. Perkusi :
suara timpani, ada panyulan gelombang cairan. Auskultasi : peristaltik
usus normal ±20 kali/menit. Inguinal-genitalis-anus : tidak ada hernia,
tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7. B6 (Bone)
Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai
anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri ketika bergerak,
toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot
akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot. Pada klien fraktur
dan dislokasi dikaji ada tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan
atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur dan
kekakuan pada persendian. Keadaan kulit, rambut dan kuku.
Pemeriksaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor, warna dan
fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan dislokasi yang immobilisasi
dapat terjadi iskemik dan nekrosis pada jaringan yang tertekan, hal ini
dikarenakan aliran darah terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan
oksigen menurun.
2.3.1.3 Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji kepatenan jalan nafas, apakah terdapat sekret dijalan nafas (sumbatan
jalan nafas) atau ada bunyi nafas tambahan.
b. Breathing
Kaji distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, menggunakan otot-otot
asesoris pernafasan, pernafasan cuping hidung, kesulitan bernafas : lapar
udara, diaphoresis, dan sianosis, pernafasan cepat dan dangkal.
c. Circulation
Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral, suhu
tubuh, warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika ada.
d. Dissability
Berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran dan
reaksi pupil, pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
e. Exposure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain,
kondisi lingkungan yang ada disekitar pasien
2.3.1.4 Pengkajian Sekunder
K : Keluhan
O : Obat yang dikonsumsi terakhir
M : Makanan yang terakhir dimakan
P : Penyakit penyerta
A : Alergi
K : Kejadian
Lakukan pemeriksaan fisik dengan BTLS (Bentuk, Tumor, Luka, Sakit)
2.3.1 Diagnose Keperawatan
2.3.1.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
SDKI.D.0001.Hal.18
2.3.1.3 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus,deformitas
dinding dada,keletihan otot pernapasan. SDKI.D.0005.Hal.26
2.3.1.4 Nyeri akut berhubungan dengan cidera (karsinoma), penekanan saraf oleh
tumor paru. SDKI.D.0077.Hal.172
2.3.1.5 Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan,anoreksia,kelelahan dan dyspnea.
SDKI.D.0019.Hal.54
2.3.1.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (anemis). SDKI.D.0056.Hal.128
2.3.1.7 Ansietas berhubungan dengan proses perkembangan penyakit.
SDKI.D.0080.Hal.180
2.3.1.8 Defisit pengetahuan berhubungan keterbatasan informasi proses dan
pengetahuan penyakit. SDKI.D.0111.Hal.246
2.3.2 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen jalan napas
selama 1x7 jam diharapkan oksigenasi
berhubungan dengan obstruksi Observasi :
dan/atau eliminasi karbondioksida pada
jalan napas. SDKI.D.0001.Hal.18 membrane alveolus-kapiler normal. - Monitor pola napas
Kriteria hasil :
- Monitor bunyi napas tambahan
- Batuk efektif menurun (1)
- Monitor sputum (jumlah, warna,
- Produksi sputum menurun (5)
aroma)
- Mengi menurun (5)
Terapeutik :
- Wheezing menurun (5)
- Pertahankan kepatenan jalan
- Dyspnea menurun (5)
napas
- Sianosis menurun (5)
- Posisikan semi fowler atau
- Frekuensi napas membaik (5)
fowler
- Pola napas membaik (5)
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan pengisapan lender
kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan respirasi
Observasi :
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi bunyi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
2. Pola napas tidak efektif Setelah diberikan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi
berhubungan dengan obstruksi selama 1x7 jam diharapkan inspirasi Observasi :
bronkus,deformitas dinding dada, dan atau ekspirasi yang tidak - Monitor frekuensi, irama,
keletihan otot pernapasan. memberikan ventilasi adekuat membaik kedalaman dan upaya napas
SDKI.D.0005.Hal.26 Kriteria hasil : - Monitor pola napas (seperti
- Dipsnea menurun (1) bradipnea, takipnea,
- Penggunaan otot bantu napas hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
membaik (5) stokes, biot, ataksik)
- Frekuensi napas membaik (5) - Auskultasi bunyi napas
- Kedalaman napas membaik (5) - Monitor saturasi bunyi oksigen
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi :
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor efektifitas terapi oksigen
(mis.oksimetri, analisa gas
darah),jika perlu
- Monitor tingkat mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi :
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur.
3. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri SIKI
Observasi :
cidera (karsinoma), penekanan selama 1x7 jam diharapkan tingkat
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
saraf oleh tumor paru. nyeri menurun. durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
SDKI.D.0077.Hal.172 Kriteria hasil :
2. Identifikasi skala nyeri
- Frekuensi nadi membaik (5) 3. Identifikasi respons nyeri non
verbal
- Pola napas membaik (5)
4. Identifikasi faktor yang
- Keluhan nyeri menurun (5) memperberat dan memperingan
nyeri
- Meringis menurun (5)
5. Identifikasi pengetahuan dan
- Gelisah menurun (5) keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaa
- Kesulitan menurun (5)
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi respon nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Anjurkan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4. Defisit nutrisi kurang dari Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi. SIKI
selama 1x7 jam diharapkan status Observasi :
kebutuhan tubuh berhubungan
nutrisi klien membaik. 1. Identifikasi status nutrisi
dengan ketidakmampuan menelan Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makanan yang dihabiskan makanan
makanan,anoreksia,kelelahan dan
meningkat (5) 3. Identifikasi makanan yang disukai
dyspnea. SDKI.D.0019.Hal.54 2. Pengetahuan tentang standar 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
asupan nutrisi yang tepat jenis nutrien
meningkat (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan
3. Indeks masa tubuh membaik (5) selang nasogastrik
4. Nafsu makan membaik (5) 6. Monitor asupan makanan
5. Bising usus membaik (5) 7. Monitor berat badan
6. Frekuensi makan membaik (5) 8. Monitor hasil pemeriksaan
laboraturium
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, bila perlu
2. Fasilitasi menetukan pedoman diet
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, bila
perlu
7. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,bila perlu
5. Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi. SIKI
selama 1x7 jam diharapkan Intoleransi Observasi :
dengan ketidak seimbangan antara
klien meningkat. 5. Identifikasi adanya nyeri atau
suplai dan kebutuhan oksigen Kriteria hasil : SLKI keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan ekstremitas 6. Identifikasi toleransi fisik
(anemis). SDKI.D.0056.Hal.128
meningkat (5) melakukan pergerakan
2. Keluhan lelah meningkat (5) 7. Monitor frekuensi jantung dan
3. Dispnea saat aktivitas tekanan darah sebelum memulai
meningkat (5) mobilisasi
4. Dispnea setelah aktivitas
8. Monitor kondisi umum selama
meningkat (5) melakukan mobilisasi
Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan,jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan
tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan
mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
6. Ansietas berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan Reduksi ansietas. SIKI
selama 1x7 jam diharapkan ansietas Observasi :
proses perkembangan penyakit.
klien berkurang. 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
SDKI.D.0080.Hal.180 Kriteria hasil : SLKI berubah
1. Verbalisasi kebingungan menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
(5) keputusan
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi 3. Monitor tanda-tanda ansietas
yang dihadapi menurun (5) Terapeutik :
3. Perilaku gelisah menurun (5) 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
4. Perilaku tegang menurun (5) menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan
3. Pahami situasi yang membuat
ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
3. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
4. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat ansietas,
jika perlu
7. Defisit pengetahuan berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan Edukasi pencegahan infeksi.
selama 1x7 jam diharapkan Observasi :
keterbatasan informasi proses dan
pengetahuan klien meningkat. - Periksa kesiapan dan kemampuan
pengetahuan penyakit. Kriteria hasil : SLKI menerima informasi
1. Perilaku sesuai anjuran (5) Terapeutik :
SDKI.D.0111.Hal.246
2. Verbalisasi minat dalam belajar 1. Sediakan materi, media tentang
(5) factor-faktor penyebab, cara
3. Kemampuan menjelaskan identifikasi dan pencegahan risiko
pengetahuan tentang suatu topik infeksi dirumah sakit ataupun
(5) dirumah
4. Perilaku sesuai pengetahuan (5) 2. Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan pasien dan
keluarga
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
9. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
10. Informasikan hasil pemeriksaan
laboratorium
11. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
12. Ajarkan kecukupan nutrisi, cairan,
dan istirahat
13. Ajarkan cara mencuci tangan
2.3.3 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana


rencana keperawatan dilaksananakan, melaksanakan intervensi yang telah ditentukan,
pada tahap ini perawat siap untuk melakukan intervensi yang telah dicatat dalam
rencana keperawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan
efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi priorotas perawatan
klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon
klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini pada penyedia
perawatan kesehatan lainya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikutnya.

2.3.4 Evaluasi

Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang


diinginkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian
mengganti rencana perawatan jika diperlukan Tahap akhir dari proses keperawatan
perawat mengevaluasi kemampuan pasien kearah pencapaian.
RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya_________________________

Tanggal : __14_/_10_/_2021_____ Pukul : __10.26____ WIB

A.Data Umum
Nama : Tn. T
DOKUMEN ASUHAN KEPERAWATAN Tgl.Lahir : 19-11-1979
GAWAT DARURAT TERINTEGRASI No. RM : 37.37.04

A. Penderita/ Rujukan
( √) Datang sendiri, diantar oleh : keluarga
(√ ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS…………………………………………… Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter
( ) Dikirim oleh polisi :………………………………………………………… Dengan/ tidak disertai permintaan visum Et Repertum

A. Kesehatan Umum :
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian :
Pasien mengatakan “nyeri dada terasa panas” nyeri yang dirasakan P : Nyeri muncul pada saat beraktivitas, Q : Terasa panas, R : di dada,
S : Skala nyeri 5, T : Muncul sekitar 3-5 menit.
B. Riwayat Penyakit / Pengobatan :
Pasien mengatakan pada tanggal 25 September 2021 pasien dibawa keluarga ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya untuk
melakukan kemoterapi. Pada tanggal 14 Oktober 2021 pasien dibawa lagi oleh keluarga ke Poli Paru RSUD dr. Doris Sylvanus dengan
keluhan mual muntah liur, nyeri dada terasa panas, keringat dingin dan badan lemah. Pasien disaran kan untuk rawat inap.

4. Data Khusus
Prioritas Triage:  Biru (Prioritas 1)  Merah(Prioritas 2)  Kuning(Prioritas 3)
 Hijau(Prioritas 4)  Putih(Prioritas 5)  Hitam(Prioritas 0)
D. PRIMARY

JALAN PERNAPASAN SIRKULASI KETIDAKMAMPUAN KETERPAPARAN


(EXPOSURE)
NAPAS (BREATHING) (CIRCULATION) (DISABILITY)
(AIRWA
Y)
□ Bebas □ Spontan Nadi : □ Kuat □ Respon :
□ □ Tachipneu Lemah □Sadar □ Nyeri □ Verbal Jejas : □ Tidak
Gargling □ Dispneu □ Teratur □ □ Tidak merespon □ Ya:
Lokasi: Paru
□ Stridor □ Apneu Tidak teratur Pupil :
□ □ Ventilasi mekanik CRT : □ < 2’ □ > 2’ □ Isokor □ Anisokor Lengkapi pada lampiran lembar
anatomi tubuh.
SURVEY

Wheezing □ Memakai Warna kulit: □ Normal □ Pin Point □ Medriasis


□ Ronchi ventilator □ Pucat Reflek : 5 5/5 5
□ □ SpO2: 98% □ Kuning GCS : E_4__V_5__M_6__
Terintuba Perdarahan : □ Tidak
si ada
□ Terkontrol □ Tidak
terkontrol
Turgor kulit : □ Baik

TD : 90 /60 mmHg N: 120 x/menit R : 26 x/menit


E. SECONDARY SURVEY

STATUS TERKINI Keadaan Umum: compos menthis

-Kepala :
-Leher :

-Thorax :

- Cor :
-Abdomen : Datar, supel,

-Extremitas :
Akral hangat

-Lainnnya :

Konsultasi Spesialis : dr. Eviriana. Sp. P


NRS
DIAGNOSA MEDIS :
Ca Paru

WBS

Resep Obat/ :
tindakan medis :

- O2 2-4/pm
-
-
-

- If. NaCl 0,36 300 cc Nyeri : ( ) Tidak (√ ) Ya, Skala : NRS/WBS


- Ij. Ranitidine Lokasi nyeri :
- O2 target Spo2 ≥ 93,94 % Frekuensi Nyeri : ( ) Jarang ( √) Hilang timbul
dddnddada_____________________________________
- Ij.Meropenem 3x1 gr ( ) Terus-menerus
- If. moxifloxacin 1x400 mg Lama nyeri :
__________________________________________
- Ij. Resfar 2x1gr
Menjalar : ()Tidak (√) Ya, ke :
_________________________

- Omeprazole 2x4 mg

Po :
Mst 2x15 mg
PCo :
- Cek AGD, elektrolit, kultur darah, sputum gram,
kott, BTA 2x diruangan
PENILAIAN RESIKO JATUH
Skor Resiko □ (Skala Humpty Dumpty) : _______________________________________
□ (Skala morse) □ (Skala Sydney) : _______________________________________
Jatuh

KONDISI PSIKOLOGI
Masalah □ tidak Cerai / istri baru / simpanan / lain-lain :
: □ ada :
perkawinan ada baik........................................................................

Mengalami □ tidak
: □ ada Mencederai diri / orang lain :
kekerasan fisik ada

Trauma dalam □ tidak


: □ ada Jelaskan : .......................................................................................................................
kehidupan ada

□ tidak
Gangguan tidur : □ ada
ada

Konsultasi dengan □ tidak


: □ ada
psikologi/psikiater ada

SOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL


Status
□ Single □ Menikah □ Bercerai □ Janda / Duda
Pernikahan

Anak □ Tidak ada □ Ada, jumlah anak : .....

Pendidikan
□ SD □ SMP □ SMA □ Akademi
terakhir

Warga negara □ WNI □ WNA

Pekerjaan □ PNS □ Swasta □ TNI / Polri □ Tidak Bekerja

Pembiayaan
□ Biaya sendiri □ Asuransi □ Perusahaan
kesehatan
Tinggal
□ Suami / Istri □ Anak □ Orang tua □ Sendiri
bersama

Nama : ........................................................ No. Telepon : .........................................................



Jenis dan jumlah per
Kebiasaan □ Merokok □ Alkohol Lainnya : ......
hari : ...................................
.......

Agama □ Hindu □ Islam □ Budha □ Kristen

Perlu
□ Ya □ Tidak, Jelaskan
Rohaniwan

KEBUTUHAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI

1. Kurang pengetahuan tentang : penyakit ca paru


2. Kemampuan berkomunikasi : □ Normal □ Serangan awal gangguan bicara, kapan: ………………...

ASSESSMEN FUNGSIONAL (Bartel Indeks)


SK
No FUNGSI KETERANGAN SKOR No FUNGSI
OR
1 Mengontrol BAB Inkontinen/tidak teratur 0 6 Berpindah tempat
Kadang-kadang inkontinen 1 dari tidur ke duduk 2
(1 x seminggu)
Kontinen teratur 2

2 Mengontrol BAK Inkontinen atau pakai kateter 0


dan tak terkontrol
Kadang-kadang inkontinen 1 7 Mobilisasi / berjalan 2
(max 1 x 24 jam)
Mandiri 2

3 Membersihkan diri Butuh pertolongan orang lain 0


(lap muka, sisir Mandiri 1
4 Penggunaan toilet, Tergantung pertolongan 0 8 Berpakaian
pergi ke dalam dari Perlu pertolongan pada 1 (Memakai baju) 2
WC (melepas, beberapa aktivitas terapi,
memakai celana, Mandiri 2
5 Makan Tidak mampu 0 9 Naik turun tangga 2
Perlu seseorang menolong 1
Mandiri 2
10 Mandi 2
SKOR ( √ ) Mandiri (20), ( ) Ketergantungan ringan (12-19), ( ) Ketergantungan sedang (9-11), ( ) Ketergantungan
:
TOTAL berat (5-8),

( ) Ketergantungan total (0-4)

PENAPISAN KULIT (SKALA NORTON)

Kondisi fisik Kondisi mental Aktifitas Mobilisasi

Bagus 4 Sadar 4 Mobilisasi baik 4 Bebas

Berpindah dengan Ada


Kurang 3 Apatis 3 3
bantuan keterbatasan

Jelek 2 Bingung 2 Menggunakan kursi 2 Sangat


roda
Menggunakan terbatas
Tidak bisa
Sangat jelek 1 Stupor 1 1
brancard bergerak
Nilai : ( ) Resiko sangat tinggi (< 10) ( ) Resiko tinggi (10-14) ( ) Resiko sedang (15-18) ( ) Resiko rendah (>18)

SKRINING NUTRISI dengan MST (Malnutrisi Screening Tools)


2
Berat Badan (BB) sekarang : ______ kg Apakah nafsu makan Anda berkurang?
.

IMT : ______ □ Tidak

BB Biasanya : ______ kg □ Ya
Tinggi Badan (TB) : ______ cm
1. Apakah Berat Badan (BB) Anda
Total Skor
akhir-akhir ini tanpa direncanakan?
menurun
□ Tidak 0 Nilai MST :
□ Ya, bila ya berapa penurunan berat
□ 1 – 5 kg 1
□ 6 – 10 kg 2 Catatan :

Bila pasien beresiko tinggi (MST 4-5) dengan


□ 11 – 15 kg 3 *
penyakit DM, batu ginjal,

batu ginjal/jantung, kanker, stroke, hati, HIV, TB,


□ > 15 kg 4
gangguan saluran
□ Tidak yakin 2 cerna, geriatric dan pediatric dirujuk ke ahli gizi

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN GAWAT


G. RENCANA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DARURAT
1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
trakeobronkial,
benda asing padaadanya
jalan napas, sekret tertahan di □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko
saluran aspirasi
napas. b.d. trauma wajah, mulut atau □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
leher, penurunan
kesadaran, tingkattekanan intragastrik.
peningkatan □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera ventilator.
padapernapasan,
otot spinal, kelelahan
kerusakan otot rangka. □ Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker.

4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan □ Monitor SaO2.


oksigen,
kapasitasketidakseimbangan
darah membawa membran □ Monitor tanda-tanda vital secara periodik.
pertukarancurah
5. Penurunan kapiler dan b.d.
jantung alveolus.
perubahan kekuatan □ Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya
jantung dalam □ Monitor EKG.
keluaran jantung,
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh □ Pasang infus, sampel darah, cek AGD.
masalahketidakefektifan
6. Resiko elektrofisiologis.
perfusi jaringan (cerebral, □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal, periferal) b.d. penurunan □ Berikan posisi semiflower.
penurunan
pertukaran aliran darah arteri.
sel, hipovolemia, □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
b.d. kehilangan volume
cairan aktif, kerusakan mekanisme regulasi. □ Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah, ekspander
plasma.
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi,
yang terganggu. □ Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10. malabsorpsi.
Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, □ Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
trauma, hipertofi
gangguan neurovaskular,
blader prostat. □ Pasang NGT
11. Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan □ Kumbah Lambung
jaringan, trauma jaringan,
ketidakmampuan fisik kronik. □ Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi, relaksasi.

12. Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan □ Lakukan perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
metabolisme,
trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.

13. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan □ Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
neuromuskular, kehilangan integritas struktur
muskuloskletal dan □ Delegatif pemberian antipiretik.
tulang, penurunan
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14. Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
aktivitas, kebiasaan defekasi.

16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan baik.
keseimbangan, penurunan
mental, penggunaan status
obat, penggunaan alkohol. □ Pasang gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17. Resiko mencederai diri dan orang lain pengawasan.

18. berhubungan
Gaduh gelisahdengan agresif.
b.d. penyakitnya. □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Kanker paru Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri ↓
pada dada terasa panas. Adanya masa di paru
- P : Nyeri muncul pada ↓
saat beraktivitas, Q : Penekanan rongga di
Terasa panas, R : di paru
dada, S : Skala nyeri 5, ↓
T : Muncul sekitar 3-5 Penurunan ekspansi paru
menit. ↓
DO : Pengembangan paru
- Klien tampak lemah terbatas
- Klien tampak sakit ↓
sedang Nyeri
- Klien tampak berbaring
- Skala nyeri 5 (sedang)
- Perubahan frekuensi
nadi
- TTV :
TD : 90 /70 mmHg
Nadi : 120 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu: 36 ℃

DS : - Reaksi antigen dan Gangguan pertukaran gas


DO : antibody
- Klien tampah lemas ↓
- Klien tampak sesak Pengaktifan subtansi
nafas (histamine,badikin,dll)
- Klien tampak gelisah ↓
- Perubahan frekuensi Permeabelitas kapiler
nadi ↓
- Terpasang O2 2-4 lpm Kontraksi otot polos
- Spo2 : 98% ↓
- TTV : Bronkospasme
TD : 90 /70 mmHg ↓
Nadi : 120 x/menit Usaha nafas, RR
RR : 26 x/menit meningkat
Suhu: 36 ℃ ↓
Hiperventilasi

Gangguan ventilasi
perfusi

Gangguan pertukaran gas
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi jaringan paru ditandai dengan Klien
mengatakan nyeri pada dada terasa panas.P : Nyeri muncul pada saat beraktivitas,
Q : Terasa panas, R : di dada, S : Skala nyeri 5, T : Muncul sekitar 3-5 menit.
Klien tampak lemah,Klien tampak sakit sedang, Klien tampak berbaring, Skala
nyeri 5 (sedang),Perubahan frekuensi nadi,TTV :TD : 90 /70 mmHg,Nadi : 120
x/menit,RR : 26 x/menit,Suhu: 36 ℃.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penutupan parsial bronkus
oleh kanker paru ditandai dengan Klien tampah lemas,Klien tampak sesak
nafas,Klien tampak gelisah,Perubahan frekuensi nadi,Terpasang O2 2-4 lpm,Spo2
: 98%,TTV :TD : 90 /70 mmHg,Nadi : 120 x/menit,RR : 26 x/menit,Suhu: 36
℃.
INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri SIKI
Observasi :
dengan iritasi jaringan paru keperawatan selama 1x7 jam
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
ditandai dengan Klien diharapkan tingkat nyeri menurun. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
mengatakan nyeri pada dada Kriteria hasil :
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
terasa panas.P : Nyeri muncul - Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
pada saat beraktivitas, Q : (5)
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Terasa panas, R : di dada, S : - Pola napas membaik (5) tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaa terhadap
Skala nyeri 5, T : Muncul - Keluhan nyeri menurun
respon nyeri
sekitar 3-5 menit. Klien (5) 7. Identifikasi respon nyeri pada kualitas
hidup
tampak lemah,Klien tampak - Meringis menurun (5)
8. Monitor keberhasilan terapi
sakit sedang, Klien tampak - Gelisah menurun (5) komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
berbaring, Skala nyeri 5 - Kesulitan menurun (5)
analgetik.
(sedang),Perubahan frekuensi Terapeutik :
1. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk
nadi,TTV :TD : 90 /70
mengurangi rasa nyeri
mmHg,Nadi : 120 x/menit,RR 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
: 26 x/menit,Suhu: 36 ℃.
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Anjurkan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Gangguan pertukaran gas Setelah diberikan asuhan Pemantauan Respirasi
keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
berhubungan dengan adanya
diharapkan karbondioksida pada 1. Monitor pola napas, monitor saturasi oksigen
penutupan parsial bronkus oleh membrane alveolus-kapiler dalam 2. Monitor frekuensi irama, kedalaman dan
batas normal. upaya napas
kanker paru ditandai dengan
Kriteria Hasil : Terapeutik :
Klien tampah lemas,Klien - Dipsneu menurun (5) 1. Atur interval pemantaun respirasi sesuai
- Gelisah menurun (5) kondisi pasien
tampak sesak nafas,Klien
- PCo2 membaik (5) Edukasi :
tampak gelisah,Perubahan - PO2 membaik (5) 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan , jika perlu
frekuensi nadi,Terpasang O2
Terapi Oksigen
2-4 lpm,Spo2 : 98%,TTV :TD Observasi :
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
: 90 /70 mmHg,Nadi : 120
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
x/menit,RR : 26 3. Monitor tanda-tanda hivoventilasi
4. Monitor integritas mukosa hidung akibat
x/menit,Suhu: 36 ℃.
pemasangan oksigen
Terapeutik :
1. Bersihan secret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di
rumah
Kolaborasi :
Kolaborasi penentuan dosis oksigen

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI ( SOAP ) TANDA TANGAN DAN


NAMA PERAWAT
Kamis, 14 Oktober 2021 1. Mengidentifikasi lokasi, Dantini
Jam 11.00 wib karakteristik, durasi, S:
frekuensi, kualitas, Pasien mengatakan nyeri masih
Diagnose 1 intensitas nyeri hilang timbul
2. Mengidentifikasi skala O:
nyeri - Nyeri Masih Hilang Timbul
3. Mengidentifikasi respons - Klien Masih Tampak
nyeri non verbal Lemah
4. Mengidentifikasi faktor - Mengkontrol Pencahayaan
yang memperberat dan Dan Kebisingan Diruang
memperingan nyeri Klien
5. Mengidentifikasi - Klien Diberikan :
pengetahuan dan Morfin 2x15mg
keyakinan tentang nyeri A : masalah belum teratasi
6. Mengidentifikasi P : intervensi dilanjutak 2,3
pengaruh budaa terhadap dan 4
respon nyeri
7. Mengidentifikasi respon
nyeri pada kualitas hidup
8. Memonitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Memonitor efek samping
penggunaan analgetik.
10. Memberikan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
11. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
12. Memfasilitasi istirahat
dan tidur
13. Mempertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
14. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
15. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
16. Menganjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
17. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
18. Menganjurkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
19. Berkolaborasi pemberian
analgetik
Kamis, 14 Oktober 2021 1. Memonitor pola napas, S: Dantini
Jam 11.30 wib monitor saturasi oksigen Pasien mengatakan sesak
2. Memonitor frekuensi berkurang
Diagnose 2 irama, kedalaman dan O:
upaya napas - Pasien tampak rileks
3. Mengatur interval - Pasien tampak tidak sesak
pemantaun respirasi - Pola napas teratur
sesuai kondisi pasien - Frekuensi napas membaik
4. Menjelelaskan tujuan - Pasien diberikan terapi :
dan prosedur O2 2-4 lpm
pemantauan A : masalah teratasi sebagian
5. Menginformasikan hasil P : intervensi dilajutkan 3,4
pemantauan , jika perlu dan 5
J. INFORMASI PEMINDAHAN RUANGAN / PEMULANGAN PASIEN
INFORMASI √ KETERANGAN

MRS: 14/10/2021 Di Ruang : Paru


□ Foto □ Laboratorium : 2 lembar □ EKG : ........ lembar
Rontgen : .........................................
.....
□ Obat-obatan :
1. If. Nacl 0,36 . 300cc
2. Ij. Meropenem 3x1gr
3. If. Moxifloxacin 1x400mg
4. Ij. Resfar 2x1gr
5. Ij. Omeprazole 2x40mg
6. Po : morfin 2x15mg
□ Obat □ Foto □
Dipulangkan □ KIE □ Kontrol Poliklinik
pulang Rontgen Laboratorium
Pulang Paksa □ KIE □ Tanda tangan pernyataan pulang paksa
Meninggal Dinyatakan meninggal pk. _____._____ WIB □ Surat keterangan meninggal
Dinyatakan minggat pk. □ Lapor
Minggat □ Lapor MOD
_____._____ WIB Satpam
□ Lapor
□ Lapor Humas
Supervisi

Palangka Raya, 14/Oktober/2021Pukul: 12.15 WIB


Nama dan Tanda Tangan Dokter Jaga Nama dan Tanda Tangan Perawat Pengkaji
( ..................................................................... ) (Dantini)
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan pada studi kasus pada Tn.T
dengan CA Paru dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya :
1. Pada pengkajian klien dengan nyeri akut & gangguan pertukaran gas, kita
harus cermat dalam pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan
utama yang normal, riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan
fisik dan pola kehidupan sehari-hari klien.
2. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi
penyakit klien.
3. Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai
kondisi klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/
keadaan yang mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat
membahayakan klien.
4. Pada rencana tindakan tidak semua diterpkan dalam implemntasi secara ideal,
tetapi dissuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan.
5. Evaluasi secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi karena
keterbatasan dalam waktu.
6. Keberhasilan tujuan dapat dicapai dalam asuhan keperawatan yang diberikan
pada Tn.T jika melibatkan peran klien, keluarga dan tim kesehatan lain.
7. Asuhan keperawatan medis pada Tn.T dengan CA Paru dalam pemberian
asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan dalam
pelaksanaan intervensi dan implementasi.
4. 2 Saran
4.1.1 Bagi Mahasiswa
Asuhan keperawatan ini dapat berguna untuk referensi-referensi dalam pengel
olaan asuhan keperawatan, dan memberikan referensi untuk memberikan inter
vensi sesuai kebutuhan dasar pada pasien tersebut.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa dal
am membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnose CA Paru pad
a masa mendatang.

4.2.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Asuhan keperawatan ini dapat berguna untuk menjadi referensi dan tambahan
supaya mengelola pasien dengan kebutuhan dasar yang menjadi dasar pemenu
han dan hak pasien untuk mendapatkan perawatan yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta:Adityamedi.


Ellyvon. (2018). Kenali Kanker Paru, dari Gejala dan Pengobatan.

National Cancer Institute. (2015). Small cell Lung Cancer.

Purba & Wibisono. (2015). Pola Klinis Kanker Paru di RSUP dr. Kariadi Semarang
Periode Juli 2014.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1). 2016. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakan Keperawatan (Edisi 1, cetakan II). 2018. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1, cetakan II). 2018. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai