Anda di halaman 1dari 12

Departemen Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN

GIANT CELL TUMOR FEMUR PROXIMAL DEXTRA

OLEH:
ASRAN AMIR, S.Kep
70900120014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB 1 KONSEP MEDIS.........................................................................................
A. Definisi..................................................................................................................
B. Etiologi..................................................................................................................
C. Patofisiologi...........................................................................................................
D. Tanda Dan Gejala..................................................................................................
E. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................
F. Komplikasi.............................................................................................................
G. Penatalaksanaan....................................................................................................
H. Prognosis...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
PENYIMPANGAN KDM........................................................................................
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Giant Cell Tumor


Giant Cell Tumor (GCT) adalah tumor tulang yang tergolong jinak namun
memiliki pertumbuhan lokal yang agresif yang terdiri dari proliferasi sel
mononuklear dengan banyak makrofag. Kasuskasus GCT mencakup sekitar 5%
dari semua tumor tulang primer, lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan
dengan pria dengan rasio sekitar 1.5: 1 dengan prevalensi terbanyak antara dekade
ke-3 dan ke-4 kehidupan. Sekitar 5% GCT bermetastasis ke paru-paru, dan
mengalami transformasi maligna yang terjadi pada 1-3% pasien (Herry, 2017)
Giant cell tumor (tumor sel raksasa) juga dikenal sebagai osteoklastoma
adalah suatu neoplasma yang mengandung sejumlah besar sel raksasa mirip
osteoklas bercampur dengan sel mononukleus. Tumor ini juga sering terjadi,
membentuk sekitar 20% dari semua tumor jinak tulang (Supriyati & Irwinsyah.
2017).
.

(Gambar 1. Lokasi GCT pada epiphysis.)


Giant cell tumor atau oesteoclastoma adalah tumor yang relatif jarang,
ditandai dengan adanya sel giant multinuklear. Jenis tumor ini biasanya dianggap
sebagai tumor jinak. Gct, yang paling sering terjadi pada epiphysis tulang panjang,
merupakan tumor jinak yang meluas kaya akan sel raksasa osteoklastik. Sering
terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun (Supriyati & Irwinsyah. 2017).
Sebagian besar tumor sel raksasa terjadi pada tulang panjang, tibia
proksimal, distal femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal, meskipun
giant cell tumor ini juga telah dilaporkan dapat terjadi pada sakrum, kalkaneus,
serta tulang kaki. Tumor ini biasanya muncul di metafisis dari lempeng epifisis
(Digambiro, 2015)

B. Etiologi
Penyebab dari tumor ini belum diketahui dengan pasti, namun dari studi
ultra struktur diketahui bahwa sel neoplastik tumor ini merupakan sel-sel stroma
yang berbentuk bulat, oval atau spindel merupakan sel mononuclear. Osteoclast-
like giant cell yang terbentuk dianggap akibat reaktivitas dari sel-sel mononuclear.
Studi sitogenetik menunjukkan adanya asosiasi telomer akibat abrasi
kromosom. Terjadi pemendekan panjang telomer (kehilangan sekitar 500 pasang
basa) yang ditunjukkan oleh sel-sel tumor pada pasien giant cell tumor
dibandingkan dengan sel lekosit pada pasien yang sama. Telomer yang sering
terlibat adalah kromosom (Report, n.d.)

C. Patofisiologi
Giant cell tumor pada tulang terjadi secara spontan. Mereka tidak diketahui
apakah terkait dengan trauma, faktor lingkungan, atau diet. Pada kasus-kasus yang
jarang, mereka mungkin berhubungan dengan hiperparatiroidisme. Dalam
Beberapa penelitian pembentukan GCT ada beberapa faktor yang menetukan,
pertama yaitu adanya perubahan siklin, dimana siklin memainkan peran penting
dalam mengatur perjalanan membagi sel melalui pos pemeriksaan penting dalam
siklus sel. Karena perubahan dari beberapa siklin, terutama siklin D1, telah terlibat
dalam perkembangan neoplasma, para peneliti memeriksa 32 kasus GCT pada
tulang panjang untuk amplifikasi gen siklin D1 dan overekspresi protein
menggunakan diferensial polymerase chain reaction dan imunohistokimia,
masing-masing (Supriyati & Irwinsyah. 2017).
Kedua, adanya evaluasi Immunohistokimia yang terkait dengan ekspresi
microphtalmia yang merupakan faktor transkripsi dalam lesi giant cell.
Microphtalmia terkait dengan faktor transkripsi (Mitf), anggota subfamili heliks-
loop-helix faktor transkripsi, biasanya dinyatakan dalam oesteoklas mononuklear
dan multinuklear, terlibat dalam differensiasi terminal oesteoklas. Disfungsi
aktivitas oesteoklas yang menghasilkan ekspresi Mitf yang abnormal serta telah
terlibat oesteoporosis. Sejumlah sel giant lainnya dari berbagai jenis termasuk
oesteoklas seperti sel-sel giant terlihat dalam berbagai tumor, secara tradisional
dianggap berasal monosit, terlihat dalam berbagai tulang dan lesi extraosseus
(Chakarun, Forrester, & Christopher, 2013)
Ketiga adalah sel stroma. Sel stroma Fibroblastlike, yang selalu hadir
sebagai komponen dari tumor sel raksasa pada tulang (GCT), dapat diamati
dikedua sampel in vivo dan kultur. Meskipun mereka diasumsikan untuk memicu
proses kanker di GCT, histogenesis sel stroma GCT adalah kurang diketahui. Hal
ini diketahui bahwa sel batang mesenchymal (MSC) dapat berkembang ke
oesteoblas. Bukti telah disajikan bahwa sel-sel stroma GCT juga dapat
mengembangkan untuk oesteoblas. Sebuah koneksi antara MSC dan sel stroma
GCT dicari dengan menggunakan 2 pendekatan laboratorium yang berbeda
(Chakarun et al., 2013)
D. Tanda Dan Gejala
Osteoklastoma (giant cell tumor = tumor sel raksasa) merupakan tumor
tulang yang mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah menjadi ganas
dan agresif sehingga tumor ini dikategorikan sebagai suatu tumor ganas. Tumor sel
raksasa menempati urutan ke dua (1,75%) dari seluruh tumor ganas tulang,
terutama ditemukan pada umur 20-40 tahun dan jarang sekali di bawah umur 20
tahun dan lebih sering pada wanita daripada pria (Supriyati & Irwinsyah. 2017).
Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan terutama
pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan gerakan pada sendi.
Mungkin juga penderita datang berobat dengan gejala-gejala fraktur (10%). Dapat
juga terjadi pembesaran massa secara lambat. Lebih dari tiga per empat pasien
tercatat mengalami pembengkakan pada lokasi tumor. Keluhan lain yang jarang
terjadi adalah kelemahan, keterbatasan gerak sendi dan fraktur patologis (With,
Positive, & Case, 2019)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang keras dan nyeri
ditemukan pada lebih dari 80% pasien. Disuse Atrophy, efusi pada persendian atau
hangat pada lokasi tumor. Bila lesi tumor terletak di tulang-tulang vertebra dapat
timbul gejala nerologis. Nyeri tekan pada pemeriksaan palpasi juga didapatkan
pada pasien. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan atrofi otot dan menurunnya
pergerakan sendi. TGC pada sakrum sering menimbulkan gejala low back pain
yang meluas di kedua ekstremitas bagian bawah dan dapat disertai gejala
neurologis, gangguan berkemih atau buang air besar (Chakarun et al., 2013).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran Radiologi
a. X-RAY
Gambaran radiologi GCT pada tulang panjang melibatkan metafisis
dan epifisis yang meluas ke permukaan sendi. Lesi tampak radiolusen, sering
disertai trabekulasi dan berbatas jelas. Korteks tulang menipis dan kadang-
kadang menggembung (ballooning). Gambaran khas GCT pada X-ray adalah
soap bubble appearnce dan kadng-kadang membentuk gambaran egg shell.
Sebagian besar lesi bersifat eksentrik dan dekat dengan permukaan
persendian (Chakarun et al., 2013).
a) b)
Gambar 2 : a) gambaran lesi litik di condilus lateralis femur sinistra dengan
perluasan ke area subchondral; b) gambaran lesi litik di trochanter mayor femur
dekstra
b. CT-scan
Pemeriksaan CT-scan membantu menentukan luas dekstruksi korteks
secara tepat dan lokasi optimal untuk cortical window.23,25

Gambar 3. CT scan tumor sel raksasa


ulna distal potongan koronal. Temuan
radiografi menunjukkan lesi
subarticular diperluas

c. MRI
Pemeriksaan MRI diindikasikan ketika tumor telah mengikis korteks
dan dicurigai adanya keterlibatan neurovaskular. Pemeriksaan MRI dapat
membantu mengevaluasi penetrasi subkondral (Chakarun et al., 2013).

Gambar 4. Potongan koronal MRI pergelangan tangan menunjukkan


tumor sel raksasa terletak di posisi subarticular dalam radius distal.
Lesi adalah heterogen dan hyperintense.
d. Bone Scan
Bone scan akan menunjukkan penurunan ambilan radioisotop di
tengah lesi (doughnut sign).
2. Biopsi
Pemeriksaan biopsi dapat dilakukan dengan metode frozen section
bersamaan dengan tindakan operasi maupun secara terpisah. Sediaan diambil
dari area yang nekrosis dan hemoragis. Pada pemeriksaan histologi didapatkan
gambaran giant cell berinti banyak dengan sel stroma yang homogen, berinti
satu yang bulat atau oval. Nukleus sel stroma yang identik dengan nukleus giant
cell merupakan gambaran histologi yang khas pada GCT yang membedakan
dengan kondisi lain yang mengandung giant cell.
Gambar 5. Gambaran
mikoroskopis giant cell
tumour.

F. Komplikasi
Komplikasi pasca operasi yang paling sering timbul adalah infeksi,
perdarahan di area operasi, dan kurangnya stabilitas tulang setelah dilakukan
operasi (Novi, Tamara. 2018).

G. Penatalaksanaan
Penanganan giant cell tumour adalah operasi, baik dengan kuratase intralesi,
maupun eksisi luas.
1. Stage 1 atau 2
Untuk lesi stage 1 atau 2, tujuan terapi adalah mengangkat lesi dengan
tetap menyelamatkan sendi yang terlibat. Terapi yang dipilih adalah kuretase.
Namun karena tingginya angka rekurensi post kuretase, yaitu sekitar 22
hingga 52 %, maka dilakukan ajuvan terapi dengan menggunakan nitrogen
cair, phenol, atau methylmethacrylate. Dengan penambahan ajuvan terapi,
kesuksesan kontrol lokal meningkat menjadi 85 sampai 90 %. Eksisi
dilakukan dengan membuat cortical window yang cukup luas untuk
mengakses setiap sudut dari lesi intraoseus (Chakarun et al., 2013).
Kryoterapi dengan nitrogen cair dapat menyebabkan kematian sel
tumor 2 cm dari batas kavitas dan formasi krristal es intralsel dipertimbangkan
menjadi mekanisme utama nekrosis sel. Komplikasi penggunaan nitrogen cair
dapat berupa ekstensif nekrosis dri tulang dan jaringan lunak sekitar dan dapat
mempresipitasi fraktur patologis atau nekrosis kulit. Penggunaan phenol
secara lokal membantu mengeliminasi sel tumor melalui mekanisme nekrosis
koagulasi non spesifik dan lebih aman dibanding nitrogen cair karena phenol
hanya menyebabkan nekrosis 1,5 mm pada tulang. Kavitas yang terbentuk
dari kuretase ditutup dengan menggunakan methacrylate atau bone grafts
setelah pemberian terapi adjuvan.
2. Stage 3 atau lesi rekuran
Kategori ini termasuk fraktur patologis atau destruksi sendi. Eksisi luas
diindikasikan pada.
a. Tumor stage 3 ekstensif tanpa support mekanik dari tulang yang tersisa
b. Lesi rekuren
c. GCT yang disertai fraktur patologis dengan intraartikular dispacement
d. GCT yang terletak di proximal fibula atau distal ulna
e. Tumor di distal radius dengan ekstensi extraoseous
Untuk keadaan rekureni lokal yang masif, transformasi maligna, atau
infeksi, amputasi merupakan pilihan terapi. Adapun penggunaan radioterapi
pada tumor yang tidak dapat direseksi masih dipertimbangkan karena dapat
menyebabkan transformasi maligna.

H. Prognosis
Giant cell tumor mempunyai kemampuan untuk agresif lokal dan kadang-
kadang dapat pula bermetastasis jauh. Gambaran histologi tidak dapat
memprediksi perluasan agresi tumor. Follow up pasien setelah penanganan dengan
kuretase, pemesangan bone graft, cementation, cryotherapy atau instilasi dengan
fenol, penting untuk mengetahui adanya kekambuhan yang terjadi pada hampir
25% kasus. Kekambuhan biasanya terjadi dalam dua tahun setelah operasi. Block
excision pada tulang kecil terbukti menurunkan rekurensi local (Digambiro, Reza.
2015).

Metastasis ke paru-paru terjadi pada sekitar 2% kasus giant cell tumor


dengan rentang waktu 2-3 tahun setelah terdiagnosa.Tumor yang mengalami
metastasis ini tumbuh sangat lambat di dalam paru-paru (benign pulmonary
implant) dan dapat regresi spontan. Sangat sedikit yang progresif dan
menyebabkan kematian. Kekambuhan lokal, manipulasi bedah dan lokasi pada
tulang radius distal pada beberapa studi terbukti meningkatkan resiko metastasis.
Grading histologi pada giant cell tumor tidak mencerminkan prediksi terjadinya
metastasis. Transformasi keganasan jarang terjadi dan bila terjadi sering dijumpai
pada pasien yang mendapat radioterapi (Digambiro, Reza. 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Chakarun, C. J., Forrester, D. M., & Christopher, J. (2013). Giant Cell Tumor of
Bone : Review , Mimics , and New Developments in Treatment 1. 197–212.
Digambiro. (2015). Surgical Pathology Ackermans.
Herry, et A. (2017). Hasil Fungsional Pasca Operasi Berbagai Jenis Pembedahan
pada Giant Cell Tumor Campanacci Grade 3 Ekstremitas Bawah di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung Functional Outcome of Various Surgical
Treatment for Lower Extremity Giant Cell Tumor Campanacci Grade. 5(38), 1–
7.
Report, C. (n.d.). CASE REPORT PENATALAKSANAAN GIANT CELL TUMOR
PADA DISTAL RADIUS : TREATMENT OF GIANT CELL TUMOR ON
DISTAL RADIUS : A CASE. 6–10.
With, O. L. D., Positive, H. I. V, & Case, R. (2019). GIANT CELL TUMOR DI
REGIO FEMUR DISTAL DEXTRA PADA. 11(2), 90–95.
https://doi.org/10.23917/biomedika.v11i2.8279

Anda mungkin juga menyukai