Anda di halaman 1dari 37

Departemen Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN TB MDR


DI RSUD LABUANG BAJI

OLEH :

SIGIT PURNOMO, S.Kep.

(7090012000)

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(.............................................) (...........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kahadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan

rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga laporan pendahuluan dapat diselesaikan. Tak

lupa pula kita kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW

sebagai sosok teladan bagi seluruh umat

Makalah ini dibuat untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah

Keperawatan luka. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen

pembimbing mata kuliah yang telah senantiasa memberikan bimbingan serta arahan kepada

kami. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang

ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami sebagai manusia biasa menyadari bahwa

makalah kami ini tidaklah sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Kami dari tim penyusun

mengharapkan kiritik, saran serta masukan yang membangun sehingga kami dapat

meminimalisir kesalahan baik itu dari segi penulisan, bahasa maupun dari segi penyusunan.

Kami dari tim penyusun berharap semoga apa yang dapat kami sajikan di makalah ini dapat

bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Akhir kata sekian dan terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Gowa, 24 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL…………………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR………………………………………………….............................

DAFTAR ISI…………………………………………………………………....................

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...................

A. Latar Belakang…………………………………………………………..................

B. Tujuan………………………………………………………....................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………........................

1. Definisi……………………………………………………......................................

2. Epidemiologi……………………………………………………………………..

3. Etiologi…………………………………………………………………..................

4. Patofisiologi……………………………………………………………………….

5. Klasifikasi………………………………………………………………………….

6. Manisfestasi……………………………………………………………………....

7. Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………………

8. Pemeriksaan Penunjang…………………… ……… …………………………….

9. Kriteria Diagnosis………………………………………………………………..

10. Penatalaksanaan………………………………………………………………….

11. Komplikasi…..……………………………………………………………………

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………………………..

1. Pengkajian………………………………………………………………………..

2. Diagnosa……… ……………………………………………………..................

3. Intervensi ………………………… ………………………………....................


4. Implementasi……………………………………………………………………..

5. Evaluasi………………………………………………………………………….

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………….

1. Kesimpulan………………………………………………… ……........................

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20 tahun

World Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang tergabung di dalamnya

mengupayakan untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi

menular yang di sebabkan oleh infeksi menular oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis.

Sumber penularan yaitu pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang

dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas

dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015).

Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global.

Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat

tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta

orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China

merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%,

dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, 2015). Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat

peningkatan kasus tuberkulosis dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun 2015 terjadi

330.910 kasus tuberkulosis lebih banyak dibandingkan tahun 2014 yang hanya 324.539

kasus. Jumlah kasus tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu

Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa tengah (Kemenkes RI, 2016).

Peningkatan tuberkulosis paru di tanggulangi dengan beberapa strategi dari

Kementrian Kesehatan, salah satunya yaitu meningkatkan perluasan pelayanan DOTS

(Directly Observed Treatment Short-course). DOTS adalah salah satu strategi untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TB paru melalui penyuluhan sesuai

dengan budaya setempat, mengenai TB paru pada masyarakat miskin, memberdayakan


masyarakat dan pasien TB paru, serta menyediakan akses dan standar pelayanan yang

diperlukan bagi seluruh pasien TB paru.

Studi sebelumnya mengungkapkan bahwa pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

untuk penyakit tuberculosis tidak efektif dan terbatas. Petugas kesehatan baik dari pemerintah

atau swasta kurang dilatih dalam diagnosis danpengobatan tuberculosis serta kurangnya

keterampilan komunikasi yang dibutuhkan untuk memotivasi pasien guna meningkatkan

kepatuhan dalam upaya penyembuhan tuberculosis (Mushtaqdkk, 2011).

Meningkatnya penderita TB Paru di Indonesia disebabkan oleh perilaku hidup yang

tidak sehat. Hasil survey di Indonesia oleh Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan (P2MPL) salah satu penyebab tingginya anka kejadian TB Paru di

sebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan (Kemenkes, 2011).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,

termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama adalah

Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan

lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. M.bovis dan M.avium

pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberculosis

(Smeltzer & Bare, 2002).

Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis (Price, 2006).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan

oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke

dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian

menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu:

kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain

(Depkes RI, 2002).

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru

yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2012).

Jadi dapat disimpulkan, tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh suatu bakteri yaitu Microbacterium tuberculosis yang menyerang

bagian paru-paru yang disebut parenkim.


2. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat kejadian

9 juta kasus per tahun di seluruh dunia dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta

manusia (Atif et al ,2012) Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),pada

tahun 2011 kasus TB baru terbanyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus baru

yang terjadi disel uruh dunia. Akan tetapi Afrika Sub Sahara memiliki jumlah

terbanyak kasus baru perpopulasi dengan lebih dari 260 kasus per 100000 populasi

pada tahun 2011 (WHO,2013). Jumlah kasus TB terbanyak adalah region Asia

Tenggara (35%), Afrika (30%), dan region Pasifik barat (20%). Berdasarkan data

WHO pada tahun 2009, lima Negara dengan insiden kasus TB terbanyak yaitu, India

(1,6 -2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika selatan (0.4-0.59 juta), Nigeria (0.37-0.55

juta) dan Indonesia (0.35-0.52 juta) (PDPI, 2011).

Di Indonesia, diperkirakan prevalensi TB di Indonesia untuk semua tipe TB

adalah 505.614 kasus per tahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari.

Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per tahun, 228 kasus per 10.000 penduduk dan

1.447 per hari.Indisdensi kasus baru 236.029 per tahun, 102 kasus per 10.000
penduduk, dan 647 per hari. Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian

91.369 per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk, dan 250 per hari (DepKes, 2010)

3. ETIOLOGI

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk

batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar struktur

organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat mikobakterium lebih

tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. M.

tuberculosis hominis merupakan penyebab sebagian besar kasus tuberculosis.

Mikobakterium ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin

(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada

dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini

menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan

oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada

bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit

tuberkulosis.

Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:

a. M. tuberculosae

b. Varian Asian

c. Varian African I

d. Varian African II

e. M. Bovis

Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:

a. M. kansasi

b. M. avium

c. M. intra cellular

d. M. scrofulaceum

e. M.malmacerse

f. M. xenopi (Amin, 2007)


4. PATOFISIOLOGI

Paru merupakan port d’entrée kasus infeksi TB. Pada waktu batuk atau bersin,

penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet

yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama

1-2 jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran

pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan,

masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil

juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal,

tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).


Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan

makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan

normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,

menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah

pemajanan.Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan

basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk

dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari

massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon (fokus primer Gohn).

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar

limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe.

Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem

imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil

kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.

Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Komplek primer dapat juga mengalai komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat

disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Jika terjadi nekrosis

perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus

sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru atau kavitas. Obstruksi parsial pada

bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru.

Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Masa kiju dapat menimbulkan

obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan atelektasis dan pneumonitis.


Sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan

hematogen. Pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah

yang menyebar ke seluruh tubuh yang sering disebut penyakit sistemik.

(Sudoyo, 2006; Price & Wilson, 2006; Raharjoe, 2005).

5. KLASIFIKASI

Menurut Price & Wilson, (2006), TB dibedakan menjadi:

Klasifikasi I

Tabel 1. Klasifikasi TB

Class 0 Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar, reaksi test

tuberculin (PPD) tidak bermakna.

Class 1 Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak bermakna

Class 2 Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan bakteri (-), tidak

ada bukti.

Class 3 Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna, Rontgent Thorax (+).

Lokasi tempat : Paru-paru, Pleura, Limfatik, tulang/sendi, meninges,

peritoneum, dsb.

Class 4 Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan, Rontgent Thorax (+),

test mantoux bermakna.

Class 5 dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan


Klasifikasi II

1. Tuberculosis Primer

a. Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum

pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi

sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.

b. Dampak utama dari tuberculosis primer adalah

a) penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan resistensi.

b) fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup selama bertahun-tahun

bahkan seumur hidup

c) penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi tuberculosis primer progresif.

Hal ini terjadi ada orang yang mengalami gangguan akibat suatu penyakit

(terutama penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, seperti AIDS dan

biasanya terjadi pada pada anak yan mengalami malnutrisi atau usia lanjut).

2. Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer)

Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah terpajan penyakit

tuberculosis atau peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang di

mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium


tersebut. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberculosis primer, tetapi

umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah

infeksi awal, terutama jika sistem pertahanan penjamu (seseorang yang pernah terkena

TB sebelumnya) melemah.

6. TANDA GEJALA

Menurut Jhon Crofton (2002), gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis

berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :

 Batuk lebih dari 3 minggu

Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru.

Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan dengan
kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat

kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi

produktif.

 Dahak (sputum)

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah

menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi kental

bila sudah terjadi pengejuan.

 Batuk darah

Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa

sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat

peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh

darah.

 Sesak napas

Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses

lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.

 Nyeri dada

Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding

pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat
batuk.

 Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,

peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.

 Demam dan menggigil

Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari

proses infeksi.

 Penurunan berat badan

Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan dan

lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

 Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot, keringat malam.

 Rasa lelah dan lemah

Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.

 Berkeringat banyak terutama malam hari

Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis paru.

Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.

Gejala khas TB, yaitu TRIAS TB yaitu batuk > 3 mggu yang tidak disebabkan

penyakit lain, kadang hemoptisis; berkeringat terutama di malam hari; dan nafsu makan ↓

diikuti penurunan BB. Penyakit tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu

suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga

memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang

timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran

klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik

(Sudoyo, 2006).

1. Gejala respiratorik meliputi:

a. Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum

Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non

produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum). Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena

terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis

terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.

b. Dahak bercampur darah.

Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul

peradagan menjadi produktif(menghasilkal sputum).keadaan yang lanjut adalah

berupa batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk

darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus. Batuk darah berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah

atau darah segar dalam jumlah banyak

c. Sesak nafas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas

akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah

bagian paru-paru.

d. Nyeri dada

Gejala ini sedikit jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura

sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Nyeri dada pada TB paru termasuk

nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura

terkena.

e. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,

peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.

2. Gejala sistemik meliputi:

a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari

mirip dengan demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang

serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek

b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, serta

malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu sampai bulan,

akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang dapat

juga timbul menyerupai pneumonia.

7. PENCEGAHAN

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) pada tahun 2010

menjelaskan tentang pencegahan penularan TBC, yaitu:


a. Bagi Masyarakat

1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat.

2. Tidur dan istirahat yang cukup.

3. Tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol

4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal ataupun lingkungan sekitar

5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan, karena kuman

TBC akan mati bila terkena sinar matahari

6. Imunisasi BCG

7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai menderita TBC agar segera

memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh

b. Bagi penderita

1. Tidak meludah di sembarang tempat

2. Menutup mulut saat batuk dan bersin

3. Berperilaku hidup bersih dan sehat

4. Berobat sesuai aturan sampai sembuh

5. Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera diberi pengobatan

pencegahan.

Saat ini vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang sudah dikenal
sebagai cara untuk mencegah TBC, diberikan dengan suntikan di bawah kulit. Vaksin

ini efektif pada anak baru lahir untuk mencegah penyakit TB berat. Saat ini TBC

memang tidak memberi dampak yang signifikan untuk mengurangi kasus TB pada

orang dewasa.

Saat ini masih belum ditemukan vaksin yang efektif diberikan pada orang dewasa

untuk mencegah penyakit TBC. Akan tetapi, menurut studi literatur yang dilakukan

melita tahun 2013 menyatakan bahwa baru-baru ini ditemukan vaksin booster TBC

baru, MVA85A, dengan harapan dapat meningkatkan kekebalan pasien terhadap TBC.

Hasil dari studi literatur tersebut menyatakan bahwa Vaksin MVA85A aman dan sangat

imunogenik pada subjek yang pernah diberi vaksin BCG, subjek yang tinggal di daerah
endemis TBC, subjek dengan infeksi TBC laten di UK. Tiga penelitian

membandingkan respons sel T setelah diberi vaksin MVA85A dengan pemantauan

selama 1 tahun dengan keadaan baseline. Keadaan baseline yang dimaksud adalah

keadaan sel T sebelum vaksinasi.

8. PEMERIKSAAN FISIK

a. Inspeksi

Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan

menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam

pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea, sianosis, distensi

abdomen, batuk dan barrel chest.

b. Perkusi

Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup

besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura,

perkusi memberikan suara pekak.

c. Auskultasi

Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa

rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan

pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi

memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.

d. Palpasi

Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit), turgor kulit

menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.(Amin, 2007)

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Aksi Tes Tuberkulin Intradermal ( Mantoux).

Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml

mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas


permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan

alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara

48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode

tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi :

a) Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ;

- Orang dengan HIV positif.

- Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB.

- Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan

gambaran TB lama yang sudah sembuh.

- Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami

penekanan imunitas ( menerima setara dengan ≥ 15 mg/hari prednisone

selama ≥1 bulan).

b) Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :

- Baru tuba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi tinggi.

- Pemakai obat-obat yang disuntikkan.

- Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko

tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, fasilitas yang

disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan penampungan untuk tuna


wisma/

- Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.

- Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko tinggi.

- Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang

dewasa kelompok risiko tinggi.

c) Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :

- Orang dengan factor risiko TB.

- Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di anatara

kelompok risiko tinggi.

(Price & Wilson, 2006)


b. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)

Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang terdapat

pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal utnuk menekakan

diagnose, tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan

adanya infeksi penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.

Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks.

Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya

seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media konsentrasi yang telah

diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini (Price & Wilson, 2006).

c. Vaksinasi BCG

Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadapa tes

tuberculin. Derajat sensitivitas biasanya bervariasi, bergantubg pada strain BCG

yang dipakai dan populasi yang divaksinasi(Price & Wilson, 2006).

2. Pemeriksaan Radiologi

Rongten dada biasanya menunjukan lesi pada losus atas atau superior lobus bawah/

dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang

menyebar yang biasanya bilateral (Price & Wilson, 2006).

3. Pemeriksaan lain-lain

a. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan

darah) positif untuk basil asam cepat.

b. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan

cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.

c. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel

raksasa menunjukan nekrosis.

d. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex.

Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA

dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
e. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan

ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan

penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis,

kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doegoes,

2000).

10. KRITERIA DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)

3. Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnosis TB,

yaitu :

a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah

b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)

c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda

d. Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru

e. Adanya kalsifikasi

f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA

Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini

tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis

berdasarkan pemeriksaan ini.

5. Tes PAP (Perksidase Anti Peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen

imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil

TB

6. Tes Mantoux/Tuberkulin
7. Tehnik Polymerase Chain Reaction

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap

sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen

8. Bection Dickinson Diagnostic Instrument System

Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam

lemak oleh M. tuberculosis

9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay

Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga

menimbulkan masalah.

10. MYCODOT

Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu

alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila

terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.

(Mansjoer, 2001)

11. PENATALAKSANAAN

Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan,

mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI.

2002).

a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

 Isoniazid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman

dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam

keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5

mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali se minggu

diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.


 Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh

oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian

maupun intermiten 3 kali seminggu.

 Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.

Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali

seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.

 Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan

intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

 Etambutol (E)

Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg

berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30

mg/kg berat badan.

Panduan pemberian OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia adalah :

 Kategori 1 : 2RHZE/4RH3

 Kategori 2 : 2 RHZES/RHZE/5RH3E3

Kategori 1
OAT Kategori 1 diberikan pada pasien baru, yaitu pasien TB paru terkonfirmasi

bakteriologis, TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien TB ekstra paru. OAT kategori

1 diberikan dengan cara RHZ diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan dengan RH 4

bulan.

Kategori 2

OAT Kategori 2 diberikan pada pasien BTA positif yang sudah diberikan

tatalaksana sebelumnya, yaitu pada pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan

kategori 1, dan pasien yang diobati kembali setelah putus obat.


b. Tahap Pengobatan

Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:

 Tahap Intensif

Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah

terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).

 Tahap Lanjutan

Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih

lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant)

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Terapi MDR-TB 

Gunakan sedikitnya 4-5 obat yang tidak pernah diberikan sebelumnya, dimana obat-

obat tersebut masih sensitif secara in vitro.  Jangan gunakan obat yang sudah

resisten.  Ada baiknya mengonsultasikan pasien dengan MDR-TB kepada spesialis

penyakit paru.

Berikut ini adalah pilihan obat yang dapat diberikan pada pasien dengan MDR-TB,

dengan catatan bahwa obat-obat ini masih sensitif :

 Grup 1: first- lineterapi oral, misalnya: pirazinamid, etambutol, rifampisin


 Grup 2: injeksi, misalnya: kanamisin, amikasin, capreomycin, streptomisin

 Grup 3: golongan fluoroquinolon, misalnya: levofloksasin, moxifloksasin,

ofloksasin

 Grup 4: second- lineterapi oral bakteriostatik, misalnya: cycloserine, terizidone,

asam para aminosalisilat (PAS), etionamide, protionamide

 Grup 5:  obat-obat ini tidak dianjurkan oleh WHO untuk penggunaan rutin karena

efektifitasnya masih belum jelas.  Namun diikutsertakan dengan alasan bahwa

bilamana ke 4 grup obat tersebut diatas tidak mungkin diberikan kepada pasien,

seperti pada XDR-TB.


Penggunaan obat ini mesti dikonsultasikan terlebih dahulu dengan spesialis

penyakit paru.  Contoh obatnya: clofazimine, linezolid, amoksisilin klavulanat,

thiocetazone, imipenem/cilastatin, klaritromisin, INH dosis tinggi.

Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan

TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,

kecuali streptomisin dan kanamisin yang bersifat ototoksik pada janin. Pemberian

kedua obat tersebut akan menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan

pada bayi ketika lahir.

Pada ibu hamil yang mengkonsumsi OAT, dianjurkan pemberian piridoksin 50

mg/hari. Vitamin K juga dianjurkan diberikan dengan dosis 10 mg/hari jika

rifampisin digunakan pada trimester ketiga.

Ibu Menyusui

Pada prinsipnya, pengobatan OAT pada ibu menyusui tidak berbeda dengan

pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman bagi ibu menyusui.

Tatalaksana OAT yang adekuat akan mencegah penularan TB ke bayi. Untuk bayi

yang menyusu dari ibu penderita TB, terapi profilaksis isoniazid dapat diberikan.
Rawat Inap

Umumnya pasien dengan tuberkulosis paru (TB Paru) tidak perlu dirawat inap.

Namun akan memerlukan rawat inap pada keadaan atau komplikasi berikut :

 Batuk darah masif

 Keadaan umum dan tanda vital buruk

 Pneumotoraks

 Empiema

 Efusi pleural masif/bilateral

 Sesak nafas berat yang tidak disebabkan oleh efusi pleura


Kriteria Sembuh

Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh apabila memenuhi

kriteria :

 BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir

pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

 Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau menunjukkan perbaikan

 Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif

Monitoring

Monitoring pada tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan dengan dua tujuan, yaitu

evaluasi pengobatan dan evaluasi komplikasi maupun efek samping obat.

c. Evaluasi Pengobatan

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya keluhan,

nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya kelainan

radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif.

Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6.

Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan
ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir

pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya

masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat

pengobatan ulang (retreatment).

Perawatan TBC

Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :

a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat

yaitu keluarga.

b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.

c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita


d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari

e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan

enam

f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik

Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan menggunakan

masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat yang disediakan dan

tertutup, tidak disembarangan tempat.

b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi

harus harus diberikan vaksinasi BCG.

c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang

antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu

perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,

pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.

Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan

teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap
obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

12. KOMPLIKASI

Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis

paru stadium lanjut yaitu :

a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya

jalan napas.

b. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat

retraksi bronchial.

c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan

ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.


d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk

memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk

membuat rencana asuhan keperawatan pasien.

a. Keadaan Umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif

atau GCS dan respon verbal pasien.

b. Tanda-tanda Vital

Meliputi pemeriksaan:

 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis.

 Pulse rate

 Respiratory rate

 Suhu

Pola Pengkajian Gordon

1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan baik sebelum

atau sesudah sakit. Misalnya : kebiasaan merokok, minum obat, alkohol,riwayat

minum obat-obatan.

2. Nutrisi / Metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual/muntah, nafsu makan

buruk/anoreksia dan ketidakmampuan untuk makan karena penurunan nafsu

makan.Gejala : adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), adanya penurunan berat

badan, makanan yang disediakan hanya dimakan ¼ porsi

Tanda : turgor kulit buruk, kering / bersisik, massa otot berkurang / lemak subkutan

berkurang, IMT = (kekurangan BB tingkat berat), Pasien tampak kurus.

3. Eliminasi

Pada pasien dengan TBC kemungkinan mengalami gangguan pada system eliminasi

jika bakteri tersebut sudah menyebar sampai ke system gastrointestinal.

4. Aktivitas dan Latihan

Pada pasien dengan TBC kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan latihan

karena pasien mengalami keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk

melakukan aktvitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur,

perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.Gejala: adanya kelelahan dan kelemahan,

kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau

berkeringat

Tanda : takikardia, takipnea / dispnea saat beraktivitas, kelelahan otot


5. Persepsi, Sensori, Kognitif

Pasien mengalami gangguan berupa rasa nyeri di daerah dada. Perasaan takut.

Gejala : adanya faktor stres dalam waktu yang lama, adanya perasaan berduka

Tanda : ansietas, takut, perasaan bersalah (menyalahkan diri sendiri), keputusasaan,

kesedihan, ekpresi kurang dalam penerimaan terhadap penyakit, ekspresi kurang

kedamaian, rasa bersalah

6. Tidur dan Istirahat

Pasien mengalami gangguan pada pola tidurnya karena sulit untuk tidur karena nyeri

dan sesak napas.

7. Konsep Diri
Pasien mengalami gangguan pada harga diri , karena kondisi yang terkena TBC.

Gejala : adanya perasaan rendah diri karena mengidap penyakit menular, adanya

perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran, tidak berpartisipasi dalam

kegiatan agama, perubahan pola ibadah, merasa diabaikan dan diasingkan, menolak

interaksi dengan orang lain, merasa dipisahkan dari lingkungan sosial.

perubahan interaksi dalam keluarga, seperti: perubahan tugas dalam keluarga,

perubahan dukungan emosional, perubahan pola komunikasi dalam keluarga,

perubahan keakraban, perubahan partisipasi dalam menyelesaikan masalah.

8. Peran dan Hubungan

Pasien mengalami gangguan pada peran dan hubungan,hubungan yang

ketergantungan dengan keluarga, kurang sistem pendukung, penyakit lama atau

ketidakmampuan membaik.

9. Seksual dan Reproduksi

Pada pasien dengan tbc kemungkinan ditemukan penurunan libido.

10. Koping Stres dan Adaptasi

Pasien kemungkinan mengalami gangguan pada pola koping stress dan adaptasi,

ansietas, ketakutan, peka rangsang.

11. Nilai dan Kepercayaan


Pada pasien dengan pada tbc kemungkinan pasien mengalami gangguan dalam

melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat ibadah).

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi

trakeobronkial yang sangat banyak ditandai dengan frekuensi napas, irama,

kedalaman tak normal, bunyi napas tak normal (ronchi, mengi), stridor, dispneu.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan

efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, tebal,

edema bronkialditandai dengansesak, pucat, sianosis pada bibir, napas cepat dan

dangkal, RR>20x/menit, AGD abnormal, takikardi, gelisah, penggunaan otot bantu

pernapasan, pernapasan cuping hidung, pergerakan dada tidak seimbang.


c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru ditandai dengan adanya sesak, sesak semakin berat apabila stres dan sering

timbul pada malam hari, frekuensi napas >20 x/menit, napas cepat dan dangkal,

ekspansi dada tampak menurun.

d. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder

akibat infeksi TB, ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh (>37,5°C), kulit

teraba hangat, nadi meningkat (>100x/menit), kulit tampak kemerahan, menggigil.

e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi

seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada, sakit

kepala, nyeri sendi, melindungi area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat infeksi TB ditandai dengan

nafsu makan menurun/anoreksia, kelemahan ditandai dengan berat badan < 10%-

20% BBI, gangguan sensasi pengecap, tonus otot buruk.

g. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri berhubungan dengan

kurang pengetahuan, kompleksitas regimen terapeutik ditandai dengan klien

mengatakan tidak mengerti mengenai penyakitnya, klien mengatakan ingin

berhenti minum obat


h. Resiko kontaminasi berhubungan dengan praktik hygiene personal

dan pemajanan bersama

3. INTERVENSI
Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intervensi
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien
Bersihan Jalan Napas keperawatan dan jalan napas untuk memaksimalkan
berhubungan dengan pasien paten Ktriteria Hasil: ventilasi
retensi sekret, mukus 1. Batuk efektif 2. Buang sekret
berlebih. Definisi: 2. Mengeluarkan sekret dengan memotivasi
Ketidakefektifan secara efektif pasien untuk melakukan
bersihan jalan napas 3. Mempunyai jalan napas batuk atau menyedot
adalah ketidak mampuan yang paten lender
untuk membersihkan 4. Pada pemeriksaan 3. Memotivasi pasien
sekret atau obstruksi auskultasi memiliki suara untuk bernapas pelan,
saluran napas guna napas yang jernih dalam, berputar dan
mempertahankan jalan 5. Mempunyai irama dan batuk
napas yang bersih dan frekuensi pernapasan 4. Intruksikan
(Wilkinson, 2015) dalam rentang normal bagaimana agar bisa
6. Mempunyai fungsi paru melakukan batuk efektif
dalam batas normal 5. Posisikan pasien
7. Mampu mendeskripsikan untuk meringankan
rencana untuk perawatan sesak napas
di rumah Manajemen 6. Monitor status
Jalan Napas pernapasan dan
oksigenasi,
sebagaimana mestinya
Pengisapan Lendir pada
Jalan Napas
1.
suksion mulut atau
trachea
2.
sebelum dan setelah
tindakan suksion
3.
pasien dan keluarga
tentang pentingnya
tindakan suksion
4.
dengan kanul suksion
sesuai dengan
kebutuhan
5.
6.
suksion trachea buang
sekret dan (cek) respon
pasien terhadap suksion
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut,
hidung, dan sekresi
trachea dengan tepat
2. Batasi (aktivitas)
merokok
3. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
4. Berikan oksigen
tambahan seperti yang
diperintahkan
5. Pantau adanya
tandatanda keracunan
oksigen dan kejadian
atelektasis
Pengaturan Posisi
1. Monitor status
oksigenasi (pasien sebelum
dan setelah perubahan
posisi)
2. Tempatkan pasien dalam
posisi terapeutik yang
sudah dirancang
3. Posisikan (pasien) untuk
mengurangi dypsnea
(misalnya., posisi semi
fowler)

3. Implementasi

Keperawatan Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan

oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang

berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari

asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana

digambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wibowo, 2016) ada beberapa cara

untuk menanggulangi sesak nafas dan mengeluarkan sekret. Metode yang paling

sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada

yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling efektif bagi pasien
dengan penyakit pulmonary adalah diberikannya posisi semi fowler dengan derajat

kemiringan 30-45º. Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan

menjaga paru – paru agar tetap bersih, disamping dengan memberikan tindakan nebulizer

dan postural drainage. Pada pasien tuberculosis ini diperlukan terapi tambahan berupa

oksigenasi, terapi ini dapat memberikan asupan oksigen ke dalam tubuh lebih tinggi

sehingga sel-sel di dalam tubuh bekerja secara optimal dan keadaan tubuh menjadi lebih

baik, dan untuk menunjang keberhasilan tindakan mandiri perawat tersebut harus

mengkolaborasikan dengan terapi medis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan dosis

yang sesuai kebutuhan pasien (Bachtiar, 2015).

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan (Rohma, 2013). Tujuan dari evaluasi itu sendiri adalah untuk melihat

kemampuan pasien dengan mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan

dengan melihat respon pasien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga

perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2008). Tipe pertanyaan tahapan evaluasi

dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang

dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah

evaluasi akhir (Dermawan, 2013).

Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi adalah dengan cara

membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.

Format evaluasi menggunakan S (subjektive) adalah informasi berupa ungkapan yang

didapat dari pasien setelah tindakan diberikan. O (objektive) adalah informasi yang

didapat berupa hasil pengamatan, penilaian pengukuran yang dilakukan. A (analisis)

adalah membandingkan antara informasi subjektive 37 dan informasi objektive dengan

tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan masalah teratasi, teratasi

sebagian atau tidak teratasi. P (planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan

dilakukan berdasarkan hasil analisa (Dermawan, 2013).


BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.

Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal,

tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama adalah Mycobacterium tuberculosis adalah

batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan

sinar ultraviolet. M.bovis dan M.avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan

dengan terjadinya infeksi tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA positif
melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati

atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga

kematian.
PENYIMPANGAN KDM
Daftar Pustaka

Bambang Ruswanto.2010. Analisis Spasial Sebaran Tuberkulosis paru ditinjau dari Faktor
Lingkungan Dalam dan Luar Rumah Di Kabupaten pekalongan.diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf. tanggal : 24 November
2020
Bachtiar, A. (2015). Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen Pada Pasien Gangguan Sistem
Pernapasan. Jurnal Keperawatan Terapan , 12.
Crofton, John,2002.Tuberculosis klinis.Jakarta:Widya Medika, hal 93-104
Dermawan, D. (2013). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Gleadle,Jonathan,2005.At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.Jakarta:EMS,hal 175
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Ni Putu Ari Widiastuti.2010.Asuhan Keperawatan TB Paru.diakses dari
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/10/09asuhan-keperawatan-tb-paru/ tanggal: 24
November 2020
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2002.Pedoman Diagnosa dan Penatalaksaan
Tuberkulosis di Indonesia.diakses dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf.tanggal :
24 November 2020
Price,Sylvia A,& Lorraine M Wilson,2005.Patofisiologi volume 2.Jakarta:EGC,hal 852-861
Sudoyo, Aru W dkk,2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III.Jakarta:Internal
Publishing,hal 2230-2238
Soemantri, I. (2012). Asuhan keperawatn pada klien dengan gangguan sistem pernapasan,
Edisi 2. Jakarta:: Salemba Medika
Utis Sutisna dan Trimar Handayani.2009.TBC Paru.diakses dari
http://arifwr.wordpress.com/2009/06/09/tbc-paru/.Tanggal : 24 November 2020
Kementerian Kesehatan RI, 2014 Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Dirjen
P3L Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

CDC, Treatment of tuberculosis. MMWR Recomm Rep, 2003. 52(RR-11): p. 1-77.


WHO, Treatment of Tuberculosis Guidelines, 4th edition. 2010.

Anda mungkin juga menyukai