Anda di halaman 1dari 33

Departemen Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN
DIAGNOSIS TB PARU DI RUANGAN BAJI ATI
RSUD LABUANG BAJI

Oleh:

SUPIANI YAMLEAN, S.Kep


NIM: 70900120009

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan hidayah-Nya kepada kami, salawat serta salam
semoga tercurah kepada Rasulullah Saw. beserta keluargganya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas ini.
Adapun tugas ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas
ini. Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing serta semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan tugas
ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam
tugas ini ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik sehingga saya dapat
memperbaiki makalah ini dikemudian hari.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan pendahuluan ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap
pembaca.

Makassar, 01 Desember 2020

Supiani Yamlean
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I TUJUAN PUSTAKA.........................................................................

A. Konsep Teori Penyakit

1. Defenisi...............................................................................................

2. Etiologi................................................................................................

3. Manisfestasi.........................................................................................

4. Patofisiologi........................................................................................

5. Pemeriksaan penunjang.......................................................................

6. Penatalaksananaan...............................................................................

7. Edukasi nutrisi.....................................................................................

8. Prognosis.............................................................................................

B. Konsep keperawatan

1. Pengkajian...........................................................................................

2. Diagnosis keperawatan........................................................................

3. Intervensi.............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I

TUJUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Penyakit

1. Defenisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.

Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis

yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai

MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa

mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC (Indah, 2018).

Tuberkulosis atau TB paru adalah penyakit infeksius, yang

terutama menyerang parenkim paru dan dapat juga ditularkan ke bagian

tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe

(Suzanne, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini lebih

sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh

manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di

Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru (TB Paru). Bakteri ini termasuk

golongan bakteri batang tahan asam dan bersifat aerobic (Price & Wilson,

2012)
2. Etiologi

Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan

tubuh menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian

penyakit sebagai hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host),

penyebab (agent), dan lingkungan (environment) dapat ditelaah faktor

risiko dari simpul-simpul tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap

infeksi Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh seseorang pada saat itu. Pengidap HIV AIDS atau orang dengan

status gizi yang buruk lebih mudah untuk terinfeksi dan terjangkit TBC.

kecuali rambut. Kuman ini menyerang terutama paru, yang bisa

menyebabkan kematian (Kemenkes, 2012).

3. Manisfestasi Klinis

Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu

dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu

makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien

dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala TBC yang

khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.

(Indah, 2018).

Gejala sistemik/umum:

a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul

c. Penurunan nafsu makan dan berat badan

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat

penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan

suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang

yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada

kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah

demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

e. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat

terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.

Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru

dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3

bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru


dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan

pemeriksaan serologi/darah.(Werdhani, FKUI.)

4. Patofisiologi

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.

Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik

(droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya

kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non

spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya

sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada

sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB

dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag

yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat

tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus

Primer GOHN.

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe

menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai

saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan

terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru

bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe

parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan

terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan


gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa

inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada

proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman

hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya

berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12

minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai

jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons

imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi

pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang

awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami

perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer

inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai

oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu

timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi,

uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas

seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu

dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler

berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil

kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera

dimusnahkan (Werdhani, 2011).

5. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang

praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis

umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen

apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian

inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.

a. Foto thorax

Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh

primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat

termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang

lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto

thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma

menonjol ke atas.

b. Bronchografi

Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau

kerusakan paru karena TB.

2. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,

menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan


mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

b. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di UPK.

c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi (Depkes RI, 2011).

3. Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dan identifikasi M.tuberculosis pada

penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang

bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas

memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes

resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:

a. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis

b. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.

c. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda

Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia

laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan (Depkes RI,

2011).

4. Pemeriksaan Tes Resistensi


Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang

mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi

sesuai standar internasional dan telah mendapatkan pemantapan mutu

(Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini

bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang

benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat

dicegah.

5. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya

kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak

spesifik. Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan

imunoglobulin terutama IgG dan IgA. Jumlah limfosit masih di bawah

normal sedangkan LED mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,

jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju

endap darah mulai turun ke arah normal lagi.

6. Tes Tuberkulin (Mountoux)

Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu

sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis,

vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya. Reaksi positif (area

indurasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra

dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi

tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.

7. Uji Kepekaan Obat TB


Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis

terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di

laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality

Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien

TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR (Depkes RI,2011).

6. Penatalaksananaan

Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah:

menyembuhkan, mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan

tingkat penularan (Depkes RI. 2002).

a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

 Isoniazid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %

populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat

efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman

yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan,

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali se minggu diberikan

dengan dosis 10 mg/kg berat badan.

 Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat

dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk

pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

 Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg

berat badan.

 Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

 Etambutol (E)

Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis

harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali

seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.

Panduan pemberian OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah :

 Kategori 1 : 2RHZE/4RH3

 Kategori 2 : 2 RHZES/RHZE/5RH3E3

Kategori 1

OAT Kategori 1 diberikan pada pasien baru, yaitu pasien TB paru

terkonfirmasi bakteriologis, TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien TB

ekstra paru. OAT kategori 1 diberikan dengan cara RHZ diberikan

selama 2 bulan, dilanjutkan dengan RH 4 bulan.

Kategori 2
OAT Kategori 2 diberikan pada pasien BTA positif yang sudah diberikan

tatalaksana sebelumnya, yaitu pada pasien kambuh, pasien gagal

pengobatan dengan kategori 1, dan pasien yang diobati kembali setelah

putus obat.

b. Tahap Pengobatan

Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:

 Tahap Intensif

Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk

mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti

Tuberculosis (OAT).

 Tahap Lanjutan

Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang

lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Terapi MDR-TB 

Gunakan sedikitnya 4-5 obat yang tidak pernah diberikan sebelumnya,

dimana obat-obat tersebut masih sensitif secara in vitro.  Jangan gunakan

obat yang sudah resisten.  Ada baiknya mengonsultasikan pasien dengan

MDR-TB kepada spesialis penyakit paru.

Berikut ini adalah pilihan obat yang dapat diberikan pada pasien dengan

MDR-TB, dengan catatan bahwa obat-obat ini masih sensitif :


 Grup 1: first- lineterapi oral, misalnya: pirazinamid, etambutol,

rifampisin

 Grup 2: injeksi, misalnya: kanamisin, amikasin, capreomycin,

streptomisin

 Grup 3: golongan fluoroquinolon, misalnya: levofloksasin,

moxifloksasin, ofloksasin

 Grup 4: second- lineterapi oral bakteriostatik, misalnya: cycloserine,

terizidone, asam para aminosalisilat (PAS), etionamide, protionamide

 Grup 5:  obat-obat ini tidak dianjurkan oleh WHO untuk penggunaan

rutin karena efektifitasnya masih belum jelas.  Namun diikutsertakan

dengan alasan bahwa bilamana ke 4 grup obat tersebut diatas tidak

mungkin diberikan kepada pasien, seperti pada XDR-TB.

Penggunaan obat ini mesti dikonsultasikan terlebih dahulu dengan

spesialis penyakit paru.  Contoh obatnya: clofazimine, linezolid,

amoksisilin klavulanat, thiocetazone, imipenem/cilastatin, klaritromisin,

INH dosis tinggi.

Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan

pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT

aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin dan kanamisin yang bersifat

ototoksik pada janin. Pemberian kedua obat tersebut akan menyebabkan

gangguan pendengaran dan keseimbangan pada bayi ketika lahir.


Pada ibu hamil yang mengkonsumsi OAT, dianjurkan pemberian

piridoksin 50 mg/hari. Vitamin K juga dianjurkan diberikan dengan dosis

10 mg/hari jika rifampisin digunakan pada trimester ketiga.

Ibu Menyusui

Pada prinsipnya, pengobatan OAT pada ibu menyusui tidak berbeda

dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman bagi ibu

menyusui. Tatalaksana OAT yang adekuat akan mencegah penularan TB

ke bayi. Untuk bayi yang menyusu dari ibu penderita TB, terapi

profilaksis isoniazid dapat diberikan.

Rawat Inap

Umumnya pasien dengan tuberkulosis paru (TB Paru) tidak perlu dirawat

inap. Namun akan memerlukan rawat inap pada keadaan atau komplikasi

berikut :

 Batuk darah masif

 Keadaan umum dan tanda vital buruk

 Pneumotoraks

 Empiema

 Efusi pleural masif/bilateral

 Sesak nafas berat yang tidak disebabkan oleh efusi pleura

Kriteria Sembuh

Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh apabila

memenuhi kriteria :
 BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir

pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

 Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau menunjukkan

perbaikan

 Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif

Monitoring

Monitoring pada tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan dengan dua

tujuan, yaitu evaluasi pengobatan dan evaluasi komplikasi maupun efek

samping obat.

c. Evaluasi Pengobatan

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya

keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ),

berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi

negatif.

Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-

2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA

diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada

permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan

resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif

setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat

pengobatan ulang (retreatment).

Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :

a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang

terdekat yaitu keluarga.

b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.

c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita

d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari

e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,

kelima dan enam

f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang

baik

Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan

menggunakan masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat

yang disediakan dan tertutup, tidak disembarangan tempat.

b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan

terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.

c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang

penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang

ditimbulkannya.

d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,

perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,

tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang


tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum

dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan).

Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan

penyelidikan oleh dokter.

7. Edukasi nutrisi

Bahan Makanan Yang Dianjurkan Danyang Tidak Dianjurkan

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan

Sumber karbohidrat Nasi, roti : mie -

makaroni dan hasil

olah tepung-tepungan

lain, seperti, cake,

tarcis, puding,dan

pastri, dodol, ubi,

karbohidrat sederhana

seperti gula pasir.


Sumber protein Daging sapi, ayam, Dimasak dengan

ikan, telur, susu, dan banyak minyak atau

hasil olah seperti keju kelapa/santan kental

dan yogburt cus-tard

dan es krim.
Sumber protein nabati Semua jenis kacang- Dimasak dengan

kacangan dan hasil banyak minyak atau

olahnya, seperti tempe, kelapa/santan kental.

tahu, dan pindakas.


Sayuran Semua jenis sayuran, Dimasak dengan
Terutama jenis B, banyak minyak atau

seperti bayam, buncis, kelapa/santan kental.

daun singkong, kacang

panjang, labu siam dan

wortel direbus, dikukus

dan ditumis.
Buah-buahan Semua jenis buah -

segar,buah kaleng,

buah kering dan jus

buah.
Lemak dan minyak Minyak goreng, Santan kental.

mentega, margarin,

santan encer, salad

dressing.
Minuman Soft drink, madu, sirup, Minuman rendah

teh dan kopi encer. energi.


Bumbu Bumbu tidak tajam, Bumbu yang tajam,

seperti bawang merah, seperti cabe dan merica

bawang putih,laos,

salam, dan kecap.


Sumber : Almatsier, 2008 dalam (Ingi, 2019)

B. Konsep keperawatan

1. Pengkajian

Data– data umum yang sering di tanyakan pada pasien

Tuberculosis Paru adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas atau istirahat


Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas

pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau

berkeringat.

Tanda : takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot,

nyeri dan sesak (tahap lanjut).

b. Integritas EGO

Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah,

perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Populasi budaya/etnik, missal

orang Amerika asli atau imigran dari Asia Tenggara/benua lain.

Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas

ketakutan, mudah terangsang.

c. Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna penurunan

berat badan.

Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan

otot/hilang lemak subkutan.

d. Nyeri atau kenyamanan

Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,

gelisah.

e. Pernafasan

Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat

tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.


Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau

fibrosis parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri

(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau

penebalan pleural bunyi nafas menurun atau tidak ada secara bilateral atau

unilateral efusi pleural atau pneumotorak) bunyi nafas tubuler dan bisikan

pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas aspek paru selama

inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic) karakteristik

sputum: hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah deviasi trakeal

(penyebaran bronkogenik).

f. Keamanan

Gejala : adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker.

Tes positif.

Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut.

g. Interaksi sosial

Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,

perubahan bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk

melaksanakan peran. (Pong, 2019)

2. Diagnosis keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

b. Pola nafas tidak efektif

c. Gangguan pertukaran gas

d. Hipertermi

e. Deficit nutrisi
f. Gangguan pola tidur

g. Intoleransi aktivitas (SDKI, 2017)


3. Intervensi

no Diagnosa keperawatan Luaran keperawatan Rencana tindakan (intervensi)

Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi selama …. Manajemen jalan nafas
efektif Jam maka bersihan jalan nafas membaik Observasi :
dengan kriteria hasil : a. Monitor pola napas (frekuensi,
a. Batuk efektif : 1(menurun) 2 kedalaman, usaha napas)
(cukup memburuk) 3 (sedang) b. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
4(cukup membaik gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
5(meningkat) kering)
b. Produksi sputum : c. Monitor sputum (jumiah, wama, aroma)
1(meningkat) 2 (cukup Terapeutik :
memburuk) 3 (sedang) 4 a. Pertahankan kapatenan jalan napas
(cukup membaik) 5 (menurun) dengan head-tilt dan chin-Hit (jaw-
c. Pola nafas : 1(memburuk) thrust jika curiga trauma servikal)
2(cukup memburuk) 3 (sedang) b. Posisikan seml-Fowler atau Fowier
4 (cukup membaik 5(membaik) c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisloterapi dada, jika perlu
e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen, jika periu
Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika pertu.
(SIKI 2018)

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama …. Manajemen jalan nafas
Jam maka pola nafas membaik dengan Observasi :
kriteria hasil : a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
a. Ventilasi semenit : 1 usaha napas)
(menurun) 2 (cukup b. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
menurun) 3 (sedang) 4 gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
(cukup meningkat) 5 c. Monitor sputum (jumiah, wama, aroma)
(meningkat) Terapeutik :
b. Dipsnea : 1 (meningkat) 2 a. Pertahankan kapatenan jalan napas dengan
(cukup menigkat) 3 head-tilt dan chin-llit (Jaw-thrust jika
(sedang) 4 (cukup menurun) curiga trauma servikal)
5 (menurun) b. Posisikan seml-Fowler atau Fowler
c. Frekuensi nafas : 1 c. Berikan minum hangat
(memburuk 2 (cukup d. Lakukan fisloterapi dada, jika perlu
memburuk) 3 (sedang) 4 e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
(cukup membaik) 5 detik
(membaik) f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
d. Kedalaman nafas : 1 penghisapan endotrakeal
(memburuk 2 (cukup g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
memburuk) 3 (sedang) 4 forsep McGill
(cukup membaik) 5 h. Berikan oksigen, jika perlu
(membaik) Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi selama ….. Pemantauan respirasi
jam, maka pertukaran gas, ekspektasi Observasi :
meningkat dengan kriteria hasil: a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
a. Tingkat kesadaran: 1 upaya napas
(menurun) 2 (cukup b. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
menurun) 3 (sedang) 4 takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
(cukup meningkat) 5 Stokes Biot, ataksik)
(meningkat) c. Monitor kemampuan batuk efektif
b. Pusing : 1 (meningkat) 2 d. Monitor adanya produksi sputum
(cukup menigkat) 3 e. Monitor adanya sumbalan jalan napas
(sedang) 4 (cukup menurun) f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5 (menurun) g. Auskultasi bunyi napas Monitor saturasi
c. Penglihatan kabur : 1 oksigen
(meningkat) 2 (cukup h. Monitor nilai AGD
menigkat) 3 (sedang) 4 i. Monitor hasil x-ray toraks
(cukup menurun) 5 Terapeutik :
(menurun) a. Atur interval permantauan respirasi sesuai
d. PCO2 : 1 (memburuk 2 kondisi pasien
(cukup memburuk) 3 b. Dokumentasikan hasil pemantauan
(sedang) 4 (cukup
membaik) 5 (membaik)
e. Pola nafas : 1 (memburuk 2 Edukasi :
(cukup memburuk) 3 a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(sedang) 4 (cukup b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
membaik) 5 (membaik)

Hipertermi Setelah dilakukan intervensi selama ….. Manajemen Hipertermi


jam, maka Termoregulasi membaik, Observasi :
ekspektasi membaik dengan kriteria hasil: a. Identifikasi penyebab hipertermia
a. Menggigil : 1 (menurun) 2 (nmis dehidrasi, terpapar lingkungan
(cukup menurun) 3 (sedang) panas, penggunaan incubator)
4 (cukup meningkat) 5 b. Monitor suhu tubuh
(meningkat) c. Monitor kadar elektrolit
b. Kulit merah : 1 (meningkat) d. Monitor haluaran urine
2 (cukup menigkat) 3 e. Moitor komplikasi akibat hipertermia
(sedang) 4 (cukup menurun) Terapeutik :
5 (menurun) a. Sediakan lingkungan yng dingin
c. Akrosianosis : 1 b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
(meningkat) 2 (cukup c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
menigkat) 3 (sedang) 4 d. Berikan cairan oral
(cukup menurun) 5 e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
(menurun) jika mengalami hyperhidrosis (keringat
d. Pucat : 1 (meningkat) 2 berlebih)
(cukup menigkat) 3 f. Lakukan pendinginan eksternal (mis
(sedang) 4 (cukup menurun) selimut hipotermia atau kompres dingi
5 (menurun) pada dahi, leher, dada, abdomen,
e. Takikardia : 1 (meningkat)
2 (cukup menigkat) 3
aksila)
(sedang) 4 (cukup menurun)
g. Hindari pemberian antipiretik atau
5 (menurun)
aspirin
f. Suhu tubuh : 1 (memburuk
h. Berikan oksigen jika perlu
2 (cukup memburuk) 3
Edukasi :
(sedang) 4 (cukup
a. Anjurkan tirah baring
membaik) 5 (membaik)
Kolaborasi :
g. Suhu kulit : 1 (memburuk 2
a. Kolaborasi pemberian cairan dan
(cukup memburuk) 3
elektrolit intravena, jika perlu (SIKI,
(sedang) 4 (cukup
2018)
membaik) 5 (membaik)
(SLKI, 2019)

Deficit nutrisi Setelah dilakukan intervensi selama …. Status nutrisi


jam, maka mobilitas fisik, ekspektasi Observasi :
membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
1. Mempertahankan makanan dimulut 2. Identifikasi elergi dan intoleransi makanan
2. Ferleks menelan meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
3. Kemampuan mengosongkan mulut 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
meningkat nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemerikasaan laboratorium
Terapeutik:
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis,
piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogastric jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antlemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

Gangguan pola tidur Setelah dilakukan intervensi selama …. Dukungan tidur


jam, maka pola tidur, ekspektasi membaik Observasi :
dengan kriteria hasil: a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
a. Keluhan sulit tidur : 1 (menurun), b. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik
2(cukup menurun), 3(sedang), dan/atau psikologis)
4(cukup meningkat), 5(meningkat) c. Identifikasi makanan dan minuman yang
b. Keluahn sering terjaga : mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol,
1(menurun), 2(cukup menurun), makan mendekati waktu tidur, minum
3(sedang), 4(cukup meningkat), banyak air sebelum tidur)
5(meningkat d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
c. Keluhan tidak puas tidur : Terapeutik :
1(menurun), 2(cukup menurun), a. Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan,
3(sedang), 4(cukup meningkat), kebisingan, suhu, matras, dan fempat tidur)
5(meningkat b. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
d. Keluhan pola tidur berubah : c. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum
1(menurun), 2(cukup menurun), tidur
3(sedang), 4(cukup meningkat), d. Tetapkan jadwal tidur rutin
5(meningkat e. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
e. Keluhan istirahat tidak cukup : kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi,
1(menurun), 2(cukup menurun), terapi akupresur)
3(sedang), 4(cukup meningkat), f. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
5(meningkat) tindakan untuk menunjang siklus tidur-
terjaga
Edukasi :
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
sakít
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan menghindari makanan/minuman
yang mengganggu tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
e. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis.
psikologis, gava hidup, sering berubah shift
bekerja)
f. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi selama …. Manajemen energy


jam, maka toleransi aktivitas, ekspektasi Observasi :
meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
a. Frekuensi nadi : 1(menurun), 2(cukup mengakibatkan kelelahan
menurun), 3(sedang), 4(cukup 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
meningkat), 5(meningkat) 3. Monitor pola tidur
b. Aktivitas sehari-hari : 1(menurun), 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
2(cukup menurun), 3(sedang), 4(cukup selama melakukan aktivitas
meningkat), 5(meningkat) Terapeutik :
c. Keluhan lelah : 1 (meningkat) 2 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
(cukup menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
menurun) 5 (menurun) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau
d. Dyspnea setelah aktivitas : 1 aktif
(meningkat) 2 (cukup menigkat) 3 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
(sedang) 4 (cukup menurun) 5 4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika dapat
(menurun) berpindah atau berjalan
e. Perasaan lemah : 1 (meningkat) 2 Edukasi :
(cukup menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup 1. Anjurkan tirah baring
menurun) 5 (menurun) 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
f. Frekuensi nafas : 1 (memburuk) 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
2(cukup memburuk) 3 (seang) 4(cukup gejala kelelahan tidak berkurang
membaik) 5(membaik) 4. Ajarkan strategi koping yang mengurangi
g. Tekanan darah : 1 (memburuk) kelelahan
2(cukup memburuk) 3 (seang) 4(cukup Kolaborasi :
membaik) 5(membaik) 1. Kolaberasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Indah, M. (2018). Tuberkulosis.

Ingi, M. F. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien

Tuberkulosis Paru Di Ruang Rawat Inap Rsud. Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2019). Standar Luaran

Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Pong, O. (2019). Karya Tulis Ilmiah “ Asuhan Keperawatan Tn. L.K Dengan

Tuberculosis Paru Di Ruangan Tulip Rsud. Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang .”

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. dewan pengurus

pusat persatuan perawat nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. dewan pengurus

pusat persatuan perawat nasional Indonesia.

Sembiring, dr. S. pola karta. (2019). Indonesia bebas Tubercolosis. CV Jejak.

Udin, M. F. (2019). penyakitt respirasi pada anak. UB Press.

Werdhani, R. A. (n.d.). Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis.

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI, 1–18.

Anda mungkin juga menyukai