Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Tumor Otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak, terdapatnya lesi yang
ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak,
meningen, dan tengkorak. Banyak jenis tumor yang berbeda-beda. Beberapa tumor otak
bukan merupakan kanker (jinak) dan beberapa tumor otak lainnya adalah kanker (ganas).
Tumor otak dapat berasal dari otak (tumor otak primer) atau kanker yang berasal dari
bagian tubuh lain dan merambat ke otak (tumor otak sekunder / metastatic) (Price &
Wilson, 2014).

Gambar 1. Tumor Otak


a) Klasifikasi Jenis Tumor
1. Jinak
Pertumbuhan tumor jinak lambat dan biasanya berkapsul sehingga mudah
dibedakan dengan jarinngan sekitarnya karena berbatas tegas. Pembesaran tumor
akan menekan jaringan di dekatnya dan dapat menyebabkan obstruksi atau atrofi.
1) Acoustic Neuroma
Tumor jinak dan sebaiknya disebut sebagai schwannoma, tumbuh dari sel
selubung saraf pada kompleks nervus VIII pada region meatus auditorius
internus. Manifestasi awal yang khas adalah gangguan pendengaran
sensorineural unilateral, yang disebabkan oleh kerusakan nervus delapan
dalam meatus (lesi intrakanalikular). Ekspansi tumor lebih lanjut ke sudut
serebelopontin melibatkan nervus kranialis yang berdekatan (nervus V dan
VII). Pertumbuhan tumor lebih lanjut menyebabkan ataksia ipsilateral akibat
kompresi batang otak-serebelum dan palsi nervus kranialis bagian bawah
(bulbar). Akhirnya, terjadi gambaran peningkatan tekanan intracranial,
terutama jika terjadi hidrosefalus akibat ostruksi pada tingkat ventrikel
keempat. tumor lain yang dapat mengenai sudut serebelopontin termasuk
meningioma dan metastasis.
2) Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi
jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien
usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki.
Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu
menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3) Pitiutary Adenoma
Jika terjadi ekspansi tumor hipofisis, maka tumor dapat mengenai struktur di
atas maupun di sekeliling fosa hipofisis (ekstensi suprasela dan parasela).
Manifestasi neurologis klasik dari lesi ini adalah hemianopia bitemporal yang
disebabkan oleh kompresi kiasma optikum oleh ekstensi suprasela suatu
adenoma. Keadaan patologis lainnya yang dapat menyebabkan kompresi
kiasma, sehingga menyerupai adenoma hipofisis adalah aneurisma karotis,
meningioma suprasela, dan kraniofaringioma (tumor yang berasal dari sel
perkembangan epitel bukan yang secara embriologis dekat dengan tangkai
hipofisis).
Adenoma hipofisis dapat menyebabkan gangguan endokrin bersamaan dengan
atau tanpa gangguan lapang pandang. sel tumor dapat bersifat fungsional,
yaitu mensekresi hormone hipofisis anterior (akromgeali yang disebabkan oleh
kelebihan hormone, prolaktinoma, penyakit Cushing akibat tumor yang
mensekresi kortikortropin). selain itu, dapat terjadi hipopituitarisme akibat
supresi sel normal kelenjar oleh tumor. Terkadang adenoma hipofisis dapat
mengalami infark akut. pasien menunjukkan gejala nyeri kepala akut dan
muntah-muntah (menyerupai perdarahan subarachnoid) dan hipopituitarisme
akut (aplopeksi hipofisis). Pembengkakan jaringan tumor nekrotik
menyebabkan hemianopia bitemporal yang berkemebang cepat dengan
oftalmoplegia bilateral akibat ekstensi paraselar ke sinus kavernosus.
4) Astrocytoma (Grade 1)

2. Malignan
Tumor ganas sering disebut juga kanker, tumbuh dengan cepat dan
cenderung berinvasi ke jaringan sekitarnya sehingga batasnya tidak tegas dan
jarang berkapsul. Pada umumnya, tumor ganas diberi nama sesuai dengan asal
jaringan saat embrio. Tumor ganas yang berasal dari ectoderm dan endoderm
disebut karsinoma, dan yang berasal dari mesoderm disebut sebagai sarcoma. Jika
jaringan tumor ganas sangat menyerupai jaringan embrio, tumor ini disebut
sebagai blastoma, sepertipada neuroblastoma. Jika tumor tersebut berasal dari dua
lapis jaringan embrio, disebut karsinosarkoma. Jika berasal dari tiga lapis jaringan
embrio disebut sebagai teratoma.
1) Astrocytoma (Grade 2,3,4)
2) Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul
hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan
simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan
merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
3) Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim
yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat
terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Dua faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup
jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien
maka makin buruk progmosisnya.
4) Metastase Tumor Otak
Tumor dengan lokasi utama di luar otak. Kanker paru, payudara, dan ginjal,
serta melanoma ganas adalah sumber utama kanker otak metastasis. Tumor
metastasis pada otak umumnya multiple yang membuatnya lebih sulit
ditangani. Lokasi tumor dapat terletak di dalam otak itu sendiri atau di
meningen yang melapisi otak itu sendiri atau di meningen yang melapisi otak.
B. Etiologi
Tidak ada faktor etiologi jelas yang telah ditemukan untuk tumor otak primer.
Walaupun tipe sel yang berkembang menjadi tumor sering kali dapat diidentifikasi,
mekanisme yang menyebabkan sel bertindak abnormal tetap belum diketahui.
Kecenderungan keluarga, imunosupresi, dan faktor-faktor lingkungan sedang diteliti.
Waktu puncak untuk kejadian tumor otak adalah decade kelima dan ketujuh. Selain itu,
pria terkena lebih sering dari pada wanita (Bruner & Suddarth,2013).
Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau menurut (Tanto et al., 2014), yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Dibawah 5% penderita glioma mempunyai sejarah keluarga
yang menderita brain tumor. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang
dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor
familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang
kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu
radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan
pada hewan.

f. Trauma kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga mendesak massa
otak akhirnya terjadi tumor otak.
C. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis mungkin tidak spesifik yang dapat disebabkan oleh edema dan
peningkatan TIK atau spesifik yang disebabkan oleh lokasi anatomi tertentu.
a. Perubahan Status Mental
Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan tingkat
kesadaran atau sensoris dapat ditemukan. Perubahan status emosional dan mental,
seperti letargi dan mengantuk, kebingungan, disorientasi, serta perubahan
kepribadian dapat ditemukan.
b. Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri
kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan
terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher.
Sakit kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya intermiten dengan
durasi meningkat dan dapat diperparah dengan perubahan posisi atau mengejan.
Sakit kepala parah dan berulang pada klien yang sebelumnya bebas sakit kepala
atau sakit kepala berulang di pagi hari yang frekuensi dan keparahannya
meningkat dapat menandakan suatu tumor intrakranial dan membutuhkan
pengkajian lebih lanjut.
c. Mual dan Muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena tekanan pada
medula, yang terletak pusat muntah. Klien sering mengeluhkan sakit kepala parah
setelah berbaring di ranjang. Saat sakit kepala makin nyeri, klien juga dapat
mengalami mual atau muntah yang spontan. Selama episode muntah biasanya
nyeri kepala akan berkurang.
d. Papiledema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat menyebabkan
papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari hal ini masih belum
diapahami. Peningkatan tekanan intrakranial mengganggu aliran balik vena dari
mata dan menumpuk darah di vena retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked
disc”, papiledema umum pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin
merupakan manifestasi awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema
awal tidak menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya dapat
dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah dapat
bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan.
e. Kejang
Kejang, fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan tumor
intrakranial, terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat parsial atau
menyeluruh. Kejang parsial biasanya membantu membatasi lokasi tumor.
2. Manifestasi Lokal
Manifestasi klinis lokal disebabkan oleh kerusakan, iritasi, atau kompresi dari
sebagian otak tempat tumor terletak.
1) Kelemahan Fokal ( misal, hemiparesis)
2) Gangguan sensoris, antara lain tidak dapat merasakan (anestesia), atau sensasi
abnormal (Parestesia)
3) Gangguan bahasa
4) Gangguan koordinasi (misal, jalan sempoyongan)
5) Gangguan penglihatan seperti diplopia (pandangan ganda) atau gangguan lapang
pandang (monopia)
D. Komplikasi

Menurut beberapa sumber salah satunya Black & Hawks (2014), komplikasi yang
dapat terjadi pada tumor otak antara lain:
1. Peningkatan Tekanan Intrakraial
Peningkatan tekanana intrakranial terjadi saat salah satu maupun semua faktor yang
terdiri dari massa otak, aliran darah ke otak serta jumlah cairan serebrospinal
mengalami peningkatan. Peningkatan dari salah satu faktor diatas akan memicu:
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih terakumulasi disekitar lesi sehingga
menambah efek masa yang mendesak.
b. Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi akibat peningkatan produksi CSS ataupun karena adanya
gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor otak, massa tumor akan
mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS sehingga memicu terjadinya hidrosefalus.
c. Herniasi Otak
Peningkatan tekanan intracranial dapat mengakibatkan herniasi sentra, unkus,
dan singuli. Herniasi serebellum akan menekan mesensefalon sehingga
menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga (okulomotor)
2. Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam
selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya massa tumor.
3. Berkurangnya fungsi neurologis
Gejala berkurangnya fungsi neurologis karena hilangnya jaringan otak adalah
khas bagi suatu tumor ganas (Wim, 2002). Penurunan fungsi neurologis ini
tergantung pada bagian otak yang terkena tumor.
4. Ensefalopati radiasi
5. Metastase ke tempat lain
6. Kematian
E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Peate (2015), ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang digunakan


dalam mengindikasi penyakit tumor otak, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Computed Tomography Scan (CT-Scan)


Computed Tomography (CT) Scan merupakan suatu teknik diagnostik dengan
menggunakan sinar sempit dari sinar-X untuk memindai kepala dalam lapisan
yang berurutan. Bayangan yang dihasilkan memberi gambaran potongan
melintang dari otak, dengan membandingkan perbedaan jaringan padat pada
tulang kepala, korteks, struktur subkortikal, dan ventrikel. Bayangan ditunjukkan
pada osiloskop atau monitor TV dan difoto. Lesi-lesi pada otak terlihat sebagai
variasi kepadatan jaringan yang berbeda dari jaringan otak normal sekitarnya.
Jaringan abnormal sebagai indikasi kemungkinan adanya massa tumor, infark
otak dan atrofi kortikal. Oleh karena itu, CT Scan merupakan alat diagnostik yang
penting dalam evaluasi pasen yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT
Scan untuk mendeteksi tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak
pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai
lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya
tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih
rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan
jaringan sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan
terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan
pemberian zat kontras.

Gambar 2. Pemeriksaan CT scan pada Tumor Otak (Pearce, 2009)


2. Positron Emmision Tomography (PET)
Positron Emmision Tomography (PET) adalah teknik pencitraan nuklir
berdasarkan komputer yang dapat menghasilkan bayangan fungsi organ secara
aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksikan dengan zat radioaktif
yang memberikan partikel bermuatan positif. Bila positron ini berkombinasi
dengan elektron-elektron bermuatan negatif (normalnya didapat dalam sel-sel
tubuh), resultan sinar gamma dapat dideteksi oleh alat pemindai. Dalam alat-alat
pemindai, detektor tersusun dalam sebuah cincin dan seri-seri yang dihasilkan
berupa gambar dua dimensi pada berbagai tingkatan otak. Informasi ini
terintegrasi oleh komputer dan memberikan sebuah komposisi bayangan kerja
otak. PET memungkinkan pengukuran aliran darah, komposisi jaringan, dan
metabolisme otak. PET mengukur aktifitas ini secara spesifik pada daerah otak
dan dapat mendeteksi perubahan penggunaan glukosa. Uji ini digunakan untuk
melihat perubahan metabolik otak, melokasikan lesi seperti adanya tumor otak.
PET digunakan untuk mendiagnosa kelainan metabolisme pada otak dan mampu
mendiagnosa penyakit Alzheimer serta penyebab lain dari demensia.

Gambar 3. Positron Emmision Tomography (PET) (Pearce, 2009)


3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemindaian MRI dapat mendemonstrasikan otak dengan menggunakan
fasilitas multiplanar pada bidang aksial, koronal dan sagital dengan gambaran
yang sangat baik pada fosa posterior, karena tidak ada artefak tulang. MRI
merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif dalam mendeteksi tumor seperti
adenoma hipofisis dan neuroma akustik. MRI menunjukkan gejala yang progresif
atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda
spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor
dari abses ataupun proses lainnya. Pada keadaan tumor otak ini akan nampak
warna yang kontras dengan warna organ normal dan terjadi penebalan jaringan
otak.
Gambar 4. Hasil MRI pada Tumor Otak (Pearce, 2009)
4. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktifitas umum eletrik di otak, dengan
meletakkan elektroda-elektroda pada daerah kulit kepala atau dengan
menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan
kajian fisiologis aktifitas serebri. EEG bertindak sebagai indikator kematian otak.
Tumor, abses, jaringan parut, bekuan darah, dan infeksi dapat menyebabkan
aktifitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. Pemeriksaan ini
pada tumor otak berfungsi untuk mengevaluasi lobus temporal pada saat kejang.

Gambar 5. Contoh Gambaran EEG pada Tumor Otak (Pearce, 2009)


5. MR-Spectroscopy
MR-Spectroscopy (MRS) mampu membedakan berbagai lesi pada otak.
Derajat akurasinya mencapai 95-100% untuk membedakan lesi neoplasma atau
nonneoplasma. Choline adalah marker spesifik pada neoplasma intrakranial.
Peningkatan konsentrasi choline atau jumlah rasio Cho/Cr atau Cho/NNA
menunjukkan adanya suatu neoplasma (Castillo et al, 1998). Kelainan spesifik
tertentu dapat mempersulit untuk membedakan diagnostik antara tumor atau
proses inflamasi seperti pada high grade glioma dan abses serebri dimana puncak
konsentrasi choline dapat tidak muncul karena adanya proses nekrosis. Berbagai
cara tertentu dapat digunakan seperti penggunaan long TE dapat mempermudah
identifikasi puncak choline. Adanya puncak cytosolic amino acids pada 0,9 ppm
adalah karakteristik khusus untuk abses. Pada diffusion weight image, abses
menunjukkan high signal intensity sedangkan pada tumor dengan degenerasi
nekrosis menunjukkan ISO sampai low signal intensity. Pada abses biasanya
menunjukkan hipoperfusi sedangkan pada glioma menunjukkan hiperperfusi
(Fatterpekar et al, 2001).

Gambar 6. Gambaran Grafik MR-Spectroscopy Tumor Otak


6. Angiografi Serebral
Menegaskan adanya tumor. Memberikan gambaran pembuluh darah serebral
dan letak tumor serebral. Pada tumor otak ini pembuluh darah pada siklus Willis
di cabang arteri otak yang kecil akan mengalami pembesaran masa pembuluh
darah saat dilakukan pemeriksaan ini.

Gambar 7. Hasil Pemeriksaan Angiografi Serebral pada Tumor Otak (Pearce, 2009)
7. Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Menunjukan peningkatan cairan serebrospinal (CSS), yang mencerminkan
TIK, peningkatan kadar protein, penurunan kadar glukosa, dan terkadang sel-sel
tumor pada CSS. Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker
tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan
massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor
dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).

Gambar 8. Pemeriksaan Lumbar Pungsi (Pearce, 2009)


F. Penatalaksanaan
Faktor –faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan:
 Usia
 General Health
 Ukuran Tumor
 Lokasi Tumor
 Jenis Tumor
Langkah pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian kortikostreoid
yang bertujuan untuk memberantas edema otak. Pengaruh kortikostreoid terutama dapat
dilihat pada keadaan-keadaan seperti nyeri kepala yang hebat, deficit motorik, afasia
dan kesadaran yang menurun. Beberapa hipotesis yang dikemukakan: meningkatkan
transportasi dan reasirbsi cairan serta memperbaiki permeabilitas pembuluh darah. Jenis
kortikostreoid yang dipilih yaitu glukokortikoid; yang paling banyak dipakai ialah
deksametason, selain itu dapat diberikan prednisone atau prednisolon. Dosis
deksametason biasa diberikan 4-20 mg intravena setiap 6 jam untuk mengatasi edema
vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan tekanan tinggi intracranial. Selain itu
terapi suportif yang dapat dilakukan yaitu IVFD RL XX tetes/menit (makro), ceftriaxon
vial 1 gram/12 jam, ranitidine ampul 1 gram/12 jam, dexamethason 1 ampul/6 jam
(Smeltzer, 2013).
Untuk tumor otak, metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya
menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2014) yaitu :
1) Pembedahan
Tumor jinak sering kali dapat ditangani dengan eksisi komplet dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif, untuk tumor primer
maligna, atau sekunder biasanya sulit disembuhkan. Pembedahan tumor biasanya
harus melalui diagnosis yang histologis terlebih dahulu.
2) Terapi Medikamentosa
 Antikonvulsan untuk epilepsi
 Kortikosteroid (dekstrametason) untuk peningkatan tekanan intrakranial.
Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan
mengobati edema otak
 Kemoterapi diindikasikan pada beberapa kasus glioma, sebagai ajuvan
pembedahan dan radioterapi dengan pengawasan unit spesialistik neuro
onkologi.
3) Terapi Radiasi
Radioterapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan akselerator
linier. Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih 6.000 Gy yang
diberikan lima kali seminggu selama 6 minggu. Untuk klien dengan tumor
metastasis, dosis standar radiasi kurang lebih 3.000 Gy. Dosis pasti akan
bergantung pada karakteristik tumor, volume jaringan yang harus diradiasi
biasanya diberikan dalam periode yang lebih pendek untuk melindungi jaringan
normal di sekitarnya. Bentuk lain dari terapi radiasi, walaupun tidak dianggap
konvensional dan belum tersedia luas, adalah terapi radiasi partikel berat,
radioterapi neutron cepat, terapi fotodinamik, dan terapi tangkapan neutron boron.
Walaupun penggunaannya luas, terapi radiasi bukan tanpa konsekuensi.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan durasinya makin
meningkat
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat meningkat dengan
aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan mental seperti disorientasi, letargi,
papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau
penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala
5. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
tumor kepala.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan
prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
7. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik
umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital,
B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6
(Bone).
a) Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak teratur) dan sesak
napas terjadi karena tumor mendesak otak sehingga hermiasi dan kompresi
medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas klien normal, tidak
menunjukkan batuk, adanya retraksi otot bantu napas, dan biasanya
memerlukan alat bantu pernapasan dengan kadar oksigen 2 LPM.
b) Kardiovaskular B2 (Blood)
Desak ruang intracranial akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu terjadi
ketidakteraturan irama jantung (irreguler) dan bradikardi. Klien tidak
mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung normal, akral hangat, nadi bradikardi.
c) Persyarafan B3 (Brain)
 Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau
diplopia.
 Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
 Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus
frontal
 Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
 Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
 Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
 GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
d) Perkemihan B4 (Bladder)
Gangguan control sfinter urine, kebersihan bersih, bentuk alat kelamin normal,
uretra normal, produksi urin normal
e) Pencernaan B5 (Bowel)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial sehingga
menekan pusat muntah pada otak. Gejala mual dan muntah ini biasanya akan
diikuti dengan penurunan nafsu makan pada pasien. Kondisi mulut bersih dan
mukosa lembab

f) Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan anggota gerak karena kelemahan bahkan
kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas, kondisi tubuh kelelahan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
3. Risiko ketidakefekifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
kemoterapi dan radioterapi.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik
7. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu
menggerakan leher.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor:
peningkatan tekanan intrakranial

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Pain Management
a. Mengurangi/menghilangkan faktor-
keperawatan selama ...x24 jam nyeri
faktor yang memimbulkan /
yang dirasakan berkurang 1 atau dapat
meningkatkan pengalaman nyeri
diadaptasi oleh klien dengan kriteria
b. Memilih dan mengimplementasikan
hasil :
satu jenis tindakan (farmakologi,
a. Klien mengungkapkan nyeri non-farmakologi, interpersonal)
yang dirasakan berkurang atau untuk memfasilitasi pertolongan
dapat diadaptasi ditunjukkan
penurunan skala nyeri. Skala = 2 nyeri
b. Klien tidak merasa kesakitan. c. Mempertimbangkan jenis dan
c. Klien tidak gelisah
sumber nyeri ketika memilih strategi
Pain Control
pertolongan nyeri
d. Mendorong klien untuk
a. Klien dapat mengenal onset
nyeri menggunakan pengobatan nyeri
yang adekuat
b. Klien dapat menggambarkan
e. Instruksikan pasien/keluarga untuk
faktor penyebab
melaporkan nyeri dengan segera jika
c. Klien mengenal gejala yang
berhubungan dengan nyeri nyeri timbul.
f. Mengajarkan tehnik relaksasi dan
d. Melaporkan kontrol nyeri
metode distraksi
Pain: Disruptive Effects g. Observasi adanya tanda-tanda nyeri
non verbal seperti ekspresi wajah,
a. Hubungan interpersonal tidak
terganggu gelisah, menangis/meringis,
perubahan tanda vital.
b. Tindakan peran seperti semula Kolaborasi: Analgesic Administration
c. Dapat melakukan ktivitas 1) Menentukan lokasi, karakteristik,
sehari-hari kualitas, dan keparahan nyeri
d. Aktivitas fisik tidak terganggu sebelum pengobatan klien
2) Mengecek permintaan medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi dari
analgesik yang telah ditentukan
(resep)
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Airway Management
keperawatan selama ...x24 jam pola
1) Monitor status respirasi dan
pernafasan kembali normal dengan
oksigenasi, yang tepat
kriteria Hasil :
a. Pola nafas efekif Respiratory Management

b. GDA normal
1) Monitor kecepatan, irama,

c. Tidak terjadi sianosis kedalaman dan upaya pernafasan.


2) Monitor pola pernapasan
3) Monitor tingkat saturasi oksigen
Respiratory Status
dalam klien yang tenang
4) Auskultasi suara napas, mencatat
a. Respiraroty Rate normal area penurunan ketiadaan ventilasi
b. Respiraory Rhytm normal dan keberadaan suara tambahan

c. Kedalaman inspirasi normal


d. Saturasi oksigen normal
e. Tidak ada sianosis

3. Risiko ketidakefekifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.

NOC NIC

Tujuan : setelah dilakukan tindakan Intracranial Pressure (ICP) Monitoring


keperawatan selama ...x24 jam perfusi
1) Monitor kualitas dan karakteristik
jaringan klien membaik ditandai
dari bentuk gelombang TIK
dengan tanda-tanda vital stabil dengan 2) Monitor tekanan perfusi cerebral
kriteria hasil : 3) Monitor status neurologis
a. Tekanan perfusi serebral 4) Monitor TIK klien dan respon

>60mmHg, tekanan intrakranial neurologis untuk merawat aktivitas

<15mmHg, tekanan arteri rata- dan stimuli lingkungan


5) Monitor jumlah, kecepatan, dan
rata 80-100mmHg
karakteristik dari aliran cairan
b. Menunjukkan tingkat kesadaran
serebrospinal (CSF)
normal 6) Memberikan agen farmakologi
untuk menjaga TIK pada batas
c. Orientasi pasien baik
tertentu
d. RR 16-20x/menit 7) Memberi jarak waktu intervensi
keperawatan untuk meminimalkan
e. Nyeri kepala berkurang atau
PTIK
tidak terjadi 8) Monitor secara berkala tanda dan
gejala peningkatan TIK
Perfusi Jaringan: Serebral a. Kaji perubahan tingkat
kesadaran, orientasi, memori,
a. Tekanan intracranial normal
periksa nilai GCS
b. Tekanan darah sistolik normal
c. Tekanan darah diastolic normal b. Kaji tanda vital dan bandingkan
dengan keadaan sebelumnya
d. Mean Blood Pressure normal
c. Kaji fungsi autonom: jumlah dan
e. Sakit kepala hilang pola pernapasan, ukuran dan
f. Tidak mengalami penurunan reaksi pupil, pergerakan otot
tingkat kesadaran
d. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
g. Tidak ada gangguan reflek
neurologik muntah, papila edema, diplopia,
kejang

e. Ukur, cegah, dan turunkan TIK

1. Pertahankan posisi dengan


meninggikan bagian kepala
15-300, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai
secara berlebihan

2. Monitor analisa gas darah,


pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 >80mmHg

3. Kolaborasi dalam pemberian


oksigen

4. Hindari faktor yang dapat


meningkatkan TIK

9) Istirahatkan pasien, hindari tindakan


keperawatan yang dapat
mengganggu tidur pasien
10) Berikan sedative atau analgetik
dengan kolaboratif.
4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.

NOC NIC

Tujuan : setelah dilakukan tindakan Fall Prevention


keperawatan selama ...x24 jam
1) Identifikasi tingkah laku dan faktor
diagnosa tidak menjadi masalah actual
yang berpengaruh pada risiko jatuh
dengan kriteria hasil : 2) Memberikan tanda untuk
a. Pasien dapat mengingatkan klien untuk meminta
mengidentifikasikan kondisi- tolong ketika pergi dari tempat tidur,
kondisi yang menyebabkan yang tepat
3) Menggunakan teknik yang sesuai
vertigo
untuk mengantar klien ked an dari
b. Pasien dapat menjelaskan
kursi roda, tempat tidur, toilet dan
metode pencegahan penurunan
lainnya
aliran darah di otak tiba-tiba
4) Kaji tekanan darah pasien saat
yang berhubungan dengan
pasien mengadakan perubahan
ortostatik.
posisi tubuh.
5) Diskusikan dengan klien tentang
c. Pasien dapat melaksanakan
fisiologi hipotensi ortostatik.
gerakan mengubah posisi dan 6) Ajarkan teknik-teknik untuk
mencegah drop tekanan di otak mengurangi hipotensi ortostatik
yang tiba-tiba. a. Untuk mengetahui pasien
mengakami hipotensi ortostatik
d. Menjelaskan beberapa episode
ataukah tidak.
vertigo atau pusing. b. Untuk menambah pengetahuan
klien tentang hipotensi
Falls Occurrence
ortostatik.
c. Melatih kemampuan klien dan
Tidak terjadi jatuh ketika posisi
berdiri, berjalan, duduk dan ketika memberikan rasa nyaman ketika
tidur mengalami hipotensi ortostatik.
Physical Injury Severity

a. Cedera bedah kepala tidak ada


b. Gangguan mobilitas tidak ada
c. Penurunan tingkat kesadaran
tidak terjadi
d. Perdarahan tidak terjadi

5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan dengan


efek kemoterapi dan radioterapi.

NOC NIC

Tujuan : setelah dilakukan tindakan Nutrition Monitoring


keperawatan selama ...x24 jam
1) Kaji tanda dan gejala kekurangan
kebutuhan nutrisi klien dapat nutrisi: penurunan berat badan,
terpenuhi dengan adekuat dengan tanda-tanda anemia, tanda vital
2) Monitor intake nutrisi pasien
kriteria hasil:
3) Berikan makanan dalam porsi kecil
a. Antropometri: berat badan tidak tapi sering.
4) Timbang berat badan 3 hari sekali
turun (stabil) 5) Monitor hasil laboratorium: Hb,
b. Biokimia: albumin normal albumin
dewasa (3,5-5,0) g/dl 6) Kolaborasi dalam pemberian obat
antiemetic
c. Hb normal (laki-laki 13,5-18
g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
1) Clinis: tidak tampak kurus,
terdapat lipatan lemak,
rambut tidak jarang dan
merah
2) Diet: klien menghabiskan
porsi makannya dan nafsu
makan bertambah
Nutritional Status

a. Intake nutrisi adekuat


b. Intake makanan adekuat
c. Intake cairan adekuat
d. Hidrasi

6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik

NOC NIC

Tujuan : setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama ..x24 jam, gangguan
1) Kaji fungsi motorik secara berkala
mobilitas dapat diminimalkan dengan 2) Menjaga pergelangan kaki 90
kriteria Hasil : derajat dengan papan kaki.
1. Mempertahankan posisi fungsi yang
Gunakan trochanter rolls sepanjang
dibuktikan dengan tidak adanya
paha saat di ranjang
kontraktur. Foodtrop 3) Ukur dan pantau tekanan darah
2. Meningkatkan kekuatan tidak
pada fase akut atau hingga stabil.
terpengaruh/ kompenssi bagian
tubuh Ubah posisi secara perlahan
3. Menunjukan teknik eprilaku yang 4) Inspeksi kulit setiap hari. Kaji
meingkinkan dimulainya kembali terhadap area yang tertekan dan
kegiatan memberikan perawatan kulit secara
Mobility teliti
5) Membantu mendorong pulmonary
a. Keseimbangan terjaga hygiene seperti napas dalam,
b. Koordinasi terjaga batuk, suction
6) Kaji dari kemerahan,
c. Bergerak dengan mudah
bengkak/ketegangan otot jaringan
betis

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Kedelapan). Singapura:
Elsevier
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) (Keenam). Philadelphia: Elsevier

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC

Kowalak, Welsh, & Mayer. (2014). Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (Kelima). Philadelphia: Elsevier

Peate, M.N. (2015). Dasar-dasar Patifisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi Medika

Price, S. A., & Wilson, M. L. (2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart's . Jakarta : EGC.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran (4th
ed.). Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai