Anda di halaman 1dari 18

Program Profesi Keperawatan Anak

Ruag Perawatan Lontara 4 Atas Depan


RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar

LAPORAN PENDAHULUAN
Nutrisional Marasmus

Oleh:

RESTU ABADY

R014182003

Preceptor Lahan Preceptor Institusi

( ) (Nur Fadhilah Syam S.Kep., Ns., MN)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Marasmus adalah bentuk kekurangan gizi. Itu terjadi ketika asupan nutrisi dan energi
terlalu rendah untuk kebutuhan seseorang. Ini menyebabkan buang-buang, atau hilangnya
lemak dan otot tubuh. Seorang anak dengan marasmus mungkin tidak tumbuh seperti anak-
anak biasanya. Malnutrisi terjadi ketika kekurangan nutrisi menyebabkan masalah kesehatan,
biasanya karena diet seseorang tidak mengandung semua vitamin dan nutrisi yang
dibutuhkan tubuh untuk berfungsi. Ketika seseorang tidak mendapatkan nutrisi yang tepat,
akan lebih sulit bagi tubuh mereka untuk melakukan proses rutin yang memungkinkan
mereka untuk menumbuhkan sel baru atau melawan penyakit. Masalah kesehatan yang lebih
serius dapat terjadi (Gill, 2018).
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini merupakan
hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor
lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus (Marimbi, 2015).

B. Etiologi
Menurut Behrman, (1999) etiologic marasmus antara lain :
1. Pemasukan kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat kekurangan dalam
susunan makanan.
2. Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada orang tua-
anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan metabolisme atau malformasi
bawaan.
3. Gangguan setiap system tubuh yang parah dapat mengakibatkan terjadinya
malnutrisi
4. Disebabkan oleh pengaruh negative faktor-faktor sosioekonomi dan budaya yang
berperan terhadap kejadian malnutrisi pada umumnya, keseimbangan nitrogen
yang negative dapat pula disebabkan oleh diare kronik malabsorpsiprotein,
hilangnya protein air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar dan
penyakit hepar. Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan
makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan
bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi
seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang
gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Marimbi, 2015).

C. Patofisiologi
Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan manghilangkan lemak di
bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis. Untuk
kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran
jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga
untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino
untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih
ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.
(Ngastiyah, 2005 dalam Pardi, 2014)

D. Manifestasi Klinik
Gejala klinis KEP berat/gizi buruk yang dapat ditemukan pada marasmus yaitu tampak
sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, kulit keriput, perut cekung, rambut tipis,
jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas (iga gambang), pantan kendur dan keriput (baggy
pants) serta tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang. (Nadila & Anggraini ,
2016). Tanda dan gejala dari marasmus adalah:
1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.
3. Mata besar dan dalam
4. Akral dingin dan tampak sianosis
5. Wajah seperti orang tua
6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu
7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit jelek
9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun
11. Vena superfisialis tampak lebih jelas
12. Ubun-ubun besar cekung
13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
14. Anoreksia
15. Sering bangun malam

E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain: (Pardi , 2014)
1. Tanda klinis
a. Wajah seperti orang tua
b. Sering terdapat penurunan kesadaran
c. Kulit kering, dingin dan kendor
d. Otot-otot mengecil sehingga tulang-tulang terlihat jelas
e. Sering disertai diare atau konstipasi
f. Tekanan darah, frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan berkurang
2. Antropometrik
Lebih ditujukan untuk menemukan malnutrisi ringan dan sedang. Pada pemeriksaan
antropometrik, dilakukan pengukuranpengukuran fisik anak (berat, tinggi, lingkar lengan,
dll) dan dibandingkan dengan angka standard (anak normal). Untuk anak, terdapat 3
parameter yang biasa digunakan, yaitu
a. Berat dibandingkan dengan umur anak
b. Tinggi dibandingkan dengan umur anak
c. Berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak
Parameter tersebut lalu dibandingkan dengan tabel standard yang ada Untuk
membandingkan berat dengan umur anak.
3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium, misalnya pemeriksaan kadar darah merah (Hb)
dan kadar protein (albumin/globulin) darah, dapat dilakukan pada anak dengan
malnutrisi. Dengan pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih jelas
diketahui penyebab malnutrisi dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak
tersebut.
F. Komplikasi
Komplikasi Menurut Markum (1999) dalam (Pardi , 2014) komplikasi yang mungkin
terjadi pada penderita marasmus adalah:
1. Defisiensi vitamin A Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang
terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnutrisi , sering
terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas, atau pada penyakit hati.
Karena vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat menimbulakn
gangguan absorbsi.
2. Infestasi cacing Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi
khususnya gastroenteritis.pada anak dengan gizi buruk atau kurang gizi akan mengalami
peningkatan jumlah parasit seperti cacing.
3. Tuberkulosis Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkulosis, anak akan
membentuk “tuberkulosis primer”. Gambaran yang utama adalah pembesaran kelenjar
limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan
pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus utama mungkin
dapat menyebabkan penyumbatan, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian
paru, yang selanjutnya pada bagian yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya
menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini. Pada anak
dengan keadaan umum dan gizi yang buruk, kelenjar dapat pecah ke dalam bronkus,
menyebarkan infeksi dan mengakibatkan penyakit paru yang luas.
4. Bronkopneumonia Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan
kelemahan otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot
pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batukdengan baik untuk menghilangkan sumbatan
pus. Kenyataan ini lebih sering menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai
banyak bagian kecil tersebat di paru (bronkopneumonia).
5. Noma Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikaai kekurangan kalori-protein
berat yang perlu segera ditangani, karena sifatnya sangatdestruktif dan akut. Keruskan
dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala
yang khas adalah bau busuk yang sangat menyengat. Luka bermula dengan bintik hitam
berbau diselaput mulut. Pada tahap berikutnya, bintik ini akan mendestruksi jaringan
lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat lubang kecil
berbau busuk

G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) dalam Ningsih, (2015) penatalaksanan marasmus
adalah :
1. Atasi / cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35’C, suhu rektal 35,5‘C.
Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.
2. Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal < 35,5’C
a. Segera beri makanan cair/fomula khusus.
b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.
3. Atasi/cegah dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan
untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.
4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar
natrium plasma rendah.
a. Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan
ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotic
6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
- Tambahkan multivitamin.
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).
- Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.
- Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
7. Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14.
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
8. Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi
metabolisme basal.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan & kontak dengan klien tentang :
nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan waktu,
tempat, pertemuan, dan topik yang akan dibicarakan.
b. Usia dan nomor Rekam Medik.
c. Mahasiswa menuliskan sumber data yang di dapat
2. Alasan Masuk
a. Tanyakan kepada klien atau keluarga yang datang?
b. Apa yang menyebabkan klien / keluarga datang ke rumah sakit ini?
3. Fokus pengkajian marasmus menurut Mi Ja Kim adalah :
a. Data Subjektif
1) Rasio berat badan
a) Kehilangan BB dengan asupan makan yang adekuat.
b) BB 20% atau lebih dibawah BB ideal untuk tinggi badan & bentuk tubuh
yang normal.
2) Tinggi aktivitas
Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus marasmus. Anak tampak
lesu dan tidak bergairah & pada anak yang lebih tua terjadi penurunan
produktivitas kerja.
3) Masukan atau intake nutrisi
a) Melaporkan asupan makan yang tidak adekuat kurang dari jumlah harian
yang dianjurkan.
b) Melaporkan atau terlihat kurang makan.
4) Diet Melaporkan perubahan dalam hal merasakan makanan
Pengetahuan tentang nutrisi Memperlihatkan atau terobservasi kurangnya
pengetahuan dalam perilaku peningkatan kesehatan.
b. Data Objektif
1) Data umum
a) Perubahan rambut Warnanya lebih muda (coklat, kemerah-merahan dan lurus,
panjang, halus, mudah lepas bila ditarik).
b) Warna kulit lebih muda Seluruh tubuh atau lebih sering pada muka, mungkin
menampakan warna lebih muda daripada warna kulit anak sehat.
c) Tinja encer Disebabkan gangguan penyerapan makan, terutama gula.
d) Adanya ruam “bercak bersepih”. Noda warna gelap pada kulit, bila terkelupas
meninggalkan warna kulit yang sangat muda atau bahkan ulkus di bawahnya.
e) Gangguan perkembangan & pertunbuhan
f) Hilangnya lemak di otot & bawah kulit karena makanan kurang mengandung
kalori dan protein.
g) Adanya perut yang membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
h) Adanya anemia yang berat Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
zat besi, asam folat dan berbagai vitamin.
i) Mulut dan gigi Adanya tanda luka di sudut-sudut mulut.
j) Kaji adanya anoreksia, mual.

B. Diagnosa Keperawatan (Herdman, T.H & Kamitsuru, S, 2015).


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Kerusakan integritas kulit
3. Resiko infeksi
4. Kurang pengetahuan
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek,
Butcher, Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:

NO Diagnosa NOC (Tujuan & Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)


Keperawatan
1 Ketidakseimbang NOC: NIC
Setelah perawatan selama 3x24 jam, diagnosa Monitor nutrisi
an nutrisi kurang
a. Timbang berat badan pasien
dapat teratasi dengan kriteria:
dari kebutuhan b. Lakukan pengukuran antropometrik pada komposisi
tubuh Status nutrisi (asupan makanan dan tubuh seperti IMT
c. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
cairan)
d. Monitor turgor kulit dan mobilitas
a. Asupan makanan secara oral menjadi
e. Monitor adanya mual muntah
adekuat. f. Identifikasi abnormalitas eliminasi bowel
b. Asupan cairan secara oral menjadi g. Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas
adekuat akhir-akhir ini
c. Asupan cairan intravena menjadi adekuat h. Lakukan evaluasi kemampuan menelan
d. Asupan cairan parenteral menjadi i. Identifikasi adanya ketidaknormalan dalam rongga
adekuat mulut
Status Nutrisi j. Lakukan pemeriksaan laboratorium dan monitor hasil
a. Asupan makanan tidak menyimpan dari
koelsterol, albumin, dan lain-lain
rentang normal k. Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi asupan
b. Asupan cairan tidak menyimpang dari
nutrisi seperti ketersediaan dan kemudahan
rentang normal
memperoleh makanan
c. Rasio berat badan tidak menyimpang
l. tentukan rekomendasi pemberian nutrisi berdasaran
dari rentang normal
karakteristik klien
2 Kerusakan NOC: NOC:
integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengecekan Kulit
selama 3×24 jam, hambatan mobilitas fisik 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
pasien berkurang dengan kriteria hasil: adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau
drainase.
Integritas jaringan: Kulit dan Membran
2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur,
Mukosa:
edema, dan ulserasi pada ekstremitas.
1. suhu kulit tidak terganggu
3. Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi
2. sensasi tidak terganggu
pasien yang berisiko mengalami kerusakan kulit
3. elastisitas tidak terganggu
(misalnya, skala braden)
4. hidrasi tidak terganggu
4. Monitor warna dan suhu kulit.
5. keringat tidak terganggu
5. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area
6. tekstur tidak terganggu
perubahan warna, memar, dan pecah.
7. ketebalan tidak terganggu
6. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet.
8. perfusi jaringan tidak terganggu
7. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang
9. pertumbuhan rambut pada kulit tidak
berlebihan dan kelembaban.
terganggu
8. Monitor sumber tekanan dan gesekan.
10. integritas kulit tidak terganggu
9. Monitor infeksi, terutama di daerah edema.
11. pigmentasi upnormal tidak terganggu
10. Periksa pakaian yang terlalu ketat.
12. lesi pada kulit tidak terganggu
11. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa.
13. lesi mukosa membrane tidak terganggu
12. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah
14. jaringan parut tidak terganggu
kerusakan lebih lanjut (misalnya, melapisi kasur,
15. eritema tidak terganggu menjadwalkan reposisi)
16. nekrosis tidak terganggu 13. Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai
17. pengelupasan kulit tidak terganggu tanda-tanda kerusakan kulit, dengan tepat.

Perawatan Tirah Baring


1. Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
2. Tempatkan matras atau kasur terapeutik dengan cara
yang tepat.
3. posisikan sesuai body alignment yang tepat.
4. Hindari menggunakan kain linen kasur yang
teksturnya kasar.
5. Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering dan bebas
kerutan.
6. Aplikasikan papan untuk kaki di tempat tidur pasien.
7. Gunakan alat di tempat tidur yang melindungi
pasien.
8. Aplikasikan alat untuk mencegah terjadinya
footdrop.
9. Tinggikan teralis tempat tidur, dengan cara yang
tepat.
10. Letakkan alat untuk memposisikan tempat tidur
dalam jangkauan yang mudah.
11. Letakkan lampu panggilan berada dalam jangkauan
pasien.
12. Letakkan meja di samping tempat tidur berada
dalam jangkauan pasien.
13. Tempelkan trapeze [segi tiga] di tempat tidur,
dengan cara yang tepat.
14. Balikkan pasien, sesuai kondisi kulit.
15. Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling
tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang
spesifik.
16. Monitor kondisi kulit pasien.
17. Ajarkan latihan di tempat tidur, dengan cara yang
tepat.
18. Fasilitasi penggiliran kecil dari berat badan.
19. Bantu menjaga kebersihan (misalnya, dengan
menggunakan deodorant atau parfum)
20. Aplikasikan aktifitas sehari-hari.
21. Berikan stoking antiemboli
22. Monitor komplikasi dari tirah baring (misalnya,
kehilangan tonus otot, nyeri punggung, konstipasi,
peningkatan stress, depresi, kebingungan, perubahan
siklus tidur, infeksi saluran kemih, kesulitan dalam
berkemih, pneumonia).

3 Resiko infeksi NOC: NIC:


Setelah perawatan selama 3x24 jam, diagnosa
 Pertahankan teknik aseptif
dapat teratasi dengan kriteria:
 Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda dan gejala inf  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
ksi keperawatan
 mendeskripsikan proses penularan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
penyakit, faktor yang mempengaruhi  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
penularan dan penatalaksanaannya petunjuk umum
 menunjukkan kemampuan untuk  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
mencegah timbulnya infeksi kandung kencing
 jumlah leukosit dalam baas normal  Tingkatkan intake nutrisi
 menunjukkan perilaku hidup sehat  Berikan terapi antibiotik:ceftazidine
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
4 Kurang NOC: NIC:
 Klien mampu mengidentifkasi dan  Tenangkan klien
pengetahuan
 Berusaha memahami keadaan klien
mengungkapkan gejala cemas
 Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
 Mengidentifikasi, mengungkapkan
 Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan
dan menunjukkan teknik untuk
cara yang tepat
mengontrol cemas  Monitor TTV
 Vital sign dalam batas normal Postur  Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh  Tentukan kemampuan klien untuk mengambil

dan tingkat aktivitas menunjukkan keputusan

berkurangnya cemas
WOC

Malabsorpsi, infeksi, anoreksia Kegagalan melakukan sintesis protein dan kalori


Sosial ekonomi rendah

Intake kurang dari kebutuhan tubuh

Defisiensi protein dan kalori Defisiensi pengetahuan

Hilangnya lemak di bantalan kulit Daya tahan tubuh menurun Asam amino esensial menurun
dan produski albumin menurun

Turgor kulit menurun dan keriput keadaan umum lemah


Atrofi (pengecilam) otot

kerusakan integritas kulit Resiko infeksi


Keterlambatan pertumbuhan dan
Resiko infeksi saluran pencernaan perkembangan

Anoreksia, diare

Ketidasekseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elseviers
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Gill, K. (2018, Agustus 23). MedicalNewsToday. Retrieved from Marasmus: A type of
malnutrition: https://www.medicalnewstoday.com/articles/313185.php.

Nadila, F., & Anggraini , D. I. (2016). Manajemen anak gizi buruk tipe marasmus dengan TB
Paru. J Medula Unila, 36-43.

Ningsih, L. (2015, Agustus 25). Indonesia Document. Retrieved from LP Marasmus:


https://fdokumen.com/document/lp-marasmus.html

Marimbi, H. (2015). Tumbuh kembang, status gizi dan imunisasi dasar pada balita. Jakarta:
Nuha Medika.

Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Pardi , A. (2014, December 7). Laporan pendahuluan marasmus. Retrieved from Scribd:
https://www.scribd.com/doc/249386728/Laporan-pendahuluan-marasmus

Rabinowitz, S. (2016). Marasmus. Medscape.

Anda mungkin juga menyukai