Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

AN.A DI USIA 1 TAHUN DENGAN MARASMUS - KWASHIORKOR

DI RUANG NUSA INDAH RSUD MARDI WALUYO

KOTA BLITAR

Disusun Oleh :

Helen Kunadia Pratiwi

201903024

Program Studi D3 Keperawatan

Stikes Karya Husada Kediri

Tahun ajaran

2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun untuk memenuhi tugas
praktik klinik pada tanggal 26 Juli 2021 Oleh Mahasiswa Program Studi D3
Keperawatan STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

Nama : Helen Kunadia Pratiwi

Nim : 201903024

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada An.A

Di Usia 1 Tahun Dengan Marasmus - Kwashiorkor Di Ruang


Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar.

Mengetahui

Pembimbing Institusi Mahasiswa

Dodik Arso W, S.Kep.Ns.,M.Kes Helen Kunadia Pratiwi


LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

AN. A DI USIA 1 TAHUN DENGAN MARASMUS - KWASHIORKOR

DI RUANG NUSA INDAH RSUD MARDI WALUYO

KOTA BLITAR

A. Definisi

Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat
berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan menderita sakit
dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB
terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus
dan kwashiorkor.
Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti wasting merusak.
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemakbahwa kulit dan otot. Marasmus
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein ( Ilmu
Kesehatan Anak, 2012:334 ).
Kwashiorkor adalah suatu keadaan kekurangan gizi (protein). Walaupun
sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi karena badan
makanan yang dimakan kurang mengandung nutrisi lainya ditambah dengan
konsumsi setempat yang berlainan, maka akan terdapat perbedaan gambaran
kwashiorkor diberbagai negara ( Ilmu Kesehatan Anak, 2012:334 ).
Marasmus dan Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi
berat yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi
yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor yaitu kondisi
yang disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai
edema ( Ilmu Kesehatan Anak, 2012:334 ).
Dengan kata lain dapat disimpulkan Marasmus dan Kwashiorkor
mempunyai gejala (sindroma) gabungan kedua hal diatas. Seorang bayi yang
menderita marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya
tergantung dari makanan atau gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari
lemak dan protein akan berkurang atau habis terpakai.

B. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi fisiologi pada marasmus dan kwashiokor merupakan malnutrisi
kurang energi protein berupa gangguan pada sistem pencernaan yang tidak
dapat mengabsorbsi protein. Organ saluran cerna membentuk suatu lumen
kontinue yang berawal di mulut berakhir di anus fungsi utama saluran cerna
adalah mencerna makanan dan menyerap cairan dan zat gizi yang diperlukan
untuk energi dan sebagai bahan dasar untuk pertumbuhan. Karena lumennya
bersambung dengan dunia luar, saluran cerna juga harus membentuk sawar
selektif untuk mencegah penetrasi oleh bakteri.
Esofagus adalah suatu tabung yang merupakan saluran cerna bagi
lewatnya makanan melintasi toraks menuju lambung. Lubang kearah faring
tertutup kecuali saat menelan, sehingga udara tidak tertelan kearah kedalam
saluran pencernaan selama bernafas biasa, demikian juga lubang kearah
lambung tetap tertutup oleh springteresofagus bawah, yang merupakan
penebalan muskularis.
Lambung berfungsi sebagai reservoar dan pencampur bagi makanan yang
tertelan, bagian lambung terbesar adalah badan lambung yang ditandai secara
makroskopis dan lipatan tebal
Usus halus adalah organ terbesar di saluran cerna dan bertanggung jawab
melakukan sebagian besar fungsi pencernaan dan penyerapan. Kebutuhan
spesifik yang harus dipenuhi biasanya dibagi menjadi depan bagian dalam
kategori utama yaitu berupa air, energi, protein, vitamin, mineral, lemak,
karbohidrat, vitamin, dan elemen renik.

C. Klasifikasi
1. Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP
Jika tujuanya untuk menentukan prevalensi KEP disuatu daerah, maka
yang diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP, hingga dapat
ditentukan persentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut. Dengan
demikian pemerintah dapat menentukan prioritas tindakan yang harus
diambilnya untuk menurunkan insidensi KEP. Klasifikasi demikian yang
sering dipakai adalah sebagai berikut
a) Klasifikasi menurut Gomez (1956)
Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu
dibandingkan dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat
seumur. Sebagai bahan baku patokan dipakai persentil 50 baku
Harvard (Stuart dan Stevenson,1954). Gomez mengelompokkan KEP
dalam KEP-ringan,sedang,dan berat. Tabel dibawah memperlihatkan
cara yang dilakukan oleh Gomez.
Klasifikasi KEP menurut Gomez
Derajat KEP Berat badan % dari baku
0 (normal) ≥90%
1(ringan) 89-75%
2(sedang) 74-60%
3(berat) <60%

b)Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I


Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevakuasi
program-program pangan dan gizi serta kesehatan di indonesia, maka
Departemen Kesehatan R.I membuat keputusan yang merupakan
modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang
ditetapkan oleh Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi
dalam gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk. Tabel dibawah
memperlihatkan batas-batasnya
Derajat KEP Berat badan % dari baku
0 = normal = / > 80%
1 = gizi kurang 60-79%
2 = gizi buruk <60%

2. Klasifikasi menurut tipe (klasifikasi kualitatif)


Klasifikasi ini menggolongkan KEP dalam kelompok menurut tipenya :
gizi – kurang, marasmus, kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor.
a. Klasifikasi menurut MeLaren,dkk (1967)
MeLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok
menurut tipenya, Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai
dermatosis, perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi nilai
bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin atau total protein
serum. Cara demikian dikenal dengan scaring system McLaren dan
tabel dibawah memperlihatkan cara pemberian angka.
Gejala klinis atau laboratoris Angka
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g%
< 1.00 < 3.25 7
1.00 – 1.49 3.25 – 3.99 6
1.50 – 1.99 4.00 – 4.74 5
2.00 – 2.49 4.75 – 5.49 4
2.50 – 2.99 5.50 – 6.24 3

3.00 – 3.49 6.25 – 6.99 2

3.50 – 3.99 7.00 – 7.74 1

> 4.00 > 7.75 0

Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat


dikumpulkan tiap penderita :
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmus-kwashiorkor
9-15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan
dengan cara wellcome trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang
dokter dengan bantuan laboratorium.

b. Klasifikasi KEP Menurut Waterlow (1973)


Defisit berat badan terhadap tinggi mencerminkan gangguan
gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus kering).
Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan
gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan
akan terganggu, bagi anak akan menjadi pendek (stunting) untuk
seusianya.
Derajat gangguan Stunting Wasting
(tinggi menurut (berat terhadap
umur) tinggi)
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%
Lokakarya Antropometri Dep.Kes.R.I pada tahun 1975 memutuskan
untuk mengambil buku Harvard persentil 50 sebagai patokan dan
menggolongkannya sebagai berikut:
Bagi tinggi menurut umur
Tinggi normal : diatas 85% Harvard persentil 50
Tinggi kurang : 70-84% Harvard persentil 50
Tinggi sangat kurang : dibawah 0% Harvard persentil 50
Bagi berat terhadap tinggi
Gizi baik : 90% atau lebih dari Harvard persentil 50
Gizi kurang dan buruk : dibawah 90% Harvard persentil 50
Beberapa cara membuat klasifikasi direncanakan sedemikian, hingga
hanya memerlukan alat-alat yang sederhana, tidak diperlukan untuk
menkalkulir hasilnya, tidak perlu mengetahui umur yang akan
diperiksa, hingga dapat dilakukan oleh tenaga paramedik atau
sukarelawan setelah mendapat petunjuk seperlunya

D. Etiologi
Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan oleh karena itu ada
beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit
tersebut, antara lain faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi,
kemiskinan, dan lain-lain
1) Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor,
sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang
akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam
penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat
bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama, pada beberapa anak timbul
gejala-gejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa anak yan lain timbul
gejala-gejala marasmus.mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan
merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang masih harus
dicari untuk dapart menjelaskan timbulnya gejala tersebut.
2) Peranan faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah
turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Ada
kalanya pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula
yang merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan itu
didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit dirubah. Tetapi jika
pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan
pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih
dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya penyakit KEP adalah :
 Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai
banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal
 Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak,
sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberikan
cukup makan pada anggota keluargannya yang besar itu
 Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,
misalnya pada musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik
sawah yang letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut.
Anak-anak terpaksa ditinggalkan dirumah sehingga jatuh sakit dan
mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan semestinya.
 Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga
harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian,
bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI
maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.
 Kekurangan bahan pangan, misalnya karena tinggal di lingkungan yang
terisolasi.
 Memiliki keterbatasan fisik atau mental yang membuat sulit untuk
menyiapkan makanan.
 Memiliki ketergantungan pada orang lain untuk mendapatkan
makanan.
 Memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi dan cara mengolah
makanan yang baik.
 Menyalahgunakan NAPZA dan kecanduan alkohol.

3. Peranan kepadatan penduduk


Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi
dengan bertambahnya persediaan bahanmakanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan. Sedangkankemiskinan penduduk
merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahanmakanan
yang bergizi baik di samping kuantitasnya. McLaren (1982)
memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak
jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang
buruk,misalnya, di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan
penduduk yang sangat cepat; sedangkan kwashiorkor akan terdapat dalam
jumlah yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai
kebiasaan untuk member makanan tambahan berupa tepung,terutama pada
anak-anak yang tidak atau tidak cukup mendapat ASI.
4. Peranan infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi antara malnutrisi dan infeksi.
Indeksi derajatapapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi,
walaupun masih ringan,mempunyai pengaruh negative pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Hubungan inisinergistis, sebab malnutrisi disertai
infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada
sendiri-sendiri seperti :
 Infeksi di saluran pencernaan yang menyebabkan diare.
 Infeksi cacing tambang yang menyerap nutrisi dari dan darah dari usus
 Penyakit yang mengganggu kemampuan saluran cerna untuk mencerna
atau menyerap makanan, seperti radang usus dan penyakit celiac.
 Penyakit yang membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, seperti
HIV/AIDS dan kanker.
 Gangguan mental, seperti depresi, skizofrenia.
 Gangguan makan, seperti anorexia nervosa dan bulimia.
 Demensia, karena dapat membuat penderita lupa untuk makan.
 Penyakit yang meningkatkan metabolisme dan kebutuhan energi,
seperti demam, kecelakaan, luka bakar berat, atau hipertiroidisme.
 Mengalami malabsorpsi atau sindrom malabsorpsi.
 Selain itu, ada juga beberapa penyakit atau kondisi yang bisa
meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi, seperti penyakit jantung
bawaan, gagal ginjal kronis, fibrosis kistik, dan penggunaan obat-
obatan tertentu.

5. Peranan kemiskinan
Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama
merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara
tersebut. Pentingnyakemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory
Committee on Protein pada tahun1974. Mereka menganggap kemiskinan
merupakan dasar penyakit KEP. Tidak jarangterjadi bahwa petani miskin
harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhanhidup sehari-
hari, lalu ia menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya,
atauia meninggalkan desa untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan
penghasilan yangtetap rendah, ketidakmampuan menanam bahan makanan
sendiri, ditambah pula dengantimbulnya banyak penyakit infeksi karena
kepadatan tempat tinggal seperti telahdiutarakan tadi, timbulnya gejala
KEP lebih dipercepat.
E. Tanda dan Gejala
Gejala Malnutrisi Energi Protein
Untuk bisa bekerja secara optimal, tubuh membutuhkan asupan nutrisi
yang cukup. Saat tubuh kekurangan energi protein dalam jangka waktu yang
lama, dapat muncul beragam keluhan dan gejala. Gejala yang umumnya
muncul adalah:
 Berat badan di bawah normal dengan indeks massa tubuh (IMT) kurang
dari 18,5 kg/m2
 Lelah dan lemas yang terus-menerus
 Mudah kedinginan
 Nafsu makan berkurang
 Penyusutan otot atau atrofi otot, dan lemak tubuh
 Perubahan sikap dan emosi, misalnya menjadi apatis (tidak peduli dengan
lingkungan), sering gelisah, mudah marah, sulit berkonsentrasi atau terus-
menerus sedih
 Kulit kering dan lebih pucat
 Sering sakit dan luka lebih lama sembuh
 Rambut rontok hingga botak
 Mati rasa atau kesemutan
 Diare kronis (diare yang berkepanjangan)

Anak-anak lebih rentan mengalami malnutrisi energi protein. Selain gejala di


atas, beberapa gejala malnutrisi energi protein yang bisa timbul pada anak-
anak adalah:

 Mengalami keterlambatan tumbuh kembang, jika dibandingkan dengan


anak-anak seusianya
 Tidak aktif dan mudah lelah
 Lebih rewel
 Rentan terkena penyakit, termasuk penyakit infeksi

Gejala lain juga bisa muncul tergantung jenis malnutrisi energi protein yang
terjadi. Jika terjadi marasmus (kekurangan energi dan protein), penderitanya
rentan mengalami dehidrasi dan penyusutan usus.
Sedangkan pada kwashiorkor (kekurangan protein saja), penderita
umumnya akan mengalami penumpukan cairan (edema) di bagian perut atau
bagian tubuh lain, seperti tangan dan kaki.Bila malnutrisi semakin berat, laju
pernapasan dan denyut nadi akan melambat. Tak hanya itu, fungsi organ
tubuh, seperti jantung, ginjal, dan hati, juga dapat terganggu.

F. Manifestasi klinis
Berikut merupakan Tanda dan gejala dari Kwashiorkor, Marasmus,
Marasmus-Kwashiorkor
 Kwashiorkor
1. Edema :
 Minimal pada kedua punggung kaki, bersifat pitting edema
 Derajat edema :
+ → Pada tangan & kaki
++ → Tungkai & lengan
+++ → Seluruh tubuh (wajah & perut) derajat edema
untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan
2. Wajah membulat dan sembab
3. Pandangan mata sayu
4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
sakit, rontok
5. Perubahan status mental : apatis & rewel
6. Pembesaran hati (hepatomegali)
7. Otot mengecil (hipotrofi)
8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas ( crazy pavement dermatosis )
9. Sering disertai : penyakit infeksi ( umumnya akut ), anemia, dan diare.
10. Kurang aktif rewel atau cengeng
 Marasmus
1. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng, Rewel
4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
5. perut umumnya cekung
6. Iga gampang
7. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare
8. kulit pantat berkeriput (baggy pants)
9. Atrofi otot
10.Tulang rusuk tampak terlihat jelas
 Marasmus – Kwashiorkor
Campuran dari :
 Beberapa gejala klinis marasmus (Sangat kurus : BB/TB < -3 SD)
 Kwashiorkor ( Disertai edema yang tidak mencolok ( pada kedua punggung
kaki) Rambut jagung dan mudah rontok , perut buncit, punggung kaki
bengkak, rewel)

G. Patofisiologi

Banyak manifestasi dari KEP merupakan respon penyesuaian pada


kurangnyaasupan energi dan protein. Untuk menghadapi asupan yang kurang,
maka dilakukannya pengurangan energi dan aktifitas. Namun, meskipun ini
respon penyesuaian, depositlemak dimoilisasi untuk memenuhi kebutuhan
energi yang sedang berlangsung meskipun rendah. Setelah deposit lemk habis,
katabolisme protein harus menyediakan substrat yang berkelanjutan untuk
menjaga metabolisme basal.Alasan mengapa ada anak yang menderita edema
dan ada yang tidak mengalamiedema pada KEP masih belum diketahui.
Meskipun tidak ada faktor spesifik yangditemukan, beberapa kemungkinan
dapat dipikirkan. Salah satu pemikiran adalahvariabilitas antara bayi yang satu
dengan yang lainnya dalam kebutuhan nutrisi dankomposisi cairan tubuh saat
kekurangan asupan terjadi. Hal ini juga telahdipertimbangkan bahwa
pemberian karbohidrat berlebih pada anak-anak dengan non-edematous KEP
membalikkan respon penyesuaian untuk asupan protein rendah,
sehinggadeposit protein tubuh dimobilisasikan. Akhirnya, sintesis albumin
menurun, sehinggaterjadi hipoalbuminemia dengan edema.

Fatty liver juga berkembang secara sekunder,mungkin, untuk lipogenesis


dari asupan karbohidrat berlebih dan mengurangi sintesisapoliprotein.
Penyebab lain KEP edematous adalah keracunan aflatoksin serta
diare,gangguan fungsi ginjal dan penurunan aktivitas NA K ATPase.
Akhirnya, kerusakanradikal bebas telah diusulkan sebagai faktor penting
dalam munculnya KEP edematous.Kejadian ini didukung dengan konsentrasi
plasma yang rendah akan metionin, suatu precrusor dari sistein, yang
diperlukan untuk sintesis dari faktor antioksidan major,glutathione.
Kemungkinan ini juga didukung oleh tingkat yang lebih rendah dari
sintesisglutathione pada anak-anak dengan pembengkakan dibandingkan
dengan non-edematous KEP.

H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat malnutrisi energi protein
(kwashiorkor dan marasmus), yaitu:

1. Hipotermia (penurunan suhu tubuh)


2. Anemia dan hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
3. Ensefalopati (kerusakan jaringan otak)
4. Gangguan fungsi organ, seperti gagal ginjal dan penyakit jantung
5. Gagal tumbuh atau stunting pada anak
6. Gangguan belajar
7. Koma
Selain itu, penderita malnutrisi juga rentan mengalami beragam penyakit,
seperti beri-beri, dermatitis seboroik, demensia, atau gangguan pada tulang,
misalnya osteomalacia.

I. Pencegahan
Malnutrisi energi protein dapat dicegah dengan menerapkan pola makan sehat
dengan gizi seimbang yang mencakup:
 Sumber karbohidrat, seperti nasi, roti, atau kentang
 Sumber protein dan lemak, seperti daging, ikan, telur, atau unggas
 Sumber mineral dan vitamin, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, serta susu
dan produk olahannya, misalnya keju atau yoghurt

Selain mengonsumsi makanan sehat, jangan lupa untuk mencukupi kebutuhan


cairan dengan minum air putih sebanyak 8 gelas per hari dan melakukan
pemeriksaan ke dokter secara rutin jika Anda memiliki kondisi medis atau
penyakit yang dapat meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi energi protein.
J. Pemeriksaan penunjang
Untuk memastikan penyebab malnutrisi, dokter akan meminta pasien untuk
melakukan sejumlah tes penunjang berikut:
 Tes darah, untuk mengindentifikasi penyebab malnutrisi, misalnya infeksi
HIV, serta untuk menilai kadar glukosa, protein (albumin), vitamin, dan
mineral di dalam tubuh penderita, Pada pemeriksaan darah meliputi Hb,
albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan darah.
 Tes tinja (feses), untuk melihat keberadaan parasit atau cacing yang bisa
menyebabkan malnutrisi energi protein.
 Rontgen dada, untuk melihat ada tidaknya peradangan dan infeksi pada
paru.
 Pemeriksaan urin.
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine.
 Uji faal hati
 EKG
 X foto paru

K. Penatalaksanaan

A.) Keperawatan

Makanan atau minuman dengan biologic tinggi gizi kalori atau protein.
Pemberian secara bertahap dari bentuk dan jumlah mula-mula cair (seperti
susu) lunak (bubur) biasa (nasi lembek).

1) Prinsip pemberian nutrisi:

a. Porsi kecil, sering, rendah serat, rendah laktosa


b. Energy atau kalori: 100 Kkal/kg BB/hari
c. Protein: 1-1,5 g/kg BB/hari
d. Cairan: 130 ml/kg BB/hari ringan-sedang: 100 ml/kg BB/hati
edema berat
2) Obati/ cegah infeksi: Antibiotik
a. Bila tampak komplikasi: cotrymoksasol 5 ml
b. Bila anak sakit berat: ampicillin 50 mg/kg BB IM/IV Setiap 6 jam
selama 2 hari
3) Untuk melihat kemajuan/perkembangan anak
a. Timbang berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
b. Catat kenaikan BB anak tiap minggu

B.) Medis
a. Lakukan pengaturan makanan dengan berbagai tahap salah satunya
adalah tahap yang dimulai dari pemberian kalori sebanyak 50 kal/kg
bb/hari dalam cairan 200 ml/kg bb/hari pada kwashiorkor dan 250
ml/kg bb/hari pada marasmus.
b. Berikan makanan tinggi kalori (3-4 g/kg bb/hari) dan tinggi protein
(160-175 g/kb bb/hari) pada kekurangan energi dan protein berat, serta
berikan mineral dan vitamin.
c. Pada bayi berat badan kurang dari 7 kg berikan susu rendah
laktosa(low lactose milk-LLM) dengfan cara 1/3 LLM ditambah
glukosa 10% tiap 100 ml susu ditambah 5 g glukolin untuk mencegah
hipoglikemia selama 1-3 hari kemudian, pada hari berikutnya 2/3
d. Apabila berat badan lebih dari 7 kg maka pemberian makanan dimulai
dengan makanan bentuk cair selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak,
tim dan seterusnya, dan lakukan pemberian kalori mulai dari 50 kal/kg
bb/hari.
e. Lakukan evaluasi pola makan, berat badan, tanda perubahan kebutuhan
nutrisi seperti turgor, nafsu makan, kemampuan absorpsi, bising usus
dan tanda vital. (A. Alimul, 2006)
f. Pengobatan kekurangan gizi
L. Padway

Sosial Ekonomi Rendah Malabsorbsi, Infeksi Kegagalan melakukan sintesis

Anoreksia protein dan kalori

Intake kurang dari kebutuhan

Defisiensi Protein dan Kalori

Hilangnya Lemak Daya tahan tubuh Asam amino esensial menurun

Dibantalan Kulit menurun dan produksi albumin menurun

Tugor kulit Menurun Daya tahan tubuh menurun Atrofi atau pengecilan otot
dan Keriput Keadaan umum Lemah
Gangguan Pertumbuhan
Gangguan Integritas Kulit dan Perkembangan
dan Jaringan

Risiko Infeksi Saluran Pencernaan Atelektasis paru

Anoreksia Pertukaran O2 dan Co2 terganggu

Nutrisi Kurang dari Gangguan Pertukaran Gas


kebutuhan tubuh
Daftar Pustaka

 Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang


Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak.
 Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta :
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
 Depkes RI. 2010. Laporan Nasional. Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Jakarta
 Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. A USIA 1 TAHUN DENGAN MARASMUS - KWASHIORKOR

DI RUANG NUSA INDAH RSUD MARDI WALUYO

KOTA BLITAR

I. Pengkajian
Sebelum melakukan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak dengan Marasmus -
Kwashiorkor, perawat perlu mengetahui keluhan utama yang muncul pada
pasien misalnya Ibu klien mengatakan anaknya mengalami sesak pada saat
bernafas, berat badan menurun, tidak nafsu makan. Kemudian kaji riwayat
penyakit keluarga mengenai masalah gangguan pernafasan seperti Asma, dan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan seperti gizi buruk. Dan lakukan
pengkajian riwayat penyakit dahulu apakah pasien mempunyai riwayat Asma
dan masalah gizi.
Setelah itu lakukan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi, aulkultasi. Data terfokuskan pada keadaan umum pasien pada bagian
dada dimana klien mengalami sesak nafas bila dalam keadaan bergerak atau
beraktifitas. pada saat dilakukan pemeriksaan inspeksi klien terlihat tampak
kurus, lemah, Abdomen membesar atau Asites, saat di dilakukan palpasi
pasien merasakan nyeri tekan pada daerah Abdomen, dan terdengar suara
timpani.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien, keluarga, dan masyarakat terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
pontensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan. Peninjauan lebih lanjut memperlihatkan karakteristik
ketidakmampuan bergerak secara normal atau tidak.
Diagnosa :
 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0129) Hal 282
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi
Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi dan /atau
ligamen
Penyebab
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kelebihan/kekurangan volume cairan
4. Penuruna mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang,gesekan)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hermatoma
Kondisi klinis terkait
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes melitus
5. Imunodefisiensi (mis.AIDS)
Keterangan
Dispesifikkan menjadi kulit atau jaringan Kulit hanya terbatas pada deremis
dan epidermis,sedangkan jaringan meliputi tidak hanya kulit tetapi juga
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi dan/atau
ligamen

 Defisit Nutrisi ( D.0019 ) Hal 56


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan
Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab :
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif
1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

1. Cepat kenyang setelah makan


2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun

Objektif :

1. Bising usus hiperaktif


2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

Kondisi Klinis terkait

1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Celebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral sclerosis
8. Kerusakan neuromuskular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
15. Fibrosis kistik

 Gangguan pertukaran gas (D.0003) Hal:22


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
Definisi :
kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/ atau eliminasi karbondioksida pada
membran alveolus-kapiler
Penyebab:
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membrane alveolus-kapiler

Gejala dan tanda mayor

Subyektif

1. Dispnea meningkatkan/menurunkan

Objektif

1. PCO2 meningkatkan/menurunkan
2. PO2 menurun
3. Takikardi
4. PH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan

Gejala dan Tanda minor


Subyektif
1. Pusing
2. Pengelihatan kabur
Objektif
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular,dalam/dangkal )
6. Warna kulit abnormal (misal pucat kebiruan)
7. Kesadaran menurun

Kondisi klinis terkait


1. Penyakit paru obstruksi kronis
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membrane hialin
7. Asfiksia
8. Persistent/pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematurasi
10. Infeksi saluran napas

 Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106) Hal:232


Kategori : Psikologis
Subkategori : Pertumbuhan dan Perkembangan
Definisi :
Kondisi individu mengalami gangguan kemampuan bertumbuh dan
berkembang sesuai dengan kelompok usia.
Penyebab
1. Efek sketidakmampuan fisik
2. Keterbatasan lingkungan
3. Inkonsitensi respon
4. Pengabain
5. Terpisah dari orang tua dan /atau orang terdeakat
6. Defisiensi stimulus

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif
1. Tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku khas sesuai usia (fisik,
bahasa, motorik, psikososial)
2. Pertumbuhan fisik terganggu

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Tidak mampu melakuakan perawatan diri sesuai usia


2. Afek datar
3. Respon sosial lambat
4. Kontak mata terbatas
5. Nafsu makan menurun
6. Lesu
7. Mudah marah
8. Regresi
9. Pola tidur terganggu (pada bayi)

Kondisi Klinis Terkait

1. Hipotirodisme
2. Sindrome gagal tumbuh (Failure to Thrive Syndrome)
3. Leukemia
4. Defisiensi hormon pertumbuhan
5. Demensia
6. Delirium
7. Kalainan jantung bawaan
8. Penyakit kronis
9. Gangguan kepribadian (personality disorder)

III. Perencanaan keperawatan


Pada tahap ini membentuk kerja sama dengan klien dan keluarga untuk
mengidentifikasi tujuan dari hasil yang diharapkan dan membangun rencana
perawatan yang sesuai diagnosis.
 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0129) Hal 282
PERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353) Hal.316
Definisi

Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan,kelembapan dan


mencegah perkembangan mikroorganisme

Tindakan

Observasi

1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi,


perubahan status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)

Terapeutik

1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring


2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada
diluar rumah

 Defisit Nutrisi ( D.0019 ) Hal 56


MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
3. Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

 Gangguan pertukaran gas (D.0003) Hal:22


Terapi Oksigen ( I.01026 ) Hal. 430
Definisi :
Memberikan tambahan oksigen untuk mencegah dan mengatasi kondisi
kekurangan oksigen jaringan.
Tindakan
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor kemampuan melepas oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
8. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas


2. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu

Edukasi

1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah


Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi pemberian oksigen saat aktivitas dan tidur

 Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106) Hal:232

PERAWATAN PERKEMBANGAN (I.10339)


Observasi
1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
2. Identifikasi isyarat prilaku dan fisiologis yang di tunjukkan bayi

Terapeutik
1. Pertahankan sentuhan seminimal mungkin pada bayi premature
2. Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu ragu
3. Minimalkan nyeri
4. Minimalkan kebisingan ruangan
5. Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal
6. Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

IV. Impelementasi
Praktik pelayanan membantu menghilangkan Rasa sakit pada daerah
Dada dan menambah nafsu makan, serta gangguan tumbuh kembang agar bisa
kembali secara normal. Tindakan yang diberikan pada pasien dengan
gangguan Marasmus – Kwashiorkor adalah:

1. Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan


sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

2. Mengubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring

3. Melakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu

4. Membersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare

5. Menggunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering

6. Menggunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit


sensitive

7. Menghindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

8. Menganjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)

9. Menganjurkan minum air yang cukup

10. Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi

11. Mengajurkan meningkat asupan buah dan saur

12. Mengidentifikasi status nutrisi

13. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan

14. Mengidentifikasi makanan yang disukai


15. Memonitor asupan makanan

16. Memonitor berat badan

17. Memberikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

18. Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

19. Memberikan suplemen makanan, jika perlu

20. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

21. Memonitor kecepatan aliran oksigen

22. Memonitor posisi alat terapi oksigen

23. Memonitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup

24. Memonitor efektifitas terapi oksigen

25. Memonitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen

26. Mempertahankan kepatenan jalan nafas

27. Memberikan oksigen tambahan, jika perlu

28. Mengkolaborasi penentuan dosis oksigen

29. Mengkolaborasi pemberian oksigen saat aktivitas dan tidur

31. Mengidentifikasi pencapaian tugas perkembangan anak

32. Memberikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu ragu

33. Meminimalkan nyeri

34. Merpertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal

35. Memotivasi anak berinteraksi dengan anak lain

36. Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi


V. Evaluasi

Evaluasi sejauh mana klien mampu menahan rasa sesak dan nyeri pada
thoraks atau dada yang di akibatkan karena adanya peningkatan fraktur di
dalam rongga thoraks atau dada
 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0129) Hal 282
Integritas Kulit dan Jaringan ( L.14125 ) Hal 33
Definisi
keutuhan kulit (dermis atau epidermis ) atau jaringan (membran
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi/ligamen ).
Ekspetasi : meningkat
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Elastisitas 1 2 3 4 5
Hidrasi 1 2 3 4 5
Perkusi jaringan 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Kerusakan 1 2 3 4 5
jaringan
Kerusakan lapisan 1 2 3 4 5
kulit
Nyeri 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 2 3 4 5
Nekrosis 1 2 3 4 5
Jaringan parut 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
Pertumbuhan 1 2 3 4 5
rambut

 Defisit Nutrisi ( D.0019 ) Hal 56


Status Nutrisi ( L.03030 ) Hal 121
Definisi : Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Ekspetasi : Membaik
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Porsi makanan 1 2 3 4 5
yang dihabiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
pengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan
Serum albumin 1 2 3 4 5
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
makanan yang
sehat
Pengetahuan 1 2 3 4 5
tentang pilihan
minuman yang
sehat
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
makanan yang
aman
Penyiapan dan 1 2 3 4 5
penyimpanan
minuman yang
aman
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Perasaan cepat 1 2 3 4 5
kenyang
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut rontok 1 2 3 4 5
Diare 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik
memburuk membaik
Berat badan IMT 1 2 3 4 5
Frekuensi makan 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Bissing usus 1 2 3 4 5
Membran mukosa 1 2 3 4 5

 Gangguan pertukaran gas (D.0003) Hal:22


Pertukaran Gas (L.01003) Hal.94
Definisi :
Oksigenasi dan/ atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus
kapiler dalam batas normal
Ekpektasi meningkat
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Tingkat 1 2 3 4 5
Kesadaran
Dispnea Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Bunyi napas 1 2 3 4 5
tambahan
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan 1 2 3 4 5
kabur
Diaforesis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Napas cuping 1 2 3 4 5
hidung
Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik
memburuk membaik
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
pH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Warna kulit 1 2 3 4 5

 Gangguan Tumbuh Kembang (D.0106) Hal:232


Status Perkembangan ( L. 10101 ) Hal. 124
Definisi :
Kemampuan untuk berkembang sesuai dengan kelompok usia
Ekspektasi Membaik
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Keterampilan 1 2 3 4 5
perilaku/sesuai
usia
Kemampuan 1 2 3 4 5
melakukan
perawatan diri
Respon sosial 1 2 3 4 5

Kontak mata 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Kemarahan 1 2 3 4 5
Regresi 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik
memburuk membaik
Afek 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Daftar Pustaka

 TimPokja SDKI DPP PPNI. 2017 Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.


Jakarta Selatan: DPP PPNI
 TimPokja SIKI DPP PPNI. 2018 Standar Intervensi Keperawatan indonesi.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
 TimPokja SLKI DPP PPNI. 2019 Standar Intervensi Keperawatan indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai