KOTA BLITAR
Disusun Oleh :
201903024
Tahun ajaran
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun untuk memenuhi tugas
praktik klinik pada tanggal 26 Juli 2021 Oleh Mahasiswa Program Studi D3
Keperawatan STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Nim : 201903024
Mengetahui
KOTA BLITAR
A. Definisi
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat
berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan menderita sakit
dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB
terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus
dan kwashiorkor.
Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti wasting merusak.
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemakbahwa kulit dan otot. Marasmus
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein ( Ilmu
Kesehatan Anak, 2012:334 ).
Kwashiorkor adalah suatu keadaan kekurangan gizi (protein). Walaupun
sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi karena badan
makanan yang dimakan kurang mengandung nutrisi lainya ditambah dengan
konsumsi setempat yang berlainan, maka akan terdapat perbedaan gambaran
kwashiorkor diberbagai negara ( Ilmu Kesehatan Anak, 2012:334 ).
Marasmus dan Kwashiorkor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi
berat yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu kondisi
yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi, dan kwashiorkor yaitu kondisi
yang disebabkan oleh kurangnya asupan protein sehingga gejalanya disertai
edema ( Ilmu Kesehatan Anak, 2012:334 ).
Dengan kata lain dapat disimpulkan Marasmus dan Kwashiorkor
mempunyai gejala (sindroma) gabungan kedua hal diatas. Seorang bayi yang
menderita marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya
tergantung dari makanan atau gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari
lemak dan protein akan berkurang atau habis terpakai.
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP
Jika tujuanya untuk menentukan prevalensi KEP disuatu daerah, maka
yang diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP, hingga dapat
ditentukan persentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut. Dengan
demikian pemerintah dapat menentukan prioritas tindakan yang harus
diambilnya untuk menurunkan insidensi KEP. Klasifikasi demikian yang
sering dipakai adalah sebagai berikut
a) Klasifikasi menurut Gomez (1956)
Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu
dibandingkan dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat
seumur. Sebagai bahan baku patokan dipakai persentil 50 baku
Harvard (Stuart dan Stevenson,1954). Gomez mengelompokkan KEP
dalam KEP-ringan,sedang,dan berat. Tabel dibawah memperlihatkan
cara yang dilakukan oleh Gomez.
Klasifikasi KEP menurut Gomez
Derajat KEP Berat badan % dari baku
0 (normal) ≥90%
1(ringan) 89-75%
2(sedang) 74-60%
3(berat) <60%
D. Etiologi
Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan oleh karena itu ada
beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit
tersebut, antara lain faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi,
kemiskinan, dan lain-lain
1) Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor,
sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang
akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam
penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat
bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama, pada beberapa anak timbul
gejala-gejala kwashiorkor, sedangkan pada beberapa anak yan lain timbul
gejala-gejala marasmus.mereka membuat kesimpulan bahwa diet bukan
merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang masih harus
dicari untuk dapart menjelaskan timbulnya gejala tersebut.
2) Peranan faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah
turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Ada
kalanya pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula
yang merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan itu
didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit dirubah. Tetapi jika
pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan
pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih
dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya penyakit KEP adalah :
Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai
banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal
Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak,
sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberikan
cukup makan pada anggota keluargannya yang besar itu
Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,
misalnya pada musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik
sawah yang letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut.
Anak-anak terpaksa ditinggalkan dirumah sehingga jatuh sakit dan
mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan semestinya.
Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga
harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian,
bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI
maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.
Kekurangan bahan pangan, misalnya karena tinggal di lingkungan yang
terisolasi.
Memiliki keterbatasan fisik atau mental yang membuat sulit untuk
menyiapkan makanan.
Memiliki ketergantungan pada orang lain untuk mendapatkan
makanan.
Memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi dan cara mengolah
makanan yang baik.
Menyalahgunakan NAPZA dan kecanduan alkohol.
5. Peranan kemiskinan
Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama
merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara
tersebut. Pentingnyakemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory
Committee on Protein pada tahun1974. Mereka menganggap kemiskinan
merupakan dasar penyakit KEP. Tidak jarangterjadi bahwa petani miskin
harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhanhidup sehari-
hari, lalu ia menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya,
atauia meninggalkan desa untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan
penghasilan yangtetap rendah, ketidakmampuan menanam bahan makanan
sendiri, ditambah pula dengantimbulnya banyak penyakit infeksi karena
kepadatan tempat tinggal seperti telahdiutarakan tadi, timbulnya gejala
KEP lebih dipercepat.
E. Tanda dan Gejala
Gejala Malnutrisi Energi Protein
Untuk bisa bekerja secara optimal, tubuh membutuhkan asupan nutrisi
yang cukup. Saat tubuh kekurangan energi protein dalam jangka waktu yang
lama, dapat muncul beragam keluhan dan gejala. Gejala yang umumnya
muncul adalah:
Berat badan di bawah normal dengan indeks massa tubuh (IMT) kurang
dari 18,5 kg/m2
Lelah dan lemas yang terus-menerus
Mudah kedinginan
Nafsu makan berkurang
Penyusutan otot atau atrofi otot, dan lemak tubuh
Perubahan sikap dan emosi, misalnya menjadi apatis (tidak peduli dengan
lingkungan), sering gelisah, mudah marah, sulit berkonsentrasi atau terus-
menerus sedih
Kulit kering dan lebih pucat
Sering sakit dan luka lebih lama sembuh
Rambut rontok hingga botak
Mati rasa atau kesemutan
Diare kronis (diare yang berkepanjangan)
Gejala lain juga bisa muncul tergantung jenis malnutrisi energi protein yang
terjadi. Jika terjadi marasmus (kekurangan energi dan protein), penderitanya
rentan mengalami dehidrasi dan penyusutan usus.
Sedangkan pada kwashiorkor (kekurangan protein saja), penderita
umumnya akan mengalami penumpukan cairan (edema) di bagian perut atau
bagian tubuh lain, seperti tangan dan kaki.Bila malnutrisi semakin berat, laju
pernapasan dan denyut nadi akan melambat. Tak hanya itu, fungsi organ
tubuh, seperti jantung, ginjal, dan hati, juga dapat terganggu.
F. Manifestasi klinis
Berikut merupakan Tanda dan gejala dari Kwashiorkor, Marasmus,
Marasmus-Kwashiorkor
Kwashiorkor
1. Edema :
Minimal pada kedua punggung kaki, bersifat pitting edema
Derajat edema :
+ → Pada tangan & kaki
++ → Tungkai & lengan
+++ → Seluruh tubuh (wajah & perut) derajat edema
untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan
2. Wajah membulat dan sembab
3. Pandangan mata sayu
4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
sakit, rontok
5. Perubahan status mental : apatis & rewel
6. Pembesaran hati (hepatomegali)
7. Otot mengecil (hipotrofi)
8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas ( crazy pavement dermatosis )
9. Sering disertai : penyakit infeksi ( umumnya akut ), anemia, dan diare.
10. Kurang aktif rewel atau cengeng
Marasmus
1. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng, Rewel
4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
5. perut umumnya cekung
6. Iga gampang
7. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare
8. kulit pantat berkeriput (baggy pants)
9. Atrofi otot
10.Tulang rusuk tampak terlihat jelas
Marasmus – Kwashiorkor
Campuran dari :
Beberapa gejala klinis marasmus (Sangat kurus : BB/TB < -3 SD)
Kwashiorkor ( Disertai edema yang tidak mencolok ( pada kedua punggung
kaki) Rambut jagung dan mudah rontok , perut buncit, punggung kaki
bengkak, rewel)
G. Patofisiologi
H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat malnutrisi energi protein
(kwashiorkor dan marasmus), yaitu:
I. Pencegahan
Malnutrisi energi protein dapat dicegah dengan menerapkan pola makan sehat
dengan gizi seimbang yang mencakup:
Sumber karbohidrat, seperti nasi, roti, atau kentang
Sumber protein dan lemak, seperti daging, ikan, telur, atau unggas
Sumber mineral dan vitamin, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, serta susu
dan produk olahannya, misalnya keju atau yoghurt
K. Penatalaksanaan
A.) Keperawatan
Makanan atau minuman dengan biologic tinggi gizi kalori atau protein.
Pemberian secara bertahap dari bentuk dan jumlah mula-mula cair (seperti
susu) lunak (bubur) biasa (nasi lembek).
B.) Medis
a. Lakukan pengaturan makanan dengan berbagai tahap salah satunya
adalah tahap yang dimulai dari pemberian kalori sebanyak 50 kal/kg
bb/hari dalam cairan 200 ml/kg bb/hari pada kwashiorkor dan 250
ml/kg bb/hari pada marasmus.
b. Berikan makanan tinggi kalori (3-4 g/kg bb/hari) dan tinggi protein
(160-175 g/kb bb/hari) pada kekurangan energi dan protein berat, serta
berikan mineral dan vitamin.
c. Pada bayi berat badan kurang dari 7 kg berikan susu rendah
laktosa(low lactose milk-LLM) dengfan cara 1/3 LLM ditambah
glukosa 10% tiap 100 ml susu ditambah 5 g glukolin untuk mencegah
hipoglikemia selama 1-3 hari kemudian, pada hari berikutnya 2/3
d. Apabila berat badan lebih dari 7 kg maka pemberian makanan dimulai
dengan makanan bentuk cair selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak,
tim dan seterusnya, dan lakukan pemberian kalori mulai dari 50 kal/kg
bb/hari.
e. Lakukan evaluasi pola makan, berat badan, tanda perubahan kebutuhan
nutrisi seperti turgor, nafsu makan, kemampuan absorpsi, bising usus
dan tanda vital. (A. Alimul, 2006)
f. Pengobatan kekurangan gizi
L. Padway
Tugor kulit Menurun Daya tahan tubuh menurun Atrofi atau pengecilan otot
dan Keriput Keadaan umum Lemah
Gangguan Pertumbuhan
Gangguan Integritas Kulit dan Perkembangan
dan Jaringan
KOTA BLITAR
I. Pengkajian
Sebelum melakukan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak dengan Marasmus -
Kwashiorkor, perawat perlu mengetahui keluhan utama yang muncul pada
pasien misalnya Ibu klien mengatakan anaknya mengalami sesak pada saat
bernafas, berat badan menurun, tidak nafsu makan. Kemudian kaji riwayat
penyakit keluarga mengenai masalah gangguan pernafasan seperti Asma, dan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan seperti gizi buruk. Dan lakukan
pengkajian riwayat penyakit dahulu apakah pasien mempunyai riwayat Asma
dan masalah gizi.
Setelah itu lakukan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi, aulkultasi. Data terfokuskan pada keadaan umum pasien pada bagian
dada dimana klien mengalami sesak nafas bila dalam keadaan bergerak atau
beraktifitas. pada saat dilakukan pemeriksaan inspeksi klien terlihat tampak
kurus, lemah, Abdomen membesar atau Asites, saat di dilakukan palpasi
pasien merasakan nyeri tekan pada daerah Abdomen, dan terdengar suara
timpani.
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Subjektif :
Objektif :
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Celebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral sclerosis
8. Kerusakan neuromuskular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
15. Fibrosis kistik
Subyektif
1. Dispnea meningkatkan/menurunkan
Objektif
1. PCO2 meningkatkan/menurunkan
2. PO2 menurun
3. Takikardi
4. PH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku khas sesuai usia (fisik,
bahasa, motorik, psikososial)
2. Pertumbuhan fisik terganggu
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Hipotirodisme
2. Sindrome gagal tumbuh (Failure to Thrive Syndrome)
3. Leukemia
4. Defisiensi hormon pertumbuhan
5. Demensia
6. Delirium
7. Kalainan jantung bawaan
8. Penyakit kronis
9. Gangguan kepribadian (personality disorder)
Tindakan
Observasi
Terapeutik
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada
diluar rumah
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
3. Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
1. Pertahankan sentuhan seminimal mungkin pada bayi premature
2. Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu ragu
3. Minimalkan nyeri
4. Minimalkan kebisingan ruangan
5. Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal
6. Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain
Edukasi
IV. Impelementasi
Praktik pelayanan membantu menghilangkan Rasa sakit pada daerah
Dada dan menambah nafsu makan, serta gangguan tumbuh kembang agar bisa
kembali secara normal. Tindakan yang diberikan pada pasien dengan
gangguan Marasmus – Kwashiorkor adalah:
20. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
23. Memonitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
32. Memberikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu ragu
Evaluasi sejauh mana klien mampu menahan rasa sesak dan nyeri pada
thoraks atau dada yang di akibatkan karena adanya peningkatan fraktur di
dalam rongga thoraks atau dada
Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0129) Hal 282
Integritas Kulit dan Jaringan ( L.14125 ) Hal 33
Definisi
keutuhan kulit (dermis atau epidermis ) atau jaringan (membran
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi/ligamen ).
Ekspetasi : meningkat
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Elastisitas 1 2 3 4 5
Hidrasi 1 2 3 4 5
Perkusi jaringan 1 2 3 4 5
Kontak mata 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat menurun
Kemarahan 1 2 3 4 5
Regresi 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik
memburuk membaik
Afek 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Daftar Pustaka