DEFINISI
KEP
Keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
MARASMUS
Bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan
kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama
Ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan pengurangan lemak
bawah kulit dan otot secara progresif
KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP
Klasifikasi menurut Gomez
Gomez ( 1956 ) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara pengelompokan
kasus KEP.
Berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat badan yang
diharapakan pada anak sehat yang seumur.
Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945).
0 = normal 90 %
1 = ringan 89-75 %
2 = sedang 74-60 %
3 = berat < 60 %
0 > 95 % > 90 %
1 95-90 % 90-80 %
2 89-85 % 80-70 %
3 < 85 % < 70%
Penyebab Makan
Penyakit Infeksi
langsung Tidak Seimbang
Penyebab Dasar
Kondisi sosial, politik dan ekonomi negara.
PATOGENESIS
MARASMUS
Compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap
kekurangan energi (kalori) dalam waktu yang lama
Keadaan kekurangan asupan kalori tubuh memakai cadangan makanan yang tersedia
untuk menghasilkan energi atau kalori.
Pemakaian cadangan makanan ini dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat,
bila karbohidrat habis, maka tubuh akan menggunakan cadangan lemak, jaringan lemak
akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Terakhir tubuh akan
menggunakan cadangan protein setelah cadangan lemak habis.
Pemecahan cadangan gula otot (glikogen) menjadi glukosa di hati, katabolisme protein
menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi glukosa di hepar dan di ginjal
Pada marasmus ketersediaan asam amino, yang merupakan hasil katabolisme
protein, biasanya jumlahnya masih dalam batas normal, sehingga hati masih dapat
untuk membentuk albumin
Sehingga, pada marasmus, kondisi klinisnya yg mencolok pertumbuhan yang kurang
atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit, namun tidak
disertai edema pitting
Kwashiorkor
Tatalaksana Perawatan
Pada saat masuk rumah sakit :
Anak dipisahkan dari pasien infeksi
Ditempatkan di ruangan yang hangat (25-300C, bebas dari angin)
Dipantau secara rutin
Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera dikeringkan
Tatalaksana
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.
Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan
glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau
melalui NGT.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2-3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
Bila masih mendapat ASI, teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)
sebanyak 5 ml/kgBB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT.
Beri antibiotik spektrum luas.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula
darah setelah 30 menit.
Jika kada gula darah di bawah 3 mmol/L (<54 mg/dl), ulangi
pemberian larutan glukosa atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35,50C atau bila kesadaran memburuk,
mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi
pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan
(hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,
atau jika perlu lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
Pemberian makanan harus teratur setiap 2-3 jam, siang malam.
Langkah 2. Atasi/ Cegah Hipotermia
Diagnosis: Jika suhu aksila < 35,0 0C, suhu rektal <35,50C.
Tatalaksana
Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi dulu)
Hangatkan anak.
Beri antibiotik sesuai pedoman.
Pemantauan
Ukur suhu aksillar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,50C atau lebih.
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari.
Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.
Pencegahan
Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak
selalu tertutup pakaian/ selimut.
Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering.
Hindarkan anak dari suasana dingin (misal sewaktu dan setelah mandi, atau selama pemeriksaan
medis).
Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam hari.
Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, sepanjang hari, siang
dan malam.
Langkah 3. Atasi/ Cegah Dehidrasi
Pada anak gizi buruk, keadaan dehidrasi walaupun ringan dapat menimbulkan komplikasi
lain (hipoglikemia, letargi) sehingga memperberat kondisi klinis.
Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran berat jenis urin (>1.030),
selain tanda dan gejala klinis khas bila ada, antara lain rasa haus dan mukosa mulut
kering.
Tatalakasana
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
Sulit untuk memperkirakan status rehidrasi dengan melihat klinis saja pada anak
malnutrisi berat. Maka asumsikan bahwa setiap anak dengan diare cair dapat mengalami
dehidrasi.
Beri ReSoMal (rehidration solution for malnutrition), secara oral atau melalui NGT, lakukan
lebih lambat dibandingkan jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama.
Setelah 2 jam, beri ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam berselang seling dengan F-75 dengan jumlah yang
sama, setiap jam selama 10 jam.
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam.
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 Thn: 50-100 ml setiap
buang air besar, usia 1 Tahun: 100-200 ml setiap buang air besar.
Langkah 4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit 8,9
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan
magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 Minggu atau lebih
untuk memperbaikinya.
Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium
serum mungkin rendah.
Tatalaksana
Untuk mengatasi gangguan elektrolit, diberikan kalium dan
magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan mineral-mix yang
ditambahkan ke dalam F-75, F-100, atau ReSoMal.
Ekstra kalium 3-4 mmol/kg/hari
Ekstra magnesium 0,4 0,6 mmol/kg/hari
Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi.
Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
Langkah 5. Obati/ Cegah Infeksi 8,9
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering
terjadi.
Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi
saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
Antibiotik spektrum luas
Vaksin campak jika anak berumur 6 Bulan dan belum pernah mendapatkannya,
atau jika anak berumur > 9 Bulan dab sudah pernah diberi vaksin sebelum
berumur 9 Bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri kotrimoksazol per oral (25
mg SMZ + 5 mg TMP/ kgBB setiap 12 jam) selama 5 hari.
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak
sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
Ampicillin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
amoksisillin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika tidak tersedia
amoksisillin, beri ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama hari)
sehingga total selama 7 hari, ditambah gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV)
setiap hari selama 7 hari.
Jika anak tidak membaik dalam 48 jam, tambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB
IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan
kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.
Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri,
infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.
Langkah 6. Koreksi Defisiensi Mikronutrien
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya
pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah
infeksi.
Tatalaksana
Suplemen multivitamin
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
Zinc 2 mg/kgBB/hari
Tembaga 0,3 mg/kgBB/hari
Ferosulfat 3 mg/kg/hari setelah berat badan naik (mulai pada fase rehabilitasi)
Vitamin A; diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk), dengan dosis:
< 6 Bulan 50.000 (1/2 kapsul biru)
6-12 Bulan 100.000 (1 kapsul biru)
1-5 Tahun 200.000 (1 kapsul merah).
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam tiga bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai usia umur, pada hari ke 1, 2, dan 15.
Langkah 7. Pemberian Makanan Awal (initial feeding)
Pada fase stabilisasi diperlukan pendekatan yang hati-hati karena kondisi
fisiologis anak yang rapuh dan berkurangnya kapasitas homeostasis.
Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien
masuk
Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula
tumbuh-kejar (F-100) (fase transisi):
Ganti F-75 dengan F-100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama
2 hari berurutan.
Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian
sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit.
Setelah transisi bertahap, beri anak:
Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak).
Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
Protein: 4-6/ kgBB/ hari.
Langkah 9. Memberikan stimuli fisik, sensorik, dan dukungan emosional
Gambar 5. Noma.
Prognosis
Empat masalah utama gizi di Indonesia yaitu kekurangan energi protein (KEP),
gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI), anemia defisiensi besi, dan
defisiensi vitamin A.
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
Penyebab malnutrisi dapat dibedakan menjadi penyebab langsung, penyebab
tidak langsung dan penyebab dasar.
Klasifikasi KEP dibagi menjadi KEP ringan, sedang, berat.
KEP berat secara klinis terdapat tiga tipe, yaitu marasmus, kwashiorkor,
marasmik-kwashiorkor.
Tatalaksana gizi buruk secara umum, khusunya pada fase stabilisasi, tetap
mengikuti panduan Kementrian Kesehatan RI yang mengacu pada panduan
WHO, yaitu berupa sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk.
Komplikasi gizi buruk diantaranya adalah gangguan perkembangan mental,
noma, xeroftalmia, kematian.
Gizi buruk mempunyai angka kematian sekitar 20-30%, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian
karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri.
Daftar Pustaka
1. Depkes RI-Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
KLB-Gizi Buruk. Surveilans KLB-Gizi Buruk. Gizi-Depkes RI; 2010. Available
at http://suyantitno.blog.undip.ac.id/files/2010/04/surveilans-KLB-Gizi-
Buruk.pdf. Diakses tanggal 7 Juli 2013.
2. Atmarita, Tatang S. Analisa Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Depkes RI-
Direktorat Gizi Masyarakat; 2004. Available at
http://gizi.depkes.go.id/kep/download/makalah-wnpg8.doc. Diakses
tanggal 7 Juli 2013.
3. Pudjiadi S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2000.
4. UNICEF. Acute Malnutrition. Tracking Progress on Child and Maternal Nutrition.
UNICEF: 2009. Available at
http://www.unicef.org/nutrition/training/2.3/contents.html. Diakses
tanggal 7 Juli 2013.
5. Evawany Aritonang. Kurang Energi Protein. Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat
FK USU; 2004. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3741/1/fkmgizi-
evawany.pdf. Diakses tanggal 7 Juli 2013.
6. Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein Pada
Anak di Rumah Sakit Kabupaten/ Kodya. Jakarta: Depkes; 2000.
7. Israr YA., Putra CA., Julianti R., Tambunan R., Hasriani A. Gizi Buruk
(severe malnutriotion). 2009. Available at
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/08/giziburukseverem
alnutriotion_files_of_drsmed.pdf. Diakses tanggal 7 Juli 2013.
8. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Pedoman Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di
Kabupaten; alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta: WHO
Indonesia; 2009. 193-218.
9. J.C. Susanto., Maria M., Sri S. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi
Berbasis Komunitas. Dalam Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Editor: Damayanti R., Endang DL., Maria M., Sri SN.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2011. 128-45.
10. Ricardo U., Eva Hertrampf. Nutritional Deficiency and Imbalances. The
Role of Food, Agriculture, Forestry and Fisheries in Human
Nutrition. EOLS:Vol IV; 2008.