Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bercampur darah yang
dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke
arah distal).1,2,3,4 Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari
penyakit yang mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan
yang seksama.5

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas: infeksi (terutama
tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan
sebagainya), kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta, neoplasma
(terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus), gangguan pada
pembekuan darah (sistemik), benda asing di saluran pernapasan, serta faktor-
faktor ekstrahepatik dan abses amuba.3

Tuberkulosis (TB) sebagai salah satu penyebab hemoptoe merupakan


masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Di Indonesia maupun
diberbagai belahan dunia, penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular
yang kejadiannya paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5 juta orang, urutan
kedua dijumpai di Cina yang mencapai 2 juta orang dan Indonesia menduduki
urutan ketiga dengan penderita 583.000 orang.6

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri


berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.
Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang
mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air
ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam
paru-parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.7,8

Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru
dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya.
Kejadian kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada
kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi lemah.6

1
Berikut ini dilaporkan suatu kasus seorang laki-laki yang dirawat di
RSUD. Sele Be Solu Kota Sorong tanggal April 2017.

2
LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki 46 tahun, suku Ayamaru, Alamat KM 12 Sorong.


Sudah menikah, pendidikan terakhir tamat SMA. Bekerja sebagai buruh bangunan
datang ke RS dengan keluhan batuk darah sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah
sakit. Pada anamnesis didapatkan batuk darah dialami sejak ± 6 jam sebelum
masuk rumah sakit dengan volume ± 125cc (½ gelas aqua), batuk 1 kali dengan
warna merah segar berbusa bercampur dengan lendir berwarna putih kekuningan.
Riwayat batuk sejak ± 1 bulan yang lalu dengan dahak (+) warna putih
kekuningan, hilang timbul, dengan frekuensi batuk 4 – 6 kali per hari. Batuk
disertai dengan sesak nafas dan berkurang dengan istirahat. Demam sejak ± 1
bulan yang lalu, demam naik turun, naik terutama pada malam hari. Demam
disertai keringat malam dan menggigil. Penurunan berat badan ± 5 kg dalam 1
bulan terakhir. Penurunan nafsu makan (+), Mual (-), muntah (-), BAB dan BAK
biasa.

Riwayat Penyakit dahulu pasien mendapat pengobatan paru selama 6


bulan pada tahun 2016 rutin sampai tuntas. Penyakit darah tinggi, gula dan asam
urat disangkal penderita.

Riwayat keluarga, penderita mengaku hanya penderita yang menderita


seperti ini di dalam keluarga. Riwayat pribadi / sosial, sehari-hari pasien bekerja
sebagai buruh bangunan. Penderita mengaku pernah merokok ± 10 tahun yang
lalu, ± 1 bungkus/hari, berhenti sejak 3 tahun yang lalu Riwayat mengkonsumsi
alkohol sejak ± 10 tahun yang lalu, tapi sudah berhenti juga sejak 3 tahun yang
lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit


sedang dengan kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, dengan tensi 120/80
mmHg, nadi 88 kali permenit, respirasi 24 kali permenit, suhu 37,0oC. Tinggi
badan 165 cm, berat badan 47 kg, keadaan gizi kurang/ underweight (IMT: 17,4).
Kulit warna sawo matang, suhu badan hangat pada perabaan, lapisan lemak tipis,
tidak ada edema. Pada pemeriksaan kepala didapatkan ekspresi tampak sakit,
rambut tidak mudah dicabut, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

3
bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya ada, gerakan bola mata aktif.
Pada pemeriksaan telinga tidak ditemukan tophi, lubang normal, cairan tidak ada.
Pada pemeriksaan hidng tidak didapatkan deviasi, sekret dan perdarahan. Pada
pemeriksaan mulut foeter tidak ada, bibir tidak sianosis, gigi tidak ada karies,
lidah beslag tidak ada, mukosa basah, pembesaran tonsil tidak ada dan tidak
hiperemis serta faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening di leher. Trakea letak tengah. Pembesaran
kelenjar tiroid tidak ada, tekanan JVP 5+2cmH2O. Pada pemeriksaan thoraks
dada dalam keadaan simetris, retraksi tidak ada, tidak ada kelainan kulit. Pada
punggung, bentuk simetris, tidak ada kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan paru
depan didapatkan inspeksi terlihat gerakan dada simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi stem fremitus pada dada kiri lebih menurun daripada kanan. Pada perkusi
hipersonor di dada kiri. Auskultasi suara pernapasan bronkial, terdengar rhonki di
daerah apex paru kanan dan kiri, wheezing tidak terdengar di kedua lapangan
paru. Pada pemeriksaan paru belakang didapatkan inspeksi terlihat simetris saat
keadaan statis dan dinamis. Palpasi stem fremitus pada dada kiri lebih menurun
daripada kanan. Pada perkusi hipersonor di dada kiri. Auskultasi suara pernapasan
bronkial, terdengar rhonki di daerah apex paru kanan dan kiri, wheezing tidak
terdengar di kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan jantung didapatkan pada
inspeksi iktus kordis tidak nampak, palpasi iktus cordis tidak teraba, perkusi
didapatkan batas jantung kiri di ICS V linea midclavicularis sinistra dan pinggang
jantung (+), sedangkan atas kanan di ICS IV linea parasternal dextra. Auskultasi
irama teratur, heart rate kurang lebih 88 kali/menit, M1>M2, T1>T2, A2>A1,
P2>P1, A2>P2. Tidak ditemukan bising dan gallop pada pasien ini. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi datar, palpasi lemas, nyeri tekan
epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, ballottement (-), perkusi tympani,
nyeri ketok CVA kiri dan kanan tidak ada, Auskultasi bising usus normal. Pada
pemeriksaan kelamin tidak terdapat keluhan. Pada ekstremitas superior
didapatkan kulit telapak tangan warna pucat. Tidak terdapat tremor. Tidak ada
deformitas pada jari, clubbing finger tidak ada, kuku sianosis tidak ada, tidak ada
edema, otot eutrofi, tophi tidak ada, bengkak pada sendi tidak ada, varises tida
ada, nyeri sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal, kekuatan otot 5/5. Pada

4
pemeriksaan ekstremitas inferior, didapatkan luka tidak ada, varises tidak ada,
parut tidak ada, otot eutrofi, tophi tidak ada, bengkak pada sendi tidak ada, nyeri
sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal dan pasif normal, kekuatan otot 5/5,
suhu raba hangat, dan edema tidak ada.

Pada pemeriksaan reflex didapatkan refleks fisiologis berupa reflex biseps,


triseps, patella dan achiles (+) normal, sedangkan refleks patologis berupa reflex
babinski, brundzinski, kernig, dan laseque (-). Dari hasil laboratorium yang
didapatkan leukosit 20.160 /uL, Eritrosit 4,45 x 106 /uL, Hemoglobin 12,5 gdL,
Hematrokit 36,3 %, Trombosit 475.000 /uL, MCH 28 pg, MCHC 31 g/dL, MCV
81 fL, Ureum darah 23 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL, Gula darah sewaktu 111
mg/dL. Rencana pemeriksaan foto thorax AP/Lateral

5
RESUME
Seorang pasien laki-laki 46 tahun datang dengan keluhan batuk darah
dialami sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit dengan volume ± 125 – 200 cc
(½ gelas aqua), batuk 1x dengan warna merah segar berbusa bercampur dengan
lendir berwarna putih kekuningan. Riwayat batuk sejak ± 1 bulan yang lalu
dengan dahak (+) warna putih kekuningan, hilang timbul, dengan frekuensi batuk
4 – 6 kali per hari. Batuk disertai dengan sesak nafas dan berkurang dengan
istirahat. Demam sejak ± 1 bulan yang lalu, demam naik turun, naik terutama pada
malam hari. Demam disertai keringat malam dan menggigil. Penurunan berat
badan ± 5 kg dalam 1 bulan terakhir. Penurunan nafsu makan (+), Mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK biasa.

Riwayat Penyakit dahulu Pasien mendapat pengobatan paru selama 6


bulan pada tahun 2016 rutin sampai tuntas. Penyakit darah tinggi, gula dan asam
urat disangkal penderita.

Riwayat keluarga, penderita mengaku hanya penderita yang menderita


seperti ini di dalam keluarga. Riwayat pribadi / sosial, sehari-hari pasien bekerja
sebagai buruh bangunan. Penderita mengaku pernah merokok ± 10 tahun yang
lalu, ± 1 bungkus/hari, berhenti sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat mengkonsumsi
alkohol sejak ± 10 tahun yang lalu, tapi sudah berhenti juga sejak 3 tahun yang
lalu.

Pada pemeriksaan thoraks dada dalam keadaan simetris, retraksi tidak ada,
Pada punggung, bentuk simetris, tidak ada kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan
paru didapatkan inspeksi terlihat gerakan dada simetris. Palpasi stem fremitus
dada kiri lebih menurun daripada kanan. Perkusi hipersonor di paru kiri.
Auskultasi suara pernapasan bronchial, terdengar rhonki di daerah apex paru kiri
dan kanan, wheezing tidak terdengar di kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan
jantung didapatkan pada inspeksi iktus kordis tidak nampak, palpasi iktus cordis
tidak teraba, perkusi didapatkan batas jantung kiri di ICS V linea midclavicularis
sinistra dan pinggang jantung (+), sedangkan atas kanan di ICS IV linea
parasternal dextra. Auskultasi irama teratur, heart rate kurang lebih 88 kali/menit,
Tidak ditemukan bising dan gallop pada pasien ini. Pada pemeriksaan abdomen

6
didapatkan inspeksi datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan
lien tidak teraba, ballottement (-), perkusi tympani, nyeri ketok CVA kiri dan
kanan tidak ada, Auskultasi bising usus normal. Pada pemeriksaan ekstremitas
tidak terdapat kelainan. Dari hasil laboratorium didapatkan leukosit meningkat
(20.160). Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium penderita
didiagnosa dengan hemoptoe ec suspek TB paru relaps
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian O2 4 liter/menit via
nasal kanul, IVFD NaCl 0,9%  20 tetes/menit, Asam traneksamat 3 x 500 mg
inj amp iv, Ceftriaxone 2 x 1gr inj vial iv, Codein 3 x 10 mg tab, Diet TKTP.
Pada pasien ini direncanakan akan di lakukan pemeriksaan, sputum BTA
3x, kontrol darah lengkap dan albumin.

7
PEMBAHASAN

Hemoptoe (batuk darah) adalah ekspektorasi darah atau dahak yang


berdarah, berasal dari saluran nafas.1,2,3 Batuk darah (hemoptoe) harus dibedakan
dengan muntah darah (hematemesis). Hematemesis disebabkan oleh lesi pada
saluran cerna, sedangkan hemoptoe disebabkan oleh lesi pada paru atau
bronkus/bronkiolus.

Perbedaan lainnya antara batuk darah dan muntah darah bisa dilihat dari
tanda – tanda, seperti: batuk darah biasanya didahului oleh batuk keras yang tidak
tertahankan sedangkan muntah darah tidak didahului dengan batuk, tetapi keluar
darah waktu muntah. Pada batuk darah biasanya terdengar adanya gelembung-
gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas, sedangkan pada
muntah darah, suara napas tidak ada gangguan. Batuk darah didahului rasa asin
dan gatal di tenggorokan, sedangkan muntah darah didahului rasa mual / tidak
enak di epigastrium. Pada batuk darah warna darah yang dibatukkan merah segar
bercampur buih, beberapa hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
sedangkan pada muntah darah sedangkan pada muntah darah, darah berwarna
merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan. Batuk darah bisa
berlangsung beberapa hari, pH alkalis, dan penyebabnya biasanya kelainan paru.
Muntah darah frekuensinya tidak sekerap batuk darah, pH asam, dan penyebabnya
biasanya sirosis hati atau gastritis. 9,10,11

Pada kasus berdasarkan anamnesis ditemukan pasien mengalami batuk


darah dengan warna merah segar berbusa bercampur dengan lendir. Pasien juga
sebelumnya tidak mengeluhkan adanya rasa mual atau rasa tidak enak di
epigastrium. Hal ini sesuai dengan tanda – tanda hemoptoe (batuk darah).

Klasifikasi hemoptoe menurut Pusel, yaitu: + (batuk dengan perdarahan


yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum), ++ ( batuk dengan
perdarahan 1 – 30 ml), +++ (batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml), ++++ (batuk
dengan perdarahan > 150 ml). Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif
tiga hemoptoe sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis
masif.12

8
Berdasarkan klasifikasi hemoptoe menurut Pusel, hemoptoe yang dialami
pasien pada kasus ini termasuk kriteria positif empat (hemoptisis masif) karena
pasien batuk darah dengan volume 200-250 ml sehingga pasien memiliki indikasi
untuk dirawat di rumah sakit.
Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3
kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. Infeksi merupakan
penyebab yang sering didapatkan antara lain: tuberkulosis, bronkiektasis dan
abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan
bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun
karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan, diikuti
tuberkulosis dan bronkiektasis.3,13
Tuberculosis adalah penyakit infeksi pada jaringan tubuh (paru dan ekstra
paru) yang bersifat kronik dan dapat menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:14
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1
bulan dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
atau BTA negatif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.

9
Pada kasus ini didapatkan pasien sebelumnya sudah pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
tapi didiagnosis kembali dengan BTA positif. Sehingga pasien termasuk dalam
kategori kasus kambuh (relaps).
Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:14,15
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada anamnesis didapatkan keluhan seperti batuk lebih dari 3 minggu,


dahak (sputum), batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, demam dan
menggigil, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah (Malaise),
berkeringat banyak terutama di malam hari, tidak ada nafsu makan
(Anoreksia), sakit-sakit pada otot (Mialgia).

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:

a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).


b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
c. Sekret di saluran nafas dan ronkhi.
d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan
langsung dengan bronchus.
2. Laboratorium
a. Kultur sputum.
b. Mantoux Test/Tuberkulin Test.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru.
3. Radiologis
Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB yaitu:

a. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
c. Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya kalsifikasi.
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

10
g. Bayangan milier.

Pada kasus berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan batuk


darah, riwayat batuk lama yaitu ± 1 bulan, sesak nafas, demam, penurunan berat
badan, rasa lelah dan lemah (malaise), berkeringat banyak terutama di malam
hari, serta tidak ada nafsu makan (anoreksia). Pasien juga pernah mendapat
pengobatan paru selama 6 bulan pada tahun 2016 rutin sampai tuntas. Pada
pemeriksaan fisik di dapatkan adanya tanda – tanda infiltrat. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka pasien
didiagnosis dengan hemoptoe ec suspek TB paru relaps.
Pada prinsipnya penanganan yang dilakukan pada hemoptoe terbagi atas
terapi konservatif dan terapi definitif atau pembedahan. Terapi konservatif, yaitu:
pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi tredelenberg untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Melakukan suction dengan kateter
setiap terjadi perdarahan, batuk secara perlahan-lahan untuk mengeluarkan darah
di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi, dada dikompres
dengan es-kap, hal ini biasanya menenangkan penderita, pemberian obat-obat
penghenti perdarahan (obat-obat hemostasis), misalnya vit. K, ion kalsium,
thrombin dan karbazokrom, antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder,
pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi,
pemberian oksigen, menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi,
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misalnya aspirasi darah dengan
bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.12
Busron menggunakan pula indikasi pembedahan, yaitu apabila pasien
mengalami batuk darah lebih dari 600cc/24jam dan dalam pengamatannya
perdarahan tidak berhenti, apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari
600cc/24jam dan tetapi lebih dari 250cc/24jam jam dengan kadar Hb kurang dari
10g%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung, apabila pasien
mengalami batuk darah kurang dari 600cc/24jam dan tetapi lebih dari 250cc/24
jam dengan kadar Hb kurang dari 10g%, tetapi selama pengamatan 48 jam yang
disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.16
Pada pasien ini belum diperlukan terapi pembedahan karena batuk darah
masih kurang dari 600 ml. Jadi hanya diberikan terapi konservatif. Pada pasien

11
juga tidak sempat dilakukan pemeriksaan sputum BTA karena pasien meminta
untuk rawat jalan dan kontrol di poli paru. Selain itu karena pasien sudah merasa
membaik.
Penanganan yang dilakukan pada kasus ini yaitu memposisikan pasien
dalam keadaan posisi tredelenberg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang
sehat. Pemberian oksigen karena pada pasien ditemukan adanya sesak sehingga
saturasi oksigen dapat dipertahankan. Pemasangan intravena fluid drips sebagai
akses untuk mengganti cairan yang hilang dan tindakan konservatif jika pasien
masuk ke kondisi hipovolemik syok. Untuk antibiotik diberikan ceftriaxone.
Asam traneksamat diberikan untuk menghentikan perdarahan dan codein untuk
mengurangi batuk.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit


(Pathophysiology Clinical Consepts of Diseases Processes) alih bahasa Adji
Dharma.Jakarta: EGC; 1984. H.531.
2. Alsagaff H, Rai IB, Alrasyid SH. Penanggulangan Batuk Darah dalam
Simposium Ilmu Kedokteran Darurat. Surabaya: FK – Unair; 1979. H.162-4

3. Alsagaff, Hood. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga


University Press;2009.

4. Nugroho, A. Hemoptisis Masif. Kesehatan Milik Semua : Pusat Informasi


Penyakit dan Kesehatan. Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan; 2002. Diakses
dari: www.infopenyakit.com.
5. Arief, Nirwan. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI;2009. Diakses dari:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f814f09f23
73c0d805736c.pdf.

6. Wihastuti R, Maria, Situmeang T, Yunus F. Profil penderita batuk darah yang


berobat ke bagian paru RSUP Persahabatan.Jakarta: J Respir Indo; 1999.
H.54-9.
7. Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia,
Perhimpunan dokter paru Indonesia, 2002. Diakses dari file://///Jad4/data-
web/Back-Up/public_html%20-%20Klik%20PDPI-
040805/konsensus/tb/tb.html (2 of 29)14/03/2006 0:39:37.
8. Wiwien HW, Nirwan AP, Yani P, Ni NP, Agung W, lsmid DB, et al.
Hemoptisis pada teratoma kistik Departemen Pulmonologi dan llmu
Kedokteran Respirasi FKUl - RS Persahabatan, Jakarta, Divisi Bedah Toraks -
RS Persahabatan, Jakarta, lnstalasi Patologi Anatomi - RS Persahabatan,
Jakarta. Diaksesdari:http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/27407214218.pdf

13
9. Buja LM, et al. Pulmonary Alveolar Hemorrhage : A common finding in
patiens with severe cardiac disease. Am J Cardiol, 1971. 27 : 168 – 172
10. Roger SM. Signs and Symptoms. Hemoptysis. 4th ed. JB Lippin- cott
Company. Philadelphia;1964. p.320 – 323
11. Amirullah, R. Gambaran dan Penatalaksanaan Batuk Darah di Biro
Pulmonologi RSMTH. Cermin Dunia Kedokteran; 2004. H.33.
12. Purwandianto A. Sampurna B. Kedaruratan Medik. Ed. 3. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.H.19 – 20
13. Wilson, Price. Patofisiologi, Konsep-konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed. 4. Jakarta: EGC;2004
14. American Thoracic Society. Diagnostic Standard and Classification of
Tuberculosis in Adults and Children. USA;2000.

15. Zulkifli Amin, Tuberkulosis Paru : Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II. Ed.
4. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Indonesia;2006.
H.998-990.

16. Rab T. Prinsip Gawat Paru. Ed.2. Jakarta: EGC;1996. H.185 – 201

14

Anda mungkin juga menyukai