Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011),
sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan
tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor
1. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada
balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk..Berikut adalah
gejala pada marasmus adalah :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum bekembang.
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.
3. Marasmus – Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula.
c. ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif
kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI
eksklusif kurang dari dua bulan.27 Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa
susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu
formula.Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan
makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua
tahun. Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung
antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini
yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat
berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan
sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula
atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat
susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan
susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.
d. Pendidikan ibu
Salah satu faktor penyebab timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang
rendah sehingga menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu
yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi
ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan
kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi
pada anak balita. Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat
mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas
pengasuhan anak. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan
keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli
barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi
juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang
gizi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap
penyakit – penyakit seperti tuberculosis (TBC), diare persisten (berlanjutnya episode
diare selama 14 hari atau lebih dan dimulai dari suatu diare cair akut atau
berdarah/disentri) dan HIV/AIDS. Penyakit tersebut dapat memperjelek keadaan gizi
melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi
esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi
kurang maupun gizi buruk. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan
mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain
anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.
Diagnosis
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan
lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena
adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan
dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat
badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :
BB/TB kurang dari -3SD (marasmus)
Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh(kwashiorkor : BB/TB
> -3SD atau marasmik-kwashiorkor : BB/TB < -3SD.
Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa anak tampak
sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit
terutama pada kedua bahu lengan pantat dan paha, tulang iga terlihat jelas dengan atau tanpa
adanya edema. Anak – anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat.
Pemeriksaan Fisik
Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB
Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk
Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun
Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C)
Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung
Sangat pucat
Pembesaran hati dan ikterus
Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites
Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)
Ulkus pada mulut
Fokus infeksi : THT, paru, kulit
Lesi kulit pada kwashiorkor
Tampilan tinja
Tanda dan gejala infeksi HIV
Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak.
Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1
Liansyah, Tita Menawati. 2015. Malnutrisi pada Anak Balita. Dosen Fakultas Kedokteran.
Universitas Syiah Kuala.
WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Tim Adaptasi
Indonesia-WHO Indonesia.