Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

GIZI BURUK

Disusun oleh:
Aisyah Khairina Prasmahita
1102014010

Pembimbing:
dr. Ani Ariani, Sp. A (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
PERIODE 24 JUNI – 31 AGUSTUS 2019
GIZI BURUK

Pendahuluan
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur,
tetapi yang perlu lebih diperhatikan pada kelompok bayi dan balita. Pada usia 0 – 2
tahun merupakan masa tumbuh kembang yang optimal (golden period) sehingga
bila terjadi gangguan pada masa ini tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya dan
akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi penerus. (Krisnansari, 2010)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
Kesehatan 2018, di Indonesia bayi usia dibawah 5 tahun (balita) yang mengalami
masalah gizi sebanyak 17,7%. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami
gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, terdapat 120 anak
usia 0 – 5 tahun yang menderita kekurangan gizi pada periode Januari – Juni 2017.
Data tersebut berdasarkan data dari tiap Puskesmas. Menurut Kepala Bidang
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, hal ini disebabkan oleh
masih minimnya pengetahuan orang tua mengenai pentingnya gizi seimbang bagi
anak – anaknya. Selain itu, gizi buruk banyak menimpa masyarakat golongan
menengah kebawah.
Keadaan gizi masyarakat Indonesia pada saat ini masih belum mencapai
harapan. Faktor – faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut antara lain tingkat
kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan
anggota keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam meilih, mengolah, dan
membagi makanan di tingkat rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas
sanitasi dasar serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan
gizi masyarakat yang berkualitas. (Depkes RI, 2007)
Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan
menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight
(Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi
tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor. (Kemenkes RI, 2016)

Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor.
a. Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup
karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
mereka yang hubungan orangtua – anak terganggu, atau karena kelainan metabolik
atau malformasi kongenital.
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah:
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua (monkey face)
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh.
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik
dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein
tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu,
seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria
(nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein,
seperti pada penyakit hati kronik.
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat
dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan
yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi
kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda
dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling
menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum bekembang.
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi,
apatis atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak
cukup, kurang stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan
terhadap infeksi, dan udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari
manifestasi yang paling serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia,
kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat
terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi
awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam
organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal,
laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil
pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini
sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi
tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat
terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering
jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam,
dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut
(hipokromotrichia).
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia,
mual, muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi
kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental,
terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat
menyertai.
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah:
a. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
c. Marasmik-Kwashiorkor
Penyebab marasmik – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu
malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat.
Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang
meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun
energi dari tubuh.

Etiologi

Faktor – faktor penyebab yang berhubungan dengan gizi buruk:


a. Faktor Host
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama
dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan
diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak
menjadi penderita marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak.
Contohnya anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum
dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap
diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain
itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan
seperti berpantang makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk
pada anak.
b. Faktor Agent
Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan
makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat
antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di
negara berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri
(personal hygiene) masih kurang, dan adanya penyakit infeksi kronik seperti
Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi
sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada
akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga
memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.
c. Faktor Sosial Ekonomi
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah
sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukan
adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial
yang terjadi di masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya
mempengaruhi ketersedian makanan serta keragaman makanan yang dikonsumsi.
Banyak masyarakat yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih
mendapatkan porsi makanan yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-
anaknya karena mereka harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya
sedangkan anak-anak hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat
asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang
suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut tidak
dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya tingkat
perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari nafkah
untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya
sebagai orang tua tunggal (single parent).

Epidemiologi
Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengkonsumsi
makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup
banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum. Departemen
Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan hasilnya menunjukan bahwa
penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Sesuai dengan
survei di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita yang dirawat
inap di rumah sakit masih tinggi. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai
adalah tipe marasmus
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
Kesehatan 2018, di Indonesia bayi usia dibawah 5 tahun (balita) yang mengalami
masalah gizi sebanyak 17,7%. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami
gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%.
Gambar 1. Proporsi Balita Mengalami Masalah Gizi

Sumber: Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan 2018

Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3
SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan.
Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/ compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat
terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai
sintesa enzim.
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari
normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat
perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan,
lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet
akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
kelainan ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan
tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika
hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan
protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan
mengandung lebih banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot
sehingga tampak edema.
Gambar 2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Marasmus:
 Menunjukkan wajah seperti orang tua.
 Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant,
perut cekung, wajah bulat sembab.
 Perubahan mental seperti anak mudah menangis, walapun setelah
mendapat makan karena anak masih merasa lapar.
 Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus
yang berat.
 Kelainan pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan
mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak di bawah kulit
serta otot-ototnya.
 Kelainan pada rambut kepala walaupun tidak sering seperti pada
penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis
dan mudah rontok.
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. Otot-
otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas.
 Pada saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita
diare atau konstipasi.
 Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan darah
penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur.
 Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan
kadar hemoglobin yang agak rendah.
 Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis
berulang akibat defisiensi imunologik.
Manifestasi klinis kwashiorkor yaitu:
 Penampilannya seperti anak yang gemuk (sugar baby) apabila
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat
adanya atrofi.
 Pertumbuhan terganggu,
 Berat badan dibawah 80% dari baku Harvard persentil 50 walaupun
terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP
sudah berlangsung lama.
 Perubahan mental sangat mencolok.
 Pada umumnya mereka banyak menangis, dan pada stadium lanjut
bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan mental tersebut
menandakan suksesnya pengobatan.
 Edema baik yang ringan maupun berat ditemukan pada sebagian
besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites dapat
mengiringi edema.
 Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring
terus-menerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian
sudah dapat berjalan-jalan.
 Pada anoreksia yang berat penderita menolak segala macam
makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan
melalui sonde lambung.
 Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair
dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya produksi
laktase dan enzim disacharidase lain. Adakalanya diare demikian
disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain.
 Perubahan rambut sering dijumpai, baik tekstur maupun warnanya.
Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut yang mudah
dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal menghasilkan
tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada penyakit
kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam,
kering, halus, jarang, dan berubah warnanya. Warna rambut yang
hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih. Rambut aslipun
menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian
dengan rambut matanya yang justru memanjang.
 Perubahan kulit seperti crazy pavement dermatosis merupakan
kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit
tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai petechie,
berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam. Setelah
bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian bagian yang merah
dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang
sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang
terus-menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy
pavement dermatosis, seperti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan
sebagainya. Perubahan kulit lain dapat ditemui, seperti kulit yang
kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa
tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut
ditemui petechie tanpa trombositopenia dengan prognosis yang
buruk bagi si penderita.

Gambar 3. Crazy Pavement Dermatosis


 Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan.
Kadang-kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang
membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan
dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati
demikian jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa
banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif
ringan infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih
berat penyakitnya lebih banyak sel hati yang terisi dengan lemak,
sedangkan pada yang sangat berat perlemakan terdapat pada hampir
semua sel hati. Terkadang terlihat juga adanya fibrinosis dan
nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
demikian.
 Apabila kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama
ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang berat. Jenis
anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik
normokrom, mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan
sebagainya. Perbedaan macam anemia pada kwashiorkor dapat
dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang mengiringi
kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik, vitamin B12,
vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam
anemia yang terjadi menunjukkan faktor mana yang lebih dominan.
 Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering ditemukan
mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum
tulang demikian disebabkan terutama oleh kekurangan protein dan
infeksi menahun.
Tabel 1. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor
Marasmus Kwshiorkor
 Pertumbuhan berkurang atau berhenti  Perubahan mental sampai apatis
 Terlihat sangat kurus  Anemia
 Penampilan wajah seperti orangtua  Perubahan warna dan tekstur rambut,
 Perubahan mental mudah dicabut / rontok
 Cengeng  Gangguan sistem gastrointestinal
 Kulit kering, dingin, mengendor, keriput  Pembesaran hati
 Lemak subkutan menghilang hingga  Perubahan kulit
turgor kulit berkurang  Atrofi otot
 Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat  Edema simetris pada kedua punggung
jelas kaki, dapat sampai seluruh tubuh.
 Vena superfisialis tampak jelas
 Ubun – ubun besar cekung
 tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
 mata tampak besar dan dalam
 Kadang terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
Gambar 4. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor

Manifestasi klinis pada Marasmik – Kwashiorkor:


Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan <60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula.

Pemeriksaan Penunjang
Status gizi ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
a. Pengukuran Klinis
Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk
atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang
terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, rambut, atau mata. Pada balita marasmus kulit akan
menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak
putih atau merah muda (crazy pavement dermatosis).
b. Pengukuran Antropometrik
Pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain
pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa
pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan.
Tabel 2. Status Gizi Berdasarkan Standar Antropometri WHO
No. INDIKATOR STATUS GIZI STANDAR DEVIASI
1. BB/U Gizi sangat kurang <-3SD
Gizi Kurang -3SD s/d <-2SD
Gizi Normal -2SD s/d 2SD
Gizi Lebih >2SD
2. TB/U atau PB/U Sangat Pendek <-3SD
Pendek -3SD s/d <-2SD
Normal ≥-2SD
3 BB/TB atau BB/PB Sangat kurus <-3SD
Kurus -3SD s/d <-2SD
Normal -2SD s/d 2SD
Kegemukan >2SD

Diagnosis
Pada anamnesis sering didapatkan keluhan pertumbuhan dan perkembangan
terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar bertambah, serta anak
sering rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi bahwa sering terjadi infeksi
berulang atau penyakit lain seperti diare atau konstipasi. (WHO, 2009)
Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian status
antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang
badan (TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk
menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh
(lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan juga
pengukuran ketebalan lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep)
yang ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak di bawah kulit banyaknya adalah
50% dari lemak tubuh. Lipatan kulit normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan 2,5
cm pada perempuan. (WHO, 2009)
Berikut Kriteria Anak Gizi Buruk menurut KEMENKES, 2011
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3SD dan atau;
b. Terlihat sangat Kurus dan atau;
c. Adanya edema dan atau;
d. LILA <11,5 cm untuk anak 6 – 59 bulan

2. Gizi Buruk dengan komplikasi


Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih
dari tanda komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
Alur pemeriksaan anak gizi buruk: (KEMENKES, 2009):

Gambar 5. Alur Pemeriksaan Anak Gizi Buruk

Diagnosis Banding
KEP berat/Gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe yaitu
kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor sehingga perlu dibedakan dari
masing-masing gejala yang telah dijelaskan sebelumnya di atas.

Penatalaksanaan
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase
yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada tabel berikut:
Tabel 3. Alur Tatalaksana Gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi – Direktorat Jenderal Bina Gizi KIA,
2011)

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah dibasahi
dengan larutan garam normal, dan balutlah. (WHO, 2009)

Tabel 4. Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT


Energi Protein Cairan
100 – 130
Stabilisasi 80 – 100 kkal/kg/hari 1 – 1,5 g/kg/hari
ml/kg/hari
100 – 150
Transisi 2 – 3 g/kg/hari 150 ml/kg/hari
kkal/kg/hari
150 – 200 150 – 200
Rehabilitasi 4 – 6 g/kg/hari
kkal/kg/hari ml/kg/hari

Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada 2 hari
pertama perawatan (WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak tidak selalu
diikuti dengan berkeringat dan pucat. Anak dengan letargis, nadi lemah, dan
kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai terjadinya
hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi pada anak hanya ditandai
dengan mengantuk.
Tanda hipoglikemia pada anak menurut usia:
 Neonatus: Tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernapasan tidak
teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipneau atau takikardia, tidak mau
minum.
 Balita: Kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, hipotermia, takikardia, lemah,
gangguan bicara, dan koma
Diagnosis hipoglikemia pada anak:
1) Adanya gejala klinis hipoglikemia
2) Kadar gula plasma darah <50mg/dL
3) Respon klinis baik terhadap pemberian gula
Berikut tatalaksana anak gizi buruk dengan hipoglikemia:
Tabel 5. Penanganan Hipoglikemia Pada Anak Dengan Gizi Buruk

Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
 Bolus 50 ml larutan glukosa 10% atau  Glukosa 10% intra vena (5mg/ml)
sukrosa 10% peroral atau dengan pipa diikuti 50 ml Glukosa 10% atau
NGT kemudian mulai pemberian F75 sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian
setiap 2 jam. mulai pemberian F75 setiap 2 jam
 Antibiotik spektrum luas  Antibiotik spektrum luas
 Pemberian makan per 2 jam  Pemberian makanan per 2 jam

Pemantauan yang perlu dilakukan adalah setelah 2 jam ulangi pemeriksaan


kadar gula darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian 50 ml bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan pemberian
makan F75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila
kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi
pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).
Sebagai pencegahan, beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera
mungkin atau jika perlu lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus
teratur setiap 2-3 jam siang malam.

Koreksi Defisiensi Mikronutrien


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipun sering ditemukan anemia, tidak boleh diberikan preparat besi pada
periode awal (stabilisasi, transisi), tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu
makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu
kedua, mulai fase rehabilitasi). Pemberian preparat besi dapat memperburuk
keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan merusak
membran sel dan berakibat fatal. (IDAI, 2011)
Tatalaksana
Pemberian pada Hari 1:
- Asam folat 5 mg, oral
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk) dengan dosis seperti di bawah ini:

Tabel 6. Dosis vitamin A sesuai dengan usia anak.

Umur Dosis (IU)

< 6 bulan 50 000 (1/2 kapsul Biru)


6–12 bulan 100 000 (1 kapsul Biru)
1-5 tahun 200 000 (1 kapsul Merah)

Pemberian harian selama 2 minggu:


- Asam folat 1 mg/hari
- Suplemen multivitamin
- Zinc (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (pada fase rehabilitasi)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15. (IDAI,
2011)

Pemberian Makan Awal


Pada fase stabilisasi, pemberian makan (formula) harus diberikan secara
hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh dan kapasitas homeostasisnya
berkurang. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien
masuk dan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein
secukupnya untuk mempertahankan proses fisiologi dasar. (IDAI, 2011)
Tatalaksana
Gambaran hal-hal penting dalam pemberian makan pada fase stabilisasi
adalah sebagai berikut:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan osmolaritasrendahdan
rendah laktosa (F-75)
- Pemberian makan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
- Energi: 80 –100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75
yang ditentukan harus dipenuhi. (IDAI, 2011)
Tabel 7. Jadwal pemberian F-75.
HARI VOLUME/ VOLUME/
FREKUENSI
KE KGBB/PEMBERIAN KGBB/HARI

1-2 setiap 2 jam 11 ml 130 ml


3-5 setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst setiap 4 jam 22 ml 130 ml

Formula awal F-75 sesuai resep dan jadwal makan (Tabel 8) dibuat untuk
mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang berbahan
serealia, sebagian gula diganti dengan tepung beras atau maizena sehingga lebih
menguntungkan karena mempunyai osmolaritas yang lebih rendah, tetapi perlu
dimasak dulu. Formula ini baik bagi anak gizi buruk dengan diare persisten.
Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein / 100 ml
cukup memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan
menggunakan cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah, mungkin perlu
diberikan dengan sendok atau secara drop atau dengan spuit. (IDAI, 2011)

Cara Membuat Formula WHO (F-75, F-100)


- Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan masukkan susu bubuk
sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Tambahkan air
hangat dan larutan mineral-mix sedikit demi sedikitsambil diaduk sampai
homogen dan volumenya menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum
atau dimasak selama 4 menit.
- Untuk F-75 yang menggunakan campuran tepung beras atau maizena, larutan
harus dididihkan (5-7 menit) dan mineral-mix ditambahkan setelah larutan
mendingin.
- Apabila tersedia blender, semua bahan dapat dicampur sekaligusdengan air
hangat secukupnya. Setelah tercampur homogen baruditambahkan air hingga
volume menjadi 1000 ml. Apabila tidaktersedia blender, gula dan minyak sayur
(dianjurkan minyak kelapa) harus diaduk dahulu sampai rata, baru tambahkan
bahan lain dan air hangat
Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap2
jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bilaterpaksa
upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan danajari orang tua
atau penunggu pasien. Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar
anak tidakterlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko
kematian). (WHO, 2009)
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak
mencapaikebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT.
Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat
panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
- Pantau dan catat setiap hari:
- Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
- Muntah
- Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
- Berat badan (WHO, 2009)
Kriteria sembuh
Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut:
a) Edema sdah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB >-3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) Ibu telah mendapat konseling gizi
e) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
f) Selera makan sudah membaik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan
(KEMENKES RI, 2011)

Komplikasi
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa
karena berberbagai disfungsi yang dialami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar
gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan
tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya
anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka
panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun
perkembangannya.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan
bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang
adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan
integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya
diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang
terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis
gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem
tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan
tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang
disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang
bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan
sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon
kortisol, insulin, Growth hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating
Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut
berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan
kematian.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat
resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi
karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna)
atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada
KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah
terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat
hingga mengancam jiwa.

Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah
berumur 2 tahun.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara
kandunganprotein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan
komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang
dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di
atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan
kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah
pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan
kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan
untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya
sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen
mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali
membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa
dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum.
Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan
kematian dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi
prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi ditangani secara tepat dan
cepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi
kronis lain seperti tuberculosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis
hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang
lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat
penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda
saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan
kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang
lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja
pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus
ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi
badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat
dan tinggi anak berada dalam batas yang normal

Penutup
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan
indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan
tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Pada diagnosis gizi buruk perlu dilakukan anamnesis, sering didapatkan
keluhan pertumbuhan dan perkembangan terganggu, tubuh kurus, berat badan yang
kurang atau sukar bertambah, serta anak sering rewel. Pada anamnesis juga
diperoleh informasi bahwa sering terjadi infeksi berulang atau penyakit lain seperti
diare atau konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian
status antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau
panjang badan (TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk
menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh
(lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan juga
pengukuran ketebalan lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep)
yang ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur
menggunakan jangka lengkung (kaliper).
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu
fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Kriteria sembuh pasien gizi buruk
bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria
pulang seperti, edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif, BB/PB
atau BB/TB >-3 SD, komplikasi sudah teratasi, ibu telah mendapat konseling gizi,
ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut, selera
makan sudah membaik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Tanggal Lahir : 09 Oktober 2018
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Setu
Tanggal Masuk RS : 26 Juni 2019
Tanggal Pemeriksaan : 26 Juni 2019
Tanggal Keluar RS : 02 Juli 2019
Ruangan : Sakura

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Tn. M
Usia : 37 tahun
Pekerjaan :-
Pendidikan : SMP

Nama Ibu : Ny. F


Usia : 34
Pekerjaan : Buruh Cuci
Pendidikan : SMP

ANAMNESA
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 26 Juni 2019 di Ruang Rawat Inap Sakura RSUD Kabupaten Bekasi pukul
08.00 WIB.

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan BAB cair 3 – 4 kali/hari.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh ibunya ke IGD RSUD Kab. Bekasi dengan
keluhan BAB cair 3 – 4 kali/hari sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit, BAB cair berwarna kuning disertai ampas, tidak ada lendir maupun
darah, berbau busuk. Selain itu, keluhan disertai badan lemas, merasa haus, kulit
kering dan batuk. Menurut ibu pasien, nafsu makan pasien mulai berkurang dalam
seminggu terakhir, namun setiap hari masih mau meminum ASI. Batuk yang
dialami pasien kurang lebih 1 minggu. Batuk tidak berdahak dan sering kali timbul
sesaat setelah makan. Batuk tidak disertai sesak nafas, demam maupun keringat
malam. Selain itu, berat badan pasien tidak bertambah sejak satu tahun terakhir dan
tubuh pasien tampak semakin kurus, perut buncit, dan wajahnya tampak tua.
Sebelumnya pasien sudah sering dibawa ke puskesmas didekat rumahnya
namun pasien hanya mendapat diberi obat batuk anak dan mendapatkan asupan gizi
dari puskesmas namun pasien jarang mengambil kembali saat sudah habis.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya namun membaik
setelah meminum obat yang didapat dari puskesmas. Riwayat kontak dengan
penderita Tuberkulosis paru (+) yakni tetangganya. Riwayat sakit yang tidak
kunjung sembuh disangkal.

Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat untuk diare dan batuk dari Puskesmas yang ibu
pasien tidak ingat namanya.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat maupun makanan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit penyakit serupa
dengan pasien. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit paru disangkal.
Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan, Ibu pasien memeriksakan kandungan ke Puskesmas
terdekat setiap sebulan sekali sampai bulan bulan kelima lalu melakukan kontrol
sampai mendekati bulan ke Sembilan. Ibu pasien mengaku mengkonsumsi
makanan bergizi. Riwayat konsumsi alkohol, obat – obatan. Jamu dan merokok
selama kehamilan disangkal. Tidak ada riwayat hipertensi atau penyakit berat
lainnya selama kehamilan. Keluhan saat hamil yaitu mual, muntah, dan pusing.
2. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari Ibu G2P1A0. Lahir cukup bulan secara spontan di
Puskesmas dengan berat 3300 gram dan panjang badan tidak diketahui Ibu pasien.
Presentasi kepala dan ketuban jernih. Bayi langsung menangis saat lahir.
3. Riwayat Pasca Lahir
Tidak ada keluhan saat pasien lahir.
4. Riwayat Makan dan Minum
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga saat ini. Pasien mempunyai
kebiasaan makan sebanyak 3 kali sehari. Pasien biasa memakan masakan rumah
buatan neneknya dan warung di dekat rumahnya.
5. Imunisasi
Menurut ibunya pasien baru dimunisasi sebanyak 3 kali.
Tabel 1. Imunisasi Pasien
Macam Dasar
Imunisasi I II III IV
BCG Lahir - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Hepatitis B Lahir 1 bulan 3 bulan -
Hib 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Campak 8 bulan 6 tahun - -

Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Saat ini pasien tinggal
di rumah milik neneknya bersama Ibu dan Kakak pasien. Menurut Ibu pasien,
rumah tersebut memiliki dua kamar tidur, dapur, ruang tengah dan satu kamar
mandi. Untuk kebutuhan sehari – hari pasien dipenuhi oleh ibunya yang bekerja
sebagai buruh cuci dengan gaji kurang lebih Rp800.000,- perbulannya. Ayah dan
ibu pasien sudah bercerai. Ayah pasien tidak pernah menafkahi lagi keluarganya
karena tidak memiliki penghasilan tetap.
Kegiatan sehari – hari pasien menemani ibunya bekerja dan bermain
bersama anak – anak berusia sebaya di sekitar rumahnya. Menurut ibunya, tetangga
di sekitar rumahnya ada yang memiliki penyakit TB paru namun sudah dalam
pengobatan.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum (26 Juni 2019)
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital
 Tekanan Darah : Tidak diperiksa
 Nadi : 118 x/menit
 Respirasi : 34 x/menit
 Suhu : 36,7 C
4. Status Gizi
 Berat Badan : 5,5 kg
 Tinggi Badan : 72 cm
 Status Gizi : Gizi Buruk
BB/U: <-3 Berat Badan Kurang

PB/U: <-3 Perawakan Pendek


BB/PB: <-3 Gizi Buruk

5. Status Generalis
 Kepala : Normocephal, Rambut Hitam
 Kulit : Kecoklatan, Turgor Buruk, Ikterik (-)
 Mata : Pupil Bulat Isokor, Diameter Pupil ± 2 mm, RCL
(+/+), RCTL (+/+), Kunjungtiva Anemis (+/+),
Sklera Ikterik (-/-)
 Telinga : Normotia, Sekret (-/-)
 Hidung : Bentuk Normal, Tidak Ada Deviasi, Sekret (-),
Krepitasi (-)
 Mulut : Bibir Kering (+), Sianosis (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)
 Paru – Paru
Inspeksi : Bentuk Normal, Simetris, Tidak Ada Jejas dan
Kemerahan, Retraksi (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (-), Fremitus Taktil dan Fokal Simetris
Perkusi : Sonor di Seluruh Lapang Paru, Peranjakan Paru (+)
Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Iktus Kordis Tampak
Palpasi : Iktus Kordis Teraba Pulsasi
Perkusi : Batas Jantung Kanan di ICS IV Linea Parasternalis
Dekstra
Auskultasi : BJ I – II Normal Reguler, Gallop (-), Murmur (-)
 Abdomen
Inspeksi : Perut Cembung, Sikatrik (-)
Palpasi : Supel, NT (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : Timpani Pada Seluruh Lapang Abdomen
Auskultasi : BU (+) Meningkat
 Genitalia : Tidak Diperiksa
 Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik, Edema (-)
 KGB : Tidak Ditemukan Adanya Pembesaran KGB

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 2. Hasil Laboratorium
Hasil Laboratorium tanggal 18 Juni 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 6,5 g/dL 10,8 – 12,8
Hematokrit 23 % 35 – 43
MCV 58 fL 70 – 100
MCH 16 pg 27 – 34
LED 31 mm/jam <15
Hasil Laboratorium tanggal 26 Juni 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 7,2 g/dL 10,8 – 12,8
Hematokrit 26 % 35 – 43
Trombosit 58 10^3 / μL 150 – 450
Leukosit 16 10^3 / μL 6 – 17
Glukosa Sewaktu Stik 31 mg/dL 80 – 170
Natrium 126 mmol/L 136 – 146
Kalium 1,5 mmol/L 3,5 – 5
Klorida (Cl) 99 mmol/L 98 – 106

RESUME
Pasien perempuan, usia 1 tahun 9 bulan datang diantar ibunya ke RSUD
Kab. Bekasi dengan keluhan BAB cair 3 – 4 kali/hari sejak  1 minggu SMRS.
BAB cair berwarna kuning, ampas (+), lender (-), darah (-), dan berbau busuk.
Nafsu makan mulai berkurang dalam 1 minggu terakhir, BB pasien tidak bertambah
sejak 1 tahun terakhir, wajah pasien tampak tua, badan tampak lemas, perut
membuncit dan batuk. Sesak nafas, demam dan keringat pada malam hari
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi termasuk gizi buruk dan
konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium terakhir tanggal 26
Juni didapatkan Hb 7,2 g/dL, Ht 26 %, Trombosit 58.000/ μL, Glukosa Sewaktu
Stik 31 mg/dL, Natrium 126 mmol/L, Kalium 1,5 mmol/L.

DIAGNOSIS KERJA
Gizi Buruk Tipe Marasmus

DIAGNOSIS BANDING
1. Gizi Buruk Tipe Kwarshiorkhor
2. HIV/AIDS
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
◦ Diet per NGT F 75 8 x 60 mL
◦ Infus Asering + Glukosa 5%
◦ Zync syrup 1 x 5 ml
◦ Vitamin A 200.000 IU
◦ Asam Folat 1 x 5 mg, selanjutnya 1 x 1 mg
◦ Transfusi PRC 120 cc sampai Hb >12
◦ Premedileksi Furosemid 1 mg/kgBB
Non Medikamentosa:
1. Observasi keadaan umum dan tanda – tanda vital.
2. Cek Rapid Test HIV
Edukasi:
1. Edukasi Ibu pasien untuk tetap memberikan ASI.
2. Edukasi Ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama saat akan menyusui
anaknya.
3. Menjaga anak tetap higenis dengan membersihkan tubuh dan giginya.

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta:


Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Kemenkes RI, 2018. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2018. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2018.pdf
Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Dirjen Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume
4, Nomor 1. Jakarta.
Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa
Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed. 6. Jakarta: EGC;
2013.
WHO, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Lampiran 1

Foto Pasien An. S

Anda mungkin juga menyukai