NASKAH PSIKIATRI
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresi
3.1 SKIZOAFEKTIF
3.1.1 Definisi
3.1.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup pada gangguan skizoafektif kurang dari 1%,
berkisar antara 0,5%-0,8%. Tetapi, gambaran tersebut masih merupakan
perkiraan.Gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering terjadi pada orang tua
dibanding anak muda. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki, terutama perempuan yang sudah menikah.Usia
awitan perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki, seperti pada skizofrenia.
Laki-laki engan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku
antisosial dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai. 2
3.1.3 Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab dari penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu.Dugaan saat ini bahwa gangguan skizoafektif
mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. Penyebab
gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, namun empat model konseptual
telah diajukan, yaitu:
1
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan afektif
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun
gangguan afektif
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan yang pertama.
Skizofrenia
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):3
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
2
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
c) Halusinasi Auditorik:
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
3
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Depresi
Nafsu makan yang berkurang
Pengurangan berat badan
Perubahan dari pola tidur biasanya ( sedikit atau banyak tidur )
Agitasi
Merasa tidak ada semangat
Kehilangan rasa untuk melakukan kebiasaan sehari-hari
Merasa tidak ada harapan
4
Selalu merasa bersalah
Tidak dapat berkonsentrasi
Mempunyai pikiran untuk melakukan percobaan bunuh diri
3.1.6 Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif (Tabel 3) mencerminkan perubahan yang telah
terjadi di dalam kriteria diagnosis untuk kedua kondisi lain.
Tabel 3. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)5
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terdapat baik
episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan gejala yang
memenuhi kriteria A untuk skizofrenia
Catatan : Episode depresi berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya
2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode ditemukan untuk sebagian bermakna dari
lama total periode aktif dan residual dari penyakit
D. Gangguan bukan kareka efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: Jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresi berat)
Tipe depresif: Jika gangguan hanya termasuk episode depresi berat
Tabel dari DSM-IV, diagnostic and statistical manual of mental disorders.Ed. 4.Hak cipta American
Psychiatric Association. Washington. 1994
5
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia
maupun episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gelaja skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbedah.
Bila seseorang pasien skizoafrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F.20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoefektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F.25.1) atau campuran dari keduanya (F.25.2). pasien lain
mengalami satu atau dua episode manik atau depresi (F30-F33)
6
Antidepresan diberikan pada pasien skizoafektif tipe depresif, tetapi harus
dengan perhatian yang ketat karena dapat terjadi pergeseran gejala dari
episode depresif menjadi episode manik pada pemberian antidepresan.
Antidepresan lini pertama yang diberikan adalah golongan SSRI, karena
selain cukup efektif, obat ini juga memiliki sedikit efek samping pada
sistem kardiovaskular. Pasien skizoafektif dengan gejala agitasi atau
insomnia lebih berespon dengan obat golongan trisiklik.
Psikoterapi
Pada pasien skizoafektif selain menggunakan farmakoterapi, pengobatan juga
dapat dilakukan dengan psikoterapi kepada pasien maupun keluarga pasien.
1. Kepada pasien:
Psikoterapi suportif
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan optimistic kepada pasien,
membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya.
Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak mengenai gangguan
yang dideritanya, diharapkan pasien mempunyai kemampuan yang
semakin efektif untuk mengenali gejala, mencegah munculnya gejala dan
segera mendapatkan pertolongan. Menjelaskan kepada pasien untuk
menyadari bahwa obat merupakan kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.
2. Kepada keluarga:
Psikoedukasi
Memberikan penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif, dan
edukatif tentang penyakit pasien (penyebab, gejala, hubungan antara gejala
dan perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis). Pada akhirnya,
diharapkan keluarga bisa mendukung proses penyembuhan dan mencegah
kekambuhan. Serta menjelaskan bahwa gangguan jiwa merupakan
penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama dan berkelanjutan.
Terapi
Memberi penjelasan mengenai terapi yang diberikan pada pasien
(kegunaan obat terhadap gejala pasien dan efek samping yang mungkin
7
timbul pada pengobatan). Selain itu, juga ditekankan pentingnya pasien
kontrol dan minum obat secara teratur.
8
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
e. Dan lain-lain
2. Sebab Utama
Emosi pasien tidak stabil dan mengeluhkan sering lupa sehingga beberapa
kegiatan sehari-hari terganggu.
9
3. Keluhan Utama (Chief Complaint)
Pasien mengeluhkan dirinya sering lupa, terutama hal-hal yang baru-baru
terjadi. Pasien juga sering menangis karena tersinggung oleh perlakuan
keluarga (adik pasien).
5. Riwayat keluarga
10
a) Identitas orang tua/ penganti
c) Saudara
Jumlah bersaudara 5 orang dan pasien anak ke-5
d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya.*
1. Lk/ Pr ( 36 tahun) 2. Lk/ Pr ( 33 tahun) 3. Lk/ Pr (meninggal)
4. Lk/ Pr ( 27 tahun) 5. Lk/Pr (25 tahun)
11
e) Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan pasien
terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa dengan
yang dinyatakan pada gambaran sikap/ perilaku pada orang tua.*
Ket:
*) coret yang tidak perlu
**) diisi dengan tanda ( + ) atau ( - )
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan tingkah
laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
No Hubungan dengan pasien Gambaran sikap dan Kualitas
tingkah laku hubungan (akrab/
biasa,/kurang/tak
peduli)
Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.
Skema Pedegree
12
Keterangan : : Pria : Pasien
: Wanita : Meninggal
13
terhadap orang asing sesuai umum ( - ), cemas perpisahan (- ), dan
lain-lain.....
d) Toilet training
Umur :
Sikap orang tua:
Perasaan anak untuk toilet training ini:
g) Masa Sekolah
Perihal SD SMP SMA PT
Umur - - -
Prestasi* Sedang Sedang Sedang
14
** ( ) diisi (+) atau (-)
i) Riwayat Pekerjaan
Usia mulai berkerja 19 tahun, kepuasan kerja ( - ), pindah-pindah kerja ( -
), pekerjaan yang pernah dilakukan Pedagang
Konflik dalam pekerjaan : ( - ), konflik dengan atasan ( - ), konflik dengan
bawahan ( - ), konflik dengan kelompok ( - ).
Keadaan ekonomi*: baik (menurut pasien)
15
Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi (+) atau (-)
ai : atas indikasi
16
lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain( - ), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus ( - ), tidak
mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari
pengalaman ( - ), tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan
kewajiban sosial ( - ), tidak mampu memelihara suatu hubungan agar
berlangsung lama ( - ), iritabilitas ( - ), agresivitas ( - ), impulsif (-
), sering berbohong ( - ), sangat cendrung menyalahkan orang lain
atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang
membuat pasien konflik dengan masyarakat ( - )
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil ( - ),
kurangnya pengendaian terhadap kemarahan ( - ), gangguan identitas
( - ), afek yang tidak mantap ( - ) tidak tahan untuk berada sendirian
( - ), tindakan mencederai diri sendiri ( - ), rasa bosan kronik ( - ),
dan lain-lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif ( - ), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain ( - ),
kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin
disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolkan
dalam situasi social (-), menghindari aktivitas sosial atau pkerjaan
yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak.
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan ( - ), preokupasi
pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi
dan jadwal ( - ), perfeksionisme ( - ), ketelitian yang berlebihan ( - ),
kaku da keras kepala ( - ), pengabdian yang berlebihan terhadap
pekerjaan sehingga menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai
hubungan interpersonal ( - ), pemaksaan yang berlebihan agar orang
lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu ( - ), keterpakuan
yang berlebihan pada kebiasaan sosial ( - ) dan lain-lain.
Dependen Mengalami kesuitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya
(-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya ()
17
( - ), ancaman ( - ), keadaan ekonomi yang kurang ( - ), memiliki hutang (
- ), usaha bangkrut ( - ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan
hukum ( -), masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas( - ), memasuki
usia dewasa ( - ), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita
penyakit fisik yang parah ( - ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( - ), abortus (
- ), hubungan yang buruk antar orang tua ( - ), terdapatnya gangguan fisik
atau mental dalam keluarga ( - ), cara pendidikan anak yang berbeda oleh
kedua orang tua atau kakek nenek ( - ), sikap orang tau yang acuh tak acuh
pada anak ( - ), sikap orang tua yang kasar atau keras terhadap anak ( - ),
campur tangan atau perhatian yang lebih dari orang tua terhadap anak ( -
), orang tua yang jarang berada di rumah ( - ), terdapat istri lain ( - ), sikap
atau kontrol yang tidak konsisten ( - ), kontrol yang tidak cukup ( - ),
kurang stimulasi kognitif dan sosial ( - ), bencana alam ( - ), amukan masa
( - ), diskriminasi sosial ( - ), perkosaan ( - ), tugas militer ( - ), kehamilan (
- ), melahirkan di luar perkawinan ( - ), dan lain-lain.
Tahun 2016
Usia 25 tahun
18
Pasien mengamuk dan
mencoba bunuh diri.
V. STATUS MENTAL
A. Keadaan Umum
19
1. Kesadaran/ sensorium : compos mentis ( + ), somnolen ( ), stupor
( ), kesadaran berkabut ( ), konfusi ( ), koma ( ), delirium ( ),
kesadaran berubah ( ), dan lain-lain…..
2. Penampilan
Sikap tubuh: biasa ( + ), diam ( ), aneh ( ), sikap tegang ( ), kaku ( ),
gelisah ( ), kelihatan seperti tua ( ), kelihatan seperti muda ( ),
berpakaian sesuai gender ( + ).
Cara berpakaian : rapi ( + ), biasa ( ), tak menentu ( ), sesuai dengan
situasi ( + ),kotor ( ), kesan ( dapat/ tidak dapat mengurus diri)*
Kesehatan fisik :sehat ( + ), pucat ( ), lemas ( ), apatis ( ), telapak
tangan basah ( ), dahi berkeringat ( ), mata terbelalak ( ).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan ( + ), tidak dapat dilakukan ( - ), wajar ( + ), kurang
wajar ( - ), sebentar ( + ), lama ( - ).
4. Sikap
Kooperatif ( + ), penuh perhatian ( - ), berterus terang ( + ), menggoda (
- ), bermusuhan ( - ), suka main-main ( - ), berusaha supaya disayangi ( -
), selalu menghindar ( - ), berhati-hati ( - ), dependen (- ), infantil (- ),
curiga ( - ), pasif ( - ), dan lain-lain.
20
Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
Isi pembicaraan* : sesuai / tidak sesuai
Penekanan pada pembicaraan* : Ada/ tidak
Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
Logorrhea ( - ), poverty of speech ( - ), diprosodi ( - ), disatria ( - ),
gagap ( - ), afasia ( - ), bicara kacau ( - ).
C. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil), pengendalian (adekuat/tidak adekuat),
echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi ( sempit/luas), arus emosi
(lambat).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi ( + ), afek inappropriate/ tidak serasi( - ), afek
tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar ( - ), afek yang labil ( - ).
2. Mood
mood eutimik ( ), mood disforik ( - ), mood yang meluap-luap (expansive
mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ), mood yang labil (swing mood) ( - ),
mood meninggi (elevated mood/ hipertim) ( - ), euforia ( - ), ectasy ( - ),
mood depresi (hipotim) ( + ), anhedonia ( - ), duka cita ( - ), aleksitimia
( - ), elasi ( - ), hipomania ( - ), mania( - ), melankolia( - ), La belle
indifference ( - ), tidak ada harapan ( - ).
3. Emosi lainnya
Ansietas ( - ), free floating-anxiety ( - ), ketakutan ( + ), agitasi ( - ),
tension (ketegangan) ( - ), panic ( - ), apati ( - ), ambivalensi ( - ),
abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa berdosa/ bersalah( - ), kontrol
impuls ( - ).
21
Mutu proses pikir (jelas/tajam)
E. Persepsi
Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik ( - ),
Halusinasi auditorik ( + ), halusinasi visual ( + ), halusinasi olfaktorik (
- ), halusinasi gustatorik ( - ), halusinasi taktil ( - ), halusinasi somatik ( -
), halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan dengan mood ( - ), halusinasi
yang tidak sejalan dengan mood ( - ), halusinosis ( - ), sinestesia ( - ),
halusinasi perintah (command halusination) (+), trailing phenomenon (
- ).
Ilusi ( - )
Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )
22
F. Mimpi dan Fantasi
Mimpi : -
Fantasi : -
H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain):
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
I. Discriminative Judgement :
Judgment tes :tidak terganggu
Judgment sosial :tidak terganggu
23
VIII. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Telah diperiksa pasien Tn. A berusia 25 tahun, agama Islam, suku
Minang dan belum menikah. Pasien dirawat di bangsal Gelatik RSJ HB
Saanin Padang pada tanggal 13 Desember 2016 diantar oleh keluarga
dengan keluhan mencoba bunuh diri satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien sering melamun,menyendiri, murung serta mendengar bisikan yang
menyuruh pasien meminta maaf kepada semua orang. Selain itu pasien
juga terlihat berbicara sendiri namun pasien merasa berbicara dengan
seseorang yang ia panggil “uda”
Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien laki-laki dengan
usia sesuai, perilaki tenang selama wawancara, sikap kooperatif terhadap
pemeriksa. Pembicaraan jelas dan spontan, mood hipotim, afek
appropriate,ditemukan adanya halusinasi visual, halusinasi auditorik,
halusinasi perintah dan waham referensi. Orientasi tidak terganggu dan tes
realitas tidak terganngu. Dari pemeriksaan neurologis tidak ditemukan
kelainan.
24
XII. Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi
Risperidon 2 x 2 mg
Lorazepam 1 x 2 mg
Fluoxetin 1 x 20 mg
B. Non Farmakoterapi
C. Psikoterapi
Kepada pasien:
Psikoterapi suportif
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan optimistic
kepada pasien, membantu pasien mengidentifikasi dan
mengekspresikan emosinya.
Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak mengenai
gangguan yang dideritanya, diharapkan pasien mempunyai
kemampuan yang semakin efektif untuk mengenali gejala,
mencegah munculnya gejala dan segera mendapatkan
pertolongan. Menjelaskan kepada pasien untuk menyadari
bahwa obat merupakan kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.
Kepada keluarga:
Psikoedukasi
Memberikan penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif,
dan edukatif tentang penyakit pasien (penyebab, gejala,
hubungan antara gejala dan perilaku, perjalanan penyakit, serta
prognosis). Pada akhirnya, diharapkan keluarga bisa
mendukung proses penyembuhan dan mencegah kekambuhan.
Serta menjelaskan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit
yang membutuhkan pengobatan yang lama dan berkelanjutan.
Terapi
Memberi penjelasan mengenai terapi yang diberikan pada
pasien (kegunaan obat terhadap gejala pasien dan efek
samping yang mungkin timbul pada pengobatan). Selain itu,
25
juga ditekankan pentingnya pasien kontrol dan minum obat
secara teratur.
XIII. PROGNOSIS
Quo et vitam : bonam
Quo et fungsionam : dubia et bonam
Quo et sanctionam : dubia et malam
26
Terapi non farmakologis memegang peranan yang juga penting pada
pasien ini. Jenis terapi non farmakologis yang bisa dilakukan terhadap pasien ini
adalah psikoterapi suportif, dan psikoedukasi. Psikoterapi suportif bertujuan
untuk memperlihatkan minat kita pada pasien, memberikan perhatian, dukungan,
dan optimis. Dalam psikoterapi suportif, terapis menunjukkan penerimaan
terhadap kasus dengan cara menunjukkan perilaku yang hangat, ramah namun
tetap berwibawa. Tujuannya adalah agar pasien merasa aman, diterima dan
dilindungi.
27
- Kenapa bunuh diri - Ada jin di dalam
gara-gara itu? tubuh alvin ini kak.
- Oh ya? Dari mana - Terasa sama Alvin - Berpikir magis
alvin tahu kalau ada kak. Dia bisa masuk - Inkoherensia
jin di dalam tubuh ke tubuh Alvin.
Alvin? Tidak - Iya kak. Jin itu yang
mungkin itu. sakit kak, bukan
Alvin.
- Apa yang pernah - Oh, ada kak, Alvin - Halusinasi visual
Alvin rasa? pernah lihat
Pernahkah melihat bayangan-bayangan
bayangan-bayangan? di malam hari.
- Sejak kapan Alvin - Sekitar 1 bulan yang
sering melihat lalu kak.
bayangan putih itu?
- Apakah Alvin pernah - Kalau suara ada kak, -Halusinasi
mendengar suara- suara itu langsung auditorik
suara atau merasa masuk ke dalam hati
diraba-raba padahal kak. Suara orang
Alvin sedang sendiri? yang membaca isi
hati Alvin kak.
- Apa yang dia - Dia bilang kalau dia
katakan? tahu isi hati Alvin
kak.
- Apa yang kemudian - Alvin takut kak.
Alvin rasakan? Ap
tanggapan Alvin
terhadap suara
tersebut?
- Selain takut apa yang - Ada kak kalau ingat
Alvin rasakan? orang tua
Pernah kah merasa
bersedih?
- Sedihnya seperti apa? - Iya kak, sampai -mood hipotim
Sampai menangis menangis
kah?
- Sering menyendiri - Iya kak, Alvin takut
tidak? di sama orang ramai.
- Malas keluar rumah - Iya kak -depresi
kah?
- Sejak kapan itu - Satu bulan yang lalu
berlangsung? kak.
- Apakah bersamaan - Iya kak - Skizoafektif
dengan melihat
bayangan?
- Alvin tidurnya - Dulu Alvin ngga bisa
nyenyakkah? tidur kak, sekarang
sudah bisa.
28
- Pernah masuk rumah - Belum kak, tapi
sakit sebelumnya? kontrol ke poli sejak
20 hari yang lalu.
- Kenapa Alvin - Ya karena dimasuki
berobat ke poli? jin itu kak. Alvin
mau nya berobat
kampung kak.
Masalah seperti ini
tidak bisa dengan
medis.
- Setelah itu masih - Ada kak, tapi - putus obat
berobat? Pernah minumnya tidak
putus obat? teratur.
- Alvin pernah ada - Ngga kak.
masalah di keluarga?
- Kalau masalah di - Ngga ada kak.
tempat kerja?
- Alvin tahu sekarang - Di RSJ padang kak - Orientasi tempat
dimana? baik
- Alvin tahu kalau diri - Alvin ngga sakit kak, discriminative
Alvin sakit Alvin sehat kok. insight derajat I
Yang sakit itu jin
dalam tubuh Alvin
kak.
- Sekin dulu - Sama-sama kak.
wawancara kita ya
Alvin. Terima Kasih
banyak.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins: 2003
2. Benjamin J., Sadock MD. Virginia A. Kaplan & Sadock’s Pocket
Handbook of Psychiatric Drug Treatment
3. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II.
Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 33-46
4. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Comprehensive
Textbook of Physchiatry. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William &
Wilkins: 2009
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta; 2001.
6. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta;
2013.
30