Oleh:
Arfan Gifari 1740312609
Afifah Aqilatul 1840312210
Khusnul Rahman 1840312615
Citra Husna Pratiwi 1840312258
Doa Vami 1840312297
Ramadhoni Mardi 1840312301
Nadia Larastri A 1840312306
Mayang Permata S 1840312415
Preseptor:
Dr. dr. Mayetti, Sp.A (K) IBCLC
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka referat ini dibuat untuk lebih
memahami dan mendalami mengenai penilaian dan tatalaksana kegawatan pada
anak.
Penampilan anak
Penampilan adalah komponen paling penting dalam menentukan seberapa
berat sakit atau injury, kebutuhan akan intervensi, dan respon terhadap terapi. Hal
ini menggambarkan adekuatnya ventilasi, oksigenasi, perfusi ke otak, homesotasis
tubuh, dan fungsi sistem saraf pusat.9 Namun demikian beberapa keadaan lain
dapat pula mempengaruhi penampilan anak seperti hipoglikemi, keracunan,
infeksi otak, perdarahan atau edema otak atau juga penyakit kronik pada susunan
saraf pusat.1 Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metode ‘ticls’
meliputi penilaian tonus (T=tone), interaksi (I=interactiveness), konsolabilitas
(C=consolability), cara melihat (L=look/gaze), dan berbicara atau menangis
(S=speech/cry).6
Upaya Napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak mengatasi gangguan
oksigenasi dan ventilasi. Karakteristik yang dinilai adalah suara napas
yang tidak normal, posisi tubuh yang tidak normal, retraksi, cuping
hidung.
Tabel 2. Penilaian Upaya Napas6
Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas yang tidak Mengorok, parau, stridor, merintih, mengi
normal
Posisi tubuh yang tidak Sniffing, tripoding, menolak berbaring
normal
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head
bobbing
Cuping hidung Napas cuping hidung
Breathing
Jalan napas yang paten belum menjamin ventilasi yang adekuat.
Dibutuhkan pusat pernapasan yang intak dan fungsi paru yang adekuat
ditambah dengan pergerakan diafragma dan dinding dada yang
terkoordinasi dengan baik.12 Kinerja napas dinilai dengan menghitung
frekuensi napas, menilai upaya napas dan penampilan anak. Sesuai tingkat
tumbuh-kembang anak, frekuensi normal berbeda-beda dengan perubahan
usia, dapat dilihat dari tabel 4.6,12,13 Frekuensi napas juga dipengaruhi oleh
berbagai keadaan. Pernapasan yang cepat dapat terjadi pada demam, nyeri,
ketakutan/kecemasan, atau emosi yang meningkat. Pernapasan yang
lambat dapat terjadi pada anak yang kelelahan akibat distress napas yang
tidak segera ditolong. Karena itu dalam menilai upaya napas perlu
diperhatikan nilai ekstrim. Frekuensi napas di atas 60 kali/menit untuk
semua usia, apalagi disertai retraksi dan kesadaran menurun segera
mungkin menandakan gagal napas. World Health Organisation (WHO)
menggunakan batas frekuensi 60 kali/menit untuk pneumonia pada bayi
dan anak kecil. Takipnu pada saat istirahat mengidikasikan kebutuhan
ventilasi lebih disebabkan adanya kelainan jalan napas atau paru, atau
keadaan asidosis metabolik.12,13 Frekuensi napas kurang dari 20 kali/menit
untuk anak di bawah 6 tahun dan 15 kali/menit untuk anak kurang dari 15
tahun juga harus mendapat perhatian khusus, yang dapat mengindikasikan
adanya kelelahan, depresi serebral, atau keadaan pre-terminal.6,12,13
Tabel 4. Rentang Pernapasan dan Tekanan Darah Normal pada Anak10
3. Pernapasan Kussmaul.
Tipe pernapasan kussmaul adalah tipe pernapasan yang cepat dan
dalam, keadaan ini didapatkan pada keadaan asidosis metabolik,
seperti dehidrasi, hipoksia, atau keracunan salisilat.
5. Pernapasan Cheyne-stokes
Pada bayi baru lahir, terutama prematur, kadang terdapat
pernapasan tipe Cheyne-stokes, yang ditandai dengan pernapasan yang
cepat dan dalam, diikuti oleh periode pernapasan yang lambat dan
dangkal, serta akhirnya periode apneu beberapa saat.
6. Pernapasan Ataksik
7. Pernapasan Biot
Tipe pernapasan biot ditandai dengan irama yang sama sekali tidak
teratur, dan biasanya merupakan petunjuk terdapatnya penyakit
sususan saraf pusat, seperti ensefalitis atau poilomielitis bulbaris.
Gambar x. Pernapasan Biot
Circulation
Penilaian sirkulasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung,
perfusi organ dan tekanan darah. Denyut jantung normal sesuai usia.
Takikardi dapat merupakan tanda awal hipoksia atau perfusi yang buruk.
Namun dapat juga terjadi pada demam, nyeri, ketakutan dan emosi yang
meningkat. Bradikardi dapat memberikan indikasi hipoksia atau iskemia.6
Perfusi organ dapat dinilai dengan menilai denyut nadi perifer, capillary
refill time, dan tingkat kesadaran. Produksi urin juga merupakan indikator
yang baik, namun biasanya kurang diperhatikan pengasuh.6 Produksi urin
kurang dari 1 ml/kgBB/jam pada anak dan kurang dari 2 ml/kgBB/jam
pada bayi mengindikasikan perfusi renal yang tidak adekuat 4. Perhatikan
kualitas nadi, bila nadi brakial kuat, biasanya anak tidak mengalami
hipotensi. Bila denyut nadi perifer tidak teraba, cobalah meraba di femoral
atau karotis. Tidak adanya denyut nadi sentral merupakan indikasi untuk
segera dilakukan tindakan resusitasi. Capillary refill time normaladalah
kurang dari 2-3 detik. Namun demikian, capillary refill time dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, misalnya suhu udara yang dingin.
Gambar 1.Asesment Capillary Refill
Tekanan darah normal dapat dilihat pada tabel 4. Tekanan darah
dipengaruhi ukuran manset. Lebar manset yang benar adalah duapertiga
panjang lengan atas. Pemeriksaan tekanan darah membutuhkan kooperasi
anak. Tekanan darah tinggi pada anak yang tidak berkooperasi baik
mungkin dapat menyesatkan. Namun tekanan darah rendah menandakan
syok. Formula tekanan darah sistolik terendah :
Tekanan sistolik minimal = 70 + 2 x umur (dalam tahun)
Apabila tekanan darah anak kurang dari median sistolik, periksa tanda lain
dari kegagalan sirkulasi. Hipotensi (kurang dari persentil 5) adalah tanda
kegagalan sirkulasi yang sudah lambat dan pre-terminal. Ketika tekanan
darah sudah menurun, resiko henti jantung dapat terjadi. Hipertensi, pada
sisi lain, dapat menjadi penyebab terjadinya komadan peningkatan tekanan
intrakranial. Agitasi dan kecendrungan mengantuk pada anak yang
berujung pada penurunan kesadaran merupakan tanda terjadinya kegagalan
sirkulasi.12,13
Pada kondisi kegagalan jantung yang menyebabkan tidak
adekuatnya pernapasan, akan ditemukan sianosis yang tidak membaik
dengan pemberian oksigen, takikardi hebat, peningkatan tekanan vena
jugularis, bising jantung berupa gallop atau murmur, pembesaran hepar,
dan tidak adanya nadi femoralis.11
Pada anak dengan sirkulasi yang tidak adekuat, berikan oksigen
aliran tinggi melalui sungkup dengan kantong reservoa atau tabung
endoktrakeal apabila intubasi harus dilakukan untuk mengontrol jalan
napas atau napas yang tidak adekuat.12
Disability
Hipoksia dan syok dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Setiap
masalah pada ABC harus dievaluasi sebelum mencurigai penurunan
kesadaran yang disebabkan oleh kelainan neurologis primer. Pasien
dengan penurunan kesadaran atau kejang harus diperiksa gula darah
sewaktu menggunakan stik.4 Evaluasi neurologik meliputi fungsi korteks
dan batang otak. Fungsi korteks dinilai dengan skala AVPU. Anak dengan
penurunan skala AVPU pasti disertai kelainan penampilan pada skala
PAT. Anak dengan sakit atau cedera sedang dapat mengalami gangguan
penampilan pada skala PAT, namun mempunyai skala AVPU pada tingkat
A (A = Alert).6
Skala lain yang banyak digunakan untuk menilai fungsi korteks adalah
skala koma glasgow. Penggunaan skala koma untuk pasien gawat
dilapangan seringkali dianggap tidak praktis dan kontroversial.6
Exposure
Untuk melengkapi perlu juga dinilai hal lain yang dapat langsung
terlihat, umumnya dikulit anak, contoh : ruam akibat morbili, hematoma
akibat trauma, urtikaria pada reaksi alergi, purpura, petekie, dan memar
pada septicemia dan pelecehan anak, atau ruam berbentuk makulopapular
dan eritem pada sebagian kasus sepsis. Ketika melakukan pemeriksaan
jagalah agar anak (terutama bayi) agar tidak kedinginan.Suhu yang
meningkat (demam) dapat disebabkan oleh adanya infeksi, atau akibat
kejang atau menggigil yang berkepanjangan.6,11
Tabel 7. Ringkasan asesmen klinis pada bayi dan anak12
Respiratory
Penilaian sekunder
Penilaian sekunder
Perlu diberikan bolus cairan lanjutan pada anak dengan syok yang
tidak perbaikan setelah diberikan bolus pertama saat resusitasi.
Pertimbangkan inotropin, intubasi, dan monitoring tekanan vena sentral
dengan bolus ketiga. Pertimbangkan cefotaxime/ceftriaxone intravena
pada anak dengan syok tanpa kehilangan cairan, karena kemungkinan
sepsis. Jika pasien mengalami aritmia, ikuti protokol aritmia. Jika dicurigai
anafilaksis, berikan adrenalin intramuskular (10 mikrogram/ kg atau 150
mikrogram (<6 tahun), 300 mikrogram (6-12 tahun) atau 500 mikrogram
(>12 tahun)), sebagai bolus cairan. Berikan prostin jika dicurigai penyakit
kongenital misalnya pada neonatus yang tidak responsif atau syok. Konsul
bedah dan intervensi bedah mungkin harus dilakukan pada gawat darurat
gastrointestinal. Gejala berikut dapat menjadi penanda gawat darurat
gastrointestinal.
Pada anak dengan tanda dan gejala sirkulasi dan neurologis, adanya
purpura menandakan adanya sepsis atau meningitis. Pasien harus
diberikan sefotaksim atau seftriakson yang didahului oleh kultur darah
terlebih dahulu. Pada anak dengan kesulitan pernafasan atau sirkulasi,
urtika atau angioedem menandakan anfilaksis. Berikan adrenalin
intramuskular (10 mikrogram/kgBB atau 150 mikrogram (<6 tahun), 300
mikrogram (6-12 tahun) atau 500 mikrogram (>12 tahun).12,13
BAB 3
KESIMPULAN
1. UKK Pediatri Gawat Darurat – IDAI. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat.
Jakarta : 2011
2. Jofiro G, Jemal K, Beza L, Heye TB. Prevalence and associated factors of
pediatric emergency mortality at Tikur Anbessa specialized tertiary
hospital : a 5 year retrospective case review study. BMC Pediatrics. 2018.
316(18) :4-6.
3. Zhu CP, Wu XH, Ma WC, Ren L. The mortality of patients in a pediatric
emergency departement at a tertiary medical center in China : An
observational study. World J Emerg Med. 2015. 6(3): 213-215.
4. World Health Organization. Pediatric emergency triage, assesment and
treatment. Geneva: 2016
5. Heather L. Crouse. Impact of an Emergency Triage Assessment and
Treatment (ETAT)-based triage prin the paediatric emergency department
of a Guatemalan public hospital. 2016
6. Komisi Resusitasi Pediatrik UKK PGD – IDAI. Kumpulan Materi
Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut. Jakarta: 2014.
7. Antonius H. Pudjiad. Pemeriksaan Anak pada Keadaan Gawat-Darurat.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2015
8. Fernández A, Ares MI, Garcia S, Martinez-Indart L, Mintegi S, Benito J.
The validity of the pediatric assessment triangle as the first step in the
triage process in a pediatric emergency department. Pediatric Emergency
Care. 2017: 33(4); 234–238
9. Fernandez A, Benito J. Is this child sick? usefulness of the pediatric
assessment triangle in emergency settings. J Pediatr (Rio J). 2017 Nov-
Dec; Suppl 1:60-7.
10. Horeczko T, Enriquez BL, McGrath NE, Gausche-Hill M, Lewis RJ. The
pediatric assessment triangle: accuracy of its application by nurses in the
triage of children. J Emerg Nurs. 2013 Mar:39(2):182-9.
11. Fuchs S, Terry M, Adelgais K, Bokholdt M, Brice J, Brown KM, et. al.
Definitions and Assessment Approaches for Emergency Medical Services
for Children. PEDIATRICS. 2016: 138(6); 1-7.
12. Blackwell, W. Advanced paediatric life support: a practical approach to
emergencies, Ed 6. West Sussex, Inggris: 2016.
13. Aehler B. PALS: pediatric advanced life support study guide. Edisi 4.
Burlington, Amerika: 2018: 3-25.