Anda di halaman 1dari 18

Clinical Science Session

ABORTUS

Oleh:
Elsy Mayasari 1840312310
Annissa Qatrunnada 1840312627

Preseptor:
dr. Rina Gustuti, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS PENDIDIKAN UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa sekitar 800 wanita meninggal selama kehamilan ataupun
komplikasi pada saat melahirkan setiap harinya. Pada tahun 2010, lebih dari
287.000 ibu meninggal saat hamil ataupun bersalin.1
Di negara-negara berkembang sebagain besar penyebab kematian ibu
dikarenakan oleh perdarahan, infeksi, gestosis, dan abortus. Penyebab utama dari
kematian ibu hamil di Indonesia adalah perdarahan 28%, infeksi 11% dan
eklampsia 24%. Penyebab perdarahan pada ibu hamil adalah abortus, kehamilan
ektopik, perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta),
perdarahan postpartum (retensio plasenta, atonia uteri dan trauma kelahiran.2
Diperkirakan frekuensi abortus spontan sebesar 10-15%. Di Indonesia,
diperkirakan ada 5 juta kehamilan setiap tahun. Dengan demikian, setiap tahun
bisa terjadi 500.000-750.000 abortus spontan.5
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sekitar
15% - 20% terminasi kehamilan merupakan abortus spontan.
Faktor risiko terjadinya abortus meliputi; faktor genetik, usia dan paritas
ibu, riwayat abortus, kelainan pada uterus, infeksi selama kehamilan, merokok,
pengonsumsian alkohol, kafein, diabetes mellitus, hipertensi, rendahnya sosial
ekonomi, dan lain-lain.2,3
Diagnosis yang benar dan tatalaksana yang tepat terhadap kasus abortus
diharapkan dapat meningkatkan menurunkan komplikasi dan meningkatkan
prognosis pada ibu.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan referat ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang abortus.

2
1.3 Batasan Masalah
Batasan penulisan referat ini membahas mengenai defenisi, klasifikasi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksana, dan prognosis dari abortus.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan referat ini yaitu menggunakaan tinjauan kepustakaan
yang merujuk pada berbagai literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 grarn.2

2.2 Klasifikasi Abortus


Menurut terjadinya, abortus dibedakan atas abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut
abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus
provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis
bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini
pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis
Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila
perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait. Setelah dilakukan
terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena
trauma psikis di kemudian hari.
Berdasarkan gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi terdapat
berbagai macam jenis abortus, diantaranya abortus imminens, abortus insipiens,
abortus komplit, dan abortus inkomplit. Selain itu juga terdapat abortus septik,
habitualis, dan missed abortus.
2.2.1 Abortus Imminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.
2.2.2 Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam, yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

4
2.2.3 Abortus Komplit
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
2.2.4 Abortus Inkomplit
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada
yang tertinggal.
2.2.5 Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia. Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis).
2.2.6 Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
2.2.7 Missed Abortus
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.

Gambar 1. Jenis-jenis abortus spontan

5
2.3 Etiologi dan Patogenesis1,2
Abortus di sebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor
genetik, kelainan kongenital uterus, autoimun, defek fase luteal, infeksi,
hematologik, dan faktor lingkungan. Abortus dapat disebabkan oleh satu atau
lebih dari faktor-faktor tersebut.

2.3.1 Faktor Genetik


Lebih dari lima puluh persen penyebab abortus adalah kelainan
sitogenetik, dan separuh dari kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa
trisomi autosom. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama
gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar
trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis.
Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan
kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak.
Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1.
Sindroma Turner merupakan penyebab 20 - 25 % kelainan sitogenetik pada
abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan.

2.3.2 Penyebab Anatomik


Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada
27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus
adalah septum uterus (40 - 80 %), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis
atau unikornis (10 -30%).

2.3.3 Penyebab Autoimun


Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan pada pasien
SLE 10% lebih tinggi dari populasi normal.

6
2.3.4 Penyebab Infeksi
Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus
antara lain:
- Bakteria (Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma
urealitikum, Mikoplasma hominis, Bakterial vaginosis).
- Virus (Sitomegalovirus, Rubela, Herpes simpleks virus (HSV), Human
immunodeficiency virus (HIV), Parvovirus).
- Parasit (Toksoplasmosis gondii, Plasmodium falsiparum, Spirokaeta,
Treponema pallidum).
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap
risiko abortus, di antaranya sebagai berikut:
- Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada Janin atau unit fetoplasenta.
- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.
- Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.
- Infeksi kronik endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misal Mikoplasma hominis, Klamidia, (Ureaplasma urealitikum, HSV)
yang bisa mengganggu Proses implantasi.
- Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria
monositogenes).
- Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, par-vovirus B19,
sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik
sitomegalovirus CMV, HSV).

2.3.5 Faktor Lingkungan


Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya Paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui
mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang telah diketahui

7
mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.
Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin. Dengan
adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

2.3.6 Faktor Hormonal


Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi
yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormonal secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corner
mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga
bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.

2.3.7 Faktor Hematologik


Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen
koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio,
invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi
dikarenakan: Peningkatan kadar faktor prokoagulan, Penurunan faktor
antikoagulan, dan Penurunan aktivitas fibrinolitik.

2.4 Manifestasi Klinis


Keluhan yang terdapat pada pasien abortus antara lain:
1. Abortus Imminens
a. Riwayat terlambat haid dengan hasil B HCG (+) dengan usia kehamilan
dibawah 20 minggu.
b. Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak, berwarna kecoklatan
dan bercampur lendir.
c. Tidak disertai nyeri atau kram.

8
2. Abortus Insipiens
a. Perdarahan bertambah banyak, berwarna merah segar disertai
terbukanya serviks.
b. Perut nyeri ringan atau spasme (seperti kontraksi saat persalinan).
c. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat.
3. Abortus Inkomplit
a. Perdarahan aktif
b. Nyeri perut hebat seperti kontraksi saat persalinan
c. Pengeluaran sebagian hasil konsepsi
d. Mulut rahim terbuka dengan sebagian sisa konsepsi tertinggal
e. Terkadang pasien datang dalam keadaan syok akibat perdarahan
4. Abortus Komplit
a. Perdarahan sedikit
b. Nyeri perut atau kram ringan
c. Mulut rahim sudah tertutup
d. Pengeluaran seluruh hasil konsepsi
5. Abortus Septik
Gejala dan tanda yang bisa nampak adalah adanya panas menggigil,
tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus
yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Bila sampai terjadi sepsis dan
syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah
turun.
6. Missed Abortus
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun
kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.
Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang.

9
2.5 Diagnosis
Diagnosis dari abortus dapat di tegakkan dengan anamnesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan fisik umum dan ginekologi, serta di bantu oleh berbagai
pemeriksaan penunjang yang tersedia.
2.5.1 Pemeriksaan Fisik
1. Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
2. Penilaian tanda-tanda syok
3. Periksa konjungtiva untuk tanda anemia
4. Mencari ada tidaknya massa abdomen
5. Tanda-tanda akut abdomen dan defans musculer
6. Pemeriksaan ginekologi, ditemukan:
a. Abortus Iminens
1) Osteum uteri masih menutup
2) Perdarahan berwarna kecoklatan disertai lendir
3) Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
4) Detak jantung janin masih ditemukan
b. Abortus Insipiens
1) Osteum uteri terbuka, dengan terdapat penonjolan kantong dan
didalamnya berisi cairan ketuban
2) Perdarahan berwarna merah segar
3) Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
4) Detak jantung janin masih ditemukan
c. Abortus Inkomplit
1) Osteum uteri terbuka, dengan terdapat sebagian sisa konsepsi
2) Perdarahan aktif
3) Ukuran uterus sesuai usia kehamilan
d. Abortus Komplit
1) Osteum uteri tertutup
2) Perdarahan sedikit
3) Ukuran uterus lebih kecil usia kehamilan

10
2.5.2 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
a. Abortus Imminen
Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan
janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi
pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong
gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
b. Abortus Insipien
Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang
masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung
janin masih jelas walau-mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya
terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada
tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
c. Abortus Komplit
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara
klinis sudah memadai.
d. Abortus Inkomplit
Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan
diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri
tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
2. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG):
Dari pemeriksaan biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah
abortus.
3. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Pemeriksaan hematologi rutin perlu dilakukan untuk melihat berapa
kadar Hb pasien, untuk melihat apakah pasien sudah mengalami anemia atau
tidak. Kemudian pemeriksaan leukosit juga perlu dilakukan untuk melihat
apakah ada tanda-tanda infeksi yang di curigai sebagai abortus septik.

11
2.6 Diagnosis Banding
2.6.1 Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan dimana pertumbuhan ovum yang telah dibuahi, berimplintasi
dan tumbuh di tempat yang tidak normal, yaitu pada endometrium diluar kavum
uteri. Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda. Terdapat Trias
gejala, yaitu amenore, perdarahan, dan rasa sakit. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan serviks tertutup, uterus sedikit membesar dari normal, nyeri
goyang porsio, bisa di temukan massa adneksa, cairan bebas intra abdomen,
serviks teraba lunak, tanda abdomen akut seperti perut tegang bagian bawah,
nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.2,3
2.6.2 Mola Hidatidosa
Suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Terdapat perdarahan pervaginam sedang hingga massif.
Ada keluhan nyeri perut tapi tidak seberat pada KET. Ada riwayat
keluar jaringan seperti anggur atau keluar gelembung mola bersama
dengan perdarahan. Pada pemeriksaan fisik tampak anemis, jika perdarahan
banyak. Serviks terbuka, uterus lunak dan lebih besar dari usia gestasi.2,3

2.7 Tatalaksana
Penatalaksaan khusus dilakukan sesuai dengan jenis abortus.
1. Abortus Imminens:
a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan
seksual
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada
pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG
panggul serial setiap 4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila
perdarahan terjadi lagi
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG,
nilai kemungkinan adanya penyebab lain.

12
f. Tablet penambah darah
g. Vitamin ibu hamil diteruskan
1) Abortus Insipiens
a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan
rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan
informasi mengenai kontrasepsi paska keguguran.
b. Jika usia kehamilan < 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus.
Jika evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan ergometrin 0.2
mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
c. Jika usia kehamilan > 16 minggu: tunggu pengeluaran hasil
konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil konsepsi dari dalam
uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L NaCl
0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit.
d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2
jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa
kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan
umum baik, ibu diperbolehkan pulang.
3. Abortus Inkomplit
a. Lakukan konseling
b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)
c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena perdarahan,
pasang IV line (bila perlu 2 jalur) segera berikan infus cairan
NaCl fisiologis atau cairan ringer laktat disusul dengan darah.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16 minggu,
gunakan jari atau forcep cincin untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang mencuat dari serviks.
e. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) merupakan

13
metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan
apabila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat dilakuka
segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit
kemudian bila perlu).
f. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin 40 IU
dalam 1 L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per
menit.
g. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2
jam, Bila kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
h. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium
i. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa
kadar Hb setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan
umum baik, ibu diperbolehkan pulang
4. Abortus komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita
anemia perlu diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan supaya
makanannya mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
5. Abortus Septik
Pengelolaan pasien dengan abortus septik harus
mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunyan
pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan
sensitivitas tes yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang
keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x
1,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg
dan Metronidazol 2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan
hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah
membaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Pada saat
tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.

14
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi,
infeksi, syok, dan gagal ginjal akut.
1) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-
sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian
karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiper retrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan
luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang
dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena
perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada
kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk
menentukan luas nya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3) Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap
abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis
dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis
umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
4) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan infeksi berat (syok endoseptik).
5) Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya
berasal dari efek infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk

15
syok bakterial yang sangat berat sering disertai dengan kerusakan ginjal
intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan
komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi.
Pada keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis
yang efektif secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat.3

2.9 Prognosis
Prognosis pada abortus tergantung dari etiologi dan faktor resiko. Pada
abortus iminens, janin biasanya masih bisa diselamatkan, bergantung jumlah
perdarahan yang dialami sang ibu. Pada abortus insipiens, inkomplit, dan
komplit biasanya prognosa bonam, terutama apabila di tatalaksana dengan
tepat.4

16
BAB 3
KESIMPULAN

Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan


kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.
Etiologi dari abortus sebagian besar diakibatkan oleh kelainan
pertumbuhan hasil konsepsi biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu, kelainan pada plasenta misalnya endarteritis vili
korialis. Karena hipertensi menahun, factor maternal seperti pneumonia, tifus,
anemia berat, keracunan, toksoplasmosis, kelainan traktus genetalia seperti
mioma uteri, kelainan bawaan uterus.
Diagnosa biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan,
melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak
tumbuhnya malah mengecilnya uterus.
Hal tersebut diatas akan membawa kita pada suatu planning terapi serta
pemilihan obat yang tepat dan efektif akan mempunyai pengaruh pada suatu
prognosa yang akan terjadi dikemudian hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Maternal Mortality. 2012 (Diunduh 26 Februari 2018). Tersedia Dari:


Url : Hyperlink Http://Www.Who.Int/Mediacentre/Factsheets/Fs348/E
N/Index.Html#.
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi Ke-4. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. Hlm. 459-74
3. Cunningham Fg, Leveno Kj, Bloom Sl, Hauth Jc, Gilstrap Iii L,
Wenstrom Kd. Williams Obstetrics. 23rd Ed. United States Of America: The
Mcgraw-Hill Companies Inc; 2010. P215-33
4. Panduan Praktek Klinis Dokter Di Fasilitas Pelayanan Primer. 2014.
5. Prihandini S R, Pujiastuti W, Hastuti T P. Usia Reproduksi Tidak Sehat
Dan Jarak Kehamilan Yang Terlalu Dekat Meningkatkan Kejadian Abortus Di
Rumah Sakit Tentara Dokter Soedjono Magelang. Jurnal Kebidanan. 2016 april
9; 5 (9):2089-7669
6. Noer R I, Ermawati, Afdal. Karakteristik Ibu Pada Penderita Abortus
Dan Tidak Abortus Di Rs Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011-2012. Jurnal
Kedokteran Andalas. 2016 ; 5(3)

18

Anda mungkin juga menyukai