Disusun oleh :
1. Faiz Millati (011711233003)
2. Umi Widyaningsih (011711233010)
3. Anindita Aulia Yuridistia (011711233016)
4. Gebyar Catur Wahyuning Rohmawati (011711233027)
5. Panada Sedianing (011711233032)
6. Maulidia Fahmadina Rozana (011711233038)
7 . Mukronah Urvia (011711233045)
8 . Fauzun Nikmatusholihah (011711233051)
I. Pendahuluan
Oleh karena itu berdasarkan kejadian diatas peran kita sebagai Bidan perlu
memberikan asuhan yang berkualias kepada setiap calon Ibu agar menghindari
kejadian yang tidak diinginkan serta dapat menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI) di Indonesia.
PEMBAHASAN
I. Pengertian
Kata abortus (aborsi, abortion) berasal dari bahasa latin aboriri-
keguguran (to miscarry).
Menurut New Shorter Oxford Dictionary (2002), abortus adalah
persalinan kurang bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk
hidup dan dalam hal ini kata inin bersinonim dengan keguguran.
Menurut National Center for Health Statistics, Centers for Disease
Control and abortus sebagai penghentian kehamilan sebelum gestasi 20
minggu atau dengan berat janin memiliki berat lahir kurang dari 500 gr.
a. Faktor janin
Abortus karena faktor janin bisa disebabkan oleh kelainan kromosom
seperti trisomi autosom, triploidi, tetraploidi, atau monosomi 45X.
Penyebab abortus karena kelainan kromosom pada umumnya tidak
diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh (1) kelainan genetik seperti
mutasi tunggal, (2) berbagai penyakit dan (3) mungkin beberapa faktor
ayah (Cuningham, et al., 2005).
b. Faktor ibu
Secara umum, jumlah kehamilan (paritas) meningkat dengan usia, dan
sering disertai dengan penurunan fungsi uterus, yang mengakibatkan
peningkatan risiko aborsi spontan.
- Usia dan paritas
Usia saat kelahiran pertama dan usia kehamilan terakhir
berhubungan dengan perkembangan, pematangan, dan perubahan
fungsional dari sistem reproduksi wanita. Ibu hamil yang berusia
lebih dari 35 tahun dan grande multipara akan beresiko tinggi
terhadap kehamilan. Risiko aborsi spontan meningkat seiring
bertambahnya usia pada kehamilan terakhir berusia 30–39 tahun.
Studi terkait menunjukkan bahwa usia lanjut adalah faktor risiko
independen untuk aborsi spontan. Pada usia 20 tahun kejadian
abortus sekitar 10 %, sedangkan pada wanita yang berusia lebih dari
45 tahun atau lebih kejadian abortus meningkat lebih dari 90 %
(Heffner, 2004). Usia ayah yang tua bisa menyebabkan translokasi
kromosom pada sperma dimana hal tersebut dapat menyebabkan
abortus (Cuningham, et al., 2005).
- Mempunyai riwayat keguguran sebelumnya
Riwayat abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus
berulang. Kemungkinan terjadinya abortus berulang pada seorang
wanita yang mengalami abortus tiga kali atau lebih adalah 83,6 %
(Wiknjosastro, 2000).
- Infeksi pada daerah genital
- Penyakit kronis yang diderita ibu (hipertensi, anemia, tuberkulosis paru
aktif, nefritis dan diabetes yang tidak terkontrol)
- Bentuk rahim yang kurang sempurna, mioma
- Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok,
mengkonsumsi minuman beralkohol, minum obat-obatan yang dapat
membahayakan kandungan, serta minum kopi. Minum kopi juga
berakibat terhadap abortus. Wanita yang minum kopi selama hamil
beresiko terhadap abortus dan melahirkan bayi yang meninggal.
Semakin banyak minum kopi semakin meningkatkan resiko kejadian
abortus. Wanita yang minum kopi tiga gelas sehari mempunyai resiko
3% abortus dan kematian bayi, sedangkan wanita yang minum kopi rata
– rata atau lebih dari delapan gelas sehari mempunyai resiko 75 %
abortus spontan dan beresiko 2.7 kali terhadap kematian janin.
Selain itu, embrio yang terpapar zat tetrahydrocannabinol (THC)
yang berada dalam ganja akan mengalami kegagalan dalam
berimplantasi sehingga mengakibatkan keguguran.
- Stress atau ketakutan
Stres yang kuat menyebabkan hilangnya keseimbangan antara
aksi oksidatif dan antioksidan, sehingga menghancurkan keseimbangan
antara apoptosis dan proliferasi sel plasenta dan akhirnya mengarah ke
aborsi spontan.
- Hubungan seks dengan orgasme sewaktu hamil
- Kelelahan karena sering bepergian dengan kendaraan.
- Kelelahan sering disertai oleh stres yang kuat dan perubahan emosional,
dan wanita yang merasakan tekanan atau kecemasan yang disebabkan
oleh emosional stres mungkin memiliki peningkatan risiko aborsi
spontan dini.
c. Faktor Eksternal
Faktor lingkungan juga bisa menyebabkan abortus seperti seperti
trauma fisik, terkena pengaruh radiasi, polusi, pestisida, dan berada dalam
medan magnet di atas batas normal. Salah satu faktor pertimbangan abortus
spontan berulang (RSA) adalah pencemaran lingkungan (Pandey et al.,
2005). Bukti terkuat dari paparan kontaminan lingkungan yang
mengganggu fungsi reproduksi yang sehat pada wanita dewasa adalah
xenobiotik. polutan biologis misalnya, human cytomegalovirus (HCMV)
sebagai faktor risiko aborsi spontan berulang (RSA).
III. Pencegahan Abortus
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang
berperan dalam terjadinya abortus, agar wanita terhindar dari abortus dan tidak
melakukan abortus ilegal. Pencegahan primer yang lebih diutamakan adalah
promosi dan pendidikan kesehatan mengenai abortus. Terjadinya abortus
sering dikaitkan dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang
tidak dikehendaki dapat dicegah dengan penggunaan kontarasepsi yang tepat
dan adekuat. Dengan demikian diperlukan promosi kepada pasangan maupun
individu tentang pilihan luas metode kontrasepsi, termasuk kontrasepsi darurat
yang sesuai. Pendidikan tentang abortus dapat dilakukan dengan memberikan
informasi tentang status abortu legal, mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan, dan bagaimana mengakses layanan berkualitas tinggi untuk
manajemen komplikasi akibat abortus dan metode keluarga berencana pasca
abortus (WHO, 2008).
b. Pencegahan Sekunder
Pada pencegahan sekunder dilakukan dengan cara menegakkan
diagnosa secara tepat, dan mengadakan pengobatan yang cepat untuk
menghindari kemungkinan terjadinya komplikasi akibat keterlambatan
penanganan.
- Diagnosis
Terdapat tiga dasar dalam diagnosa klinis abortus yaitu; anamnesis,
pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis didasarkan
akan adanya perdarahan dari jalan lahir serta nyeri perut. Pemeriksaan
dalam didasarkan pada ditemukannya fluksus, ostium uteri tertutup, dan
ukuran uterus sesuai usia kehamilan, sementara pemeriksaan penunjang
didasarkan atas ditemukannya tandatanda keberadaan janin dengan
menggunakan USG (Krisnadi dkk, 2012).
- Penanganan abortus
Penanganan abortus dapat dilakukan dengan istirahat baring. Tidur
berbaring merupakan unsur terpenting dalam pengobatan ,karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya
rangsang mekanik. Apabila hasil konsepsi sudah keluar tapi masih ada yang
tertinggal dalam uterus, maka harus segera dikeluarkan karena perdarahan
tidakakan berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan.
Secara umum ada dua tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis
untuk menangani penderita abortus yaitu:
1. Bedah
Tindakan bedah yang sering dilakukan oleh tenaga medis
dilakukan dengan cara kuretasi, dilatasi dan evakuasi. Pada beberapa
kasus yang langka penderita abortus juga ditangani dengan cara
laparotomi. Pengeluaran hasil konsepsi dilakukan dengan pembedahan
seperti bedah ceaser.
2. Konservatif
Abortus medis dilakukan dengan cara memberikan obat
abortifasien yang efektif dan aman yang biasanya dilakukan pada masa
kehamilan dini. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
RU486 (mifepristin), infus intra-amnion, dan prostaglandin.
Penanganan abortus yang baik setelah pengeluaran hasil konsepsi
adalah istirahat-baring (Wiknjosastro, 2002).
c. Pencegahan Tersier
Dalam proses pemberian layanan asuhan pasca aborsi,pasien
membutuhkan konseling, perhatian, pemahaman, dan empati selama
pemberian asuhan. Dalam memberikan asuhan pasca aborsi, hal yang pertama
kali harus dilakukan adalah mengatasi situasi segera akibat abortus seperti
perdarahan dan syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal selanjutnya
dilakukan yang sama pentingnya adalah memberikan asuhan tindak lanjut
meliputi peredaan nyeri, dukungan psikologis, konseling pasca aborsi, dan
pemeriksaan lebih lanjut yang mungkin diperlukan.
I. Kesimpulan
Pengertian abortus menurut National Center for Health Statistics,
Centers for Disease Control and abortus sebagai penghentian kehamilan
sebelum gestasi 20 minggu atau dengan berat janin memiliki berat lahir kurang
dari 500 gr. Faktor penyebab abortus diantaranya adalah factor janin, factor
ibu, dan factor eksternal. Pencegahan abortus dibagi menjadi tiga yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Abortus sangat berdampak terhadap kesehatan reproduksi maupun
terhadap psikologis/psikisnya. Dampak abortus terhadap kesehatan reproduksi
yaitu kematian yang disebabkan oleh pendarahan, pembisan yang gagal,
infeksi, kerusakan leher Rahim, Rahim yang sobek, kanker (payudara,indung
telur, leher Rahim,hati), kelainin pada plasenta, mandul, infeksi (rongga pangul
dan pada lapisan Rahim). Dampak terhadap psikologisnya yaitu merasa
kecewa, sedih, dan bersalah setelah terjadinya aborsi akan meningkat
II. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan peran kita sebagai bidan dapat
mencegah angka terjadinya abortus terutama dalam menurunkan Angka
Kematian Ibu ( AKI) yaitu dalam bentuk pencegahan primer, sekunder, dan
tersier
DAFTAR PUSTAKA
2. Anwar, DA., Krisnadi, SR,. 2012. Obstetri Patologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
5. Fajria, Lili . 2013. Analisis Faktor Resiko Kejadian Abortus di RSUP Dr.
M.Djamil Padang. Diakses pada 11 April 2020 dari
http://ners.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/viewFile/63/58
10. WHO 2008, Manajemen Aborsi Inkomplet. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Edisi II, Cetakan 2012.
11. Wiknjosastro, H., 2002. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Penerbit yayasan Bina
Pustaka. Jakarta.