DISUSUN OLEH :
PIBRIANI
DOSEN PEMBIMBING : INTAN KUMALASARI, APP,M.KES
Segala puji dan syukur kehadirat allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izinnya,
kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Maternitas tentang Kehamilan dengan IBU
HAMIL DENGAN ABORTUS
Shalawat serta salam tak lupa kami hantarkan kepada junjungan kita kepada nabi
muhammad SAW, Keluarga, Sahabat, Dan Para Pengikutnya Hingga Akhir Zaman.
Alhamdulillah, saya dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini. Untuk itu kami berharap adanya
kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan penulis yang akan datang.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga teselesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan
Penyusun
LAPORAN ENDAHULUAN
A.PENGERTIAN
Menurut Muchtar (2012) Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar rahim, sebagai batasan yaitu kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari500 gram.
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan
(Rustam muchtar, 2012).
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup di
luar rahim, dengan kriteria usiakehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500gram (Achadiat, 2004).
Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan
dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu
(Manuaba, 2010). Dapat disimpulkan bahwa abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi, pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
Abortus merupakan suatu kejadian yang dapat membahayakan nyawa ibu. Abortus dapat
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah usia ibu hamil dan anemia. Tujuan: untuk
mengetahui hubungan usia ibu hamil dan anemia dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang
B.ETIOLOGI
a. Faktor janin
Kelainan yang sering dijumpai pada abortus adalah kelainan perkembangan zigot, embrio, janin
bentuk awal, atau kadangkadang plasenta (Chunningham, 2006).
Endometrium yang belum siap untuk menerima implementasi hasil konsepsi dan gizi ibu yang
kurang karena anemia atau jarak kehamilan yang terlalu dekat (Manuaba, 2010).
3) Pengaruh luar
Infeksi endometrium yaitu endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi dan hasil konsepsi
terpengaruh oleh obat danradiasi yang menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu
(Manuaba,2010).
b. Faktor ibu
1) Umur ibu
Pada jumlah anak lahir juga mempengaruhi peningkatanterjadinya abortus apabila wanita atau
klien hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm (Chunningham, 2006).
3) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes
militus (Manuaba, 2010).
4) Penyakit infeksi
Sejumlah penyakit kronik diperkirakan menyebabkan abortus seperti herpes simplek yang dapat
menyebabkan abortus setelah terjadi infeksi genetalia pada awal kehamilan, HIV dalam darah
ibu (Chunningham, 2006). Infeksi maternal dapat membawa resiko tinggi bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua
(Sastrawinata,2005).
5) Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit
disfungsi tiroid dan defisiensi insulin (Sastrawinata,2005).
6) Anemia ibu memalui gangguan nutrisi dan perdarahan oksigen menuju sirkulasi retroplasenter
(Manuaba, 2010).
7) Defisiensi progesterone
Kurangnya sekresi progesterone oleh korpus luteum atau plasenta yang dapat menyebabkan
peningkatan kejadian abortus (Chunningham, 2006).
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab sehingga plasenta tidak berfungsi, gangguan
pembuluh darah plasenta, diantaranya DM, sedangkan hipertensi yang menyebabkan perdarahan
darah plasenta sehingga mengakibatkan keguguran atau abortus (Manuaba,2010).
Peningkatan insiden abortus yang relative terhadap kehamilan normal apabila insiminasi terjadi 4
hari sebelum atau 3 hari sesudah saat pergeseran suhu tubuh basal. Pada penuaan gamet didalam
saluran genetalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan terjadinya abortus (Chunningham,
2006).
e. Trauma
Kasus trauma ini jarang terjadi, umumnya abortus terjadi, umumnya abortus terjadi segera
setelah trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan yaitu pengangkatan ovarium yang
mengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke-8, pembedahan intra abdominal
dan operasi pada uterus disaat hamil (Sastrawinata,2005).
f. Nutrisi
Tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau defisiensi sedang
semua nutrient merupakan penyebab abortus yang penting. Mual dan muntah yang timbul agak
sering pada awal kehamilan, dan semua penyakit yang dipicunya, jarang diikuti oleh abortus
spontan (Chunningham, 2006).
g. Laparatomi
Tidak ada bukti bahwa pembedahan yang dilakukan pada awal kehamilan menyebabkan aborsi.
Akan tetapi prioritas meningkatkan aborsi (Kenneth J,2009).
Dalam dosis yang memadai, radiasi adalah suatu abortifasien. Bukti-bukti yang ada sekarang
menyatakan bahwa tidak ada peningkatan resiko aborsi dari dosis radiasi yang kurang dari 5 rad
(Kenneth J,2009).
2) Kafein
Kadar paraxantin (metebolisme kafein) dalam darah ibu menyebabkan peningkatan dua kali
lipat resiko abortus spontan hanya apabila kadar tersebut sangat tinggi. Namun jika
mengkonsumsi kafein baik dalam jumlah sedang, kecil kemungkinan menyebabkan abortus
(Chunningham, 2006).
3) Alkohol
Abortus spontan dan kelainan janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8
minggu pertama kehamilan (Chunningham, 2006).
4) Kontrasepsi
Tidak terdapat bukti yang mendukung bahwa kontasepsi oral dan zat spermasida yang digunakan
dalam krim dan jeli kontrasepsi menyebabkan peningkatan kejadian abortus. Namun alat
kontrasepsi dalam rahim dalam rahim berkaitan dengan peningkatan kejadian abortus septic
setelah kegagalan kontrasepsi (Chunningham, 2006).
i. Faktor hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada
pembuluh darah plasenta Berbagai komponen koagulasi dan fibrinilitik memegang peran penting
pada implementasi embrio, invasi troboblas, dan plasentasi (Saifuddin, 2010).
j. Faktor imununologi
Sistem imun juga termasuk dalam faktor penting kematian janin berulang. Faktor ini dibagi
menjadi dua model patologis utama yang berkembang.
1) Faktor autoimun
Kematian janin berulang memiliki memiliki factor autoimunitas. Antibody yang paling
segnifikan memiliki spesifisitas terhadap fosfolipid bermuatan negatif dan paling sering
terditeksi dengan pemeriksaan untuk anti koagulasi lupus dan anti bodi antikardiolipin
(Chunningham, 2006).
2) Faktor aloimun
Kematian janin yang berulang pada wanita di diagnosa sebagai faktor-faktor aloimun. Pada
wanita ini mendapat beberapa rangsangan toleransi imun ke janin (Chunningham, 2006).
C. WOC
Abortus inkompit
curatase
nyeri ansietas
pendarahan
D. PATOFISIOLOGI
Keguguran atau abortus terjadinya dimulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh hasil
konsepsi jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan
oksigenasi. Bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehinggarahim berusaha untuk
mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau
sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, keguguran
memiliki gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan dan disertai
pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi (Manuaba, 2010).
Pada abortus spontan biasanya kematian embrio terjadi paling lama 2 minggu sebelum
perdarahan. Oleh karena itu pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika
telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke 10,
hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke 10
villi korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah lepas
keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan villi
korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta)
tertinggal jika terjadi abortus (Strawinata, 2005).
a. Keluarnya kantong korion (plasenta) pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan desidura
b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua
c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar, tetapi
mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkannya.)
d. Seluruh janin dan desidura yang melekat didorong keluar secara utuh. sebagian abortus
termasuk dalam tiga tipe pertama, karena itu curettase diperlukan untuk membersihkan uteris dan
mencegah perdarahan atau infeksi yang lebih lanjut. (Sastrawinata, 2005).
Terjadinya perdarahan
F. KOMPLIKASI
A.PENDARAHAN
Pendarahan dapat terjadi sedikit dalam waktu yang panjang atau lama yang mendadak banyak
sehingga menyebabkan syok ( manuaba 2010 )
dapat terjadi poratase dengan gejala kuret yang tembus ,penderita kesakitan,penderita syok,dan
dapat terjadi pendarahan dalam perut dan infeksi diabdomen (manuaba 2010)
c. syok
syok pada abortus dapat terjadi karena pendarahan( syok hemorogik) dan area infeksi berat( syok
endoseptik
d. degenarsi panas
keguguiran dapat terjadi korio karsinoma sekitar 15 – 20 5% gejala karsinoma adalah terdapat
pendarahan berlangsung lama terjadi pembesaran atau perlunakan rahim, terdapat metatase ke
vagiana atau lainnya ( manuaba 2010)
G. PENATALAKSAAN
1) Menentukan besar uterus (taksiran usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikas.
2) Hasil konsepsi yang telah tertangkap pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran
sedang. Setelah itu evaluasi perdarahan
a) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 gr per oral.
b) Bila perdarahan terus berlangsung, evaluasi hasil konsepsi dengan ANM atau D&K
tergantung dari usia gestasi, pembukaan servik dan keberadaan bagian-bagian janin.
c) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri anti biotik profilaksis (ampisiilin 500gr oral atau
disisiklin 100 gr).
d) Bila terjadi infeksi beri ampisilin 1 gram dan metranodazole 500 mg setiap jam.
e) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu segera lakukan evkuasi
dengan AVM.
f) Bila pasien tanpak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu pada
anemia sedang atau transfuse darah pada anemia berat (Prawirohardjo, 2008)
Untuk kasus Abortus incomplete erat kaitannya dengan abortus tidak aman, oleh karena itu perlu
memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1) Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus dan cidera intra abdomen
(mual muntah, nyeri pinggang, demam, perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut
tegang).
2) Bersihkan ramuan tradisional, jamu, kayu atau benda-benda lainnya dari region genetalia.
3) Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau
kanalis servisis dan pasien pernah diimunisasi.
4) Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas berikan Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 unit
IM dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu
5) Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan pemantauan lanjut (Prawirohardjo, 2008).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Sinclair (2010)
masih hidup
1. Identitas
a. Data biografi: Nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnosa medis, penanggung
jawab pasien
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: Pasien mengatakan bengkak pada kaki dan mata saat
bangun tidur
2) Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan satu hari sebelum masuk
rumah sakit pasien memeriksakan kandungannya ke klinik kandungan,
dalam pemeriksaan didapatkan bahwa TD pasien 180/100 mmHgndan
oedem pada kaki, kemudian pasien dianjurkan untuk dirawat intensive di
RS Dr. Moewardi karena kehamilan disertai PEB, pada tanggal ( 9 maret
2014(19.00 wib) pasien datang ke RS Dr. Moewardi dan didapatkan TD
pasien 180/110 mmHg, kemudian pasien diberi injeksi MGSO4 4gr/im,
kemudian pasien dirawat diruang mawar
3) Riwayat kesehatan dahulu: Pasien mengatakan satu tahun yang lalu pernah
keguguran anak pertama saat janin berumur 8 minggu dikarenakan
aktivitas yang berat dan sebelumnya juga tidak pernah menderita penyakit
hipertensi
4) Riwayat kesehatan keluarga : Pasien mengatakan keluarganya tidak ada
yang menderita penyakit yang sama dengan klien
c. Data dasar pengkajian
1) Data objektif
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui reflex patella sebagai syarat pemberian SM
2) Aktivitas atau istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monitor
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
3) Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklorosis, penyakit jantung koroner, penyakit
sereprovaskuler
4) Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, eupkoria, factor
stress multiple
pola bicara.
5) Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
7) Neurosensori
Gejala: keluahan pusing atau pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
retinal optic
8) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital, nyeri
abdomen.
9) Pernapasan
Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea,
tambahan, sianosis
10) Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
11) Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: factor resiko keluarga; hipertensi, aterosklorosis, penyakit jantung,
DM, penyakit ginjal, factor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
B. DIAGNOSA
C. INTERVENSI
1. Diagnosa 1 : nyeri b.d agen pencedera fisilogis
Criteria hasil
Keluhan nyeri dapat menurun
Observasi
Kriteria hasil
Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Monitor tanda tandfa ansietas
Terapeutik
- Pahami situasi yang membuat ansietas
Edukasi
- Jelaskan prosedur ,termasuk sensasi yang mudah dialami
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian ansietas
Pada tahap ini perawat menkaji kembali hal-hal perhan dilakukan, berdasarkan
pada criteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih terdapat masalah – masalah klien
yang belum teratasi, perawat hendaknya menkaji kembali hal –hal yang berkenaan
dengan masalah tersebut dan kembali melakukan intrvensi keperawatan. Sebaliknya bila
masalah klin telah teratasi maka prlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang
teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang memicu terjadinya
serangan.
DAFTAR PUSTAKA