Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN

PADA PASIEN ABORTUS

Disusun oleh
Icha Kristina
(21220023)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi

Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum


janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli ada usia sebelum
16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-100 gram, tetapi jika terdapat
fetus hidup dibawah 400 gram itu diangggap keajaiban karna semakin tinggi
BB anak waktu lahir Makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus
(Amru Sofian, 2015).
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (prawirohardjo, 2010).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
(Mansjoer,dkk, 2000).
Abortus adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui
metode obat- obatan atau bedah, (Morgan, 2011).
Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut
abortus.Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai
1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.Ada juga yang mengambil
sebagai batas untuk abortus berat anak yang kurang dari 500 gram. Jika anak
yang lahir beratnya antara 500
– 999 gram disebut juga dengan immature.Abortus adalah berakhirnya suatu
kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau belum kehamilan tersebut
berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diuar
kandungan, (prawirohardjo, 2010).
Dari definisi diatas kelompok menyimpulkan bahwa abortus merupak
suatu keadaan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
dengan usia kurang dari 20 minggu (Kelompok, 2019).
B. ETIOLOGI

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.

Biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8


minggu. Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan
kematian mudigah pada kehamilan muda. Faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah :
1) Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling
sering untuk abortus dini dan kejadian ini kerap kali disebabkan
oleh cacat kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada
abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan kemungkinan
pula kelainan kromosom seks.
2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.

Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat


implantasi kurang sempurna sehinga pemberian zat-zat
makanan pada hasil konsepsi terganggu.Endometrium belum
siap untuk menerima implasi hasil konsepsi. Bisa juga karena
gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak
kehamilan.
3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan tembakau
dan alcohol.Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan
hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan
pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya
tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena
hipertensimenahun.Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan
menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi
sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.Infeksi pada
plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta tidak dapat
berfungsi.Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada
diabetes melitus. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah
palsenta sehingga menimbulkan keguguran.
3. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat :
penyakit menyangkut infeksi virus akut, panas tinggi dan inokulasi,
misalnya pada vaksinasi terhadap penyakit cacar . nefritis kronis dan
gagal jantung dapat mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada
metabolisme asam folat yang diperlukan untuk perkembangan janin
akan mengakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu, khususnya
preparat sitotoksik akan mengganggu proses normal pembelahan sel
yang cepat. Prostaglandin akan menyebabkan abortus dengan
merangsang kontraksi uterus.
Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus
abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya.Toksin, bakteri, virus,
atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga
menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus.
Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan
derajat kontrol metabolik pada trimester pertama.selain itu juga
hipotiroidism dapat meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana
autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi abortus
walaupun tidak terjadi hipotiroidism yang nyata.
4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus
pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan
uterus.
Abnoramalitas uterus yang mengakibatkan kalinan kavum uteri atau
halangan terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya
fibroid, malformasi kongenital, prolapsus atau retroversio
uteri.Kerusakan pada servik akibat robekan yang dalam pada saat
melahirkan atau akibat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi).
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai
keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkatus, uterus
septus, retrofleksi uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada
serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum.
5. Trauma.

Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri.Hubungan


seksual khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus
pada wanita dengan riwayat keguguran yang berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal.

Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai


penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu,
yaitu saat plasenta mengambil alih funngsi korpus luteum dalam
produksi hormon.
7. Sebab-sebab psikosomatik.

Stress dan emosi yang kat diketahui dapat mempengarhi fungsi


uterus lewat hipotalamus-hipofise.
8. Penyebab dari segi Maternal

1) Penyebab secara umum:

(1) Infeksi

a. Virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.

b. Infeksibakteri, misalnya streptokokus.

c. Parasit, misalnya malaria

(2) Infeksi kronis

a. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.

b. Tuberkulosis paru aktif.

c. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.

d. Penyakit kronis, misalnya : Hipertensi, nephritis, diabetes, anemia


berat, penyakit jantung, toxemia gravidarum
e. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.

f. Trauma fisik.

2) Penyebab yang bersifat lokal:

(1) Fibroid, inkompetensia serviks.

(2) Radang pelvis kronis, endometrtis.

(3) Retroversikronis.

(4) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga


menyebabkan hiperemia dan abortus.
9. Penyebab dari segi Janin

1) Kematian janin akibat kelainan bawaan.

2) Mola hidatidosa.

3) Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

4) Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan


bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk
berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin.
5) Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus
adalah kelainan chromosomal.
6) Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan
implantasi dengan adekuat.

C. KLASIFIKASI

Klafikasi abortus menurrut (Cunningham, 2013) dibagi menjadi dua yaitu :

1. Abortus Spontan :

Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan.
Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage).
Keguguran adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan
sebelum janin dapat bertahan. Sebuah keguguran secara medis disebut
sebagai aborsi
spontan. WHO mendefenisikan tidak dapat bertahan hidup sebagai
embrio atau janin seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya sesuai
dengan usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau
kurang. Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi lima subkelompok,
yaitu:
a.Threatened Miscarriage (Abortus Iminens)

Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada usia kehamilan


20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks. Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan,
dan beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram
perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis :
nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai
perasaan tertekan di panggul atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul
di garis tengah suprapubis.
b.Inevitable Miscarriage (Abortus Tidak Terhindarkan)
Yaitu Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah
ketuban yang nyata disertai pembukaan serviks.
c.Incomplete Miscarriage (Abortus tidak lengkap)

Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan
plasentabiasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar
secara terpisah. Apabila seluruh atau sebagian plasenta tertahan di
uterus, cepat atau lambatakan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkomplet.
d. Missed Abortion

Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah


meninggal in utero selama 8 minggu. Setelah janin meninggal, mungkin
terjadi perdarahan pervaginam atau gejala lain yang mengisyaratkan
abortus iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya tidak
mengalami perubahan ukuran, tetapi perubahan- perubahan pada
payudara biasanya kembali seperti semula.
e. Recurrent Miscarriage atau Abortus Habitualis (Abortus Berulang)

Keadaan ini didefinisikan menurut berbagai kriteria jumlah dan


urutan, tetapi definisi yang paling luas diterima adalah abortus
spontan yang terjadi berturut-turut selama tiga kali atau lebih
2. Abortus Provokatus (abortus yang sengaja dibuat) :

Yaitu menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar


tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup di luar
kandungan apabila
kehamilan belum mencapai 100 gram, walaupun terdapat kasus bayi
dibawah 100 gram bisa hidup di luar tubuh. Abortus ini dibagi 2 yaitu :
1. Abortus medisinalis

Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena


tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu
mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2. Abortus kriminalis

Yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak


legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan
secara sembunyi- sembunyi oleh tenaga tradisional.

D. Patofisiologi Abortus
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti
nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8
minggu, villi khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil
konsepsi dapat keluar seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khorialis
sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna
dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada plasenta. Apabila mudigah yang
mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka dia dapat diliputi oleh lapisan
bekuan darah. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amion menjadi
kurang oleh sebab diserap dan menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut
menjadi tipis. Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan
ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terasa cairan dan seluruh janin bewarna kemerah-merahan
(Prawiroharjo, 2010).

E. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala secara umum pada abortus imminen adalah :

1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu

2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran


menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3. Perdarahan pervagina mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi

4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang
akibat kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :

a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervagina ada atau tidak jaringan hasil


konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau
tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih
kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak
nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan
tidak nyeri
d. Hasil pemeriksaan kehamilan masih positif
F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 2017) adalah:

1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera
pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
2. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila
setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat
kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan
histologik harus dilakukan dengan teliti.
Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam
uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga
gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama
sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah
kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-
100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.
3. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan
tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini
dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak
dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
4. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal
seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat
mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-
obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb,
pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
5. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu.
6. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan
menggunakan pengaliran arus listrik.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kasus
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang kepoliklinik kandungan dengan
keluhan hami 8 minggu, dengan status gravida G3P0A2. Pasien mengeluh
keluar flek dari daerah kemaluan yang semakin lama semakin banyak. Darah
keluar segar. Pasien mengatakan cemas dengan kondisi saat ini dan tidak mau
kehilangan bayinya. Pasien menangis karena suaminya jauh dan tidak tau
kondisinya saat ini. Pasien dilakukan pemeriksaan lanjutan dan diapatkan bahwa
toxoplasma positif dan hasil USG janin tidak bisa dipertahankan

2. Pertanyaan Klinis
Apakah anemia mempengaruhi penyebab terjadinya abortus?

3. PICO
P : abortus
I : kuretase
C : anemia, hipertensi
O : istirahat

4. Searching literature (journal)


Setalah dilakukan Searching literature (journal) di Goggle scholar, didapatkan 56
journal yang terkait dan dipilih 1 jurnal dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Abortus”.
Dengan alasan
a. Jurnal tersebut sesuai dengan kasus
b. Jurnal tersebut up to date (terbit : 2019)
5. VIA
a. Validity :
a) Desain : cross sectional
b) Sampel :

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random


sampling. jumlah sampel 87 orang
c) Kriteria inklusi dan ekslusi :

Kriteria inklusi adalah responden yang berusia 20-40 tahun. Kriteria


eksklusi adalah pasien yang sudah pernah abortus sebelumnya.
d) Randomisasi : Subjek pada penelitian ini adalah 87 orang pasien
yang berada di ruamh rawat inap dengan yang belum pernah abortus
dan juga yang sudah pernah abortus. Data identitas meliputi: nama,
umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, pekerjaan.

e) Importance dalam hasil


1) Karakteristik subjek : Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi
nama, usia responden, jenis kelamin, tinggi badan,
berat badan.
2) Beda proporsi : Beda proporsi tidak dicantumkan dalam penelitian.
3) Beda mean :  beda mean tidak dijelaskan

4) Nilai p value : bahwa (p value = 0,209) yang berarti tidak ada hubungan
riwayat hipertensi dalam kehamilan dengan kejadian abortus dan
hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian abortus (p value =
0,000), dan usia ibu hamil dengan kejadian abortus (p value = 0,005) yang
berarti ada hubungan anemia dalam kehamilan dan usia ibu hamil dengan
kejadian abortus.

b. Applicability
1) Dalam diskusi
Abortus adalah terhentinya kehamilan sebelum janin mampu hidup di
luar kandungan pada usia kurang dari 28 minggu, karena sebagian besar
keguguran tidak diketahui dan terjadi secara spontan (Hutahaean, 2013).
Menurut Aspiani (2017) abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi
sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 g
atau umur hamil kurang dari 28 minggu. Faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya abortus adalah faktor sel telur (ovum) yang kurang baik, faktor
spermatozoa yang kurang sempurna, ketidak suburan endometrium yang
disebabkan oleh kekurangan gizi, kehamilan dengan jarak pendek, terdapat
penyakit di dalam rahim, faktor sistematik pada ibu seperti penyakit jantung
paru, ginjal, tekanan darah tinggi, anemia, hati, dan penyakit kelenjar dengan
gangguan hormon pada ibu (Hutahaean, 2013).

Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil
dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg (Prawirohardjo, 2014). Perubahan
kardiovaskuler pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung
akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan akibat perubahan
hematologis, gangguan fungsi ginjal dan edema paru. Prognosis selalu
dipengaruhi oleh komplikasi yang menyertai penyakit tersebut. Prognosis untuk
hipertensi dalam kehamilan selalu serius. Penyakit ini paling berbahaya yang
dapat menyerang wanita hamil dan janinnya ( Wagiyo, 2016).
Menurut laporan World Health Organization (WHO) (2015) di dunia
terdapat 83% ibu hamil yang mengalami anemia, di Afrika 93,9%, Amerika
Serikat 65,8%, Eropa 21,7% sedangkan di Asia Tenggara kejadian anemia pada
ibu hamil di Asia yaitu 97 %, 50% kejadian anemia di dunia terjadi karena
kekurangan zat besi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,
persentase anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 48, 90%, prevalensi ini
mengalami peningkatan dari tahun 2013 anemia pada ibu hamil di Indonesia
sebesar 37,10%.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Istiana (2017) “Analisis
hubungan hipertensi dalam kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Demang
Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah” menunjukkan terdapat hubungan
antara riwayat abortus dalam kehamilan ibu dengan kejadian abortus dengan p
0.032.
2) Karakteristik responden : Usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat
badan
3) Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan

c. Diskusi (Membandingkan Jurnal dan Kasus)


Berdasarkan jurnal yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Abortus” menunjukkan tidak terdapat hubungan antara riwayat
hipertensi dalam kehamilan dengan kejadian abortus dan terdapat hubungan
antara anemia dalam kehamilan dan usia ibu hamil dengan kejadian abortus.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Diyah. E. (2016) hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian abortus di
RSUD Provinsi Semarang, menunjukan bahwa terdapat Ada hubungan antara
anemia dalam kehamilan ibu dengan kejadian abortus dengan nilai p value
sebesar 0.027 ( p value < 0.05).

Hasil penelitian Purwaningsi & Fibriyani (2017) tentang Hubungan


Riwayat Abortus Spontan Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus di Rumah
Sakit Umum Kabupaten CilacapTahun 2017, didapatkan Ibu hamil 89 yang
mengalami abortus (35,1%).

Penelitian Elisa D. P. dan Arulita I. F (2017)faktor risiko kejadian abortus


Kota Semarang, Sebagian besar responden dari kelompok kasus berada pada
kelompok umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 27 orang atau 67,5%. Pada kelompok
umur <20 tahun sebanyak 3 orang atau 7,5% dan 10 orang atau 25% pada
kelompok umur >35 tahun. Begitu pula pada kelompok kontrol, sebagian besar
responden berada pada kelompok umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 39 orang atau
72,5% Pada kelompok umur <20 tahun sebanyak 4 orang atau 10% dan 7 orang
atau 17,5% pada kelompok umur >35 tahun. hubungan riwayat hipertensi dalam
kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi
didapatkan dari 14 responden yang mengalami hipetensi, (14,3%) yang
mengalami kejadian abortus. Hasil uji statistik dapat diketahui p- value 0.209 (p
> 0,05) maka dapat disimpukan tidak ada hubungan yang bermakna/ signifikan
antara hipertensi dalam kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Terjadinya abortus diantaranya adalah faktor janin, faktor maternal, faktor
eksternal dan lingkungan, serta faktor ayah. Yang termasuk dalam faktor janin
adalah kelainan telur, kelainan embrio, dan abnormalitas plasenta. Yang termasuk
dalam faktor maternal meliputi usia maternal, infeksi, penyakit vaskular
(hipertensi kronik), kelainan endokrin, faktor imunologis, trauma, riwayat
kuretase, dan psikosomatik. Yang termasuk dalam faktor eksternal dan
lingkungan meliputi radiasi, obat, bahan kimia, kopi, alkohol, dan rokok. Yang
termasuk dalam faktor ayah meliputi umur lanjut dan penyakit. Dari berbagai
faktor yang menyebabkan abortus, diantaranya adalah faktor usia dan paritas.
Diharapkan dinas kesehatan dapat melakukan pendidikan kesehatan
sebagai informasi untuk lebih meningkatkan penyuluhan atau promosi kesehatan
tentang pencengahan hipertensi pada kehamilan. Serta pihak rumah sakit bekerja
sama dengan petugas kesehatan untuk membuat perencanaan serta mencengah
terjadinya hipertensi pada kehamilan dan kejadian abortus. Peneliti selanjutnya
dapat melakukan penelitian tentang faktor- faktor .lain yang dapat menyebabkan
kejadian abortus.
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
1. Sebagian kecil responden (16.1%) mengalami hipertensi dalam kehamilan
yang terjadi diruang kebidanan.
2. Sebagian kecil responden ( 31%) mengalami kejadian abortus yang terjadi
diruang kebidanan.
3. Sebagian kecil responden ( 20.7%) mengalami usia yang berisiko.
4. Sebagian kecil responden ( 26.4%) mengalami anemia dalam kehamilan.

5. Tidak terdapat hubungan riwayat hipertensi dalam kehamilan dengan


kejadian abortus dengan p- value 0.209 ( p > 0.05).
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil yang berisiko
dengan kejadian abortus dengan p- value 0.005 (p<0.05).
7. Terdapat hubungan Anemia dalam kehamilan dengan kejadian abortus
dengan p- value 0.000( p< 0.05).
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani. R.Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi


Nanda, NIC, dan NOC. Jakarta : TIM.

Bari. A. (2015). Hubungan Umur dan Paritas Dengan Kejadian Abortus Di


RSUD Kabupaten Rokan Hulu. Universitas Pasir Pengaraian.

Darwayanti. (2017) Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian


Hipertensi Pada Ibu Hamil di Poliklinik Obstrik Ginekologi RSJ Kota
Manado

Dinkes Provinsi Jambi. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jambi. Jambi.

Dinkes Provinsi Jambi. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jambi. Jambi.

Fibriana. A.I. (2017) Faktor Risiko Kejadian Abotus Spontan.

Anda mungkin juga menyukai