Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus Obstetri

Perdarahan Pada Kehamilan Muda


G5P3A1H3 Gravid 6-7 Minggu + Suspek Missed Abortion

Oleh:
Cindy Herwiti
2111201006

Pembimbing:
dr. Reno Mukhatiah, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD BANGKINANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan
sebaik-baiknya.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini, khususnya kepada dr. Reno Mukhatiah, Sp.OG
selaku konsulen yang telah memberi bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi
tugas di stase Ilmu Obstetri dan Ginekologi “Perdarahan Pada Kehamilan Muda
G5P3A1H3 Gravid 6-7 Minggu + Suspek Missed Abortion”di RSUD Bangkinang.
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis masih merasa banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke
depan. Penulis berharap laporan kasus ini dapat memberi banyak manfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca sekalian pada umumnya. Semoga makalah ini dapat memberi
masukan bagi rekan-rekan yang ingin mengetahui Perdarahan Pada Kehamilan Muda.

Bangkinang, Juli 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perdarahan Pada Kehamilan Muda


Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda adalah perdarahan yang terjadi
sebelum kehamilan 22 minggu. World Health Organization (WHO) IMPAC
menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
Kehamilan normal biasanya tidak disertai dengan perdarahan pervaginam, tetapi
terkadang banyak wanita mengalami episode perdarahan pada trimester pertama
kehamilan. Darah yang keluar biasanya segar (merah terang) atau berwarna coklat tua
(coklat kehitaman). Perdarahan yang terjadi biasanya ringan, tetapi menetap selama
beberapa hari atau secara tiba-tiba keluar dalam jumlah besar.
Terdapat klasifikasi perdarahan pada kehamilan muda, yaitu:
1. Abortus
Abortus merupakan suatu proses ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan yang berbahaya
bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan
terjadi keadaan yang gawat.
3. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa merupakan kehamilan abnormal dimana hampir seluruh
vili korialis mengalami perubahan hidrofik. (Buku ajar dr ratna dewi)

2.2 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 grarn. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman
Bagi Tenaga Kesehatan Edisi Pertama. Kemenkes RI. 2013;84
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abor-
tus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abor-
tus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus
provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter
untuk menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter
spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan
Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.
Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak
terkena trauma psikis di kemudian hari. (Sarowono merah)

2.3 Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor
yang menyebabkan kelainan ini adalah:
 Kelainan kromosom
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi,
poliploidi, kelainan kromosom sex serta kelainan kromosom lainnya.
 Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang
sempurna sehingga menyebabkan pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu.
 Pengaruh dari luar
Adanya pengaruh dari radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam
uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen.
b. Kelainan pada plasenta
Misalnya end-arteritis dapat terjadi dalam vili korialis dan menyebabkan
oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan
dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya
karena hipertensi menahun.
c. Faktor maternal
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis,
malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin, bakteri, virus atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan
kematian janin dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan,
laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun juga dapat menyebabkan
terjadinya abortus.
d. Kelainan traktus genitalia
Retroversi uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus. (Buku ajar dr ratna dewi)
e. Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yaog nya:ra. antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lwpws Erythematosws (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA).
f. Infeksi
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi
terhadap risiko abortus/EPl, di antaranya sebagai berikut.
 Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak lang- sung pada janin atau unit fetoplasenta.
 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berar
sehingga janin sulit bertahan hidup.
 Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.
 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misal Mikoplas- ma bominis, Klamidia, Ureaplasma urealitileum,
HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi.
 Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria
monositogenes).
 Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh
karena virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus 819,
sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik
sitomegalovirus CMV, HSV).
g. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 - 10 % mallormasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui
mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui
mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sir- kulasi uteroplasenta.
Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan ja- nin serta
memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi feto-
plasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya
abortus.
h. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan
adanya mikrotrombin pada pernbuluh darah plasenta. Berbagai komponen-
koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio,
invasi trofoblas, dan plasentasi. (Sarowono merah)

2.4 Patofisiologi
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian
diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan
nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya
perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang
diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan
kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu
keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan,
kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh
karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah
terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10,
hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap.

Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri
dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara
minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili
korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion
(plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4
cara: a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa
desidua. b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua. c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang
dikeluarkan). d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi
lebih lanjut. (buku kegawatdaruratan obstetric)
2.5 Klasifikasi
a. Abortus Iminens
Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan pervaginam pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa
adanya dilatasi serviks. Adanya abortus imminens terlihat pada gambar .
Diagnosis abortus imminens ditentukan dari:
 Terjadinya perdarahan melalui ostium uteri eksternum dalam jumlah sedikit
 Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali
 Uterus membesar, sesuai masa kehamilannya
 Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup
 Tes kehamilan (+)

b. Abortus Insipiens
Merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri telah
membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules
menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Adanya abortus insipiens
terlihat pada gambar.
Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan pervaginam dengan kontraksi
makin lama makin kuat dan sering, serviks terbuka, besar uterus masih sesuai
dengan umur kehamilan dan tes urin kehamilan masih positif. Paul DC, Johnson
SM. Gynecology and Obstetrics. Current Clinical Strategies. 2006; 99.
c. Abortus Inkomplit
Merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan abortus ini
dapat banyak sekali dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan. Adanya
abortus inkomplit terlihat pada gambar .
Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan yang banyak disertai kontraksi,
kanalis servikalis masih terbuka, dan sebagian jaringan keluar. Paul DC, Johnson
SM. Gynecology and Obstetrics. Current Clinical Strategies. 2006; 99.

d. Abortus Komplit
Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri sebagian besar telah
menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Adanya abortus komplet terlihat pada
gambar .
Ciri dari abortus ini yaitu perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium
serviks menutup, dan tidak ada sisa konsepsi dalam uterus.
e. Missed Abortion
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati didalam rahim selama ≥8 minggu.
Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahkan mengecil, biasanya tidak
diikuti tanda–tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks, dan kontraksi.
Adanya missed abortion terlihat pada gambar

f. Abortus Habitualis
Merupakan abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara berturut-turut.
Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi kehamilan
berakhir sebelum mencapai usia 28 minggu.
Etiologi abortus habitualis yaitu :
 Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan patologis.
 Kesalahan-kesalahan pada ibu yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum,
kesalahan plasenta, yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron
sesudah korpus luteum atrofi. Ini dapat dibuktikan dengan mengukur kadar
pregnadiol dalam urin. Selain itu juga bergantung pada gizi ibu (malnutrisi),
kelainan anatomis dalam rahim, hipertensi oleh karena kelainan pembuluh
darah sirkulasi pada plasenta/vili terganggu dan fetus menjadi mati. Dapat juga
gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme.
 Kelainan kromosom. Diketahui bahwa adanya trisomi pada kromosom ke 9,
12, 15, 16, 21, 22 dan X akan menyebabkan anomali genetik pada kejadian
abortus habitualis. Akhir-akhir ini teknik analisis molekuler membantu dalam
mengidentifikasi banyak polimorfisme genetik bertanggung jawab akan
terjadinya abortus habitualis. Cobb HK, Knutzen D, Tiu AY. Successive
Spontaneous Abortions Caused By A Whole-arm Translocation Between
Chromosome 10 Homologs. Int J Case Rep Images. 2017;8(2):112-115.
g. Abortus Infeksious
Abortus infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia bagian
atas termasuk endometritis atau parametritis. Abortus septik juga merupakan
komplikasi yang jarang terjadi akibat prosedur abortus yang aman. Abortus septik
adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritonium.
Infeksi dalam uterus/sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkomplet dan lebih sering pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Diagnosis abortus infeksius ditentukan dengan adanya abortus yang disertai
gejala dan tanda infeksi alat genital seperti panas, takikardi, perdarahan
pervaginam yang lama atau bercak perdarahan, discharge vagina atau serviks yang
berbau busuk, uterus lembek, serta nyeri perut dan pelvis serta leukositosis.
Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat atau kadang menggigil,
demam tinggi, dan penurunan tekanan darah.
2.6 Manifestasi Klinis
a. Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu, mual muntah,
mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan positif
b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, serta
suhu badan normal atau meningkat
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus
e. Pemeriksaan ginekologis:
 Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
 Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
 Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan
adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri. (ratna)
1. Abortus Iminens Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi
selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu
serta dapa mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara
keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus.
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20
minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina,
karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari
abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan
spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,
sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi.
2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion) Abortus insipiens didiagnosis apabila pada
wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan
darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya
dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba.
Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan
yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera
dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada
keadaan ini merupakan kontraindikasi.
3. Abortus Inkomplit Abortus inkomplit didiagnosis apabila sebagian dari hasil
konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya
jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam
rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus
akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu
merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens.
4. Abortus Komplit Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus
komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus,
perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya
dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim
telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup
kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus
inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan. Pada abortus
kompletus, lapisan terakhir endometrium yang mengelupas dapat terlihat sebagai
kantong yang kempis. Apabila kantong kehamilan tidak bias diidentifikasi USG
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti abortus iminenes, kehamilan
ektopik, kita dapat melihat dari pemeriksaan serum β-hCG yang menurun sangat
cepat.
5. Missed abortion Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi
tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada
abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang
berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah
tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada
darahsedikit.
6. Abortus Habitualis (Recurrent abortion) Anomali kromosom parental, gangguan
trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab
langsung pada abortus habitualis. Abortus habitualis merupakan abortus yang
terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari
ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah
patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan
plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah
korpu luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.
7. Abortus Septik (Septic abortion) Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi
berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus
buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan
antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti
Escherichia coli, Enterobacter aerogenes Proteus vulgaris. (kegawatdaruratan
obstetric)

2.7 Diagnosis
2.8 Diagnosis Banding
a. Molahidatidosa
a. Definisi
Adaiah suatu kehamilan yang berkembang tidak waiar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal
yaitu berupa geiembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
(sarwono merah)
b. Klasifikasi
c. Patofisiologi
Patologi dari mola hidatidosa merupakan penyakit korion. Kematian
sel ovum atau gagalnya perkembangan embrio merupakan hal penting untuk
terbentuknya mola hidatidosa komplit/klasik. Sekresi dari sel yang
hiperplastik dan zat-zat yang ditransfer dari darah maternal/ibu terakumulasi
di stroma vili yang tanpa pembuluh darah. Hal ini menyebabkan distensi vili
untuk membentuk vesikel kecil. Distensi ini dapat terjadi akibat edema dan
pencairan stroma. (KO)
d. Diagnosis
a. Anamnesis
1. Gejala Klinis
a. Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang sering dijumpai
yaitu pada 90% kasus. Biasanya terjadi pada trimester pertama.
Sekitar 3⁄4 pasien mengeluhkan gejala ini sebelum 3 bulan
kehamilan dan hanya sepertiganya yang mengalami perdarahan
dengan jelas. Darah bercampur dengan cairan gelatin yang
berasal dari rupture kista memberikan tampilan cairan “white
currant in red currant juice”.
b. Nyeri perut bagian bawah dengan berbagai derajat yang
diakibatkan oleh pelebaran uterus yang berlebihan, perdarahan
yang tersembunyi, jarang diakibatkan oleh perforasi uterus
dikarenakan invasive mola, infeksi atau kontraksi uterus saat
mengekspulsi kan isinya.
c. Gejala konstitusional, seperti: pasien tampak sakit tanpa alasan
yang jelas, muntah berlebihan dikarenakan kadar korionik
gonadotropin yang tinggi dialami pada sekitar 14-32% dan
sekitar 10% mengalami muntah berat sehingga memerlukan
perawatan di rumah sakit. Sesak nafas akibat embolisasi dari sel
trofoblas (2%). Tampilan tirotoksik seperti tremor, takikardia
dijumpai pada sekitar 2% kasus dikarenakan meningkatnya kadar
korionik tirotropin.
d. Ekspulsi vesikel seperti anggur secara pervaginam merupakan
diagnostik mola. Sekitar 50% kasus mola tidak diduga sampai
ekspulsi sebagian atau seluruhnya.

Mola Hidatidosa dalam Proses Ekspulsi Menunjukkan Vesikel dengan


Berbagai Ukuran
2. Tanda Klinis
a. Tanda awal-awal kehamilan yang jelas.
b. Pasien tampak lebih sakit.
c. Pucat dijumpai dan biasanya tidak sesuai dengan proporsi jumlah
darah yang hilang, mungkin disebabkan adanya perdarahan yang
tersembunyi.
d. Tanda preeklampsia seperti hipertensi, edema dan/atau
proteinuria dapat dijumpai pada sekitar 50% kasus. Kejang dapat
terjadi, namun jarang dijumpai.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Abdomen
 Ukuran uterus lebih besar dari yang diperkirakan, hal ini
dikarenakan pertumbuhan vesikel yang berlebihan dan
perdarahan yang tersembunyi.
 Uterus bersifat elastis/kenyal. Hal ini dikarenakan tidak adanya
kantung amnion.
 Bagian janin tidak teraba dan tidak ada pergerakan janin.
Balotement eksternal tidak dijumpai.
 Tidak adanya denyut jantung janin yang dideteksi melalui
Doppler.
Tanda abdominal yang negatif ini dinilai ketika tanda ini
seharusnya ada berdasarkan ukuran uterus dalam kasus tertentu.
2. Pemeriksaan pervaginam
 Balotement internal tidak di jumpai.
 Pembesaran unilateral atau bilateral (kista teka lutein) dari
ovarium dapat teraba pada 25-50% kasus. Pembesaran ovarium
dapat tidak teraba akibat pembesaran dari uterus. Pasien dengan
kista teka lutein memiliki risiko lebih besar menderita keganasan.
 Dijumpainya vesikel dalam vagina merupakan patognomonik
pada mola hidatidosa.
 Jika ostium serviks terbuka, bekuan darah atau vesikel dapat
dirasakan.4
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah lengkap dengan hitung platelet, blood urea
nitrogen (BUN), kreatinin, dan fungsi hati. Golongan darah, fungsi
tiroid diindikasikan. Prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (PTT), protrombin, fibrinogen diperiksa jika secara klinis
diindikasikan. Kadar hCG yang tinggi (> 100.000 IU/L) biasanya
dijumpai pada pasien dengan kehamilan mola komplit. Penilaian
kadar hCG > 100.000 IU/L disertai dengan perdarahan pervaginam
dan pembesaran uterus merupakan sugestif untuk diagnosis
kehamilan mola komplit.
2. Foto polos Foto polos abdomen dapat dilakukan jika usia kehamilan
lebih dari 16 minggu. Pada kehamilan mola dapat dijumpai bayangan
janin yang negatif.
3. USG

Sonografi Ovarium dengan Kista Teka Lutein pada Wanita dengan


Mola Hidatidosa
Sonografi pada Mola Hidatidosa Komplit. Karakteristik Tampilan
“snowstorm” dikarenakan massa ekogenik uterine yang banyak
mengandung beberapa rongga kistik anekoik
(kegawatdaruratan obstetric)
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mola hidatidosa yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk diantaranya misalnya pemberian transfusi darah
untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau
mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau tirotoksikosis.
2. Pengeluaran jaringan mola, terdapat dua cara yaitu :
a. Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki, dilakukan vakum kuretase
tanpa pembiusan. Evakuasi mola dilakukan dengan vakum
kuretase, terlepas dari seberapa besar ukuran uterus. Dilatasi
serviks pada preoperasi dengan agen osmosis direkomendasikan
jika serviks dilatasi minimal. Perdarahan yang hebat dapat terjadi
selama operasi pada kasus kehamilan mola dibandingkan
kehamilan nonmolar. Sehingga pada mola yang besar, anestesia
yang adekuat, akses intravena yang cukup, dan persiapan
transfusi darah diperlukan. Serviks dilatasi secara mekanik agar
dapat memasukkan vakum kuretase dengan ukuran 10 mm
sampai 14 mm. Ketika evakuasi dimulai, oksitosin diberikan
untuk mengurangi perdarahan. USG selama operasi
direkomendasikan untuk membantu dalam menentukan kavitas
uterus telah dikosongkan. Ketika miometrium berkontraksi,
dilakukan kuret secara menyeluruh dan hati-hati dengan alat
kuret sharp large-loop Sims. Jika perdarahan terus berlangsung
walaupun evakuasi uterus dan infus oksitosin, agen uterogenik
dapat diberikan. Pada beberapa kasus embolisasi arteri pelvis
atau histerektomi mungkin dibutuhkan. Tindakan kuretase cukup
dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuretase kedua hanya
dilakukan bila ada indikasi.
b. Histerektomi
Metode selain vakum kuretase mungkin dapat
dipertimbangkan pada kasus tertentu. Histerektomi dengan
preservasi ovarium dapat dipertimbangkan pada wanita yang
sudah pernah melahirkan. Alasan dilakukannya histerektomi
ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya keganasan, batasan yang dipakai
adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Pada wanita usia
40 tahun atau lebih, sekitar sepertiganya berkembang menjadi
PTG dan histerektomi dapat menurunkan angka kejadian PTG
ini. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda
keganasan berupa mola invasif/koriokarsinoma.
3. Pemeriksaan tindak lanjut Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya
kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa. Untuk tidak
mengacaukan pemeriksaan selama periode ini, pasien dianjurkan
untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma atau
pantang berkala. (kegawatdaruratan obstetric)
b. KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)
a) Definisi
Blastokista dalam keadaan normal, tertanam didalam lapisan endometrium
rongga uterus. Implantasi ditempat lain dianggap sebagai kehamilan ektopik.
(William)
Ovum yang telah dibuahi (blastosit) secara normal akan meiakukan
implantasi pada lapisan endometrium di dalam kavum uteri. Kehamilan
ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. (Sarwono biru)

b) Faktor Risiko
c) Mekanisme Terjadinya Kehamilan Ektopik
Terdapat sejumlah faktor predisposisi yang dapat menyebabkan kerusakan
tuba dan disfungsi tuba. (Tabel faktor risiko) Riwayat operasi tuba
sebelumnya, apakah untuk memperbaiki patensi tuba ataupun untuk sterilisasi,
meningkatkan risiko terjadinya penyempitan lumen. Risiko untuk mengalami
kehamilan ektopik kembali setelah kehamilan ektopik sebelumnya, sebesar 7 -
15%. Riwayat salpingitis-radang panggul merupakan risiko yang umum
ditemukan. Perlengketan perituba sebagai akibat dari pascaabortus ataupun
infeksi nifas, apendisitis atau endometriosis dapat menyebabkan kinking pada
tuba dan menyempitkan lumen sehingga meningkatkan risiko kehamilan tuba.
Riwayat seksio sesarea dihubungkan dengan risiko kehamilan ektopik
walaupun rendah. Pertubasi hormonal diduga dapat menyebabkan disfungsi
tuba. Penggunaan kontrasepsi progestin oral, estrogen dosis tinggi pascaomlasi
(morning after pill) dan induksi ovulasi meningkatkan risiko untuk mengalami
kehamilan ektopik.
 Kehamilan Tuba
Fertilisasi dapat terjadi di bagian mana saja di tuba fallopii, sekitar
55% terjadr di ampulia, 25% di ismus, 17% di fimbria.5 OIeh karena
lapisan submukosa di tuba fallopii tipis, memungkinkan ovum yang telah
dibuahi dapat segera menembus sampai ke epitel, zigot akan segera
tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas berproliferasi dengan cepat dan
menginvasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluh darah ibu
terbuka menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antara trofoblas, atau
antara trofoblas dan jaringan di bawahnya. Dinding tubayang menjadi
tempat implantasi zigot mempunyai ketahanan yang rendah terhadap
invasi trofoblas. Embrio atau janin pada kehamilan ektopik seringkali
tidak ditemukan atau tidak berkembang.
 Abortus Tuba
Terjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. IJmumnya
terjadi bila implantasi di ampulla, sebaliknya ruptur tuba terutama bila
implantasi di daerah ismus. Adanya perdarahan menyebabkan plasenta
dan membran terlepas dari dinding tuba. Jika plasenta terlepas seluruhnya,
semua produk konsepsi dapat keluar melalui fimbria ke rongga abdomen.
Saat itu perdarahan dapat berhenti dan gejala umumnya menghilang.
Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi tetap berada di tuba.
Darah akan menetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di karum
Douglasi. Jika fimbria mengalami oklusi, darah akan terkumpul di tuba
membentuk hidrosalfing.
 Ruptur Tuba
Produk konsepsi yang melakukan invasi dapat menyebabkan tuba
pecah pada beberapa tempat. Jika tuba mptur pada minggu-minggu
pertama kehamilan, biasanya implantasi terjadi di ismus, jika implantasi
terjadi di pars interstisial, ruptur terjadi agak lebih lambat. Ruptur
umumnya terjadi spontan, tetapi dapat pula disebabkan oleh trauma akibat
koitus dan pemeriksaan bimanual.
Saat ruptur semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan
tuba kecil, perdarahan hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil
konsepsi dari tuba. Jika hasil konsepsi keluar ke rongga abdomen pada
awal kehamilan, implantasi dapat teriadi di daerah mana saja di rongga
abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang cukup, sehingga dapat
bertahan dan berkembang. Namun, hal tersebut jarang terjadi. Sebagian
besar hasil konsepsi yang berukuran kecil umumnya akan diresorbsi.
Kadang-kadang, jika ukurannya besar, dapat. tertahan di kalum Dougiasi
membentuk massa yang berkapsul atau mengalami kalsifikasi membentuk
lithopedon.
d) Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan
ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau
akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan
ektopik terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi
secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang
menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi
meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok,
ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula terdapat
dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri
menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila membentuk
hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri. Perdarahan pervaginam
merupakan tanda penting kedua pada KET. Hal ini menunjukkan kematian
janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari
uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan
ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan hCG.
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada
pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan
kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba. Pada abortus tuba biasanya
teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran
dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai
tumor di kavum Douglas.
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu
jenis atipik atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala
kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering
penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan
pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan
yang demikian, alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.
e) Penatalaksanaan
Pasien dengan hemodinamik baik, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
darah untuk persediaan transfusi. Laparotomi dilakukan sesegera mungkin dan
mengeluarkan tuba yang rusak.
 Pembedahan
o Salpingektomi
Jika tuba mengalami kerusakan hebat atau tuba kontralateral
baik. Jika implantasi terjadi di pars interstisial, mungkin dapat
dilakukan reseksi kornu uterus.
o Salpingotomi
Jika hasil konsepsi masih berada di tuba, masih memungkinkan
untuk mempertahankan tuba dengan mengeluarkan produk konsepsi
dan melakukan rekonstruksi tuba. Hal ini terutama dilakukan bila tuba
kontralateral rusak atau tidak ada. Sekitar 6% kasus membutuhkan
pembedahan ulang atau pengobatan bila jaringan trofoblas masih
tertinggal.
Kesempatan hamil intrauterin untuk kedua tindakan tersebut
menunjukkan angka yang sama, walaupun risiko kehamilan ektopik
berulang lebih besar pada tindakan salpingotomi. Salpingektomi
merupakan pilihan temtama bila tuba mptur, mengurangi perdarahan,
dan operasi lebih singkat. Kedua tindakan tersebut dapat dilakukan
dengan Iaparotomi ataupun laparoskopi. Keuntungan laparoskopi
adalah penyembuhan lebih cepat, perlengketan yang terbentuk lebih
minimal, dan merupakan pilihan bila kondisi pasien masih baik.
 Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk kehamilan ektopik dengan pemberian
metotreksat, baik secara sistemik maupun dengan injeksi ke kehamilan
ektopik melalui laparoskopi atau dengan bantuan USG.
Syarat pemberian metotreksat adalah:
 Tidak ada kehamilan intrauterin
 Belum terjadi ruptur
 lJkuran massa adneksa < 4 cm
 Kadar beta-hCG < 10.000 mlU/ml
Metotreksat menghambat produksi hCG oleh trofoblas, dan
selanjutnya akan menurunkan produksi progesteron oleh korpus luteum.
Efek samping yang dapat terjadi adalah distres abdomen, demam,
dizzines, imunosupresi, lekopeni, malaise, nausea, stomatitis ulseratif,
fotosensitif, dan fatiq.
c. Blighted Ovum
1. Definisi
Blighted ovum, juga dikenal sebagai kehamilan anembrionik, terjadi
ketika sel telur yang telah dibuahi berimplantasi dan kantung kehamilan
(embrio) terbentuk dan tumbuh, tetapi embrio gagal berkembang. Blighted
ovum adalah satu-satunya penyebab utama keguguran. (NCBI). Kehamilan
anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana mudigah tidak terbentuk
sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Di samping mudigah,
kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suaru
kelainan kehamilan yang baru terdeteksi seteiah berkembangnya
ultrasonografi. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang
terus walaupun tanpa ada janin di dalamnya. Biasanya sampai sekitar 1,4 - 1,6
minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan, kelainan
kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai abortus biasa. Diagnosis
kehamilan anembrionik ditegakkan pada usia kehamilan 7 - 8 minggu bila
pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau
pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk
itu, bila pada saat USG penama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu
dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai
struktur mudigah atau kantong kuning telur dan diameter kantong gestasi
sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyar.akan sebagai kehamilan
anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi
kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif. (sarwono merah)
d. Abortus Habitualis
Definisi abortus habitualis yang dapat diterima saat ini adalah abortus spontan
yang terjadi 3 kali atau lebih secara berturut-turut. Sekitar 1 - 2% perempuan usia
reproduksi mengalami abortus spontan 3 kali atau lebih secara berturut-turut, dan
sekitar 5% mengalami abortus spontan 2 kali atau lebih.
Penyebab dari abortus habitualis pada sebagian besar kasus belum diketahui.
Akan tetapi penting untuk mengetahui penyebab yang mungkin mendasari untuk
menentukan prognosis dari kehamilan selanjutnya.
FAKTOR PENYEBAB ABORTUS HABITUALIS
a. Faktor Genetik
Penelitian yang menilai adanya hubungan antara kelainan kromosom
dengan kejadian abortus habitualis memberikan hasil yang bervariasi.
Pasangan yang salah satu pasangannya merupakan kromosom pembawa
abnormal, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami abortus berulang
dengan janin menunjukkan kariotipe yang abnormal. Tipe terbanyak dari
kelainan kromosom pada orang tua adalah balanced translocation atau
Robertsonian translocation yaitu jumlah kromosom hanya 45 tetapi seluruh
informasi genetik tetap utuh. Hasil konsepsi dari pasangan orang uuayang
memiliki risiko tinggi mengalami translokasi yang tidak seimbang
(wnbalanced translocation), umumnya mengalami abortus pada trimester
pertama. Prevalensi kromosom abnormal pada pasangan orang tua yang
mengalami abortus berulang dilaporkan sekitar 3 – 5%.
b. Faktor Endokrin
Telah lama diketahui bahwa diabetes mellitus merupakan faktor penting
dalam terjadinya abortus berulang. Diabetes yang tidak terkontrol
meningkatkan risiko rcrjadinya abortus pada trimester awal, dan telah terdapat
bukti nyata bahwa DM yang terkontrol baik tidak dihubungkan dengan
abortus.
Disfungsi tiroid telah dilaporkan berhubungan dengan abortus berulang,
tetapi bukti langsung yang mendukung hal tersebut masih kurang, tes fungsi
tiroid dari perempuan dengan abortus berulang jarangyang abnormal.
Tampaknya lebih dihubungkan dengan antitiroid antibodi.
Hubungan antara defek fase luteal dengan infertilitas dan riwayat abortus
masih kontroversi. Masih terdapat perbedaan dalam hal definisi, diagnosis,
relevansi klinik, dan manfaat pengobatan untuk defek fase luteal. Awalnya
diduga bahwa sekresi progesteron yang tidak adekuat apakah dari segi jumlah
ataupun durasi dari korpus luteum pada fase luteal yang dikenal sebagai defek
fase luteal menghambat maturasi endometrium sehingga tidak mampu untuk
mendukung proses implantasi janin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Peters dan kawan-kawan (1992) melaporkan bahwa tidak ditemukan
perbedaan yang bermakna dari hasil biopsi antara perempuan infertil dan yang
mengalami abortus berulang dibandingkan dengan perempuan fertil sebagai
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa defek fase luteal bukan merupakan faktor
penting pada infertil dan abortus berulang.
Prevalensi sindroma polikistik ovarium tinggi secara signifikan pada
penderita abortus habitualis. Hipersekresi Luteinising Flormon (LH) dianggap
berperan penting terhadap hasil luaran kehamilan yang buruk. Perempuan
dengan kadar LH yang tinggi dilaporkan menunrnkan angka keberhasilan
feruilisasi, angka konsepsi yang rendah, dan angka abortus yang tinggi saat
melakukan prosedur induksi ovulasi dan IVF. Peranan LH pada fungsi
reproduksi terutama terhadap oosit, endometrium melalui sekresi androgen
yang abnormal ataupun resistensi insulin.
c. Infeksi dan Penyakit Ibu
Perempuan hamil yang mengalami infeksi yang ditandai dengan demam
tinggi akibat infeksi seperti iniltenza, pielitis, malaria merupakan predisposisi
untuk mengalami abortus. Infeksi spesifik seperti sifilis, listeria
monositogenes, Mikoplasma spp dan toksoplasma gondii juga dapat
menyebabkan abortus tetapi tidak ditemukan bukti bahwa organisme tersebut
menyebabkan abortus habitualis, utamanya pada trimester kedua. Peranan
organisme penyebab infeksi khsususnya infeksi saluran genital sebagai
penyebab abortus habitualis tidak jelas. Sebagian besar kuman tidak akan
menetap dalam waktu lama sehingga dapat menyebabkan abortus habitualis.
Bakterial vaginosis (BV) yang merupakan infeksi polimikrobial anerobik
telah dilaporkan sebagai faktor risiko untuk persalinan prematur, abortus pada
trimester kedua, tetapi tidak pada trimester pertama. Pengobatan dengan
antibiotik untuk BV hanya bermanfaat untuk perempuan dengan riwayat
persalinan prematur. Hal tersebut menjadi dasar bahwa BV tidak
menyebabkan abortus kecuali bersama-sama dengan faktor lain, yang sampai
saat ini belum dapat dijelaskan.
d. Faktor Anatomi
Sekitar 15 - 30% anomali utems menyebabkan abortus berulang. Kelainan
uterus seperti sinekia intrauterin-Asherman syndrorne, leiomioma, polip
endometrial dan inkompetensi serviks, dan kelainan uterus akibat gangguan
pembentukan seperti uterus septate, bikornu dan uterus unikornu, dan uterus
didelphys.
Secara klinis, inkompetensi serviks menyebabkan abortus spontan pada
trimester kedua atau persaiinan prematur dini. Abortus cenderung cepat terjadi
tanpa nyeri dan kurang mengalami perdarahan. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan menggunakan busi Hegar tanpa kesulitan pada penderita
yang tidak hamil atau melaiui pemeriksaan USG atau histerogram. Dengan
pemeriksaan USG transvaginal dapat dinilai penipisan serwiks dan fwnnelling
pada ostium uteri interna sebelum terjadi pembukaan serviks dapat
meningkatkan akurasi dan memungkinkan untuk lebih selektif dalam
melakukan serklase serviks. Inkompetensi serviks dapat bersifat kongenital
tetapi umumnya disebabkan oleh kerusakan mekanis akibat dilatasi mekanik
atau akibat kerusakan selama proses persalinan.
e. Faktor Autoimun
Penyakit autoimun seperti systemic lupus erytbematosus (SLE) dan
sindrom antifosfoIipid merupakan kelainan imunologi yang dihubungkan
dengan abortus habitualis. Abortus pada awal kehamilan jarang ditemukan
pada perempuan yang menderita SLE tetapi insiden meningkat 2 – 4 kali pada
abortus lanjut. Hampir semua kematian ianin pada SLE dihubungkan dengan
antifosfolipid antibodi.
Antifosfolipid antibodi (aPL) - lupus antikoagulan (LA) dan
antikardiolipin antibodi (ACA) ditemukan pada sekitar 15% perempuan
dengan riwayat abortus berulang tetapi hanya 2% perempuan dengan
kehamilan normal. Tanpa pengobatan angka keberhasilan lahir hidup pada
perempuan dengan sindrom antifosfolipid primer sekitar 10%. Patofisiologi
dari aPL masih belum diketahui dengan jelas. Diduga dimediasi melalui
trombosis dan deposit fibrin pada banyak pembuluh darah termasuk pada
vaskularisasi uteruplasenta dan mengganggu fungsi trofoblas. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh inhibisi produksi prostasiklin endotel sehingga
memicu terjadinya pelepasan tromboksan oleh trombosit, menurunkan
produksi antitrombin III atau menurunkan aktivasi protein C. Selain abortus
juga meningkatkan risiko terjadinya pertumbuhan ianin terhambat,
preeklampsia, dan trombosis venosus.
f. Defek Trombofilik
Activated protein C resistance (APCR) merupakan jenis terbanyak dari
defek trombofilik, dengan prevalensi sekitar 3 - 5%. Sekitar 90% kasus
disebabkan karena mutasi pada faktor V Leiden. Perempuan dengan abortus
habitualis sekitar 20% mengalami APCR. Dilaporkan bahwa
Hyperhomocysteinaemia juga berhubungan dengan abortus berulang, dengatt
prevalensi sekitar 12 - 21%. Merupakan keadaan dengan peningkatan kadar
hlmosiitein darah yang dihubungkan dengan trombosis dan penyakit vaskuler
prematur, juga dapat disebabkan kekurangan asam folat.
g. Faktor Alloimun
Penelitian terhadap kemungkinan dasar imunologi pada abortus berulang
telah diteliti berdasarkan hipotesis bahwa terdapat kegagalan dari respons
imun protektif atau ekspresi dari relatil antigen non-imungenik oleh
sitotofoblas menyebabkan terjadinya reaksi penolakan terhadap allograf janin.
IHal tersebut dihubungkan dengan peningkatan. Human leukocyte antigens
(HLA) yang dicurigai merupakan faktor predisposisi terjadinya abortus
habitualis.
PENATALAKSANAAN ABORTUS HABITUALIS
Cunningham FG dan kawan-kawan, The American College of Obstetricians
and Gynecologists (2001) melaporkan bahwa hanya 2 jenis pemeriksaan yang
perlu dilakukan untuk abortus habitualis, yaitu analisis sitogenetik parental dan
lupus antikoagulan dan antibodi antikardiolipin.
Pemeriksaan kariotipe sebaiknya dilakukan terhadap pasangan yang
mengalami abortus berulang untuk merencanakan kehamilan berikutnya.
Sebaiknya Pasangan yang mengalami haftesebut dirujuk ke ahli genetik dan
dianjurkan untuk meiakukan pemeriksaan prenatal untuk kehamilan berikutnya.
Walaupun hasil pemeriksaan kariotipe menunjukkan hasil yang normal, tidak
selamanya menyingkirkan adanya kelainan genetik sebagai penyebab abortus.
Perempuan dengan persisten lupus antikoagulan dan antikardiolipin antibodi
dapat diobati dengan low-dosis aspirin dan heparin selama kehamilan berikutnya.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk menilai adanya ovarium polikistik dan
kelainan pada uterus. Serklase serviks dianjurkan dilakukan pada usia kehamilan
14 - 16 minggu pada kasus inkompetensi serviks, dapat menurunkan insiden
persalinan prematur dan meningkatkan angka harapan hidup janin.
Gangguan tiroid mudah diidentifikasi dan diobati dan sebaiknya disingkirkan
melalui pemeriksaan TSH. Evaluasi kadar glukosa dan hemoglobin AIC
diindikasikan untuk perempuan yang diketahui atau dicurigai menderita diabetes
mellitus. Risiko abortus habitualis yang meningkat pada perempuan dengan
sindroma polikistik ovarium dapat dikurangi dengan pemberian metformin.
Pemeriksaan serologis secara nrtin, kultur servikal, dan biopsi endometrium
untuk mendeteksi adanya infeksi pada perempuan dengan riwayat abortus
habitualis tidak dianjurkan. Evaluasi terbatas pada perempuan yang secara klinis
menderita servisitis, bakterial vaginosis kronik atau berulang, atau adanya keluhan
infeksi panggul.
Dengan pengecualian perempuan yang mengalami gangguan antifosfolipid
antibodi atau serviks inkompeten, sekitar 70 - 75% perempuan dengan abortus
habitualis dapat berhasil hamil pada kehamilan berikutnya tanpa mendapatkan
pengobatan tertentu. (sarwono biru)
2.9 Penatalaksanaan
a. Abortus Iminens
 Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
 Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot rahim.
 Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati.
 Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
 Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
 Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.
b. Abortus Insipiens
 Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan
transfusi darah.
 Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam
abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin
0,5 mg intramuskular.
 Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi
uterus sampai terjadi abortus komplet.
 Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara digital yang dapat disusul dengan kerokan.
 Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
c. Abortus Komplit
 Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi
darah.
 Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
 Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral.
d. Abortus Inkomplit
 Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.
 Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan ergometrin
0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
 Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
e. Missed Abortion
 Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau fibrinogen.
 Pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan
dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu
dengan kuret tajam.
 Pada kehamilan lebih dari 12 minggu. Infus intravena oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai dengan 20 tetes per menit dan naikkan
dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 10 IU
dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat
satu hari.
 Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi
dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding
perut.
f. Abortus Habitualis
 Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sehat, istirahat yang
cukup, larangan koitus, dan olah raga.
 Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
 Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: Shirodkar atau Mac
Donald (cervical cerclage).
g. Abortus Infeksious
 Tingkatkan asupan cairan.
 Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.
 Penanggulangan infeksi:
o Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta.
o Chloromycetin 4 x 500 mg.
o Cephalosporin 3 x 1.
o Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
 Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran sisa-sisa abortus
mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrosis yang bertindak
sebagai medium perkembangbiakan bagi jasad renik.
 Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih tinggi
misalnya Sulbenicillin 3 x 2 gram.
 Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H2O2, dan
histerektomi total secepatnya. Pernoll ML. Handbook of Obstetrics &
Gynecology Tenth Edition. McGraw-Hill. 2001;295.

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi, dan
syok. a. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. b. Perforasi Perforasi
uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiporetrofleksi.
Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda
bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus
yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan
uterus biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi. c. Infeksi Infeksi dalam uterus atau
sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus
inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa
memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah
peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok. d. Syok Syok
pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat
(syok endoseptik). Pernoll ML. Handbook of Obstetrics & Gynecology Tenth Edition.
McGraw-Hill. 2001;295.

2.11 Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi abortus sebelumnya.
Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren
mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita abortus dengan etiologi
yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77
% angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5
sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih abortus yang tidak jelas.
2.12 Pencegahan
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. EA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun 8 bulan
Agama : Islam
Alamat : Salo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Menikah : Menikah
No.RM : 036632
Tanggal Masuk : 08 Juli 2022
Masuk RS Melalui : Poliklinik

3.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama : Flek-Flek dari jalan lahir
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. EA 30 tahun 8 bulan G5P3A1H3 datang ke Poliklinik Kebidanan
RSUD Bangkinang untuk kontrol post rawatan pada tanggal 28 Juni 2022 dengan
keluhan keluar flek-flek dari jalan lahir berwarna kecoklatan. tidak ada tampak
keluar daging atau segumpal darah. Nyeri ari-ari menjalar sampai ke pinggang (+).
tidak dijumpai perdarahan saat koitus. Riwayat keputihan tidak ada. Riwayat
trauma disangkal.
c. Riwayat Pengobatan
Pasien dirawat di RSUD Bangkinang selama 2 hari dengan keluhan yang
sama.
d. Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menarche pada usia 14 tahun, haid setiap bulan lancar,
lama 6-7 hari, dalam satu hari ganti pembalut 2 kali Nyeri sewaktu menstruasi (-),
pasien belum menapouse. HPHT 29-04-2022
e. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
pasien menggunakan KB pil selama kurang lebih 10 tahun
f. Riwayat Perkawinan dan Kehamilan
Pasien menikah 3 kali. usia pertama kali menikah 18 tahun
Anak:
N Tgl/ Usia Tempa Penyuli Jenis Penolon JK/ Ket.
O Tahun Kehamila t t Tindaka g KB Anak
n n
1 2010 Aterm Bidan - Spontan Bidan PR/ Hidup
3,3
2 2016 Postdate RSIA - Spontan Dokter PR/ Hidup
2,7
3 2020 Aterm RSIA - SC Dokter PR/ Hidup
2,6
4 2021 2 Bulan - - - - Abortu
s
5 Sekarang

g. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada tahun 2021 pasien pernah mengalami keluhan yang sama saat kehamilan
ke 4 dengan usia kehamilan 2 bulan, dan akhirnya kehamilan tidak bisa di
pertahankan. DM (-), HT (-), cholesterol (-)
h. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit sakit yang sama.
i. Riwayat Kebiasaan
Pasien jarang mengkonsumsi sayur dan buah, pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga, pasien mengatakan tidak pernah olahraga. rokok (-), alkohol (-)
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Tanda Vital
Dilakukan pada tanggal 28 Juni 2022
- KU : Tampak Sakit ringan               
- Kesadaran : Composmentis, GCS (E4V5M6)
- Tekanan Darah : 122/64 mmHg    
- Nadi : 75 x/menit
- Nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5 oC
- BB : 48 kg
- TB : 155 cm
- Status gizi (BB/TB2) : 20 (Normal)
b. Pemeriksaan fisik Diagnostik
 Kepala
- Normocephali
- CA (-/-)
- SI (-/-)
- Sianosis (-)
- Pupil (isokor)
 Leher
- Inspeksi : simetris, tidak ada tanda-tanda radang
- Palpasi : tidak ada pembesaran KGB
- Pemeriksaan Trakea : deviasi (-)
- Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : tidak ada pembesaran
- Pemeriksaan JVP : 5 ± 2 cmH2O
 Thorak
Pulmo :
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris,
retraksi ics (-), massa (-), pelebaran sela iga (-), penggunaan otot
bantu nafas (-).
- Palpasi : Fremitus normal kiri dam kanan, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonorpada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-).
Cor :
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi :
o Batas jantung kanan, atas : ICS II linea parasternalis dextra,
bawah : ICS III-IV linea parasternalis dextra.
o Batas jantung kiri, atas : ICS II linea parasternalis sinistra, bawah
: ICS V linea axilaris anterior sinistra
- Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
- Inspeksi : Permukaan dinding datar, warna kulit tampak sama
dengan daerah sekitar, distensi (-)
- Auskultasi : BU (+) 25x/menit
- Perkusi : Tympani pada semua lapang abdomen
- Palpasi : nyeri tekan (+), defence muscular (-), nyeri
tekan epigastrium (-), permukaan tegang pada regio abdomen bawah ,
supel (+)
- Pemeriksaan ginjal : tidak teraba
- Pemeriksaan Nyeri CVA : tidak ada nyeri CVA
- Pemeriksaan hepar : tidak ada pembesaran
- Pemeriksaan lien : tidak ada pembesaran
- Pemeriksaan asites : shifting dullness (-)
 Ekstremitas
- Ektremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2 detik.
- Ektremitas bawah: akral hangat (+/+), edema (-/+), CRT < 2 detik.
5 5

5 5

c. Pemeriksaan Ginekologi
Tanggal 28 Juni 2022
- Inspekulo : Tampak darah merembes dari jalan lahir
- VT : Pembukaan (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


- USG 8 Juli 2022
USG Kesan
Fetal Echo () ?

GS (+) intrauterine

Vaskularisasi sekitar GS minimal

Gambar 1. USG
- Pemeriksaan Laboratorium:
Tabel . Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 28 Juni 2022
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Golongan Darah O Rh (+) -

Darah Lengkap

Hemoglobin 12,4 gr % 13-18

Lekosit 4,1x103 mm3 5-11

Hematokrit 36,5 % 37-47

Trombosit 160x103 mm3 150-450

Faal Hemostatik

BT (Masa Perdarahan) 2,00 menit <5

Masa Pembekuan (CT) 10,00 menit <15

Diabetes

Glukosa Darah (Stick) 82 mg/dl 70-140

Urinalisa

Plano Test Positif -

3.5 Resume Pemeriksaan


Pasien G5P3A1H3 datang ke Poliklinik Kebidanan RSUD Bangkinang untuk
kontrol post rawatan pada tanggal 28 Juni 2022 dengan keluhan keluar flek-flek dari
jalan lahir berwarna kecoklatan. tidak ada tampak keluar daging atau segumpal darah.
nyeri ari-ari menjalar sampai ke pinggang (+). Riwayat keputihan tidak ada. Riwayat
trauma disangkal. HPHT 29-04-2022. KB pil selama kurang lebih 10 tahun. Inspekulo
tampak darah merembes dari jalan lahir, pada VT pembukaan (-), USG : fetal echo ,
GS (+) intrauterine, Vaskularisasi GS minimal.
3.6 Diagnosis
Diagnosis Banding :
- Molahidatidosa
- KET
Diagnosis Kerja :
- G5P3A1H3 Gravid 6-7 Minggu + Suspek Missed Abortion
3.7 Planning
Terapi Medikamentosa
- Asam Folat 1 x 1000 mcg
- Progesterone 1 x 200 mg
Rencana Tindakan
- Pasien diminta untuk kontrol pada tanggal 27 Juli 2022 untuk menentukan tindakan
selanjutnya namun pasien tidak datang kontrol pada tanggal yang telah ditentukan.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan. Sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya
abortus dan menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan
yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan
tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan
memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Diagnosis abortus dapat diketahui dari
anamnesis bila didapatkan keluar perdarahan dari jalan lahir baik bersifat akut maupun
kronik. Namun untuk mengetahui penyebab dan jenis abortus perlu dilakukan rangkaian
pemeriksaan yang lengkap dan teliti yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.

Anda mungkin juga menyukai