Anda di halaman 1dari 24

Refarat

MIOMA UTERI

Oleh:

Ayuni Fatricia

2111901004

Pembimbing:

dr. Rendra Saputra, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN RSUD KOTA

DUMAI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan refarat yang berjudul “Mioma Uteri”. Shalawat beriringkan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya yang telah
membawa umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.

Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah


membimbing sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan tugas refarat ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan refarat
ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
masukan dari pembimbing ataupun dari rekan mahasiswa/i untuk kesempurnaan
pembuatan referat ini.

Dumai, Juli 2022

Ayuni fatricia
2111901004

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
A. Definisi..........................................................................................................5
B. Epidemiologi.................................................................................................5
C. Klasifikasi.....................................................................................................5
D. Etiopatogenesis.............................................................................................7
E. Patofisiologi & Manifestasi Klinis..............................................................13
F. Penegakan Diagnosis..................................................................................18
G. Tatalaksana..................................................................................................19
H. Prognosis.....................................................................................................21
I. Komplikasi..................................................................................................22
BAB IV PENUTUP..............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang berasal
dari otot polos rahim. Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik, kemudian
berkembang akibat induksi hormon estrogen dan progesteron. Mengingat sifat
pertumbuhannya dipengaruhi hormonal, tumor ini jarang mengenai usia
prapubertas serta progresivitasnya akan menurun pada masa menopause.
Leiomioma uteri merupakan jenis tumor jinak yang dapat menyerang segala usia.
Sebagian kasus asimptomatis sehingga sering didapati secara tidak sengaja saat ke
dokter karena keluhan lain. Gejala paling sering adalah perdarahan vagina. Tumor
ini sering menjadi penyebab subfertilitas wanita dan pada kehamilan dapat
menyebabkan abortus dan prematuritas.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak padat atau yang disebut fibroid uterus,
yang struktur utamanya adalah otot polos rahim dan jaringan ikat yang menopang
disekitarnya.1 Dengan etiologinya yang sampai saat ini belum diketahui dan
banyak terjadi pada usia produktif.2

B. Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 50-70% perempuan di usia produktif. Insidennya
lebih banyak terjadi pada 3-9 kali pada ras kulit berwarna dibandingkan kulit
putih.2 Insidennya dalam kehamilan sekitar 2%.3

C. Klasifikasi
Mioma telah diklasifikasikan menurut lokasinya dalam korpus uteri.
Diantaranya yaitu:1,2
 Mioma uteri Subserosa
Apabila letaknya di bawah jaringan serosa dan apabila ≥50% tumor
menonjol ke luar dari permukaan serosa dan menjauhi korpus uteri.
 Mioma Uteri Intramural
Apabila penonjolan kurang dari 50% dan fibroid berada di dalam
miometrium.
 Mioma Uteri Submukosa
Berada di submukosa dan dekat rongga endometrium. Fibroid dari
miometrium hingga ke endometrium dan menonjol kearah kavum uteri.
Mioma submukosa berhubungan dengan periode menstruasi yang berat
dan berkepanjangan dan tingkat keguguran yang meningkat. (medscape)
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
menonjol melalui saluran serviks (OUI) (disebut sebagai myom geburt).
Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma uteri intraligamenter.

5
6
D. Etiopatogenesis
Hingga saat ini, etiologi pasti penyebab timbulnya mioma belum diketahui
secara pasti, namun terdapat banyak faktor yang berperan dalam pertumbuhan
mioma uterine, faktor yang terpenting diantaranya adalah estrogen, progesteron,
dan faktor pertumbuhan.2
 Estrogen
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan dalam terjadinya mioma
uteri. Hipotesis ini didukung dengan banyak kejadian mioma uteri pada
masa reproduksi dan prevalensinya menurun saat menopause. (andrea)
Ichimura mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi
pertumbuhan mioma karena terdapat peningkatan insiden pada saat setelah
menarche. Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini akan membesar, dan
menurun setelah menopause. Pukka dkk melaporkan bahwa jaringan
mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen jika
dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri
bervariasi pada setiap individu, bahkan di antara nodul mioma pada uterus
yang sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan
reseptor progesteron. Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis
mioma uteri dengan teori cell nest atau genitoblas. Pendapat ini lebih
lanjut diperkuat oleh hasil peneiitian Miller dan Lipschutz yang
mengatakan bahwa terjadinya mioma uteri bergantung pada sel-sel otot
imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang
terus-menerus oleh estrogen.1
Mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor estrogen di bagian
dalam miometrium bertambah signifikan. Sebagai kompensasi, kadar
estrogen menjadi meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi. Enzim
ini membantu proses aromatisasi androgen menjadi estrogen. Estrogen
akan meningkatkan proliferasi sel dengan cara menghambat jalur
apoptosis, serta merangsang produksi sitokin dan platelet derived growth
factor (PDGF) dan epidermal growth factor (EGF). Estrogen juga akan
merangsang terbentuknya reseptor progesteron terutama di bagian luar
miometrium.4

7
 Progesteron
Progesteron memproduksi dan memainkan peranan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri. Maruo et al menunjukkan
bahwa Bcl-2 (Beta cell lymphoma-2) proto-onkogen, gen seluler yang
unik, memiliki kemampuan untuk memblok jalur apoptosis sel (kematian
sel), gen yang terdapat pada kultur jaringan mioma. Bcl-2 banyak
diekspresikan pada mioma yang diperoleh pada fase sekretori siklus
menstruasi dibandingkan dengan fase proliferasi di mana kadar
progesteron meningkat. mRNA reseptor progesteron diekspresikan secara
berlebihan pada mioma uteri dibandingkan dengan miometrium normal
yang berdekatan. Kelimpahan protein Bcl-2 yang lebih besar dalam sel
leiomioma yang dikultur in vitro mungkin bertanggung jawab atas
pertumbuhan mioma dengan mencegah kematian sel apoptosis.2
Stimulasi reseptor progesteron oleh estrogen, faktor pertumbuhan
epidermal dan insulin like growth factor-1 (IGF-1) tampaknya
berkontribusi pada pertumbuhan mioma, dan peningkatan aktivitas mitosis
pada fase sekretori menunjukkan bahwa pertumbuhan mioma dipengaruhi
oleh progesteron. Progesteron menginduksi up-regulasi antigen proliferasi
nuklear sel Ki-67, yang meningkat pada jaringan mioma.2

 Growth Factors (Faktor Pertumbuhan)


Dari sekian banyak faktor pertumbuhan yang berperan dalam
pertumbuhan mioma melalui kerja sinergis dengan estrogen dan

8
progesteron, ada tiga yang perlu disebutkan: faktor pertumbuhan epidermal
(Epidermal Growth Factor/EGF), faktor pertumbuhan endotel vaskular
(Vaskular Endothelial Growth-Factor/VEG-F) dan faktor pertumbuhan
seperti insulin (Insulin-Like Growth Faktor II/IGF I-II). Juga matriks
ekstraseluler (Extracelullar Matrix), reservoir faktor pertumbuhan yang
dapat mendorong pertumbuhan leiomioma, merupakan faktor penting
untuk dipertimbangkan. Semua bertanggung jawab dalam pertumbuhan
dan perkembangan mioma.2
Faktor Pertumbuhan Epidermal (EGF) meningkatkan sintesis DNA
dalam sel mioma. Insulin-like Growth Factors meningkatkan proliferasi sel
pada mioma dengan aktivasi jalur Mitogen Aktivated Protein Kinase
(MAPK) yang terlibat dalam proliferasi sel mioma. Ini juga mengatur
ekspresi proliferasi Bcl-2 dalam sel mioma. VEG-F mempromosikan
angiogenesis pada mioma. Selain itu, masa menstruasi merupakan proses
inflamasi ringan yang ditandai dengan hipoksia dan kerusakan pembuluh
darah yang dikompensasi tubuh berupa pelepasan zat vasokonstriksi.
Proses peradangan yang berulang kali setiap siklus haid akan memicu
percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler yang merangsang proliferasi
sel. (journal) Akhirnya, matriks ekstraseluler terdiri dari kolagen,
fibronektin dan proteoglikan, semuanya terlibat dalam remodeling dan
pertumbuhan mioma. Terdapat 50% lebih banyak komponen matriks
ekstraseluler pada mioma dibandingkan pada miometrium normal. Semua
faktor ini memainkan peran penting bersama steroid seks (hormon seks)
dalam perkembangan mioma.2

9
 Sitogenetik
Empat puluh persen (40%) wanita yang terkena penyakit mioma uteri
memiliki kelainan sitogenetik terutama terdiri dari penataan ulang di C-
12q14-q15, C-6p21 dan C-10q, penghapusan di C-7q [7q22] dan C-3,
penyimpangan struktural di C-6, dan translokasi di C-12. Sekitar 50%
mioma menunjukkan kelainan klonal yang melibatkan kromosom 1,7,12,
dan translokasi (12;14). Urutan seluruh genom mioma juga menunjukkan
fragmentasi dan penataan ulang acak yang sering mirip dengan fenomena
chromothripsis yang terlihat pada tumor ganas.2

 Mioma pada lapisan miometrium dan vaskularisasinya


Secara anatomis, miometrium uteri terlihat seragam, sebenarnya
terdapat dua zona yang berbeda, hal ini telah dijelaskan oleh Brosens et al.,
yang menunjukkan bahwa junctional atau zona miometrium dalam (inner
miometrium) dan zona miometrium luar adalah dua zona yang berbeda,
dengan patofisiologi yang berbeda. Mioma yang berasal masing-masing
dari dua zona ini merespon secara berbeda terhadap hormon ovarium dan
miometrium inang di sekitarnya dalam abnormalitas biokimianya dengan
peningkatan konsentrasi seluler reseptor estrogen, dibandingkan dengan
miometrium normal. Miometrium junctional (inner miometrium) meniru
endometrium dalam responnya terhadap estrogen dan progesteron dan
kontraksi aktif terjadi pada miometrium junctional sepanjang siklus
menstruasi berbeda dengan miometrium luar.2
Mioma submukosa memiliki aberasi kariotipik yang lebih sedikit
daripada mioma miometrium luar dan mioma abnormal kariotipik
tampaknya kurang bergantung pada hormon dibandingkan mioma tanpa
penataan ulang kromosom. Juga, terapi analog GnRH lebih efektif dalam

10
pengurangan ukuran mioma submukosa daripada mioma lapisan luar
miometrium. Visualisasi arteri pada mioma submukosa dengan
ultrasonografi Doppler lebih nyata (85%) dibandingkan pada mioma
intramural (42%). Perbedaan ini merupakan faktor penting untuk
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan reproduksi dan simtomatologi.2
Mioma uteri merupakan tumor parasit yang meminjam vaskularisasi
dari miometrium sekitarnya atau struktur lain yang berdekatan, jika
terdapat miom, mereka dapat mengganggu jaringan yang menyertai
vaskularisasi miometrium normal. Jaringan ini berasal dari arteri uterina
meluas ke arteri arkuata dan radial dan melintasi miometrium untuk
mencapai arteri lurus dan spiral yang memberi makan endometrium.
Gangguan pada setiap tingkat jaringan pembuluh darah ini akan
mengakibatkan pembengkakan vena, dilatasi dan kongesti yang akan
mengganggu endometrium, menghasilkan perdarahan abnormal dan
mengganggu fungsi normal dan daya penerimaan (implantasi).2
Dengan kemajuan dalam ultrasonografi, histero-sonografi,
ultrasonografi 3D dan teknologi aliran Doppler, lokasi dan vaskularisasi
mioma yang tepat dapat ditentukan dan dipetakan secara akurat untuk
memperoleh informasi tentang lokasi, jumlah, dan ukuran. Selain itu,
modalitas ini menggambarkan hubungan mioma dengan endometrium dan
rongga rahim, terutama dalam menentukan persentase invasi pada dinding
uterus dari mioma submukosa dan kedekatannya dengan permukaan serosa
uterus.2

11
12
E. Patofisiologi & Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering terkait dengan mioma adalah; perdarahan uterus
abnormal, infertilitas, keguguran, dan nyeri panggul. Pengaruh mioma uteri pada
kehamilan dan persalinan mungkin mengakibatkan hal-hal sebagai berikut; (1)
Mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil, terutama pada mioma uteri
submukosum. (2) Kemungkinan abortus bertambah. (3) Kelainan letak janin
dalam rahim, rerutama pada mioma yang besar dan letak subserosum. (4)
Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks. (5)
Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam
dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma. (6) Mempersulit lepasnya
plasenta, terurama pada mioma yang submukosum dan intramural.1

Sebaliknya, kehamilan dan persalinan dapat mempengaruhi mioma uteri


menjadi; (1) Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan
edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal.
Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak benambah besar lagi. (2) Tumor menjadi
lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan

13
mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan
dan nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. (3) Tumor tampak merah
(degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasi karnosa).
Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disenai gejala-gejala
rangsangan peritoneum dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini
peradangan bersifat suci hama (steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi
dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-
perubahan sirkulasi yang dialami oleh perempuan setelah bayi lahir. (4)
Mioma uteri subserosum yang benangkai dapat mengalami puuran tangkai
akibat desakan utems yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan
gangguan sirkulasi dan nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik nyeri
perut mendadak (acute abdomen).1

Degenerasi merah (Red Degeneration)


Ini terutama terjadi pada fibroid besar selama paruh kedua kehamilan atau
masa nifas. Penyebabnya tidak diketahui tetapi sebenarnya adalah infark
hemoragik. Penampakan tumor menunjukkan area merah gelap dengan potongan
yang memperlihatkan tampilan daging sapi mentah yang sering

14
mengandung ruang kistik. Baunya sering amis. Warna ini disebabkan oleh
adanya hemolisis sel darah merah dan hemoglobin. Secara mikroskopis, ada
bukti nekrosis. Pembuluh darah mengalami trombosis, tetapi ekstravasasi
darah tidak mungkin terjadi.5

Gambaran klinis: (1) Onset akut nyeri fokal di atas tumor; (2) Malaise atau
bahkan kenaikan suhu; (3) Lidah kering atau berbulu; (4) Denyut nadi cepat; (5)
Sembelit; (6) Kelembutan dan kekakuan di atas tumor; (7) Hitung darah
menunjukkan leukositosis. Diagnosis bingung dengan apendisitis akut atau tumor
ovarium bengkok.5

 Perdarahan Uterus Abnormal


Sekitar 30% dari pasien mioma uteri datang dengan perdarahan
uterus abnormal, terutama mioma submukosa dimana perdarahan bisa
menjadi parah. Banyak teori telah diajukan untuk menjelaskan
patofisiologi gejala ini termasuk koeksistensi terkait anovulasi, perubahan
kontraktilitas uterus, kompresi pleksus vena di miometrium yang
berdekatan, peningkatan permukaan endometrium hingga lebih dari 15
cm2, erosi permukaan mioma submukosa, dan ketidakmampuan
endometrium dan miometrium di sekitarnya untuk menghasilkan
hemostasis. Namun, tidak satu pun dari faktor-faktor ini yang dapat
menjelaskan perdarahan abnormal secara memuaskan dan mungkin
semuanya memainkan peran sinergis.2

15
 Infertilitas
Dalam tinjauan literatur yang luas dan komprehensif, Pritts
menunjukkan bahwa infertilitas hanya dapat disebabkan oleh mioma
submukosa dan jarang oleh mioma subserosa atau intramural kecuali jenis
yang terakhir ini secara signifikan mendistorsi atau menimpa rongga
rahim. Mioma subserosa dan intramural mungkin hanya terjadi secara
kebetulan dengan infertilitas, karena tidak ada bukti objektif dalam efek
kausalnya yang telah ditunjukkan dalam penelitian prospektif acak.
Namun, mioma submukosa dapat mengganggu kesuburan dan kesuburan
kembali pulih setelah pengobatan. Terdapat bukti bahwa mioma
submukosa tidak hanya menghasilkan iritasi lokal dan gangguan
lingkungan intrauterin untuk implantasi tetapi juga secara global
mengurangi penerimaan (nidasi) endometrium intrauterin dengan
mengganggu penanda molekuler tertentu dari penerimaan endometrium
seperti ekspresi gen HOXA 10 dan HOXA 11, Leukimia Inhibitor
Factor/LIF (faktor penghambat leukemia) dan Bacic Transcriptional
Binding Protein-1/BTEB1 (protein pengikat transkripsi dasar 1).
Menariknya, ketika sel-sel endometrium dikultur dengan cairan dari
hidrosalping, penanda molekuler ini ditekan/menurun dan menjadi normal
ketika hidrosalping dikeluarkan. Jadi, ini menunjukkan bahwa tidak hanya
kehadiran mioma di rongga rahim yang berdampak pada penerimaan
(nidasi) endometrium, tetapi juga tumor ini memiliki efek global yang
merusak pada penanda molekuler penerimaan endometrium.2
 Abortus spontan
Mioma uteri dapat mengganggu perkembangan kehamilan yang
sudah mapan yang mengakibatkan aborsi spontan dini. Beberapa faktor
mungkin bertanggung jawab untuk kejadian ini seperti iritabilitas dan
kontraktilitas uterus, defisiensi oksitosinase atau cystyl aminopeptidase
dan distorsi suplai darah yang memadai yang mengganggu nutrisi janin
dan perkembangan normal. Sekitar 40% wanita yang menderita mioma
mungkin mengalami aborsi spontan dan persentase ini berkurang
setengahnya setelah miomektomi.2
16
 Nyeri panggul
Karena nyeri panggul mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
yang tidak berhubungan dengan mioma, seperti penyakit adhesif adneksa,
endometriosis, neoplasma ovarium, dan adenomiosis, penting untuk
menyingkirkan faktor-faktor tersebut sebelum menghubungkan nyeri
dengan kehadiran mioma. Rasa sakit mungkin berhubungan langsung
dengan ukuran dan lokasi mioma, oleh karena itu pemetaan mioma dan
lokasinya yang teliti dengan ultrasonografi, dan bahkan pencitraan
resonansi magnetik bila diperlukan, penting untuk mengevaluasi tumor
secara akurat. Tekanan terhadap struktur lain di sekitarnya dapat
menyebabkan nyeri karena mioma yang besar dan dapat menekan kandung
kemih, ureter, dan kolon bagian rekto-sigmoid. Juga, degenerasi mioma
atau torsi dapat terjadi dan menyebabkan rasa sakit yang biasanya hilang
dengan operasi pengangkatan miom.2
 Pada kehamilan: Itu tergantung pada lokasi mioma. (1) Mungkin tidak ada;
(2) Gejala tekanan akibat impaksi — (a) kandung kemih—retensi urin dan (b)
rektum—sembelit; (3) Aborsi; (4) Malpresentasi; (5) non-engagement dari bagian
presentasi; (6) Persalinan prematur dan prematuritas; (7) degenerasi merah; (8)
Solusio plasenta.5
 Pada persalinan: (1) Mungkin tidak berpengaruh; (2) inersia uteri; (3)
Distosia karena: (a) fibroid serviks atau ligamen lebar dan (b) fibroid tidak
tertarik ke atas bagian presentasi selama persalinan; (4) Persalinan
terhambat; (5) Perdarahan postpartum disebabkan oleh atonisitas atau
karena perlekatan plasenta yang tidak sehat; (6) kesulitan saat melakukan
operasi caesar.5

17
 Pada puerperium: (1) Subinvolusi; (2) Sepsis sering terjadi ketika plasenta
ditanamkan di atas lokasi mioma yang merupakan tipe submukosa atau
intramural; (3) PPH Sekunder; (4) Pembalikan rahim; (5) Lochiometra dan
pyometra.

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Dysmenorrhea, Nyeri Panggul, sensasi perut penuh-cepat kenyang,
Dyspareunia, inkontinesia urine/kesulitan berkemih, konstipasi, riwayat
infertilitas atau abortus5
2. Pemeriksaan fisik
 KU: Tampak Sakit Sedang
 Konjungtiva anemis
 Pembesaran abdomen
 Menorrhagia
 Pembesaran uterus pada palpasi bimanual (hilar konar)
3. Pemeriksaan penunjang
Dengan berkembangnya ulrasonografi, baik abdominal maupun
transvaginal, diagnosis mioma sangat dipermudah. MRI (magnetic

18
resonance imaging) juga dapat dipergunakan dalam kehamilan karena MRI
tidak memakai radiasi ionisasi. Diagnosis mioma uteri dalam kehamilan
biasanya tidak sulit walaupun kadang-kadang terdapat kesalahan.
Terutama kehamilan kembar, neoplasma ovarium, dan uterus didelfis
dapat menyesatkan diagnosis. Dalam persalinan mioma lebih menonjol
sewaktu ada his sehingga mudah dikenal. Mioma yang lunak dan tidak
menyebabkan kelainan bentuk uterus sangat sulit untuk dibedakan dari
uterus gravidus. Bahkan, pada laparotomi waktu perut terbuka, kadang-
kadang tidak mungkin untuk dibuat diagnosis yang tepat.1

G. Tatalaksana
Penatalaksaaan mioma uteri atau tumor jinak otot rahim mencakup observasi,
medikamentosa, atau pembedahan.4
 Observasi
Observasi dilakukan jika pasien tidak mengeluh gejala apapun karena
diharapkan saat menopause, volume tumor akan mengecil.

19
 Medikamentosa
Diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor,
dan sebagai prosedur pre-operatif
 Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Mekanisme kerjanya adalah melalui down regulation reseptor GnRH,
sehingga terjadi penurunan produksi FSH dan LH yang akan
menurunkan produksi estrogen. Obat ini direkomendasikan pada
mioma jenis submukosa. Durasi pemberian yang dianjurkan adalah
selama 3-6 bulan; pemberian jangka panjang >6 bulan harus
dikombinasi dengan progesteron dengan atau tanpa estrogen. Pada
pemberian awal bisa terjadi perburukan keluhan akibat efek samping
obat. Analog GnRH juga dapat digunakan pre-operatif selama 3-4
bulan sebelum pembedahan.
 Preparat Progesteron
Preparat progesteron antara lain antagonis progesteron atau selective
progesterone receptor modulator (SPRM). Suatu studi prospektif acak
menyimpulkan bahwa pemberian mifepristone 25 mg sehari selama 3
bulan akan menurunkan ukuran tumor sebesar 40%. Ukuran tumor
menurun jauh lebih besar, sebesar 50%, pada pemberian ulipristal 10
mg dengan durasi pengobatan yang sama. Berdasarkan
farmakodinamikanya, golongan obat ini juga digunakan pre-operatif.
Kemudian, setelah 2-4 siklus pengobatan dianjurkan menggunakan
levonorgestrel-intrauterine devices (LNG IUS) untuk mencegah
relaps.8 IUD jenis ini juga direkomendasikan sebagai terapi mioma
intramural.
 Aromatase inhibitor
Terbagi dua jenis, yaitu aromatase inhibitor kompetitif yakni
anastrazole dan letrozole, dan senyawa inaktivator yakni exemestane.
Kerja keduanya hampir sama yakni menghambat proses aromatisasi
yang merupakan dasar patogenesis mioma. Kelebihan obat ini adalah
tidak ada efek tromboemboli yang dapat menjadi kausa mortalitas.

20
 Asam Traneksamat
Asam traneksamat berfungsi membantu mengatasi perdarahan. Durasi
pemberian adalah selama 3-4 hari dalam sebulan dengan dosis 500mg.
 NSAID
Golongan NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri.

 Pembedahan
Jenis pembedahan mencakup histerektomi dan miomektomi. Pilihan
operasi disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasien.
 Histerektomi
Direkomendasikan untuk pasien berusia di atas 40 tahun dan tidak
berencana memiliki anak lagi. Histerektomi dapat dilakukan dengan
metode laparotomi, mini laparotomi, dan laparoskopi. Histerektomi
vagina lebih dipilih karena komplikasi lebih rendah serta durasi
hospitalisasi lebih singkat.
 Miomektomi
Miomektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan
fertility sparing. Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini
laparotomi, laparoskopi, dan histeroskopi. Teknik laparotomi dan mini
laparotomi adalah tindakan yang paling sering dilakukan, sedangkan
laparoskopi paling jarang dilakukan karena lebih sulit. Histeroskopi
direkomendasikan pada mioma submukosa dengan ukuran tumor
<3cm yang 50% nya berada dalam rongga rahim dan pada mioma
multipel. Akan tetapi, komplikasi perdarahan pada teknik ini lebih
besar dibandingkan histerektomi.

H. Prognosis
Potensi keganasan mioma uteri sangat rendah tetapi dapat kambuh walau telah
dilakukan miomektomi. Mioma dapat menyebabkan infertilitas dan jika terjadi

21
bersamaan dengan kehamilan umumnya meningkatkan risiko persalinan
sectio casesaria.4
Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil
dalam 6 bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma simptomatis
sebagian besar berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi rekurensi dapat
terjadi pada 15- 33% pasca-tindakan miomektomi. Setelah 5-10 tahun, 10%
pasien akhirnya menjalani histerektomi. Pasca-embolisasi, tingkat
kekambuhan mencapai 15-33% kasus dalam 18 bulan sampai 5 tahun setelah
tindakan. Konsepsi spontan dapat terjadi pasca miomektomi atau setelah
radioterapi. Pada penelitian retrospektif, kejadian sectio caesaria meningkat
pada wanita hamil dengan mioma uteri karena kejadian malpresentasi janin,
ketuban pecah dini, prematuritas, dan kematian janin dalam kandungan.4

I. Komplikasi
Komplikasi mioma yang paling meresahkan adalah infertilitas. Berdasarkan
data di Amerika Serikat, infertilitas dapat terjadi pada 2-3% kasus mioma
uteri. Pada kehamilan, tumor akan memicu keguguran, gangguan plasenta dan
presentasi janin, prematuritas serta perdarahan pasca persalinan. Komplikasi
pembedahan meliputi perdarahan, infeksi, dan trauma pada organ sekitar.
Akibat embolisasi dapat terjadi sindrom pasca-embolisasi yang ditandai
dengan keluhan nyeri, demam, dan ekspulsi tumor dari vagina. Setelah
miolisis dapat terjadi nyeri dan perdarahan.4

22
BAB IV

PENUTUP

 Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang berasal
dari otot polos rahim.
 Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik, kemudian berkembang akibat
induksi hormon estrogen dan progesteron
 Klasifikasi mioma diantaranya; submukosa, intramural, subserosa
 Mioma seringnya asimptomatis, beberapa tanda dan gejala diantaranya adalah
Dysmenorrhea, Nyeri Panggul, sensasi perut penuh-cepat kenyang,
Dyspareunia, inkontinesia urine/kesulitan berkemih, konstipasi, riwayat
infertilitas atau abortus.
 Tatalaksana pada mioma diantaranya adalah observasi, penggunaan terapi
medikamentosa untuk mengurangi massa mioma, dan juga pembedahan.
 Mioma jarang tumbuh dan berkembang menjadi keganasan, namun pada usia
produktif sering mengalami rekurensi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta;


PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010. p891-895.
2. Tinelli A, Malvasi A. Uterine Myoma, Myomectomy and Minimally Invasive
Treatments. Switzerland; Springer International Publishing, 2015.
3. Cunningham. Williams Obstetrics. New York; Mc Graw-Hill Education,
2018. p1195-1197.
4. Lubis N Pika. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK-284/ vol. 47 no.
3 th. 2020.
5. Konar Hilalar. DC Dutta’s Text Book of Obstetrics Including Perinatology
and Contraception. New Delhi; Jaypee Brothers Medical Publisher, 2015.
p359- 360.

24

Anda mungkin juga menyukai