Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MINI C-EX

Pembimbing:

dr. Sutrisno, Sp.OG (K) Onk

Oleh:
Zunairi Nur Arifah
G4A020082

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2022
A. Mioma
1. Definisi
Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang
berasal dari otot polos rahim. Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik,
kemudian berkembang akibat induksi hormon estrogen dan progesteron.
Mengingat sifat pertumbuhannya dipengaruhi hormonal, tumor ini jarang
mengenai usia prapubertas serta progresivitasnya akan menurun pada masa
menopause (Rafael& Geraldine, 2015).
2. Patogenesis
Sejumlah faktor dihubungkan dengan kejadian mioma uteri yang
dikenal dengan nama lain leiomioma uteri, yakni: hormonal, proses
inflamasi, dan growth factor (Lubis, 2020).
a. Hormonal
Mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor estrogen di bagian
dalam miometrium bertambah signifikan. Mutasi genetik yang sering
dikaitkan adalah gen MED12 dan HMGA2. Sebagai kompensasi, kadar
estrogen menjadi meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi.
Enzim ini membantu proses aromatisasi androgen menjadi estrogen.
Estrogen akan meningkatkan proliferasi sel dengan cara menghambat
jalur apoptosis, serta merangsang produksi sitokin dan platelet derived
growth factor (PDGF) dan epidermal growth factor (EGF). Estrogen juga
akan merangsang terbentuknya reseptor progesteron terutama di bagian
luar miometrium.Progesteron mendasari terbentuknya tumor melalui
perangsangan insulin like growth factor (IGF-1), transforming growth
factor (TGF), dan EGF. Maruo, dkk. meneliti peranan progesteron yang
merangsang proto-onkogen, Bcl-2 (beta cell lymphoma-2), suatu
inhibitor apoptosis dan menemukan bukti bahwa gen ini lebih banyak
diproduksi saat fase sekretori siklus menstruasi. Siklus hormonal inilah
yang melatarbelakangi berkurangnya volume tumor pada saat menopause
(Lubis, 2020).
b. Proses Inflamasi
Masa menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai
dengan hipoksia dan kerusakan pembuluh darah yang dikompensasi
tubuh berupa pelepasan zat vasokonstriksi.2 Proses peradangan yang
berulang kali setiap siklus haid akan memicu percepatan terbentuknya
matriks ekstraseluler yang merangsang proliferasi sel.2 Obesitas yang
merupakan faktor risiko mioma ternyata juga merupakan proses
inflamasi kronis; pada penelitian in vitro, pada obesitas terjadi
peningkatan TNF-α.2 Selain TNF-α, sejumlah sitokin lain juga memiliki
peranan dalam terjadinya tumor antara lain IL1, IL-6, dan eritropoietin
(Lubis, 2020).
c. Growth Factor
Beberapa growth factor yang melandasi tumorigenesis adalah
epidermal growth factor (EGF), insulin like growth factor (IGF I-II),
transforming growth factor-B, platelet derived growth factor, acidic
fibroblast growth factor (aFGF), basic fibroblast growth factor (bFGF),
heparin-binding epidermal growth factor (HBGF), dan vascular
endothelial growth factor (VEG-F).1 Mekanisme kerjanya adalah dengan
mencetak DNA-DNA baru, induksi proses mitosis sel dan berperan
dalam angiogenesis tumor. Matriks ekstraseluler sebagai tempat
penyimpanan growth factor juga menjadi faktor pemicu mioma uteri
karena dapat mempengaruhi proliferasi sel (Lubis, 2020).
Gambar 1. Patogenesis Leiomyoma (Stewart et al., 2016).
3. Patofisiologi
Leiomyoma berbentuk bulat, dan merupakan tumor dengan struktur
kenyal. Apabila dibelah menjadi dua, maka akan tampak pola yang
melingkar. Struktur yang berbeda dari myometrium di sekitarnya,
diakibatkan lapisan jaringan ikat luar yang tipis. Struktur tersebut
memudahkan leiomyoma untuk dipisahkan dari uterus pada saat operasi
(Hoffmann et al., 2016).
Tampakan leimyoma dapat berubah apabila otot polos digantikan
dengan berbagai zat degeneratif setelah terjadinya nekrosis, proses ini
disebut sebagai degenerasi. Nekrosis dan degenerasi pada leimyoma terjadi
secara cepat diakibatkan suplai darah yang lemah pada area tersebut. Suplai
darah yang sedikit diakibatkan arteri yang kurang padat dibadingkan area
disekitarnya, hal tersebut juga nantinya akan membuat tumor rentan
mengalami hipoperfusi dan iskemi. Nyeri akut juga biasanya terjadi pada
saat proses degenerasi (Hoffmann et al., 2016).
Pada myoma sering ditemukan terjadinya perdarahan uterus, hal
tersebut dikarenakan disregulasi dari growth factor vasoaktif lokal yang
menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Pada saat menstruasi, pembuluh darah
yang melebar ini akan mengalami perdarahan dan mengganggu mekanis
homeostatik yang biasa terjadi (Hoffmann et al., 2016).
Ukuran uterus yang membesar akan menyebabkan terjadinya tekanan
kronis, sehingga terjadilah frekuensi berkemih, inkontinensia atau
konstipasi. Bila meluas secara lateral makan akan terjadi penekanan ureter
yang mampu menimbulkan hidronefrosis (Hoffmann et al., 2016).
Infertilitas merupakan manifestasi klinis yang juga sering ditemukan.
Pada myoma infertilitas diakibatkan oleh oklusi ostium tuba dan gangguan
kontraksi uterus yang seharusnya menggerakan sperma dan ovum agar
terjadi fertilisasi. Perubahan bentuk pada kavum uteri juga akan
mengganggu proses implantasi dan transportasi sperma. Hal penting lainnya
adalah adanya peradangan pada endometrium dan perubahan vaskuler yang
mempersulit terjadinya implantasi (Hoffmann et al., 2016).
B. Adenomiosis
1. Definisi
Adenomiosis merupakan kelainan pada uterus yang bersifar jinak,
dimana kelenjar dan stroma endometrium secara patologis ditemukan di
myometrium uterus dan dimasukkan sebagai salah satu entitas spesifik pada
klasifikasi perdarahan uterus abnormal PALM-COEIN FIGO (Vannuccini
et al., 2019).
2. Patogenesis
Variasi genetik yang melibatkan mekanisme penting pada
adenomiosis meliputi fungsi hormone steroid, disregulasi matriks
ekstraselular (ECM), agiogenesis, kerusakan dan perbaikan jaringan, serta
inflamasi (Zhai et al., 2020).
Abnormalitas genetik dan faktor epigenetik akan menghasikan
hiperestrogenisme dan resistensi progesterone yang akan menstimulasi
terjadinya proliferasi sel, migrasi, matriks ekstraseluler dan proses invasif
dari komponen sel endometrium ke kompartemen myometrium. Hormon
pada hipofisis seperti prolactin dan oksitosis jga berperan dalam proses
berkembangnya adenomiosis melalui kontraktilitas uterus yang abnormal.
Beberapa teori terkai mekanisme adenomiosis antara lain :
a. Invasi endometrium basalis ke myometrium
Teori invaginasi adenomiosis menjelaskan sel endometrium basalis
yang terganggu atau atau sekelompok sel invasif akan memasuki
myometrium melalui zona perbatasan atau area yang mengalami
perlukaan. Selanjutnya, lesi adenomiosis ektopik yang telah terbentuk
akan menginduksi hipotrofi dan disfungsi myosit pada myometrium luar
dan dalam (Zhai et al., 2020).
b. Migrasi sel endometrium
Fibroblas srtroma endometrium eutopik (eSFs) pada wanita dengan
adenomiosis memiliki sifat invasif yang tinggi. Migrasi sel berkelompok
merupakan suatu migrasi terkoordinasi yang dilakukan oleh sekelompok
sel dengan tetap menjaga keutuhan sel baik pada keadaan fisiologi
(wound healing) atau dalam kondisi patologi (kanker). Proses migasi
merupakan proses yang dominan pada kondisi invasif. Sel yang
bermigrasi juga akan menyendiakan jalur untuk adanya sel epitel
endometrium di myometrium (Zhai et al., 2020).
c. Proliferasi dan ketahanan hidup sel
Peningkatan proliferasi dan ketahanan hidup sel bersamaan
dengan komponen migrasi lainnya akan mengakibatkan mereka mampu
menginvasi perbatasan antara endometrium dan myometrium. Pada
pasien dengan adenomiosis juga ditemukan adanya disregulasi
apoptosis. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya penurunan
apoptosis dan peningkatan proliferasi diduga akibat adanya estradiol
yang berlebih pada endometrium eutopik (Zhai et al., 2020).
d. Disregulasi matriks ekstraselular
Matriks ekstraseluler yang kurang padat dan kaku akan
memfasilitasi migrasi sel endometrium dan invasi ke dalam
myometrium, sehingga perkembangan adenomyosis akan lebih cepat
terjadi. Disregulasi fungsi matriks ekstraseluler diperantarai oleh Lysyl
oxidase (LOX) dan matriks metalloproteinase yang meningkat (Zhai et
al., 2020).
e. Mikrotrauma pada permukaan endometrium-myometrium (EMI)
Trauma fisik dan fisiologi pada EMI berkontribusi pada
pathogenesis adenomyosis. “Mikrotrauma” yang terjadi dipercaya
diakibatkan oleh aktivitas peristaltik uterus secara siklik dan terus
menerus selama proses reproduksi wanita seumur hidupnya dan
estradiol (E2) memiliki peran utama dalam hiperperistaltik endometrium
dan microtrauma setelah terjadinya luka dan perbaikan jaringan (TIAR)
(Zhai et al., 2020).
Aktivitas peristaltik dari myometrium subendometrium akan
meningkat seiring dengan peningkatan E2 pada saat stimulasi ovarium
terkontrol. Pada EMI juga akan terjadi hiperpeistaltik melalui ERα dan
oksitosin yang mana akan menyebabkan terjadinya peregangan mekanis

pada myosit di fundo-cornual raphe. Peregangan myosit dan dan


fibroblast inilah yang menginduksi terbentuknya microtrauma pada
EMI (Zhai et al., 2020).
Mikrotrauma bertujuan akan mengaktivasi proses TIAR dan
produksi PGE2, kemudian memfasilitasi produksi lokal E2 melalui
aromatase enzim P450. Trauma berulang dan gangguan pada EMI akan
mempercepat proses invaginasi endometrium basalis ke dalam
myometrium serta berakhir pada terbentuknya lesi adenomiosis (Zhai et
al., 2020).

Gambar 2. Patogenesis Adenomiosis (Zhai et al., 2020).


3. Patofisiologi
Gejala utama pada perempuan dengan adenomiosis adalah nyeri,
menorrhagia,infertilitas dan keguguran. Dismenorhea dan dyspareunia
diakibakan oleh hiperkontraktilitas pada myometrium yang dipicu oleh
tingginya ekspresi dari reseptor oksitosin (OTR) dan peningkatan
kontraktilitas dan sel otot polos pada adenomiosis (Zhai et al., 2020).
Ekspresi OTR yang berlebih pada myometrium yang mengelilingi

adenomiosis disertai dengan reseptor vasopressin (VP1αR) di


pembuluh darah dan myometrium menyebabkan perubahan sirkulasi
mikro. Selanjutnya, akan terjadi pengeluaran faktor-faktor inflamasi
seperti prostaglandin yang memediasi rasa nyeri. Adanya protein NGF,
SYN dan NF juga berperan pada terjadinya rasa nyeri yang berat (Zhai et
al., 2020).
Mekanisme terjadinya menorrhagia pada adenomiosis melibatkan
adanya neoangiogenesis, kontraktilitas uterus abnormal dan tingginya
kepadatan mikrovaskular (MVD). TIAR, hipoksia dan disfungsi
hormonal juga akan menstimulasi ekspresi faktor proangogenik seperti
VEGF. Pada pasien dengan adenomiosis juga ditemukan ekspresi nitrit
oksida endotel yang lebih tinggi, dimana NO akan meregulasi jumlah
perdarahan saat menstruasi. Infertilitas dan keguguran merupakan
manifestasi klinis yang juga banyak ditemukan pada adenomiosis. Hal
tersebut diakibatkan oleh berubahnya lingkungan uterus, kontraktilitas
uterus yang abnormal, peningkatan inflamasi, dan fungsi endometrium
eutopik yang abnormal (Zhai et al., 2020).
C. Penegakkan Diagnosis Leiomyoma dan Adeomiosis

Leiomyoma Adenomiosis
Anamnesis  Asimtomatik  Menorrhagia
 Perdarahan uterus  Dysmenorrhea
abnormal: menorrhagia,  Dispareunia
anemia  Infertilitas
 Tekanan pada panggul:  Nyeri pelvis kronis
frekuensi berkemih,  Riwayat kehamilan
inkontinesia urine, sulit multipel atuau
berkemih, hidronefrosis, pembedahan uterus
konstipasi, tenesmus, (Kirsten, 2018).
dyspareunia
 Massa panggul
 Nyeri panggul
 Infertilitas
 Keluhan terkait
kehamilan: nyeri,
bertambahnya resiko
abortus spontan,
hambatan pada
persalinan, inersia atau
atonia uteri, kesulitan
pelepasan plasenta, dan
gangguan proses involusi
masa nifas (Khan, 2019).
Pemeriksaan  kondisi anemis yang  kondisi anemis yang
ditandai konjungtiva, ditandai konjungtiva,
Fisik
tangan dan kaki pucat. tangan dan kaki pucat.
 Pemeriksan abdomen :  Pemeriksaan fisik secara
teraba massa didaerah klasik menunjukkan
pubis atau abdomen adanya pembesaran uterus
bagian bawah dengan (boggy). Dibandingkan
konsistensi kenyal, bulat, pembesaran uterus pada
berbatas tegas, sering leiomyoma, pada
berbenjol atau adenomiosis uterus
bertangkai, mudah biasanya lebih lunak
digerakan, tidak nyeri. (Kirsten, 2018).
 Pemeriksaan bimanual :
didapatkan tumor
tersebut menyatu atau
berhubungan dengan
uterus, ikut bergerak
pada pergerakan serviks
(Setyorini, 2014).

Pemeriksaan  USG transvaginal atau  USG transvaginal atau


transabdominal : transabdominal :
Penunjang
Gambaran bervariasi dari Pembesaran uterus secara
hipo-hiperekoik menyeluruh, pembesaran
bergantung pada rasio uterus asimetris, lesi kistik
otot polos terhadap myometrium dikelilingi
jaringan ikat. Dapat halo hiperekoik,
ditemukan adanya inhomogen, tekstur echo
kalsifikasi dan ireguler, adanya question
degenerasi kistik. mark atau uterus
Kalsifikasi tampak retrofleksi dimana serviks
sebagai area hiperekoik mengarah ke depan.
dan biasanya  USG Doppler :
mengelilingi tumor atau vaskularisasi difus tampak
tersebar di sekitar massa pada myometrium
 USG Doppler : Temuan  MRI : Ketebalan dan
klasik adalah gambaran dari junctional
vaskularisasi yang zone (JZ). JZ > 12 mm
terletak di tepi dengan merupakan indikasi
beberapa pembuluh adenomiosis.
darah yang penetrasi ke  Histopatologi dari sampel
area tengah tumor. histerektomi :
 MRI : digunakan untuk Fitur histologi utama
mengevaluasi adenomiosis adalah
vaskularisasi atau adanya kelenjar
degenerasi leiomyoma. endometrium dan stroma
 HSG :dilakukan pada dalam miometrium dan
pasien dengan keluhan ektopik endometrium
infertilitas untuk umumnya dikaitkan
mengetahui adanya dengan perubahan otot
patensi tuba. polos.
(Hoffmann et al., 2016). (Krentel et al., 2017).
(A) (B)
Gambar 3. (A) Gambaran USG Transvaginal leiomyoma intramural,
(B) USG Transvaginal menggambarkan pembesaran uterus globular
dan tekstur myometrium heterogen (Hoffmann et al., 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Hoffmann et al. 2016. William’s Gynecology. Boston : McGraw-Hills Education.


Kirsten, L. 2018. Adenomyosis diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/2500101-overview pada 08 Mei
2022.
Krentel H, Cezar C, Becker S, Di Spiezio Sardo A, Tanos V, Wallwiener M, De
Wilde RL. From Clinical Symptoms to MR Imaging: Diagnostic Steps in
Adenomyosis. Biomed Res Int. Vol. 2017
Lubis, P. N. 2020. Diagnosis dan Tatalaksana mioma uteri. CDK Vol. 47 (3) :
196-200
Rafael F.V. dan Geraldine, E.E. 2015. Pathophysiology of uterine myomas and
its clinical implications. New York: Springer
Stewart, E.A., Laughlin-Tommaso, S.K., Catherino, W.H., Lalitkumar, S.,
Gupta, D., Vollenhoven, B. 2016. Uterine fibroids. Nature Reviews
Disease Primers, 2.
Vannuccini, S., & Petraglia, F. 2019. Recent advances in understanding and
managing adenomyosis. F1000Research, 8, F1000 Faculty Rev-283.
Zhai, J., Vannuccini, S., Petraglia, F., & Giudice, L. C. 2020. Adenomyosis:
Mechanisms and Pathogenesis. Seminars in reproductive medicine Vol.
38(2-03) : 129–143

Anda mungkin juga menyukai