Anda di halaman 1dari 11

1.

Endometriosis
Mekanisme Perkembangan Endometriosis :
Penyusukan sel endometrium dari haid berbalik (Sampson)
Metaplasia epitel selomik (Meyer-iwanoff)
Penyebaran limfatik (Halban-Javert) dan Vaskuler (Navatril)
Sisa sel epitel Muller embrionik (von recklinghausen-Russel)Perubahan sel

genitoblas (De-Snoo)
Penyebaran iatrogenik atau pencangkokan mekanik (Dewhurst)
Imunodefisiensi local
Cacat enzim aromatase

Mekanisme Terbentuknya Endometriosis


a. Regurgitasi haid
b. Gangguan imunitas
c. Faktor genetika
a. Regurgitasi Haid
Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi pada
permukaan

peritoneum

dan

merangsang

metaplasia

peritoneum.

kemudian

merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering dijumpai
pada daerah yang meningkat vaskularisasinya. Pentingnya selaput mesotelium yang
utuh dapat dibuktikan pada penelusuran dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa
serpih haid atau endometrium hanya menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang
atau rusak. Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput
peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel, dan jaringan terdapat
protein intergin dan kadherin yang

berpotensi terlibat dalam perkembangan

endometriosis. Molekul perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya


ada di endometrium, dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis.
Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima
untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki
endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita dengan
tuba falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga peritoneum semasa
haid dan hampir semua wanita mengalami endometriosis minimal sampai ringan ketika
dilakukan laparoskopi. Begitu juga ditemukannya jaringan endometriosis pada irisan

serial jaringan pelvik pada wanita 40 tahunan dengan tuba falopi paten dan siklus haid
normal. Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde menstruasi
akan menderita endometriosis.
Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel
sehingga memajankan matriks extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi
jaringan endometrium.6Jumlah haid dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan
kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat
memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis.
Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif
memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi
endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum.
Dalam biakan telah ditemukan bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel adalah
endometrium haid , bukan endometrium fase proliperatif, kerusakan endometrium
ditemukan sepanjang metastase. Kemungkinan pengaruh buruk isi darah haid telah
dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan tunggal sel mesotel, terlihat bahwa
endometrium haid yang luruh, endometrium haid yang tersisip, serum haid dan medium
dari jaringan biakan haid, menyebabkan kerusakan hebat sel-sel mesotel, kemungkinan
berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis.
Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen
akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase.
Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan
testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa 17betahidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi
estrogen lemah (estron).
Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung aromatase
kadar tinggi., faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain berperan sebagai
pemacu

aktivitas

aromatase

melalui

jalur

cAMP

17beta-hidrohidroksisteroid

dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron)


yang kurang aktif, yang tidak ditemukan pada fase luteal jaringan endometriosis.Hal ini

menunjukkan adanya resistensi selektif gen sasaran tertentu terhadap kerja


progesteron. Resistensi juga terjadi dilihat dari gagalnya endometriosis untuk beregresi
dengan pemberian progestin.
Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid sex
dapat dibatalkan oleh beberapa faktor, seperti : interferon-gamma yang dilepas di dalam
endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara invitro telah
diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium eutopik menjadi
lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi metaplasia siklik aktif selsel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas atau sebaliknya.
Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh
pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan basal
oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik. Peritoneum bereaksi terhadap
serpihan darah haid, berupa berhentinya perekatan sel-sel endometrium yang viable ke
peritoneum, yang kemudian dapat berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam
hal ini ikut berperan faktor imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah
peritoneal berupa limfosit B,T, dan Natural Killer (NK). Kemudian terjadi pengaktifan
makrofag namun tidak dapat membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid.
Aktitas sel NK menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan
penurunan imunitas seluler.
b. Gangguan Imun
Mekanisme imunitas memainkan peranan dalam terjadinya endometriosis karena
terdapatnya berbagai bukti adanya kelainan fungsi imun pada penyakit ini. Kelainan
imunitas alamiah dan imunitas adaptif disampaikan untuk menerangkan terjadinya
endometriosis. Pada penderita endometriosis ditemukan penurunan aktivitas natural
killer cell dan terdapatnya peningkatan komplemen sebagai komponen sistim imun.
Hipotesis bahwa endometrosis merupakan suatu penyakit autoimun disampaikan pada
tahun 1980.
Koninckx dkk berpendapat bahwa endometriosis bila dalam keadaan minimal
atau timbul secara mikroskopis merupakan suatu kondisi yang alami yang muncul

secara intermiten pada semua wanita dan bukan merupakan suatu penyakit.
Endometriosis minimal yang muncul secara fisiologis tidak diindikasikan sebagai
patologis kecuali kemudian menjadi progresif. Endometriosis yang menjadi progresif ini
oleh beberapa peneliti diyakini muncul pada wanita dengan kelainan pertahanan sistim
imun.
Dmowski dkk menduga faktor genetik dan imunologi sangat berperan terhadap
timbulnya endometriosis. Ditemukan penurunan imunitas seluler, peningkatan aktivitas
makrofag dan penurunan aktivitas natural killer cell, serta penurunan aktivitas sel
limfosit. Keadaan ini mengakibatkan kegagalan dalam clearance cell. Menurut teori ini
pertahanan

imunologik

yang

abnormal

mengakibatkan

ketidaksanggupan

membersihkan debris regurgitasi darah haid dari lingkungan peritoneum sehingga


respon inflamasi menjadi lebih panjang. Makrofag dan sel-sel imunokompeten lainnya
mengelilingi lesi endometriosisdan mengeluarkan berbagai jenis sitokin katabolik yang
bertujuan untuk menimbulkan reaksi inflamasi kronik dan merangsang terbentuknya
jaringan fibrosis. Kadar lisozim pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis
dan peningkatan jumlah dan konsentrasi mediator inflamasi seperti makrofag,
sitokin, growth factor dan oksigen radikal, menunjukkan bahwa respon inflamasi
intrapelvik lokal timbul pada wanita dengan endomteriosis dibandingkan dengan wanita
tanpa penyakit ini. Endometrium ektopik diyakini berkembang oleh aktivasi makrofag
dan dipresentasikan secara antigenik terhadap sel limfosit T yang akan mengalami
proliferasi dan diferensiasi ke dalam sel T fungsional yang terdiri dari helper, supresor
dan sitotoksik.
Penurunan aktivitas natural killer cell berperan dalam clearance endometrium
ektopik yang berasal dari tumpahan regurgitasi darah haid selama menstruasi. Natural
killer cell merupakan sel efektor yang umumnya menghancurkan sel tumor, sel induk
yang terinfeksi virus dan bentuk transplantasi sel asing. Oosterlynck dkk adalah yang
pertama menunjukkan penurunan aktivitas natural killer celldan sitotoksisitas terhadap
sel endometrium autolog p;ada wanita yang mengalami endometriosis. Peneliti lain
memperkuat temuan ini dalam serum dan cairan pelvis penderita endometriosis.
Ketidaksanggupan membersihkan sel endometrium ektopik ini akan memperpanjang

respon inflamasi yang mengarah pada pertumbuhan dan faktor sitokin yang
berkompeten

lainnya

memudahkan

implantasi

endometrial

ektopik,

mempertahankannya dan tumbuh. Selain itu protein adhesi ditemukan tinggi pada lesi
endometriosis, dimana ini sangat berperan pada proses implantasi embrio.
Sitokin diproduksi sebagai respon terhadap aktivasi antigen endometrial ektopik
yang diyakini akan mengaktifkan sel B resting yang akan memudahkan diferensiasinya
menjadi sel plasma yang mensekresikan antibodi. Antibodi kemudian juga diproduksi
terhadap fosfolipid sel endometrium. Penyimpangan respon secara imunologi akan
menimbulkan sekuel endometriosis termasuk pembentukan formasi adhesi, infertilitas
dan nyeri pelvik.
Selama dekade terakhir bukti yang telah dikumpulkan menunjukkan hubungan
antara endometriosis dengan perubahan humoral dan cell mediated immunity. Kelainan
fungsi imun ini mengakibatkan kegagalan dalam clearance sel endometrium ektopik
yang mengakibatkan sel endometrium mudah untuk mengalami implantasi.
Makrofag adalah sel predominan dan komponen kunci dalam imunitas alami. Sel
ini terlibat dalam pengenalan sel asing. Di rongga peritoneum makrifag terlibat
dalam removal benda asing dan menghancurkannya. Hiperaktivitas makrofag dalam
cairan peritoneum memberikan kontribusi dalam patogenesis endometriosis dengan
mensekresikan growth factor dan sitokin. Halme dkk telah memperlihatkan peningkatan
sekresi makrofag yang menghasilkan growth

factor pada wanita endometriosis

dibandingkan dengan wanita dengan pelvis yang normal.


Makrofag adalah sumber utama IL-1 dan TNF. Sitokin ini adalah proinflamatori
dan mempunyai kerja yang sama dengan berbagai jenis sel imun. TNF mengaktifkan
leukosit inflamasi dan merangsang makrofag untuk memproduksi sitokin seperti IL-1, IL6 dan lebih banyak TNF.
Pada penelitian terakhir dipercayai adanya keterlibatan AIF-1 pada menstruasi
dan patofisiologi terjadinya endometriosis melalui pemeriksaan adanya AIF-1 pada
endometrium manusia normal dan endometriosis. Juga telah ditemukan adanya kadar

AIF-1 pada cairan

peritoneum pasien

dengan endometriosis maupun tanpa

endometriosis.
c. Faktor Genetik
Penelitian tentang dasar genetik dari endometriosis masih banyak diteliti tetapi belum
ada gen spesifik yang dapat dibuktikan secara pasti. Bagaimanapun, saat ini sudah ada
bukti klinis dan eksperimen dimana ada literatur yang secara tegas menyatakan
endometriosis termasuk penyakit genetik. Bukti/klinis tersebut adalah ditemukannya
endometriosis pada kelompok manusia memiliki hubungan keluarga dan ditemukan
pada sebagian besar populasi Islandia, pada kembar monozigot juga pada saudara
perempuan yang bukan saudara kembar; meningkatnya angka kejadian 6-9 kali pada
keturunan pertama wanita yang terkena dibandingkan populasi, dan angka kejadian
sebanyak 15% yang ditemukan dengan pemeriksaan MRI pada keturunan pertama
wanita yang menderita penyakit ini pada stadium III-IV menurut revised American
Fertility Society (rAFS). Sebagai tambahan, sejumlah penelitian juga menemukan
beberapa gen yang mungkin mempunyai hubungan penyakit ini.
Penelitian pada saudara kembar memberikan bukti klinis yang kuat, termasuk
laporan kasus kembar monozigot (MZ) dan dizigot (DZ) telah dilakukan oleh Australian
National Health and Medical Research Council Twin Register. Kuisioner dikirimkan ke
3298 wanita dan dikonfirmasi oleh dokternya, yang mau ikut berpartisipasi dalam
penelitian. Status endometriosis ditegakkan oleh ahli patologi atau laporan operasi atau
keduanya. Dari survey, 3096 (94%) yang diteliti, diantaranya 215 orang mengaku
bahwa mereka menderita endometriosis, dengan angka kejadian 0,7 dari seluruh
responden. Dari semua wanita yang diteliti yang menderita endometriosis didapatkan
korelasi antara kembar MZ dan kembar DZ adalah 0,52 0,8 dan 0,19 0,16, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat 51% kemungkinan pengaruh dari genetik pada
endometriosis.
Endometriosis dalam keluarga dapat disimbolkan dengan angka s (yakni
perbandingan risiko dari saudara wanita penderita yang terpapar endometriosis
dibandingkan dengan risiko pada populasi umum), nilainya berkisar antara 2 sampai 9

dari seluruh penyakit endometriosis ringan sampai berat. Selain itu, pada wanita
dengan endometriosis yang paling berat, s akan meningkat menjadi 15 berdasarkan
data MRI. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa endometriosis diturunkan dengan sifat
genetik yang kompleks, seperti diabetes, asma, dan hipertensi, dimana fenotip muncul
sebagai hasil dari interaksi antara variasi allel pada sejumlah gen, dan antara gen-gen
tersebut dengan faktor lingkungan. Risiko rekurensi pada saudara kandung bermanfaat
untuk memperkirakan kontribusi faktor genetik terhadap risiko penyakit ini karena
digunakan untuk memperkirakan keakuratan hubungan dari penelitian-penelitian pada
saudara kandung yang menderita dan sebaliknya berhubungan dengan jumlah saudara
yang terkena untuk mendeteksi kerentanan lokus-lokus gen dengan karakteristik
kompleks.

2. Endometriosis dan Premenopause


Hampir semua ahli berpendapat bahwa endometriosis tidak diketahui penyebabnya.
Hanya ada beberapa teori, yakni:
Ada yang berpendapat bahwa sewaktu menstruasi, darah menstruasi berbalik aliran
melalui saluran tuba falopii, menuju rongga perut dan tertanam seta tumbuh di situ.
Teori lainnya mengemukakan bahwa endometriosis merupakan kelainan yang
diturunkan (genetik)
Pendapat lainnya melihat ada gangguan sistem kekebalan pada penderita
endometriosis dimana pada penderita endometriosis, darah menstruasinya tidak
dikeluarkan lengkap dari rongga panggul, dan zat yang tersisa, merangsangdaerahdaerah tempat endometriosis tumbuh dan kemudian menyebar ke tempat lain.
Penelitian belakangan mengemukakan bahwa penderita endometriosis memiliki
gangguan sistem kekebalan, menolak jaringannya sendiri. Pendapat ini didukung
adanya kenyataan bahwa penderita endometriosis menderita kecapaian terus menerus
secara kronik (chronic fatigue syndrome) sampai menderita sindrom fibromialgia
dimana otot-otot terasa sakit. Demikian juga disertai sakit pada tendon dan ligamen.

Penderita juga bisa menderita asma, alergi, atau eksim. Hasil penelitian ini membantu
dalam mengobati penderita.
Peneliti lainnya melaporkan bahwa endometriosis termasuk penyakit gangguan
sistem endokrin, gangguan kelenjar, dan pengeluaran zat lain seperti estrogen. Dimana
keseimbangan dari seluruh komponen tersebut akan menurun saat wanita menginjak
masa premenopause. Pendapat lainnya adalah adanya faktor lingkungan yang
menyebabkan endometriosis seperti zat kimia

3. Klasifikasi dan Patofisiologi Kista Ovarium


Klasifikasi Kista Ovarium
Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon

esterogen dan progresterone diantaranya adalah :


Kista non fungsional. Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang
berkurang di dalam korteks.
Kista fungsional
- Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau
folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus
-

menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone

setelah ovulasi.
Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada

mola hidatidosa.
Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuli ovarium.

2. Kista neoplasma
- Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.

Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal
dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen

yang lain
Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium

(Germinal ovarium)
Kista Endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya

dengan endometroid
Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis

Patofisiologi Kista Ovarium


Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel
de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm
akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang
pada saat matang memiliki struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan
secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista
theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan
HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik
gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada
kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut
hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan
gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan
sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas
dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling

sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik
parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa
dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis
ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel
primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan
germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada
sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik
berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram.

Anda mungkin juga menyukai