Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Endometriosis merupakan kondisi medis pada wanita yang ditandai dengan

tumbuhnya sel-sel endometrium di luar kavum uteri. Merupakan gangguan ginekologi

jinak umum. Endometriosis paling sering ditemukan pada peritoneum panggul, tetapi

dapat juga ditemukan di ovarium, septum rektovaginal, ureter, namun jarang

ditemukan di vesika urinaria, pericardium, dan pleura.1,2,5,6

2.2 Epidemiologi

Insidensi endometriosis sulit untuk diukur, sebagian penyakit ini sering tidak

bergejala. Pada wanita tanpa gejala, prevelensi endometriosis berkisar antara 2-22

persen, tergantung pad populasi yang diteliti. Namun karena ada kaitan dengan

infertilitas dan nyeri panggul maka endometriosis lebih umum ditemukan pada wanita

dengan keluhan ini. Pada wanita subur, prevalensi telah dilaporkan antara 20%- 50 %

dan pada mereka dengan nyeri panggul, 40 %- 50 %.7,8

Umumnya endometriosis muncul pada usia reproduktif. Angka kejadian

endometriosis mencapai 5-10 % pada wanita umumnya dan lebih dari 50 % pada

wanita perimenopasue. Juga pernah dilaporkan terjadinya endometriosis pada masa

menopause, dan bahkan terjadi pada 40 % pasien histerektomi.3

3
4

Beberapa studi juga mengatakan bahwa wanita Jepang mempunyai prevalensi

yang lebih besar dibandingkan wanita Kaukasia. Selain itu juga 10 % endometriosis ini

dapat muncul pada yang mempunyai riwayat endometriosis di keluarga.3

2.3 Etiologi

Sampai saat ini etiologi endometriosis yang pasti belum jelas. Beberapa ahli

mencoba menerangkan kejadian endometriosis dengan berbagai teori yakni teori

implantasi dan regurgitasi, metaplasia, hormonal, serta imunologik.4

Teori implantasi dan regurgitasi mengemukakan adanya darah haid yang dapat

mengalir dari kavum uteri melalui tuba Falopii, tetapi tidak dapat menerangkan

ternjadinya endometriosis di luar pelvis. Teori metaplasia menjelaskan terjadinya

metaplasia pada sel-sel coelom yang berubah menjadi endometrium. Menurut teori ini,

perubahan tersebut tejadi akibat iritasi dan infeksi atau pengaruh hormonal pada epitel

coelom. Dari aspek endokrin, hal ini bias diterima karena epitel germinativum ovarium,

endometrium, dan peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama.9,10

Yang paling dapat diterima yakni teori hormonal, yang berawal dari kenyataan

bahwa kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis. Rendahnya kadar FSH (follicle

stimulating hormone), LH (luteinizing hormone), dan estradiol (E2) dapat

menghilangkan endometriosis. Pemberian steroid seks juga dapat menekan sekresi

FSH, LH, dan E2. Pendapat yang sudah lama dianut ini mengemukakan bahwa

pertumbuhan endometriosis sangat tergantung pada kadar estrogen dalam tubuh, tetapi
5

akhir-akhir ini mulai diperdebatkan. Menurut Kim et al. Kadar E2 ditemukan cukup

tinggi pada kasus-kasus endometriosis.9,10

Teori endometriosis dapat dikaitkan dengan aktivitas system imun, teori

imunologik menerangkan bahwa secara embriologik, sel epitel yang membungkus

peritoneum parietal dan permukaan ovarium memiiki asal yang sama, oleh karena itu

sel sel endometriosis akan sejenis dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125

merupakan suatu antigen permukaan sel yang semula diduga khas untuk ovarium.

Endometriosis merupakan proses proliferasi sel yang bersifat destruktif dan akan

meningkatkan kadar CA-125. Oleh karena itu antigen ini dipakai sebagai penanda

kimiawi. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa endometriosis merupakan penyakit

autoimun karena memiliki kriteria yang cenderung bersifat familiar, menimbulkan

gejala klinik yang melibatkan banyak organ, dan menunjukkan aktivitas sel B

poliklonal.9,10

2.4 Patofisiologi 4,11

Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi

pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum kemudian

merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering

dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya.


6

Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran

dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya

menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.

Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput

peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel, dan jaringan terdapat

protein intergin dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan

endometriosis. Molekul perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya

ada di endometrium, dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis.

Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima

untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki

endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita dengan

tuba falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga peritoneum semasa

haid dan hampir semua wanita mengalami endometriosis minimal sampai ringan ketika

dilakukan laparoskopi. Begitu juga ditemukannya jaringan endometriosis pada irisan

serial jaringan pelvik pada wanita 40 tahunan dengan tuba falopi paten dan siklus haid

normal. Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde menstruasi

akan menderita endometriosis.

Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel

sehingga memajankan matriks extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi

jaringan endometrium. Jumlah haid dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan

kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat

memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis.


7

Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif

memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi

endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum.

Dalam biakan telah ditemukan bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel

adalah endometrium haid , bukan endometrium fase proliperatif, kerusakan

endometrium ditemukan sepanjang metastase. Kemungkinan pengaruh buruk isi darah

haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan tunggal sel mesotel, terlihat

bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid yang tersisip, serum haid dan

medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan kerusakan hebat sel-sel mesotel,

kemungkinan berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis.

Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen

akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase.

Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan

testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa 17beta-

hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi

estrogen lemah (estron).

Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung aromatase

kadar tinggi., faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain berperan sebagai

pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP.

17beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol)

menjadi estrogen lemah (estron) yang kurang aktif, yang tidak ditemukan pada fase

luteal jaringan endometriosis. Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen
8

sasaran tertentu terhadap kerja progesteron. Resistensi juga terjadi dilihat dari gagalnya

endometriosis untuk beregresi dengan pemberian progestin.

Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid sex

dapat dibatalkan oleh beberapa faktor, seperti : interferon-gamma yang dilepas di

dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara invitro

telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium eutopik

menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi metaplasia siklik

aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas atau sebaliknya.

Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh

pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan basal

oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik.

Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya

perekatan sel-sel endometrium yang viable ke peritoneum, yang kemudian dapat

berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor

imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa limfosit

B,T, dan Natural Killer (NK). Kemudian terjadi pengaktifan makrofag namun tidak

dapat membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid. Aktitas sel NK menurun

pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas seluler.


9

2.5 Diagnosis4,11,12

Diagnosis endometriosis ditegakkan, dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Keluhan Utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang

disertai infertilitas juga merupakan maslaah klinis utama pada endometriosis. Riwayat

pada keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakit ini bersifat diwariskan.

Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot

daripada dizigot.

Setiap bulan jaringan endometriosis di luar kavum uteri mengalami penebalan

dan perdarahan mengikuti siklus menstruasi. Perdarahan ini tidak mempunyai saluran

keluar seperti darah menstruasi yang normal, tetapi berkumpul dalam rongga panggul

dan menimbulkan nyeri. Jaringan endometriosis dalam ovarium menyebabkan

terbentuknya kista coklat. Akibat inflamasi kronis pada jaringan endometriosis,

terbentuk jaringan parut yang tebal sehingga tidak dapat dilepaskan. Sepertiga dari

pasien endometriosis tidak memperlihatkan gejala apapun selain infertilitas.

Gejala endometriosis bervariasi dan tidak bisa diprediksi. Nyeri haid

(dismenorea), nyeri pinggang kronis, nyeri pa-da saat berhubungan (dispareunea), dan

in-fertilitas merupakan gejala yang umum terjadi. Banyak pendapat yang dikemuka-

kan berbagai peneliti mengenai nyeri yang timbul. Pada dasarnya, nyeri pada endo-

metriosis muncul sebagai akibat materi peradangan yang dihasilkan oleh endo-
10

metriosis yang aktif. Sel endometrium yang berpindah tadi akan terkelupas dan ter-

lokalisasi di suatu tempat, selanjutnya me-rangsang respon inflamasi dengan

melepaskan materi sitokin sehingga muncul perasaan nyeri. Selain itu, nyeri juga dapat

ditimbulkan akibat sel endometrium yang berpindah tersebut menyebabkan jaringan

parut di tempat perlekatannya dan menim-bulkan perlengkatan organ seperti ovarium,

ligamentum ovarium, tuba Fallopi, usus, dan vesika urinaria. Perlengketan ini akan

merusak organ-organ tersebut dan menim-bulkan nyeri yang hebat di sekitar panggul.

Gejala yang sering ditemukan ialah, nyeri, perdarahan, serta keluhan pada saat buang

air besar dan kecil. Hebatnya lokasi bergantung pada lokasi endometriosis, dapat

berupa nyeri pada saat menstruasi, serta nyeri selama dan sesudah hubungan intim.

Perdarahan bias banyak dan lama pada saat menstruasi, mentruasi tidak teratur, dan

darah menstruasi berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir

menstruasi. Keluhan buang air besar dan kecil bias berupa nyeri pada buang air besar,

adanya darah pada feses, diare, konstipasi dan kolik, serta nyeri sebelum, pada saat,

dan sesudah buang air kecil.

Gejala Persentase

Nyeri haid 62

Nyeri pelvik kronik 57

Dispareunia dalam 55

Keluhan intestinal siklik 48

Infertilitas 40
11

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada endometriosis dimulai dengan melakukan inspeksi pada

vagina menggunakan spekulum, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan bimanual dan

palpasi rektovagina. Pemeriksaan bimanual dapat menilai ukuran, posisi dan mobilitas

dari uterus. Pemeriksaan rektovagina diperlukan untuk mempalpasi ligamentum

sakrouterina dan septum rektovagina untuk mencari ada atau tidaknya nodul

endometriosis. Pemeriksaan saat haid dapat meningkatkan peluang mendeteksi nodul

endometriosis dan juga menilai nyeri.

Menurut penelitian histologi pada 98 pasien dengan endometriosis di retro-

sigmoid dan retro-serviks, pemeriksaan dalam memiiki sensitivitas 72% dan 68%

secara berurutan, spesifitas 54% dan 46%, nilai prediktif positif 63% dan 45%, nilai

prediktif negatif 64% dan 69%, dan akurasi 63% dan 55%.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan

endometriosis adalah ultrasonografi transvaginal dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging), pemeriksaan marka biokimiawi dan laparoskopi.

Ultrasonografi

Ultrasonografi vaginal merupakan pemeriksaan penunjang lini pertama

yang mempunyai akurasi cukup baik terutama dalam mendeteksi kista

endometriosis. USG tidak memberikan hasil baik untuk pemeriksaan


12

endometriosis peritoneal. Pada endometriosis dalam, angka sensitifitas dan

spesifisitasnya bervariasi tergantung lokasi lesi endometriosis.

Ultrasonografi transvaginal juga dapat digunakan untuk mendiagnosis

endometriosis pada traktus gastrointestinal. Dari review sistematis 1105 wanita

didapatkan sensitivitas USG adalah 91 % dengan spesifisitas 98%, nilai duga

positif 98% dan nilai duga negatif 95%.

Magnetic Resonance Imaging

Pada serial kasus yang dilaporkan oleh Stratton dkk mengenai

penggunaan MRI untuk mendiagnosis endometriosis peritoneum, didapatkan

sensitifitas 69% dan spesifisitas 75%. Sebagai kesimpulan MRI tidak berguna

untuk mendiagnosis atau mengeksklusi endometriosis peritoneum.

Pemeriksaan Marka Biokimiawi

Endometriosis merupakan kelainan yang disebabkan oleh inflamasi.

Sitokin, interleukin, dan TNF-α mempunyai peran dalam pathogenesis

endometriosis. Hal ini dilihat dari meningkatnya sitokin dalam cairan peritoneal

pada pasien dengan endometriosis. Pemeriksaan IL-6 telah digunakan untuk

membedakan wanita dengan atau tanpa endometriosis, dan untuk

mengidentifikasi derajat dari endometriosis.

Laparoskopi

Kriteria standar baku emas mendiagnosis endometriosis melalui

visualisasi langsung dengan laparoskopi dan atau berdasarkan hasil


13

histopatologi. Diagnosa laparoskopi dilakukan setiap hari dari siklus menstruasi

dengan pasien dibawah pengaruh anestesia (obat bius).

Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada ligamentum

sakrouterina, kavum douglasi, kavum retzi, fossa ovarika, dan dinding samping

pelvik yang berdekatan. Selain itu juga dapat ditemukan di daerah abdomen

atas, permukaan kandung kemih dan usus.

Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman

derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan

timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi

ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau

putih.

Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu

sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri

pelvik kronik. Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%,

ternyata secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan

histopatologi. Dokter mungkin akan memutuskan untuk mengobati

endometriosis selama laparoskopi. Dilakukan pembedahan kecil tambahan

untuk memasukan alat bedah. Endometriosis mungkin jadi menggumpal,

menguap, terbakar atau dipotong, dan jaringan otot atau kista ovarium mungkin

dikeluarkan. Selama laparoskopi, dokter memutuskan membuka dan

memasukan alat tersebut lewat tuba Falopii untuk melihat serviks di dalam

uterus.
14
15

Endometriosis superfisialis dan endometriosis ovarium merupakan

marker adanya penyakit yang luas. Dengan pemetaan pelvik secara

terkomputerisasi ternyata penderita endometriosis dengan keterlibatan ovarium

memiliki lebih banyak daerah pelvik dan intestinal dari pada tanpa keterlibatan

pelvik.

Endometriosis ovarium atau endometrioma tampak sebagai kista coklat

berdinding lembut, gelap dan terkait erat dengan perlekatan, jika disayat akan

keluar cairan coklat peka.

Endometriosis noduler biasanya terletak retroperitoneal dengan atau

tanpa keterlibatan peritoneum permukaan, yaitu pada septum rektovaginal dan

uterovesikal di susunan fibromuskuler pelvik. Keadaan ini berhubungan dengan

adanya nyeri dan infertilitas.

Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi lebih dari

5mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman sulit didapat

dengan laparoskopi, tetapi retraksi usus halus dapat mengarah pada adanya

invasi yang dalam

Pembagian derajat dan lokasi lesi endometriosis13

Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American

Fertility Society (AFS) pada tahun 1979, yang kemudian berubah nama menjadi ASRM

pada tahun 1996, klasifikasi ini kemudian direvisi oleh AFS tahun 1985. Revisi ini

memungkinakan pandangan tiga dimensi dari endometriosis dan membedakan antara


16

penyakit superfisial dan invasif. Sayangnya, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa

kedua klasifikasi ini tidak memberikan informasi prognostik. Pada tahun 1996, dalam

usaha untuk menemukan hubungan lebih lanjut penemuan secara operasi dengan

keluaran klinis, ASRM lalu merevisi sistem klasifikasinya, yang dikenal dengan sistem

skoring revised-AFS (r-AFS). Dalam sistem ini dibagi menjadi empat derajat

keparahan, yakni:

Stadium I (minimal) : 1-5

Stadium II (ringan) : 6-15

Stadium III (sedang) : 16-40

Stadium IV (berat) : >40

Walaupun tidak ada perubahan staging dari klasifikasi tahun 1985, sistem

klasifikasi tahun 1996 memberikan deskripsi morfologi lesi endometriosis, yakni putih,

merah, dan hitam. Modifikasi ini didasarkan dari beberapa penelitian yang

menunjukkan bahwa terjadi beberapa aktivitas biokimia di dalam implan dan mungkin

prognosis penyakit dapat diprediksi melalui morfologi implan.


17

Menurut ASRM, Endometriosis dapat diklasifikasikan kedalam 4 derajat keparahan

tergantung pada lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya

perlengketan, dan ukuran dari endometrioma ovarium.


18
19

2.6 Tatalaksana 4,11,12,13,14


Tatalaksana endometriosis di bagi menjadi 2 jenis terapi yaitu terapi medik dan

terapi pembedahan. Terapi medik diindikasikan kepada pasien yang ingin

mempertahankan kesuburannya atau yang gejala ringan. Jenis-jenis terapi medik

seperti terlampir pada table dibawah ini:

Tabel . Jenis-jenis terapi medik endometriosis

Jenis Kandungan Fungsi Mekanisme Dosis Efek

samping

Progestin Progesteron Menciptakan Menurunkan Medroxyprogest Depresi,

kehamilan kadar FSH, LH, eron acetate: 10 peningkatan

palsu dan estrogen – 30 mg/hari; berat badan

Depo-Provera®

150 mg setiap 3

bulan

Danazol Androgen Menciptakan Mencegah 800 mg/hari Jerawat,

lemah menopause keluarnya FSH, selama 6 bulan berat badan

palsu LH, dan meningkat,

pertumbuhan perubahan

endometrium suara
20

GnRH Analog Menciptakan Menekan sekresi Leuprolide 3.75 Penurunan

agonis GnRH menopause hormon GnRH mg / bulan; densitas

palsu dan Nafareline 200 tulang, rasa

endometrium mg 2 kali sehari; kering

Goserelin 3.75 mulut,

mg / bulan gangguan

emosi

Berdasarkan prinsip umpan balik negative, pengobatabn endometriosis awalnya

masih menggunakan esterogen. Dewasa ini, esterogen tidak terlalu disukai lagi dan

mulai ditinggalkan. Efek samping yang ditimbulkan kadang-kadang dapat berakibat

lanjut kematian. Salah satu efek yang dikhawatirkan ialah terjadinya hyperplasia

endometrium yang dapat berkembang menjadi kanker endometrium.

Terapi pembedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk mengangkat

kista-kista, melepaskan adhesi, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau

elektrokauter. Tujuan pembedahan untuk mengembalikan kesuburan dan

menghilangkan gejala.

Terapi bedah konservatif dilakukan pada kasus infertilitas, penyakit berat dengan

perlekatan hebat, usia tua. Terapi bedah konservatif antara lain meliputi pelepasan

perlekatan, merusak jaringan endometriotik, dan rekonstruksi anatomis sebaik

mungkin.
21

Penanganan endometriosis menurut Sumilat (2009, kom. pribadi) dapat

dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian analog general dan obat KB atau

dengan terapi pembedahan menggunakan laparoskopi operatif yaitu pembakaran kista

endometriosis dengan menggunakan laser.

Tabel .Keuntungan dan kerugian terapi medik dan terapi pembedahan


Jenis terapi Keuntungan Kerugian

Terapi medik1. Biaya lebih murah 1. Sering ditemukan efek samping

2. Terapi empiris (dapat di


2. Tidak memperbaiki fertilitas

modifikasi dengan mudah) 3. Beberapa obat hanya dapat

3. Efektif untuk menghilangkan digunakan untuk waktu singkat

rasa nyeri

Terapi 1. Efektif untuk menghilangkan


1. Biaya mahal

pembedahan rasa nyeri 2. Resiko medis “ penetapan

2. Lebih efisien dibandingkan kurang baik dan penaksiran

terapi medis kurang baik” sekitar 3%

3. Melalui biopsi dapat ditegakkan


3. Efisiensi diragukan, efek

diagnosa pasti menghilangkan rasa nyeri

temporer
22

Anda mungkin juga menyukai