Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

VERTIGO

Oleh
Tia Ajarida Laily I4A0120

Pembimbing
dr. H. Zainuddin Arpandy, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
September, 2016
STATUS PENDERITA
I. DATA PRIBADI

Nama : Ny. F

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 55 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pendidikan : SD ( tidak sampai selesai)

Pekerjaan : Asisten Rumah Tangga

Status : Menikah

Alamat : Alalak, Banjarmasin

MRS : 15 Agustus 2016

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 24 Agustus 2016 pukul 17.30

WITA

Keluhan Utama

Pusing berputar

Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama

Mual

Perjalanan Penyakit

Pasien mengeluhkan pusing sejak 3 hari SMRS. Rasa pusing dirasakan

seperti naik kapal. Pusing pertama kali muncul dirasakan saat pagi hari ketika

1
pasien bangun dari tempat tidur dan langsung berdiri. Pusing juga dirasakan

ketika pasien berdiri, duduk, berjalan ataupun membuka mata. Pusing muncul

perlahan-lahan dan hilang timbul. Pusing dirasakan diseluruh bagian kepala.

Pasien mengurangi rasa pusing dengan cara memejamkan mata dan meraka

lebih nyaman. Pasien juga mengaku apabila mengalami perubahan posisi rasa

pusing timbul dan memberat apabila pasien berjalan dan membuka mata.

Pasien juga mengeluhkan mual tetapi tidak muntah. Pasien masih dapat

beraktifitas seperti melakukan kegiatan rumah tangga, namun apabila pusing

muncul pasien mengehentikan kegiatannya. Pasien ada mengkonsumsi obat-

obatan dari puskesmas untuk mengurangi keluhan. Setelah minum pasien

merasa lebih baik, akan tetapi hanya berlangsung sementara. Pasien tidak

ingat nama obat yang diminum. Pasien tidak ada mengeluhkan penglihatan

ganda, gangguan pendengaran, gangguan menelan atau kelemahan ekstrimitas

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi tidak terkontrol (+), keluhan serupa (+)

Intoksikasi

Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

Keadaan Psikososial

Pasien tinggal bersama dengan suami dan 1 orang anak kandung dan 1 orang

anak angkat. Rumah permanen, ventilasi baik. Air minum dan MCK berasal

dari air ledeng. Jarak dengan rumah tetangga baik.

2
III. STATUS INTERNA SINGKAT

1. Keadaan Umum : Keadaan sakit : tampak sakit sedang


Tensi : 150/100 mmHg
Nadi : 93kali /menit
Respirasi : 20kali/menit
Suhu : 36,4oC
Status gizi : 98%
2. Kepala/Leher :

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, ptosis (-/-)

- Mulut : dalam batas normal

- Leher : peningkatan JVP (-), pembesaran

KGB (-)

3. Thoraks

- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,

wheezing (-), rhonchi (-)

- Cor : batas jantung normal, iktus cordis tidak terlihat, BJ I/II

tunggal, murmur (-)

4. Abdomen:hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, bising ususnormal


5. Ekstremitas : Edema Plegi Akral hangat

D S D S D S

- - - - + +
- - - - + +

Paresis

D S

- -
- -

3
IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT

Emosi dan Afek : Normothym

Proses Berfikir : Realistik

Kecerdasan : Sesuai dengan pendidikan

Penyerapan : Baik

Kemauan : Baik

Psikomotor : Hipoaktif

V. NEUROLOGIS

A. Kesan Umum:
Kesadaran : composmentis
GCS : E4V5M6
Pembicaraan : Disartri : (-)
Monoton : (-)
Scanning : (-)

Afasia : Motorik : (-)

Sensorik : (-)

Anomik : (-)

Kepala : Besar : Normal

Asimetri : (-)

Sikap paksa : (-)

Tortikolis : (-)

Muka : Mask/topeng : (-)

Miophatik : (-)

Fullmooon : (-)

B. Pemeriksaan Khusus

4
1. Rangsangan Selaput Otak

Kaku kuduk : (-)

Kernig : (-)/(-)

Laseque : (-)/(-)

Bruzinski I : (-)

Bruzinski II : (-)/(-)

2. Saraf Otak

a. N. Olfaktorius Kanan Kiri

Hyposmia (-) (-)

Parosmia (-) (-)

Halusinasi (-) (-)

b. N. Optikus Kanan Kiri

Visus 1/60 1/60

Lapang pandang normal normal

Funduskopi tidak dilakukan tidak dilakukan

c. N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens

Kedudukan bola mata Kanan Kiri

tengah tengah

Pergerakan bola mata ke

Nasal : Normal Normal

Temporal : Normal Normal

Atas : Normal Normal

Bawah : Normal Normal

5
Temporal bawah : Normal Normal

Eksopthalmus : - -

Ptosis : - -

Pupil

Bentuk bulat bulat

Lebar 3mm 3mm

Perbedaan lebar isokor isokor

Reaksi cahaya langsung (+) (+)

Reaksi cahaya konsensuil (+) (+)

Reaksi akomodasi (+) (+)

Reaksi konvergensi (+) (+)

d. N. Trigeminus

Kanan Kiri

Cabang Motorik

Otot Maseter Normal Normal

Otot Temporal Normal Normal

Otot Pterygoideus Int/Ext Normal Normal

Cabang Sensorik

I. N. Oftalmicus Normal Normal

II. N. Maxillaris Normal Normal

III. N. Mandibularis Normal Normal

Refleks kornea langsung Normal Normal

Refleks kornea konsensuil Normal Normal

6
e. N. Facialis

Kanan Kiri

Waktu Diam

Kerutan dahi sama tinggi

Tinggi alis sama tinggi

Sudut mata sama tinggi

Lipatan nasolabial tidak terlihat

Waktu Gerak

Mengerutkan dahi sama tinggi

Menutup mata (+) (+)

Bersiul tidak dilakukan

Memperlihatkan gigi sama tinggi

Pengecapan 2/3 depan lidah tidak dilakukan

Sekresi air mata tidak dapat dilakukan

Hyperakusis (-) (-)

f. N. Vestibulocochlearis

Vestibuler

Vertigo : (+)

Nystagmus : (+)

Tinitus aureum :Kanan: (-) Kiri : (-)

Uji Romberg : tidak dapat dilakukan, saat pasien duduk

sudah merakan pusing.

Cochlearis

7
Mendengar suara bisikan normal normal

Tes Rinne tdl tdl

Tes Webber tdl tdl

Tes Swabach tdl tdl

g. N. Glossopharyngeus dan N. Vagus

Bagian Motorik:

Suara : normal

Menelan : normal

Kedudukan arcus pharynx : simetris, normal

Kedudukan uvula : ditengah

Detak jantung : normal, irama teratur,

daya angkat cukup

Bising usus : normal

Bagian Sensorik:

Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan

Refleks muntah: (+) normal

h. N. Accesorius

Kanan Kiri

Mengangkat bahunormal normal normal

Memalingkan kepala normal normal

i. N. Hypoglossus

Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah

8
Kedudukan lidah waktu bergerak : di tengah

Atrofi : tidak ada

Kekuatan lidah menekan pada bagian : kuat/kuat

Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) : -/-

3. Sistem Motorik

Kekuatan Otot

Tubuh : Otot perut : normal

Otot pinggang : normal

Kedudukan diafragma : Gerak : normal

Istirahat : normal

Lengan (Kanan/Kiri)

M. Deltoid : 5/5

M. Biceps : 5/5

M. Triceps : 5/5

Fleksi sendi pergelangan tangan : 5/5

Ekstensi sendi pergelangan tangan : 5/5

Membuka jari-jari tangan : 5/5

Menutup jari-jari tangan : 5/5

Tungkai (Kanan/Kiri)

Fleksi artikulasio coxae : 5/5

Ekstensi artikulatio coxae : 5/5

Fleksi sendi lutut : 5/5

Ekstensi sendi lutut : 5/5

9
Fleksi plantar kaki : 5/5

Ekstensi dorsal kaki : 5/5

Gerakan jari-jari kaki : 5/5

Besar Otot :

Atrofi :-

Pseudohypertrofi :-

Respon terhadap perkusi : normal

Palpasi Otot :

Nyeri :-

Kontraktur :-

Konsistensi : Normal

Tonus Otot :

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Hipotoni - - - -

Spastik - - - -

Rigid - - - -

Rebound - - - -

phenomen

Gerakan Involunter

Tremor : Waktu Istirahat : -/-

Waktu bergerak : -/-

Chorea : -/-

10
Athetose : -/-

Balismus : -/-

Torsion spasme : -/-

Fasikulas i : -/-

Myokimia : -/-

Koordinasi :

Telunjuk kanan kiri normal

Telunjuk-hidung norml

Gait dan station :tdl

4. Sistem Sensorik

Kanan/kiri

Rasa Eksteroseptik

Rasa nyeri superfisial : normal/normal

Rasa suhu : tidak dilakukan

Rasa raba ringan : normal/normal

Rasa Proprioseptik

Rasa getar : tidak dilakukan

Rasa tekan : normal/normal

Rasa nyeri tekan : normal/normal

Rasa gerak posisi : normal/normal

Rasa Enteroseptik

Refered pain : tidak ada

11
5. Fungsi luhur

Apraxia : Tidak ada

Alexia : tidak dilakukan

Agraphia: tidak dilakukan

Fingerognosis : Tidak ada

Membedakan kanan-kiri : Tidak ada

Acalculia : Tidak ada

6. Refleks-refleks

Refleks kulit

Refleks kulit dinding perut : normal

Refleks cremaster : Tidak dapat dilakukan

Refleks gluteal : Tidak dapat dilakukan

Refleks anal : Tidak dapat dilakukan

Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):

Refleks Biceps : 2/2

Refleks Triceps : 2/2

Refleks Patella : 2/2

Refleks Achiles : 2/2

Refleks Patologis :

Tungkai

Babinski : -/- Chaddock : -/-

Oppenheim : -/- Rossolimo : -/-

12
Gordon : -/- Schaffer : -/-

Lengan

Hoffmann-Tromner : -/-

Reflek Primitif : Grasp (-)

Snoutt (-)

Sucking (-)

Palmomental (-)

7. Susunan Saraf Otonom

Miksi : inkontinensi (-)

Defekasi : konstipasi (-)

Sekresi keringat : normal

Salivasi : normal

Gangguan tropic : kulit, rambut, kuku (-)

8. Columna Vertebralis

Kelainan Lokal

Skoliosis : tidak ada

Khypose : tidak ada

Khyposkloliosis : tidak ada

Gibbus : tidak ada

Gerakan Servikal Vertebra

Fleksi :normal

Ekstensi : normal

13
Lateral deviation : normal

Rotasi : normal

Gerak Tubuh : normal

Hasil laboratorium tanggal 14 Agustus 2016 :

KIMIA
GULA DARAH
GlukosaDarah 98 <200 mg/dl
Sewaktu (GDS)
SGOT 27 0 46 U/l
SGPT 30 0 45 U/I
Ginjal
Ureum 34.7 10 50 mg/dl
Creatinin 1.1 0.6 - 1.2 mg/dl

CT Scan 15 Agustus 2016 :


Hasil Ct-Scan:

Normal

Rontgen Thorax 15 Agustus 2015 :

14
RESUME

1. ANAMNESIS:

- Pusing yang terasa berputar sejak 3 hari SMRS


- Pusing dirasakan diseluruh kepala
- Pusing timbul pada pagi hari saat bangun tidur, bertambah berat

apabila dbawa berjalan


- Keluhan pusing juga disertai mual
- Pasien tidak ada mengeluhkan penglihatan ganda dan gangguan

pendengaran.
- Pasien masih dapat beraktifitas, namun bila keluhan kambuh pasien

menghentikan aktifitasnya
- Pasien sudah mencoba mengurangi keluhan dengan mengkonsumsi

obat-obatan dari puskesmas namun keluhan tidak berkurang


- Pasien memiliki riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol
- Pasien mengaku pernah mengalami keluhan serupa saat berusia 20

tahun dan disertai muntah

2. PEMERIKSAAN

15
Interna

Kesadaran : composmentis, GCS E4 V5 M6

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 93kali /menit

Respirasi : 210kali/menit

Suhu : 36,4oC

Kepala/Leher : normal

Thorax : tidak ada kelainan

Abdomen : tidak ada kelainan

Ekstremitas : tidak ada kelainan

Status psikiatri :tidak ada kelainan

Status Neurologis

Kesadaran :composmentis GCS 4-5-6

Pupil isokor, diameter 3/3mm, refleks cahaya +/+, gerak mata

simetris

Rangsang selaput otak: tidak ada kelainan

Saraf kranialis: vertigo (+), nistagmus (+)

Motorik: lengan 5/5, tungkai 5/5

Tonus: Lengan :normal/normal, Tungkai :normal/normal

Sensorik: Lengan : menurun/normal, Tungkai : menurun/normal

Reflek fisiologis BPR : 2/2, TPR: 2/2, KPR : 2/2, APR : 2/2

Refleks patologis : babinski -/-

Susunan saraf otonom :tidak ada kelainan

16
Columna Vertebralis : tidak ada kelainan

3. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : dizziness, chepalgia

Diagnosis Topis : n. vestibularis

Diagnosis Etiologis : Vertigo perifer

4. PENATALAKSANAAN

- PO. Candesartan 16 mg 1x1


- PO. Frego 5 mg 0-0-1
- PO. Bisoprolol 2,5 mg 1x1
- PO. Betahistin 6 mg 2x1

PEMBAHASAN

Pada kasus, pasien wanita berusia 55 tahun datang dengan keluhan pusing

berputar sejak 3 hari SMRS. Pusing muncul ketika pasien bangun dari tempat

tidur dan langsung beridiri, pusing dirasakan seperti naik kapal. Pusing muncul

perlahan-lahan dan hilang timbul. Aktivitas terganggu pasien memiliki riwayat

hipertensi tidak terkontrol. Pasien tidak ada mengluhkan penglihatan ganda,

gangguan pendengaran, gangguan menelan atau kelemahan ekstrimitas. Keluhan

yang sama pernah dirasakan saat usia 20-an. Pada pemeriksaan tanda vital

ditemukan tekanan darah diatas normal yaitu 150/100 mmHg, pada pemeriksaan

saraf kranialis ditemukan vertigo dan nistagmus. Pemeriksaan penunjang yang

17
dilakukan adalah ct-scan menunjukkan hasil normal. Dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan penunjang pasien didiagnosa vertigo perifer

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang

sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,

unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Vertigo merupakan keluhan yang

berhubungan dengan gangguan system vestibuler sehingga penderita merasa

bahwa sekitarnya bergerak, atau dirinya yang bergerak dan biasanya disertai oleh

rasa tidak stabil dan kehilangan keseimbangan. 1,2,3,4

Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan

dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah

tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.2,5

Keluhan pusing sering diutarakan pada 5,6 juta pasien di Amerika Serikat

per tahunnya, dimana pasien yang didiagnosa vertigo sebanyak 20-30 %. Vertigo

juga ditemukan sebagai 4 % keluhan yang sering terjadi pada unit gawat darurat

Amerika Serikat per tahunnya selama tahun 1995-2004.6 insiden vertigo dan

ketidakseimbangan adalah 5-10 % dan mencapai 40 % pada pasien yang berusia

lebih dari 40 tahun. Insiden jatuh akibat menderita vertigo adalah 25 % pada

pasien yang berusia lebih dari 65 tahun di Amerika. 7 Di RSUP Dr. Kariadi

Semarang, vertigo berada pada urutan kelima dari gangguan atau penyakit yang

dirawat di bangsal saraf. Sedangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan di klinik.

Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, angka penelitian menyebutkan kejadian

vertigo kira-kira 20 % ada sekelompok orang dengan kurun waktu satu bulan. Di

tempat praktek umum, vertigo menempati posisi keempat setelah nyeri, nyeri

18
kepala, dan stroke dan menempati posisi kedua di bangsal rawat inap. 8 Vertigo

jenis perifer sering terjadi pada usia rata-rata 51-57,2 tahun dan jarang pada usia

di bawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala.1

Vertigo terbagi dalam dua jenis yaitu vertigo tipe perifer dan vertigo tipe

sentral. Masing-masing vertigo memiliki pencetus yang berbeda. Vertigo pada

umumnya diakibatkan karena ketidakseimbangan system vestibular akibat

kerusakan atau disfungsi dari labirin, nervus vestibular, ataupun struktur

vestibular pusat di otak. Vertigo perifer adalah vertigo yang diakibatkan gangguan

dari bagian dalam telinga atau sistem vestibuler yang membentuk kanal

semisirkular. Sedangkan vertigo tipe sentral diakibatkan oleh penyakit yang

berhubungan dengan sisstem saraf pusat, contohnya perdararahan intracranial,

iskemik otak. Penyebab lainnya adalah tumor, infeksi, trauma, dan multiple

sklerosis.6

Tabel 1. Penyebab Vertigo6

Penyebab Vertigo
Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Idiopatik
Akut vestibulopati: labirintis Stroke, terutama yang mengenai

vertrebrobasilar
Meniere disease Migren Basilar
Benign positional paroxysmal vertigo Multiple sklerosis
Fistula perilimfatik Cerebellopontine angle tumor
Erosi kolesteatoma Neoplasma
Herpes zoster Trauma
otosklerosis
TIA

19
Pada pasien tidak ditemukan riwayat yang mencetuskan terjadinya vertigo

sentral. Pasien hanya memiliki riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol. Oleh

karena itu pasien tergolong dalam vertigo jenis perifer.

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan

tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya

dengan yang dipersepsi oleh sususan saraf pusat. 2,9 Sistem kesimbangan tubuh

berperan dalam proses seperti berjalan. Kanalis semisirkularis sebagai reseptor,

sertam system vestibuler dan serebelum sebagai pengolah informasi, selain itu

fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi

rasa sikap dan gerak anggota tubuh. System tersebut saling berhubungan dan

mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di sususan saraf pusat.

Gambar 1. Bagan system keseimbangan manusia.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut2,6:

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

20
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan

menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu:

akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik

Menurut teori ini terjadiketidakcocokan masukan sensorik yang

berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,

vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan

sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan

kebingungan sensorik disentral sehingga timbul respons yang dapat berupa

nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan

vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi

kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih

menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut

teori ini otak mempunyai memori/ ingatan tentang pola gerakan tertentu,

sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/ tidak sesuai

dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susuna saraf

otonom

Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan

terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala

4. Teori otonomik

21
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai

usaha adaptasi gerakan/ perubahan posisi, gejala klinis timbul jika system

simpatis terlalu dominan sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai

berperan.

5. Teori neurohormonal

Di antaranya teori histamine (takeda), teori dopamine (Kohl) dan teori

serotonin (lucat) yang masing- masing menekankan peranan neurotransmitter

tertentu dalam mempengaruhi system saraf otonom yang menyebabkan

timbulnya gejala vertigo.

6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau

peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomulekuler yang

terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.

Rangsang gerakan menimbulkan stress yang akan memicu sekresi

CRF (corticotrophin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya

akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan

mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas system saraf

parasimpatik teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering

timbul berupa pucat, berkeringat diawal serangan vertigo akibat aktivitas

simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi

seteleah beberapa saat akibat dimninasi aktivitas susunan saraf

parasimpatis.

22
Gejala klinis vertigo meliputi pusing, kepala terasa ringan, rasa terapung,

terayun, mual, keringat dingin, pucat, muntah, sempoyongan waktu berdiri atau

berjalan, dan nistagmus. Gejala gejala tersebut dapat diperhebat dengan

berubahnya posisi kepala.2

Pada anamnesis, pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya apakah

melayang, goyang, berputar, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui

juga keadaan yang memperovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala

dan tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil waktu, apakah timbulnya akut atau

perlahan, hilang timbul, paroksismal, progresif atau membaik. Beberapa penyakit

tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik.2,5,9,10

Gambar 2. Profil waktu serangan vertigo pada beberapa penyakit

Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/

ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan

seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui

23
ototoksik/ vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit

jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik.2,5

Pada kasus ini pasien mengeluhkan keluhan vertigo yang bentuknya yaitu

seperti berputar dan serasa naik kapal. Keluhan pusing muncul perlahan dimulai

pada pagi hari saat bangun tidur dan semakin memberat apabila dibawa berdiri

dan berjalan. Pasien mengaku masih dapat bekerja bila keluhan pusing hilang,

namun apabila kambuh pasien tidak mampu beraktivitas lagi. Dari anamnesis

pasien mengarah pada jenis vertigo perifer yaitu benign paroksismal positional

vertigo.

Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mengetahui factor-faktor penyebab,

baik kelainan sitemik, otologik atau neurogik-vestibuler atau serebeler.

Pemeriksaan fisik dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan

keseimbangan, gerak bola mata/ nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan

klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat

kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan dengan system vestibuler/

otologik, sleain harus diperitmbangkan pula factor psikologik/ psikiatrik yang

dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.2,5,9

Factor sistemik yang juga harus dipikirkan/ dicari antara lain

aritmiajantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.

Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk

vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi

kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai. Pemeriksaan fisik diarahkan

ke kemungkinan penyebab sistemik tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,

24
duduk dan berdiri, bising karotis, denyut jantung dan pulsasi nadi perifer juga

perlu diperiksa.2,5,9

Pada kasus, dalam pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 150/

100 mmHg, nadi 93 x/menit, laju pernafasan 20 x/menit dan suhu 36,4C. dapat

diketahui dari pemeriksaan tanda vital pasien memiliki tekanan darah tinggi dan

tidak terkontrol.

Pemriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:


1.
Fungsi vestibuler/serebelum
a.
Uji Romberg.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan

kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian

selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat

menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau

suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup

badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian

kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.

Sedangkan pada kelainan serebelum badan penderita akan bergoyang

baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.2,6

25
Gambar 3. Uji Romberg

b. Tandem gait
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/ kanan diletakkan pada

ujung jari kaki kanan/ kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,

perjalannnnya akan menyimpang dan pada kelainan serebelum

penderita akan cenderung jatuh.2,6


c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus hirozontal kedepan dan jalan di

tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.

Pada kelainan vestbuler posisi penderita akan menyinpang/ berputar

kea rah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram, kepala

dan badan berputar kea rah lesi, kedua lengan bergerak kea rah lesi

dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini

disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.2,6

26
Gambar 4. Uji unterberger

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita

disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai

menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-

ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vetibuler akan

terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.2,6

Gambar 5. Uji tunjuk barany

e. Uji Babinsky- Weil


Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke

depan dan lima langkah ke belakang selama setengah menit, jika da

27
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah

berbentuk bintang.

Gambar 6. Uji Babinsky-Weil

Pada kasus, tidak dapat dilakukan semua pemeriksaan system vestibuler

diatas dikarenakan pasien merasa sangat berputar/ pusing sehingga tidak sanggup

untuk berdiri.

2. Pemeriksaan Khusus Oto- Neurologis

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di

sentral atau perifer.

a. Fungsi Vestibuler
Uji Dix Hallpike atau Manuver Nylen-Barany
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita

dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya

menggantung 45 di bawah garis horizontal, kemudian

kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan

saat timbul dan hilangnnya vertigo dan nistagmus, dengan uji

ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.2,4,6


Perifer (BPPV): vertigo dan nistagmus timbul setelah

periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1

menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang

beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten,

28
nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila

diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).2,4,6


Dix-Hallpike merupakan maneuver yang menjadi gold

standar untuk diagnosis vertigo jenis perifer (BPPV).3

29
Gambar 7. Metode Dix-Hallpike

Tabel 2.. Ciri Nistagmus Posisional

Lesi Perifer Lesi Sentral


Vertigo Berat Ringan
Masa laten Ya Tidak
Jadi capai/ lelah Ya Tidak
Habituasi Ya Tidak

Pada kasus dilakukan Tes Dix-Hallpike ditemukan nistagmus pada pasien

di detik ke-5, hal ini menunjukkan pasien menderita vertigo jenis perifer.

Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga

kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertical. Kedua

telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air

hangat (44C) masing- masing selama 40 detik dan jarak setiap

irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak

permulaan irigasi sampai hilangnnya nistagmus tersebut

(normal 90-150 detik). 2,4,6


Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau

directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis

ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah

rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional

preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah

nistagmus yang sama di masing- masing telinga.2,4,6

30
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n.

VIII, sedangkan directional preporderance manunjukkan lesi

sentral.2,4,6
Elektronistagmogram
Pemriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan

tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan

demikian nistagmus tersebut dapat dianalisi secara

kuantitatif.2,4,6
b. Fungsi pendengaran2,6
Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli

perseptif, dengan tes Rinne, Weber, Schwabach. Pada tuli

konduktif tes rinne negative, weber lateralisasi kesisi yang tuli,

dan scwabach memendek.


Audiometri
Ada bebrapa macam pemeriksaan audiometric seperti Loudness

Balance Test, SISI, Bakesy Audiometry, Tone Decay.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan

laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi. Foto

rontgen tengkorak, leher, EEG, EMG, CT-Scan, dan MRI bila diperlukan.5

Pada kasus dilakukan pemeriksaan kimia darah pada tanggal 14 Agustus

2016, didapatkan Gula Darah Sewaktu 98 mg/dl, ureum 34,7 mg/dl, kreatinin 1,1

mg/dl, SGOT 27 U/L, dan SGPT 30 U/L. Semua hasil pengukuran kimia darah

menunjukkan hasil normal. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan CT-scan pada

tanggal 15 Agustus 2016 dan didapatkan hasil normal. Pada pemeriksaan

laboratorium dan ct-scan menyingkirkan diagnosis pasien dari vertigo jenis

sentral.

31
Pengobatan vertigo sebenarnya terdiri dari pengobatan kausal; pengobatan

simptomatik; pengobatan rehabilitative; dan terapi operasi. Terapi operasi

dilakukan bila proses reposisi kanalis tidak berhasil.1,12

Pengobatan kausal merupakan pilihan yang utama apabila vertigo

diketahui penyebabnya. Pengobatan vertigo selain untuk kausal juga bertujuan

untuk memperbaiki ketidakseimbangan vestibular melalui modulasi transmisi

saraf, umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik.5

Tabel 3. Obat-Obatan pada terapi simptomatik vertigo.2,6

Obat- obat anti vertigo biasanya bekerja sebagai supresan vestibuler, maka

pemeberiannya secukupnya untuk mengurangi gejala supaya tidak menghambat

adaptasi/ kompensasi sentral.12

32
Calsium Entry Blocker berfungsi untuk mengurangi aktivitas eksitatori

system saraf pusat dengan menekan pelepasan glutamate dan bekerja langsung

sebagai depressor labirin, bisa untuk vertigo perifer dan sentral. Contohnya adalah

Flunarizin.12

Antihistamin berfungsi untuk efek antikolinergik dan merangsang

inhibitori monoaminergik, akibanya inhibisi nervus vertibularis. Contoh oabtnya

adalah Sinarisin, dimenhidrimat, prometasin, melizine, cyclizine.12

Antikolinergik berfungsi untuk mengurangi neuron dengan menghambat

jaras eksitatori kolinergik ke nervus vestibularis, mengurangi firing rate dan

respon nervus vestibularis terhadap rangsang. Contoh obatnya adalah skopolamin,

dan atropine.12

Monoaminergik berfungsi merangsang jaras-jaras inhibitiri-

monoaminergik pada nervus vestibularis sehingga eksitabilitas neuron berkurang.

Contoh obatnya adalah amphetamine, dan efedrin.12

Histanimik bekerja pada inhibisi neuron polisinaptik pada nervus

vestibularis lateralis. Contoh obatnya adalah betahistin.12

Pada kasus pasien dirawat selama 11 hari dan diberikan terapi ranitin IV

2x1 amp, dan PO: amlodipin 1x10 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, frego 2x 5 mg,

analsix 3x1 tab, candesartan 1x10 mg. Amlodipin dan bisoprolol diberikan untuk

terapi hipertensi pada pasien. Frego mengandung flunarizine sebagai calsiun entry

blocker untuk terapi vertigo pasien. Dan analsix mengandung metampiron sebagai

analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien. Pasien kemudian membaik

33
dan diperbolehkan pulang dengan terap meneruskan terapi yaitu candesartan 1x

16 mg, bisoprolol 1x 2,5 mg, frego 1x5 mg, dan betahistin 2x6 mg.

Selain terapi farmakologi, pengobatan simptomatik vertigo juga memiliki

terapi non farmakologi, yaitu:

a. Metode Brandt-Daroff, untuk pengobatan BPPV

Gambar 8. Metode Brandt- Daroff

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung,

lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh,

tahan selama 30 detik, keduian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik

baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik,

kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang lima kali

berturut turut pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.12

b. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertical.

Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45,

lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2

menit. Lalu kepala dotilehkan 90 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi

berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahankan 30-60 detik. Setelah

34
itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi

duduk secara perlahan.13

Gambar 9. Manuver Epley


c. Latihan visual vestibuler13
1. Pada pasien yang masih berbaring:
Melirik ke atas, ke bawah, ke samping kiri, kanan, selanjutnya

gerakan serupa sambil menatap jari yang digerakan pada jarak

30 cm, mula-mula lambat makin lama makin cepat.


Gerakan kepala fleksi dan ekstensi makin lama makin cepat,

mata buka dan mata tutup.


2. Pada pasien yang sudah bisa duduk:
Gerakan kepala dengan cepat ke atas dan kebawah sebanyak 5

kali, lalu tunggu 10 detik sampai vertigo hilang. Ulangi latihan

sebanyak 3 kali.
Gerakan kepala menatap ke kiri, kanan, atas, bawah selama 30

detik, kembali ke posisi biasa selama 30 detik, ulangi latihan

sebanyak 3 kali.
Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda yang

diletakkan dilantai.
3. Untuk pasien yang sudah bisa berdir/ berjalan:

35
Sambil berdiri gerakan mata, kepala, seperti latihan diatas.
Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup.
d. Latihan berjalan (Gait exercise)13,14
1. Jalan menyebrang ruangan dengan mata terbuka dan mata tertutup.
2. Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup bergantian. Lalu

jalan tandem dengan kepala menghadap ke atas.


3. Jalan turun naik pada lantai miring atau undakan, mata tertutup dan

terbuka bergantian.
4. Jalan mengelilingi seseorang sambil melempar bola.
5. Olahraga bowling, basket dan jogging.

Pasien telah diedukasi untuk melakukan terapi- terapi non farmakologi di

rumah, seperti maneuver epley dan brandt-daroff.

Komplikasi dari vertigo yang paling sering terjadi adalah mual dan

muntah, biasanya juga diakibatkan oleh maneuver epley. Beberapa menyarankan

premedikasi diazepam atau prochlorperazine sebelum melakukan maneuver

epley.14

Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik,

dapat terjadi remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung

dari penyakit yang mendasarinya. Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya,

menandakan prognosis yang buruk.14

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewato G, Suwono WJ, Riyanto B, et al. Panduan Praktis Diagnosis dan


Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC, 2009.
2. Wreksoatmodjo, BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia

Kedokteran. 2004; 144:41-46


3. Abes GT, Magiba-Caro R, Chiong CM, et al. Clinical Practice Guidelines

Vertigo in Adults-2nd Edition. Philipine journal of otolaryngology-head and

heck surgery. 2014; 29:1-16


4. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008


5. Akbar, M. Diagnosis Vertigo. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas

Hasanuddin. Makassar, 2013


6. Gnerre P, Casati C, Frualdo M, et al. Management of Vertigo: from

evidence to clinical practice. Italian journal of medicine. 2015;9:180-192


7. Samy, Hesham M, MD, PhD, Chief Editor: Robert A Egan, MD et al.

2008. Dizziness, vertigo, and imbalance, diakses 16 september 2016 jam

17.45, http://emedicine.medscape.com/article/2149881-overview/
8. Pradana KA, Pengaruh terapi akupresur terhadap vertigo di klinik sinergy

mind health Surakarta. Stikes Kusuma Husada Surakarta: 2014


9. Bashiruddin J. Vertigo Posisi paroksismal jinak. Dalam: Arsyad E,

Iskandar N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala&Leher. Edisi

Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 104-9


10. Joesoef AA. Vertigo. Dalam: Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. P.341-59


11. Anderson JH, Levine SC. Sistem vestibularis. Dalam: Effendi H, Santoso

R, Editor: Buku Ajar Penyakit THT boies. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.

1997. H39-45

37
12. Nurimaba Nurdjaman. Penatalaksaan Vertigo. Perdossi Bagian Saraf FK

Universitas Padjajaran.
13. Bittar et al. Benign Paroxysmal Posititonal Vertigo: Diagnosis and

Treatment. International Tinnitus Journal. 2011;16(2):135-45.


14. John C Li. Benign Paroxysmal Positional Vertigo, (Online),

(http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview, diakses 18

september 2016)

38

Anda mungkin juga menyukai