Anda di halaman 1dari 17

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 53 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Saradan RT 8 RW 2

MRS tanggal : 26 Mei 2015

No. RMK : 114-30-29

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 26 Mei 2015

1. Keluhan utama :

Nyeri pinggang

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluh nyeri pada pinggang yang

hilang timbul. Keluhan kadang disertai dengan nyeri pada daerah perut

bagian bawah. Tidak ada riwayat nyeri yang menjalar sampai ke

kemaluan. Nyeri dirasakan memberat bila beraktivitas. Tidak ada

gangguan dalam pola BAB, tidak ada mual, Pasien menyangkal apabila

24
ada nyeri saat BAK tidak ada riwayat BAK tampak warna merah. Tidak

ada riwayat demam. Riwayat trauma (-), operasi sebelumnya (-) sejak 1

bulan yang lalu pasien didiagnosa dengan gagal ginjal kronis, dan

menjalani HD rutin 2 kali seminggu.pasien juga didiagnosa memiliki

riwayat penyakit jantung.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

DM (-), HT (-), Riwayat batu saluran kemih (-), ISK (-), PJK (+).

4. Riwayat Penyakit Keluarga

DM (-), HT (-) Batu saluran kemih (-).

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

2. Kesadaran : kompos mentis

3. Tanda Vital

Tensi :110/70 mmHg

Nadi : 89 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 36,3 oC

4. Kepala dan leher

Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Pe JVP (-), pe> KGB (-)

5. Thoraks

Paru

Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak

25
melebar.

Palpasi : fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk.

Auskultasi : vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak.

Palpasi : tidak teraba thrill.

Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II

LPS kanan.

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.

5. Abdomen

Inspeksi : tampak datar

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : Supel, Hepar, Massa, Lien tidak teraba, Nyeri

tekan (-)

Perkusi : timpani.

7. Ekstremitas atas dan bawah :

Atas : Edema (-/-), gerak normal, nyeri gerak (-/-).

Bawah : Edema (+/+), gerak normal, nyeri gerak (-/-).

CVA

Inspeksi : jejas (-/-), hematoma (-/-)

Palpasi : massa teraba (-/-), nyeri tekan (-/-)

Perkusi : nyeri ketok ginjal (+/+)

26
Flank Area

Inspeksi : massa (-/-), hematoma (-/-), jejas (-/-)

Palpasi : massa teraba , nyeri tekan (-/-)

Suprapubik

Inspeksi : distensi (-), jejas (-), kateter (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

Genitalia

OUE : bloody discharge (-), edema (-), kateter (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

25 Mei 2015
PEMERIKSAAN NILAI NILAI SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.7 12.0-16,0 g/dl
Lekosit 6,600 4,000-10,500 /ul
Eritrosit 3.55 3.90-5.50 juta/ul
Hematokrit 31.2 37-47 vol%
Trombosit 246,000 150,000- /ul
450,000
GDP 148 <200 mg/dl
Ur/CrT 16/4.75 10-50/0,6-1,2 Mg/dl
SGOT/SGPT 32/16 16-40/8-45 u/l
Elektrolit
Natrium 139 135-146 Mmol/l
Kalium 3.6 3,4-5,4 Mmol/l
Chlorida 101 95-100 Mmol/l

27
USG Urologi (14 Mei 2015)

Expertise Radiologi :
Hidronefrosis bilateral;
Hidroureter proximal bilateral
Suspek nefrolitiasis bilateral

28
CT Scan Abdomen (24 Februari 2015)

Expertise Radiologi
Hydronephrosis berat kanan dengan dilatasi ureter proksimal o.k batu
ureter kanan medial uk 27x16 mm setinggi sacrum 1-2kanan
Hydronephrosis berat kiri dengan dilatasi ureter proksimal o.k batu ureter
kiri medial uk 11x7 mm setinggi sacrum 3 kiri neprolitiasis multiple kiri

29
Renogram (25 Maret 2015)

Hasil : Penurunan fungsi ginjal bilateral; terutama ginjal kiri

E. Diagnosis

Diagnosis Klinis : Kolik ureter

Diagnosis Etiologi : Batu ureter bilateral

Batu ginjal multipel kiri

Diagnosis Komplikasi : CKD

30
Hydronephrosis bilateral

Diagnosis Penyerta : PJK

F. Penatalaksanaan

- Urethrolitotomy dekstra + insersi dj stent

- ESWL sinistra

- HD

G. Follow Up

26/5/2015
S) nyeri berkemih (-)
nyeri pinggang (-)
bengkak kaki
O) TD : 110/80 mmHg RR : 21 kali/menit
N : 91 kali/menit T : 36,8 C
Pemeriksaan Fisik :
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Thorax: rhonki - - wheezing
- -
- - - -
- - - -
Plank pain (-/-)
Pitting edema (+/+)
A) Ureterolithiasis (d/s) + HN + PJK + CKD
P) Pro Ureterolytotomi
TS IPD : Mohon HD pre-OP (1 hari jelang operasi) lalu cek ulang
Hb, elektrolit, Ur/Cr. Acc OP jika Cr 5. Kemungkinan
perawatan ICU post OP

27/5/2015

31
S) nyeri berkemih (-)
O) TD : 110/70 mmHg RR : 20 kali/menit
N : 88 kali/menit T : 36,8 C
Pemeriksaan Fisik :
Plank pain (-/-)
Hasil Laboratorium : (26 Mei 2015)
Hb 8.6 g/dL; Ur 27 mg/dL; Cr 8,2 mg/dL
A) Ureterolithiasis (d/s) + HN + PJK + CKD + anemia
P) Pro Ureterolytotomi
TS IPD : Acc OP jika Cr 5 sudah HD rutin 2x/minggu
Konsul ulang IPD

28/5/2015
S) nyeri (-)
O) TD : 120/80 mmHg RR : 20 kali/menit
N : 86 kali/menit T : 36,6 C
Pemeriksaan Fisik :
Plank pain (-/-)
A) Ureterolithiasis (d/s) + HN + PJK + CKD
P) Pro Ureterolytotomi
HD 2x/minggu
Cek DR Post HD

29/5/2015
S) nyeri (-)
O) TD : 110/80 mmHg RR : 20 kali/menit
N : 92 kali/menit T : 36,7 C
Pemeriksaan Fisik :
Plank pain (-/-)
Hasil Laboratorium : (28 Mei 2015)
Hb 8.7 g/dL; Ur 16 mg/dL; Cr 7.7 mg/dL

32
A) Ureterolithiasis (d/s) + HN + PJK + CKD + nefroliatiasis multipel (s)
P) Pro transfusi sampai Hb 10gr%
Pro Ureterolytotomi
HD 2x/minggu

30/5/2015
S) nyeri (-)
O) TD : 120/80 mmHg RR : 20 kali/menit
N : 89 kali/menit T : 36,4 C
Pemeriksaan Fisik :
Plank pain (-/-)
Hasil Laboratorium : (28 Mei 2015)
Hb 8.7 g/dL; Ur 16 mg/dL; Cr 7.7 mg/dL
A) Ureterolithiasis (d/s) + HN + PJK + CKD + nefroliatiasis multipel (s)
P) Pro transfusi sampai Hb 10gr%
Pro Ureterolytotomi
HD 2x/minggu

31/5/2015
S) nyeri (-)
O) TD : 120/80 mmHg RR : 21 kali/menit
N : 91 kali/menit T : 36,8 C
Pemeriksaan Fisik :
Plank pain (-/-)
Hasil Laboratorium : (28 Mei 2015)
Hb 8.7 g/dL; Ur 16 mg/dL; Cr 7.7 mg/dL
A) Ureterolithiasis (d/s) + HN + PJK + CKD + nefroliatiasis multipel (s)
P) Pro transfusi sampai Hb 10gr% sudah 2 kantong
Pro Ureterolytotomi
HD 2x/minggu

1/6/2015

33
S) nyeri pinggang (+)
O) TD : 120/80 mmHg RR : 21 kali/menit
N : 72 kali/menit T : 36,2 C
Pemeriksaan Fisik :
Plank pain (-/-)
Hasil Laboratorium : (28 Mei 2015)
Hb 8.7 g/dL; Ur 16 mg/dL; Cr 7.7 mg/dL
A) Ureterolithiasis bilateral + HN bilateral + nefroliatiasis (s) multipel + PJK
+ CKD
P) Pro Ureterolytotomi (d) + URS + DJ Stent (s)
HD 2x/minggu

2/6/2015
S) nyeri pinggang (+)
O) TD : 120/80 mmHg RR : 20 kali/menit
N : 81 kali/menit T : 36,1 C
Pemeriksaan Fisik :
Plank pain (-/-)
Hasil Laboratorium : (1 Juni 2015)
Ur 12 mg/dL; Cr 4.9 mg/dL
A) Ureterolithiasis bilateral + HN bilateral + nefroliatiasis (s) multipel + PJK
+ CKD
P) Pro Ureterolytotomi (d) + URS + DJ Stent (s)
HD 2x/minggu

34
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis pasien pada kasus ialah ureterolithiasis dextra et sinistra, dengan

hidronefrosis bilateral dan Chronic kidney disease (CKD). Hal ini

dipertimbangkan berdasarkan dasar aspek klinis, hasil pemeriksaan radiologis,

dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Ny.S, 53 tahun, datang ke RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan nyeri

pada pinggang yang hilang timbul. Keluhan kadang disertai dengan nyeri pada

daerah perut bagian bawah. Tidak ada riwayat nyeri yang menjalar sampai ke

kemaluan. Nyeri dirasakan memberat bila beraktivitas. Tidak ada gangguan dalam

pola BAB, tidak ada mual, Pasien menyangkal apabila ada nyeri saat BAK tidak

ada riwayat BAK tampak warna merah. Tidak ada riwayat demam. Riwayat

trauma (-), operasi sebelumnya (-) sejak 1 bulan yang lalu pasien didiagnosa

dengan gagal ginjal kronis, dan menjalani HD rutin 2 kali seminggu.pasien juga

didiagnosa memiliki riwayat penyakit jantung.

Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor

intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik

yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Pada pasien ini

ditemukan adanya faktor intrinsik antara lain, umur: penyakit ini paling sering

didapatkan pada usia 30-60 tahun (pasien berumur 53 tahun). Sedangkan faktor

35
ekstrinsiknya antara lain, asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar

mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu

saluran kemih (riwayat kebiasaaan pasien jarang meminum air putih), pekerjaan :

penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau

kurang aktivitas atau sedentary life (pekerjaan pasien sebagai pensiunan swasta

yang hanya beraktivitas di rumah saja dengan riwayat kebiasaan tidak suka

berolahraga).19

Secara umum, nyeri pada area pinggang maupun daerah perut bagian

bawah dapat bersumber dari gangguan pada sistem digestif, sistem urinaria, dan

sistem muskuloskeletal. Hal ini karena nyeri pada pinggang bukanlah gejala khas,

banyak sekali penyakit penyakit yang ditandai dengan dengan nyeri pinggang.

Lokasi spesifik nyeri, jenis, sifat, onset serta keluhan penyerta nyeri akan

sangat membantu mengkerucutkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis. Sensasi

nyeri pada flank area (antara abdomen atas dan pinggang) menandakan bahwa

sumber nyeri berasal dari area retroperitoneal, paling sering akibat regangan

kapsul ginjal. Hal ini diperkuat dengan disangkalnya keluhan-keluhan yang

biasanya menyertai penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, dan gangguan

BAB.20,21

Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalis didapatkan penderita

tampak sakit sedang, tanda vital dalam batas normal, pupil isokor dengan refleks

cahaya semuanya positif. Leher, KGB, paru-paru, jantung, tidak ditemukan

kelainan. Pada kedua ekstrimitas bawah ditemukan adanya edema. Pada regio

costovertebrae angle dextra dan sinistra nyeri ketok positif.

36
Temuan ini dapat menandakan adanya masalah pada ginjal kiri dan kanan

penderita. Tetapi hal ini tidak begitu saja menyingkirkan kemungkinan penyakit

saluran cerna dan masalah muskuloskeletal. Sehingga mutlak perlu ditunjang oleh

pemeriksaan pencitraan yang sesuai. Hal ini akan membantu memutuskan apakah

cukup dengan terapi konservatif atau dibutuhkan terapi lain.

Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai

mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu

radioopaque. Pada kasus ini sudah tepat dilakukan pemeriksaan USG urologi dan

CT Scan abdomen sehingga diagnosis bisa ditegakkan. Hasil USG urologi

didapatkan kesimpulan hidronefrosis bilateral, hidroureter proximal bilateral, dan

suspek nefrolitiasis bilateral. Adapun hasil CT scan didapatkan hydronephrosis

berat kanan dengan dilatasi ureter proksimal karena adanya batu ureter kanan

medial yang berukuran 27x16 mm setinggi sacrum 1-2 kanan, serta

hydronephrosis berat kiri dengan dilatasi ureter proksimal o.k batu ureter kiri

medial ukuran 11x7 mm setinggi sacrum 3 kiri neprolitiasis multiple kiri

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan pemeriksaan darah lengkap dan

kimia darah (ureum, kreatinin). Hasilnya ditemukan penurunan kadar Hb 10,7 g/dl

dan adanya peningkatan kadar ureum dan creatinin dengan kadar masing-masing

16 dan 4,7 mg/dl.

Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan di rumah sakit ialah terapi

konservatif dengan rencana terapi operatif (uretrolitotomy dextra+insersi dj stent).

Terapi konservatif yang diberikan berupa rehidrasi cairan maintenance dengan

37
infus ringer laktat 20 tetes/menit, hemodialisa 2x/ minggu untuk menurunkan

kadar ureum dan creatinin.

Adapun rencana terapi operatif yang dilakukan dengan uretrolitotomy

dextra + insersi dj stent dan teknik ESWL ginjal kiri untuk mengangkat batu pada

kasus ini. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yakni mengatasi

peningkatan kadar ureum dan creatinin serum pada pasien terlebih dahulu dengan

hemodialisa baru direncanakan dilakukan operasi pengangkatan batu ureter. Pada

pasien ini, ukuran batu ureter kanan 27 x 16 mm dan ureter kiri 11 x 7 mm.

Berdasarkan teori bahwa pengeluaran spontan batu bisa diharapkan 80% pada

pasien dengan ukuran batu dengan diameter tidak lebih dari 4 mm. Untuk batu

dengan diameter lebih dari 7 mm untuk bisa keluar secara spontan sangat kecil

sekali kemungkinannnya sehingga perlu dilakukan pengeluaran batu aktif.

Pengeluaran batu secara aktif sangat dianjurkan pada pasien dengan kriteria: nyeri

yang persisten meskipun dengan medikasi yang adekuat, obstruksi persisten

dengan risiko rusaknya fungsi renal, risiko pyonefrosis atau urosepsis, dan

obstruksi bilateral.21,22,23

Terapi aktif Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) dipilih karena

teknik ini menggunakan alat dapat yang memecah batu ginjal, batu ureter

proksimal, atau batu buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.

ESWL didasarkan pada prinsip bahwa gelombang kejut bertekanan tinggi akan

melepaskan energi ketika melewati area-area yang memiliki kepadatan akustik

berbeda. Gelombang kejut yang dibangkitkan di luar tubuh dapat difokuskan ke

sebuah batu menggunakan berbagai teknik geometrik. Gelombang kejut melewati

38
tubuh dan melepaskan energinya saat melewati sebuah batu. Tujuan dari metode

ini adalah untuk memecah batu menjadi partikel-partikel yang cukup kecil

sehingga dapat melewati ureter tanpa menimbulkan nyeri yang berarti.20,24

39
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus seorang wanita yang datang dengan

keluhan utama nyeri pinggang. Pasien didiagnosis menderita Ureterolitiasis

bilateral dan Hidronefrosis bilateral. Pada pasien didapatkan penyulit berupa

komplikasi penyakit seperti CKD dan PJK. Dalam perjalanannya didapatkan

nefrolitiasis (s). Diagnosis ditegakan berdasakan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan penunjang dimana didapatkan nyeri pinggang yang hilang timbul, flank pain

dan nyeri ketok (+) pada CVS (d/s). Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang

USG Urologi didapatkan kesimpulan hidronefrosis bilateral. Adapun hasil CT

scan didapatkan hydronephrosis berat kanan dengan dilatasi ureter proksimal

karena adanya batu ureter kanan medial yang berukuran 27x16 mm setinggi

sacrum 1-2 kanan, serta hydronephrosis berat kiri dengan dilatasi ureter proksimal

o.k batu ureter kiri medial ukuran 11x7 mm setinggi sacrum 3 kiri neprolitiasis

multiple kiri.

Pasien kemudian direncanakan menjalani prosedur ureterolitotomy,

pemasangan DJ Stent dan URS di ruang operasi.

40

Anda mungkin juga menyukai