Anda di halaman 1dari 12

Manajemen Kasus Spinal Anestesi

Hernia Inguinal Lateralis Sinistra (HILS)

IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. RY
Umur : 45 tahun
Alamat : Walikukun
Pekerjaan : petani
Agama : Islam
No.RM : 261.674
Tgl Operasi : Pasien operasi tanggal 27 Mei 2017

ANAMNESIS
Autoanamnesis dan pengambilan data sekunder dari status pasien tanggal 27
Mei 2017
a. Keluhan Utama
Benjolan pada daerah selangkangan disebelah kiri
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli bedah dengan keluhan adanya benjolan di daerah
selangkangan sebelah kiri. Benjolan dirasakan muncul pada saat tertentu. Tidak
dirasakan adanya nyeri pada benjolan. Kemudian pasien diagnosis hernia inguinal
lateralis sinistra oleh dokter spesialis bedah dan akan direncanakan dilakukan
tindakan herniorafi.
c. Anamnesis sistem
Cerebrospinal : Pusing (-), demam (-), kejang (-)
Kardiovaskular : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-)
Digesti : Mual (-), muntah (-), BAB normal
Urogenital : BAK normal
Integumentum : Gatal-gatal (-), kemerahan (-)
Muskuloskeletal : Bengkak pada ekstremitas kaki (-)
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat tekanan darah tinggi (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)

e. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat tekanan darah tinggi (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)

PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak tenang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 59 kg
Tinggi badan : 170 cm
Vital sign
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 36. C
Kepala : Bentuk kepala normal, mesosefal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Simetris, massa (-), deviasi trakea (-), nyeri tekan (-),
tiroid tidak teraba membesar
Thorak : Dada simetris ka/ki, retraksi (-)
Jantung : S1 S2 tunggal, reguler
Pulmo : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema pada ekstremitas bawah (-), akral teraba hangat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah lengkap tanggal 25 Mei 2017
WBC 10.3 10*9/L
LYM% 3,1 %
MID% 1.0 %
GRAN% 6.2 %
LYM# 30.1 10*9/L
GRAN# 60.3 10*9/L
RBC 5.47 10*12/L
HGB 16,6 g/dL
HCT 50.7 %
MCV 92.7 fL
MCH 31.3 pg
MCHC 33.7 g/dL
RDW_CV 13.2 %
PLT 324 10*9/L
MPV 7.7 fL

b. Pemeriksaan gula darah


Gula darah sewaktu : 113 mg/dl

c. Pemeriksaan hematologi
Waktu Perdarahan (BT) : 1,30 (1-3)
Waktu Pembekuan (CT) : 9,0 (1-15)

d. Pemeriksaan elektrolit
Natrium (Na) : 137,5 (135-148)
Kalium (K+) : 3.69 (3.50-5.30)
Chloride (CL-) : 105.5 (98.0-107.0)
Kalsium (Ca+) : 1.34
e. Pemeriksaan faal ginjal
Creatinin : 0.7 (0.5-0.9)
Ureum : 25 (10-50 mg/dl)
Asam urat : Tidak diperiksa

f. Pemeriksaan serologi
HBS Ag : Negatif

DIAGNOSIS
Hernia Inguinal Lateralis Sinistra

TERAPI
Terapi non farmakologi : -
Terapi farmakologi :-
Terapi Pembedahan : Herniorafi

PENATALAKSAAN ANESTESI
Pasien pria berusia 45 tahun dengan hernia inguinal lateralis sinistra. ASA I. BB :
59 Kg, TD: 110/70 mmHg, HR : 80 x/menit, RR : 20 x/menit
Anamnesis
Asma (-), alergi (-), hipertensi (+), diabetes mellitus (-), puasa (+) MMT jam
02.00 wib, gigi palsu(-), gigi goyang (-)
Konsul ke dokter Spesialis Anestesi jenis anestesi spinal anestesi
Teknik : Anestesi spinal dengan posisi duduk membungkuk
Premedikasi : Infus FIMA HES 500cc
Induksi : lidocain dan lidodex
Maintenance : O2 2 Lpm
Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, dan perdarahan
Langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
1. Setelah dimonitor, pasien duduk dengan posisi membungkuk, agar posisi tulang
belakang stabil. Pasien dibungkukkan maksimal agar prosesus spinosus mudah
teraba.
2. Ditentukan tempat tusukan, yaitu L4-L5 (perpotongan antara garis yang
menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung).
3. Berikan tanda pada tempat tusukan.
4. Tempat tusukan disterilkan dengan betadine dan alkohol.
5. Diberi anestetik lokal pada tempat tusukan, dengan lidokain 2 % sebanyak 2ml.
6. Jarum spinal besar ukuran 25G dapat langsung digunakan. Lakukan penusukan
jarum spinal pada tempat yang telah ditentukan, dengan sudut 10-30 terhadap
bidang horizontal kearah kranial. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum
spinal dicabut dan cairan jernih serebrospinal akan menetes keluar, pasang spuit
berisi Lidodex spinal dan dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Hasil pemantauan tanda vital (tekanan darah dan frekuensi nadi) , cairan masuk
dan cairan keluar selama dilakukan anastesi sebagai berikut :
JAM 13.00 13.05 13.10 13.15 13.20 13.25 13.30
TD (mmHg) 124/87 130/90 150/90 142/96 122/86 130/90 132/87
HR (x/menit) 85 89 94 80 78 90 92
Cairan masuk : RL 1000cc Cairan keluar : Perdarahan 100 cc
Fima HES 500 cc Urine 50cc

Selama Operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi ataupun kenaikan tekanan


darah yang berarti :
Cairan yang masuk selama operasi 1000 cc
Perdarahan selama operasi : 100 cc
Operasi berlangsung 30 menit
Post operasi :
Post op rawat di RR
Oksigen 2 Lpm (nasal)
Observasi KU dan Vital Sign tiap 15 menit sampai dengan stabil.
Posisi tidur head up 30o sampai 24 jam post operasi
Jika sistole 90 mmHg beri efedrin 10 mg IV
Nadi 60 kali/menit beri SA 0,5 mg IV
Nyeri kepala hebat, segera konsul dokter Spesialis Anastesi

PEMBAHASAN ANESTESI
Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan
pre operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi.
Kunjungan terhadap pasien sebelum pasien dibedah dilakukan agar dapat mengetahui
adanya kelainan diluar dari kelainan yang akan dioperasi, menentukan jenis operasi
yang akan di gunakan, serta melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti
adanya riwayat hipertensi, asma, atau alergi. Selain itu, dengan mengetahui keadaan
pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan
obat yang tepat pada pasien. Kunjungan pre operasi pada pasien juga bisa menghindari
kejadian salah identitas dan salah operasi.
Evaluasi pre operasi meliputi history taking, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi klasifikasi
status fisik pasien berdasarkan skala ASA. Status fisik ASA secara umum juga
berhubungan dengan tingkat mortalitas perioperatif. Karena underlying disease
hanyalah satu dari banyak faktor yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif,
maka tidak mengherankan apabila hubungan ini tidak sempurna. Meskipun begitu,
klasifikasi status fisik ASA tetap berguna dalam perencanaan manajemen anestesi,
terutama teknik monitoring. Adapun klasifikasi American Society of Anesthesiologists
(ASA) adalah :
ASA I :Pasien normal dan sehat fisik dan mental
ASA II :Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan
fungsional
ASA III :Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi
ASA IV :Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidakmampuan fungsi
ASA V :Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau
tanpa operasi
ASA VI :Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA
diikuti huruf E (misalnya ASA IE atau ASA IIE).
Pasien Tn.R dengan usia 45 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinal Lateralis
Sinistra, akan menjalani tindakan herniorafi. Dari hasil anamnesis, layak dilakukan
operasi pada pasien ini dengan klasifikasi ASA I, yaitu pasien normal dan sehat fisik
dan mental.
Pada pasien ini dilakukan anestesi dengan teknik spinal anestesi. Anestesi spinal
(subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal
secara langsung ke dalam cairan LCS di dalam ruang subaraknoid. Pada tindakan ini,
jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis 1.
Batas atas ini dikarenakan adanya ujung medulla spinalis dan batas bawah karena
penyatuan vertebra sakralis yang tidak mungkin dilakukan insersi. Pungsi lumbal hanya
antara L2-3, L3-4, L4-5, atau L5-S1 (perpotongan antara garis yang menghubungkan
kedua krista iliaka dengan tulang punggung).
Indikasi anestesi spinal antara lain adalah bedah ekstremitas bawah, bedah
panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi,
bedah abdomen bawah dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang
dikombinasikan dengan anastesia umum ringan, terdapat riwayat reaksi yang tidak baik
dengan anastetik umum, operasi darurat tanpa puasa yang adekuat, ini dimaksudkan
untuk menghindari aspirasi isi lambung. Pada pasien ini, akan dilakukan tindakan
berupa pembedahan Herniorafi sehingga masuk ke dalam indikasi untuk dilakukannya
anastesi spinal.
Kontra indikasi absolut/mutlak anastesi spinal meliputi pasien menolak, infeksi
pada tempat suntikan, riwayat alergi terhadap anastetik lokal, hipovolemia berat, syok,
mendapat terapi antikoagulan, gangguan perdarahan, tekanan intrakranial meningkat,
fasilitas resusitasi minim, kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Sedangkan kontra indikasi relatif meliputi pasien kurang atau tidak kooperatif, kelainan
neurologis, penyakit jantung iskemik, skoliosis, riwayat operasi laminektomi. Pasien
tidak memiliki kontraindikasi baik absolut ataupun relatif.
Salah satu tindakan premedikasi pada pasien ini adalah pemberian infus FIMA
HES 500 cc. Adapun tujuan dari pemberian cairan ini adalah untuk mencegah terjadinya
hipotensi. Ringer Laktat adalah cairan dengan osmolaritas mendekati serum sebesar
285mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Natrium merupakan
kation utama dari plasma darah dan berfungsi untuk menentukan tekanan osmotik.
Klorida merupakan anion utama di dalam plasma darah.Kalium merupakan kation
terpenting di dalam intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-
elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok
hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi
delayed. Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi,respirasi dan gastrointestinal.
Komplikasi sirkulasi
Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok
makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan
infuscairan kristaloid (NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgBB
dalam 10 menit segera setelah penyuntikan anestesia spinal. Bila dengan cairan
infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti
efedrin intravena sebanyak 19mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan
darah yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok
simpatis. Dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.
Komplikasi respirasi
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,bila fungsi paru-
paru normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal
tinggi.
3. Apnea dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena
hipotensi berat dan iskemia medula.
4. Kesulitan bicara, batuk kering yang persisten, sesak nafas, merupakan tanda-
tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan
pernafasan buatan.
Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan,
pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta
komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala
dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak.
Mulai terasa pada 24-48 jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi.
Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.
Pencegahan:
Pakai jarum lumbal yang lebih halus
Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
Hidrasi adekuat
Pengobatan:
Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
Hidrasi adekuat
Hindari mengejan
Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan
darah pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.
Retensi urin. Fungsi kandung kencing merupakan bagian yang fungsinya
kembali paling akhir pada analgesia spinal, umumnya berlangsung selama 24 jam.
Kerusakan saraf permanen merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Program pergantian cairan pada Tn. RY dengan berat badan 59 kg, lama
puasa 10 jam, jumlah perdarahan (JP) 100cc :
Maintenance (M) = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 59 = 118 cc
Stress Operasi (SO) = 6 cc/kgBB/jam = 6 x 59 = 354 cc
Pengganti puasa (PP) = M x jam puasa = 118 x 10 = 1180 cc
EBV = 70 cc/kgBB = 70 x 59 = 4130 cc
UBL = EBV x 20% = 4130 x 20% = 826 cc
Kebutuhan cairan
M + SO + 3 (JP) = 118 + 354 + 300 = 772 cc
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pemberian cairan
selama proses operasi cukup, sudah sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan.
SPINAL ANESTESI
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent)
meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya
kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau kifosis.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa
protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah. Pada pasien ini tidak terdapat gangguan pembekuan darah.

Jarum Spinal
Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung
bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti
ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan
nyeri kepala pascapenyuntikan spinal. Pada pasien ini digunakan jenis jarum Quinke
dengan ukuran 25G.

Teknik
Pada spinal anestesi, posisi pasien bisa duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk
merupakan posisi termudah untuk tindakan pungsi lumbal, seperti pada pasien ini.
Adapun langkah-langkah dari spinal anestesi dengan posisi duduk adalah :
Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan
dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur
berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi. Panggul dan lutut
difleksikan maksimal. Dada dan leher didekatkan ke arah lutut.
Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebra
lumbalis (interlumbal).
Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan
sudut 10-30 terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal akan
menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum
flavum, lapisan duramater dan lapisan subaraknoid.
Cabut mandrin lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
Suntikkan obat anestetik lokal yang telah dipersiapkan ke dalam ruang subaraknoid.
Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti
adrenalin.
Pada pasien ini teknik anastesi spinal dilakukan dengan posisi duduk pada meja
operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada spinal anestesi dibagi menjadi
komplikasi lokal dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal yaitu dapat timbul
hematom jika saat penyuntikan tertusuk pembuluh darah yang cukup besar, pasien
mendapat terapi anti koagulan atau terdapat gangguan pembekuan darah. Komplikasi
sistemik yaitu pasien menjadi gelisah, agitasi atau sampai kejang-kejang, bradikardi dan
terjadi reaksi alergi.

Obat yang di gunakan


Lidokain
Farmakodinamik
Jenis anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal
dan suntikan. Merupakan aminoetilamid. Anestesi ini lebih efektif digunakan tanpa
vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa
kerjanya lebih pendek. Sediaan berupa larutan 0,5%. Dosis maksimal yang aman
digunakan adalah 7 mg/kgBB dengan adrenalin dan 3 mg/kgBB tanpa adrenalin.
Pada kasus ini, digunakan lidokain 2% yang berarti dalam 100 cc pelarut, terdapat 2
gram lidokain. Sediaan yang digunakan adalah lidokain ampul yang berisi 2 ml, yang
berarti dalam satu ampul tersebut terdapat 40 mg lidokain. Jika dilihat dari berat
badan pasien (55kg), maka dosis lidokain yang diperlukan pada pasien ini adalah 100
mg, sehingga dosis lidokain yang diberikan pada pasien kurang.
Efek samping: Biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP (mengantuk,
pusing, parastesia, gangguan mental, koma dan kejang). Dosis berlebih dapat
menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel atau oleh henti jantung.
LIDODEX
farmakodinamik
Lidodex diindikasikan untuk spinal anastesi.lidodex adalah sediaan lidokain 5
% dalam dextrose 7.5% lidodex bersifat hiperbarik dengan berat jenis 1.003 dosisnya
50-100mg (1-2 ml). Jadi lebih cepat dan kuat lebih lama dan lebih ekstensif dari pada
yang ditimbulkan oleh prokain.
Lidodex adalah anastesi lokal yang kuat digunakan secara luas dengan
pemberian topical dan suntikan. Anastesi teSecara kimia dan farmakologis mirip
lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer
dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis maksimal yang aman digunakan adalah 2
mg/kgBB dengan atau tanpa adrenalin. Durasi 3-8 jam. Waktu untuk mulai bereaksi
lebih lambat dibanding lidokain. Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi,
kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan
dalam 3-8 jam.

Anda mungkin juga menyukai