Anda di halaman 1dari 47

Manajemen Anestesi Untuk Evakuasi Epidural

Haemorrhage pada Pasien Cedera Otak


Traumatik
Oleh:
Byan Anggara
20360004
 
Pembimbing:
dr. M. Winardi S. Lesmana, M.Ked(An)., Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU ANESTESI


RSU HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2022
01
Pendahuluan
EDH adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak oleh karena adanya
cedera mekanik (trauma kepala). Pasien dengan EDH mengalami
hilang kesadaran singkat setelah trauma kepala, di ikuti interval lusid
dan kemunduran neurologik. Gejala yang sangat menonjol ialah
kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini
seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.
Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga.
02
Laporan Kasus
1. IDENTITAS
Nama : Daffa Prasetyo Sirait
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 16 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jalan Pasar III Gang nuri no.2
Pekerjaan : Pelajar
Status Perkawinan : Kawin
No RM : 375588
Tanggal masuk RS : 28 Februari 2022
2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah :
Pasien datang ke IGD RS HAJI Medan dengan keluhan Penurunan
kesadaran sejak semalam. Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba sebelumnya
pasien mengeluh muntah serta nyeri kepala. Sebelumnya pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas, pasien sempat pingsan dan juga muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Alergi : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : Paracetamol

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS (2/3/4)
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 60 kg
 
1) B1 (Breath)
a) Inspeksi
Airway : Clear
Respiratory Rate : 20 x/menit
Jejas : (-)
Ketinggalan bernafas : (-)
Bentuk dada : Simetris
Retraksi iga : (-)
Retraksi sternocleidomastoideus : (-)
b) Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Benjolan : (-)
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang
paru
d) Auskultasi
Suara nafas : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi
Konjungtiva anemis : (-/-)
Eksoftalmus : (-/-)
Muka pucat : (-) c) Perkusi
b) Palpasi Batas jantung :
Akral : Hangat • Kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
Tekanan darah : 127/71 mmHg • Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
MAP : 71 mmHg • Kanan bawah : ICS IV linea parasternalis
HR : 85 x/i dextra
CRT : CRT < 2 detik • Kiri bawah : ICS V, 2 jari ke arah medial dari
TVJ : R-2 cmH2O linea midclavicular sinistra
Ictus kordis : Tidak teraba d) Auskultasi : Suara jantung dalam batas normal
   
3) B3 (Brain)
Sensorium : Somnolen, GCS: E3V4M5
Reflex pupil : Anisokor (-/+)
Reflex cahaya : (-/+) Asimetris
Saraf cranial : TDP
Reflex fisiologis : TDP
Reflex patologis : TDP
a) Inspeksi
Luka di kepala : (-)
b) Palpasi
Benjolan : (-)
Fraktur : (-)
4) B4 (Bladder)
a) Inspeksi
Jejas : (-)
b) Palpasi
Ballottement : (-)
Distensi : (-)
c) Perkusi
Nyeri ketok CVA : (-)
d) Kateter : (+)
Warna urine : Kuning jernih
5) B5 (Bowel)
a) Inspeksi
Abdomen : Simetris, tidak ada perubahan warna
Pembesaran : (-)
b) Auskultasi
Peristaltik usus : 10 x/i, Bising usus normal
c) Perkusi
Abdomen : Timpani
d) Palpasi
Abdomen : Soepel
Nyeri tekan : (-)
6) B6 (Bone)
a) Inspeksi
Kemerahan : (-)
Luka : (-)
Deformitas : (-)
b) Palpasi
Edema : (-)
Fraktur : (-)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Haemoglobin
HEMATOLOGI
15.3 g/dl 11.0-15.5
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung eritrosit 5.00 10*6/uL 4,00- 5.00 a) Laboratorium
Hitung leukosit 18.40 ribu/Ul 4.00-10.00
Hematokrit 45.6 % 40-50
Hitung trombosit 295.000 /uL 150.000-440.000
INDEX ERITROSIT
MCV 90 fL 80-100
MCH 30 Pg 26 – 34
MCHC 34 g/dl 32 – 36
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Eosinofil 0 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
Neutrofil seg 88 % 53-75
Monosit 6 % 4-8
Limfosit 6 % 20-45
HEMOSTATIS
Masa Pendarahan 2 Menit 1-3
Masa Pembekuan 4 Menit 2-6
IMUNOSEROLOGI
Swab Antigen Rapid covid 19 Negative
HIV non-reaktif
KIMIA KLINIK
GDA 77 mg/dL <200
ELEKTROLIT
Na 141 mEg/L 135-155
K 4.60 mEg/L 3.3-4.9
Cl 105.0 mEg/L 96-113
b) Foto Thorak

Interpretasi :
● Jantung ukurannya dalam batas normal
● Sinus costofrenicus dan diafragma normal
● Paru corakan bronkovascular normal, tidak
tampak kelainan aktif spesifik dan
patologis lainnya.
Kesan : Cor/Pulmo dalam batas normal
b) Head CT Scan

Interpretasi :
● Infratentorial cerebellum, pons, dan
ventricle-4 tidak tampak kelainan
● Supratentorial : Tampak lesi
hyperdens(inhomogen) bikonveks di
parietal kanan
● Midline shift ke kiri ± 1,09cm
Kesan : Epidural Haemorrhage di parietal
kanan disertai midline shift ke kiri ± 1,09cm
4. PERAWATAN
a) IGD
Tgl 28/02/2022
• IVFD Ringer Laktat 30 gtt/i
• Inj ketorolac 30 mg/8 jam
• Inj Citicolin 500 mg/12 jam
Konsul dr Fadli Sp.BS
• inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
• inj. Ranitidine 50mg/12jam
• inj. Transamin 500mg/8jam
b) Bangsal
Tgl 28/02/2022
1. IVFD Ringer Laktat 30 gtt/i
2. Inj ketorolac 30 mg/8 jam
3. Inj Citicolin 500mg/12jam
4. inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
5. inj. Ranitidine 50mg/12jam
6. Inj. Transamin 500mg/8jam
7. Persiapan OP Cito
c) OK
Tgl 28/02/2022
• Persiapan di ruang persiapan Instalasi Bedah Sentral (IBS) adalah mengevaluasi ulang status present
dan catatan medik pasien serta kelengkapan lainnya.
• Persiapan yang dilakukan di kamar operasi adalah :
- Meja operasi dengan aksesoris yang diperlukan
- Alat-alat resusitasi
- Obat-obat anestesi yang diperlukan
- Obat-obat resusitasi
- PRC 2 bag
- Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, ekg, pulse oximeter
- Kartu catatan laporan anestesi
Durante OP
1) Pre Medikasi : fentanyl 100 mcg
2) Jenis Anastesi : General Anestesi
3) Pernafasan : O2 2L + sevoflurane
2% + N2O 2L
4) Posisi Anestesi : Supine
5) Jenis Pembedahan : Craniotomy
6) Mulai Anestesi : 21.30
7) Mulai Operasi : 21.40
8) Medikasi
a) Propofol 150 mg
b) Rocuronium bromide 65 mg
c) Fentanyl 50 mcg
d) Petidine 50 mg
e) Tranexamic acid 500 mg
f) Atropine sulfat 1 mg
g) Neostigmine 0.5 mg
9) Jumlah cairan / Transfusi
IVFD Nacl 0.9% ± 1000 cc ( 2 fls)
IVFD Ringer Laktat ±1000cc (2 fls)
10) Pendarahan
± 500cc
11) Pemantauan selama anestesi
12) Selesai Operasi 22.45
13) Pemulihan Anestesi
a. Ruang Pemulihan (Post OP)
Tgl 18/10/2021
• Pantau TTV / 15 menit selama 1 jam
• Bila Kesakitan
• Fentanyl 65 mcg iv
• Bila Mual dan Muntah
• Miringkan kepala, rendahkan kepala > suction
• Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam
• Antibiotika dan Obat-obatan lain
• Antibiotika : Sesuai arahan dr Martanta Sp.B
• Obat-obatan lain : inj. Ketorolac 30 mg iv/8 jam, Tab paracetamol
4x 1000 mg (2 tab)
• Minum
± 18.35 (boleh coba minum), jika kembung = diet M2
• Infus
IVFD RL 43 gtt makro /I
b. Post OP Rawat ICU
Tgl 18/10/2021
Terpasang ventilator
Pantau TTV
Pemberian O2 Kesan Anestesi
Head Up 30 Laki-Laki 16 tahun menderita HI GCS 9 + EDH (R) TP
IVFD RL 20gtt/i dengan ASA 3
Inj. Fentanyl 2amp
Inj ketorolac 30 mg/8 jam
Inj Transamin 500 mg/8 jam
inj. Meropenem 1 gr/8 jam Diagnosa Pra bedah
inj. Ranitidine 50gr/12 jam Laki-Laki 16 tahun menderita HI GCS 9 + EDH (R) TP 
Diagnosa Pasca Bedah
Laki-Laki 16 tahun menderita HI GCS 9 + EDH (R) TP
03
Rumusan Masalah
Pre-Operasi

1. Penurunan Kesadaran
Jaga jalan nafas  beri O2  k/p intubasi

2. Peningkatan Tekanan Intrakranial


volume kompartemen otak meningkat  otak tertekan  tinggikan kepala 30  leher
jangan tertekuk  beri mannitol

3. Resiko depresi cardiovascular


Induksi anestesi  Depresi cardiovaskular  Jaga stabilitas hemodinamik, pemberian
obat vasokonstriktor  Jika gagal  CPR
Pre-Operasi
3. Resiko cedera kepala sekunder
a.) Hiperkapnia
Cegah hiperkapnia dengan oksigenisasi yang adekuat  pastikan jalan nafas tetap terjaga
b.) Hipoksia
Kebutuhan o2 otak meningkat  beri o2 sungkup  bebaskan jalan nafas
c.) Edema Serebral
Berikan mannitol
d.) Hipovolemik
Hidrasi cairan yang cukup  NaCl 0,9%
e.) Hipertermia
Metabolisme sel otak meningkat  Kompresi dingin  Antipiretik
f.) Hipoglikemia
Berikan dextrose 5%
4. Resiko Infeksi Sekunder
Pasien mengalami leukositosis  berikan antibiotik spektrum luas
Durante Operasi

1. ETT Tertutup kain duk


Pastikan ETT terfiksasi dengan baik  pakai tube jenis Re-Inforced Tracheal tubes

2. Pantau TTV
TD ↓  Cor Cairan + Efedrin 50mg
Nadi ↓  Beri Atrophine sulphate
Edema otak  Beri mannitol

3. Perdarahan
Perdarahan 500cc  Perdarahan derajat 1  Ganti kristaloid 3x500 atau HES 1x500
Post-Operasi
a. Rawat ICU → Pemantauan ketat
Post Operasi craniotomy → Kontrol pernafasan dengan ventilator → Beri fentanyl

b. Nyeri Pasca Operasi


Nyeri pasca operasi→Pasien merasakan nyeri akibat trauma akibat operasi dapat diberikan
analgetik opioid parenteral→Pethidine 12 mg IV.

c. Pemenuhan nutrisi pasca operasi


Pasang NGT untuk pemenuhan nutrisi → Diet Pasca Bedah I 

d. Resiko terjadinya infeksi sekunder


Pemberian antibiotic spectrum luas
 
04
Pembahasan
Pre-Operasi
Penurunan Kesadaran

Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri
dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan.
Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi kompos mentis, apatis, somnolen,
stupor, dan koma. Secara kuantitatif dapat dinilai dengan GCS
Pre-Operasi

Peningkatan tekanan intrakranial

Karena otak terletak di dalam tengkorak, peningkatan TIK akan mengganggu aliran darah
ke otak dan mengakibatkan iskemik serebral. Peningkatan TIK adalah penyebab penting
terjadinya cedera kepala sekunder, dimana derajat dan lamanya berkaitan dengan outcome
setelah cedera kepala. Pemantauan TIK adalah pemantauan intrakranial yang paling banyak
digunakan karena pencegahan dan kontrol terhadap peningkatan TIK serta mempertahankan
tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfusion Pressure/CPP) adalah tujuan dasar penanganan
cedera kepala
Pre-Operasi

Resiko cedera kepala sekunder

1. Hipercapnia
Hipercapnia adalah berlebihnya karbondioksida dalam jaringan. Mekanisme penting
yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk
jumlah CO2 yang diproduksi atau dengan kata lain timbulnya retensi CO2 didalam
jaringan. Karena hiperkarpnia paling sering merupakan akibat dari hipoventilasi,
metode pengobatan utama adalah dengan menambah ventilasi. Ini dapat dimulai saat
pemeriksaan observasi masih dalam proses. Jika ventilasi efektif diberikan, maka akan
ada beberapa peningkatan CO2 dalam rentang menit hingga jam.
Pre-Operasi

Resiko cedera kepala sekunder

2. Hipoksemia
Hipoksemia ringan sering terjadi pada pasien yang pulih dari anestesi ketika oksigen
tambahan tidak diberikan. Hipoksemia ringan sampai sedang (Pao2 50–60 mm Hg)
pada pasien muda yang sehat dapat ditoleransi dengan baik awalnya, tetapi dengan
meningkatnya durasi atau keparahan. Terapi oksigen dengan atau tanpa jalan napas
positif tekanan darah adalah landasan pengobatan untuk hipoksemia. Pemberian
oksigen secara rutin 30% hingga 60% biasanya cukup untuk mencegah hipoksemia
Pre-Operasi

Resiko cedera kepala sekunder

3. Edema Serebral
Disintegrasi dinding endotel serebral vaskuler memungkinkan transfer ion dan protein
yang tidak terkontrol dari intravaskuler ke ekstravaskuler (interstisial) kompartmen otak
dan menyebabkan akumulasi air. Secara anatomis, proses patologi ini meningkatkan
volume ruang ekstravaskuler. Pada pasien edema serebral dapat diberikan hiperosmolar
berupa mannitol 0.25-1,00mg/KgBB
Pre-Operasi

Resiko cedera kepala sekunder

4. Hipovolemia
Hipovolemia adalah kondisi ketika jumlah darah dan cairan di dalam tubuh berkurang
secara drastis. Kondisi ini menyebabkan jumlah oksigen dalam tubuh berkurang dan
membuat fungsi organ terganggu. Jika tidak segera ditangani, hipovolemia dapat
berakibat fatal. Penatalaksanaan hipovolemia meliputi pengkajian dan pengobatan
penyebab yang mendasari, identifikasi gangguan elektrolit dan asam basa, serta
pengkajian dan penanganan defisit volume, yang semuanya mempengaruhi pilihan
cairan dan kecepatan pemberiannya. Pemberian NaCl ataupun ringer disarankan dalam
menangani kekurangan volume darah serta posisi kepala di bawah ( Tredelenburg
position) sangat bermanfaat dalam mengatasi kondisi hipovolemia.
Pre-Operasi
Resiko cedera kepala sekunder

5. Hipertermia
Hiperthermia, sering terlihat pada pasien setelah cedera otak traumatis (TBI), mungkin
karena peradangan otak pasca trauma, kerusakan hipotalamus langsung, atau infeksi
sekunder yang mengakibatkan demam. Terlepas dari penyebab yang mendasarinya,
hipertermia meningkatkan metabolisme pengeluaran, pelepasan glutamat, dan aktivitas
neutrofil ke tingkat yang lebih tinggi daripada yang terjadi pada pasien cedera otak
normotermik. Manajemen tradisional hipertermia karena TBI termasuk antipiretik,
selimut hipotermia, kompres es, dan, dalam beberapa kasus, blokade neuromuskular.
Sedikit literatur mengevaluasi efektivitas antipiretik tradisional, seperti acetaminophen,
parasetamol, aspirin, dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), untuk hipertermia
terkait dengan TBI
Pre-Operasi

Resiko cedera kepala sekunder

6. Hipoglikemia
Pada cedera otak berat timbul banyak perubahan metabolisme dan sekresi hormon yang
merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Terdapat kaitan yang kompleks antara
pengadaan energi, keseimbangan cairan dan elektrolit dan aktivitas endokrin. Cedera
otak biasanya diikuti dengan kenaikan penggunaan energi dan metabolisme basal, yang
setara dengan berat ringannya cedera. Energi diperoleh dari deposit di jaringan endogen
lewat proses kenaikan kecepatan glukoneogenesis, glikogenolisis dan proteolisis.
Respon metabolisme pada cedera otak lebih intens dan lebih lama dibanding jenis
cedera di organ lain, karena otak merupakan pusat pengendali banyak proses fisiologis
Pre-Operasi

Resiko Infeksi sekunder


Dengan memperhitungkan beberapa faktor risiko seperti durasi operasi yang
lama, prosedur operasi yang bersifat darurat , tanpa pemberian AP,
terjadinya atau tidak kebocoran cairan cerebrospinal, dan pemasangan
ventilator dalam waktu lama. Kejadian IDO pasca prosedur operasi
kraniotomi dapat menjadi hal yang berisiko akan tetapi dengan
diterapkannya tindakan preventif preoperatif dengan pengunaan antibiotik
profilaksis dapat diberikan sebagai upaya pencegahan 12
Durante Operasi

ETT Tertutup kain duk


Intubasi endotrakeal digunakan baik untuk melakukan anestesi umum dan untuk
memfasilitasi manajemen ventilator pada pasien kritis. Setelah memastikan posisi pada
neurosurgery kita harus memastikan bahwa ETT terfiksasi dengan baik dan benar karena
lapangan operasi akan berada disekitar ETT sehingga ETT akan tertutup kain duk dan akan
sulit untuk dipantau. Tracheal Tube yang diperkuat kawat tahan tekukan dan mungkin
terbukti bernilai dalam beberapa prosedur bedah kepala dan leher. Karena tahan tekanan
ekstrem (mis : tahan terhadap gigitan pasien)
Durante Operasi
Hipotensi
Hipotensi dikenal juga sebagai tekanan darah rendah. Jika tekanan darah terlalu
rendah, kondisi tersebut bisa menyebabkan aliran darah ke otak dan organ vital
lainnya menjadi terhambat atau berkurang. Setelah dilakukan General anastesi
tekanan darah pasien menurun drastis, pemberian obat-obat premedikasi dan
induksi (seperti propofol) bisa membuat tekanan darah menurun, premedikasi
adalah pemberian obat sebelum induksi anastesi dengan tujuan untuk
melanjarkan induksi, rumatan dan bangun dari anastesinya diantaranya untuk
meredakan kecemasan dan ketakutan yang meyebabkan gelisah
Durante Operasi

Perdarahan

Klasifikasi perdarahan dibagi menjadi 4 derajat yaitu:


1. Pendarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
2. Pendarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%).
3. Pendarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%).
4. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%).
Durante Operasi
Pencegahan peningkatan TIK
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 15-30º, dengan tujuan
memperbaiki venous return
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal, tekanan darah yang sangat tinggi dapat
menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan
mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan edema dan
peningkatan TIK.
3. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika
diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi.
4. Atasi hipoksia. Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan
asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan
menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan
peningkatan TIK.
Post Operasi

Rawat ICU
Pasien post craniotomy harus dipantau secara ketat dengan tujuan :
1. Mempertahankan jalan nafas dengan mengatur posisi, memasang suction, mayo/gudel
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenisasi dengan bantuan ventilator mekanik atau nasal
kanul
3. Observasi keadaan umum dengan mengetahui kesadaran dan hemodinamik, observasi
vomitus untuk mengetahui muntahan mungkin saja terjadi akibat efek anestesi, dan
monitoring drainase sangat penting untuk terkait dengan kondisi perdarahan pasien
4. Balance cairan harus seimbang untuk mencegah komplikasi lanjutan
Post Operasi

Nyeri Pasca Operasi

Beberapa metode telah digunakan untuk mengatasi nyeri pascaoperasi. Medikasi yang
menjadi pilihan utama adalah pemberian opioid intravena, namun pemberian opioid sering
menimbulkan efek samping mual, muntah, dan sedasi.
Post Operasi

Pemenuhan nutrisi Pasca Operasi

Pada pasien dengan penurunan kesadaran dan juga terpasang ventilator pemberian nutrisi
harus melalui Naso Gastric Tube (NGT). Pemasangan NGT pada pasien ini bertujuan untuk
feeding (memberikan cairan nutrisi ke dalam lambung pasien yang tidak mampu menelan
Post Operasi

Resiko Infeksi sekunder

Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas


(Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated
Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu
disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Penting kiranya bagi
dokter untuk mengetahui bakteri patogen yang umumnya berkaitan dengan IDO di institusi
mereka serta pola resistansi antimikroba (misalnya antibiogram rumah sakit) untuk
membantu menentukan pilihan antimikroba yang optimal
Thank You

Anda mungkin juga menyukai