Disusun Oleh
Afif Hibatullah
20204010248
Diajukan Kepada
2021
RINGKASAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Nglaban, Sinduarjo, Sleman
B. Auto-Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada telapak kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Yogyakarta diantar oleh keluarganya. Pasien mengatakan bahwa
mengalami nyeri dibagian telapak kaki kiri dan berlubang. Pasien juga mengeluhkan kaki kiri kebas
sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan tidak disertai mual mual (-) muntah (-). Pasien disarankan oleh
dokter untuk rawat inap. Pasien didiagnosis ulkus pedis sinistra digiti V dengan leukositosis. BAB
normal. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 dan asma. Riwayat demam, batuk, pilek,
dan hipertensi disangkal. Pasien mengatakan telah mengonsumsi obat metformin dan glimepiride
secara rutin.
Riwayat penyakit Dahulu
Hipertensi (-) Alergi (-)
Diabetes Mellitus (+) Penyakit Jantung (-)
Asma (+)
Riwayat Pembedahan
Tidak ada
Riwayat Alergi
Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-) Asma (-)
Penyakit Jantung (-) DM (-)
C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Umum : Compos mentis
Keadaan Umum : Cukup
Vital Sign
TD : 130/80 mmHg SpO2 : 98%
T : 36,0 oC
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Status Gizi
BB : 70 kg
TB : 160 cm
IMT : 27,3 (overweight)
Kepala dan Leher
Kepala : Simetris
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), deviasi septum nasal (-), discharge (-/-)
Telinga : discharge (-/-), otorhea (-/-)
Leher : Massa (-) Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan tiroid
Thorax
Inspeksi : Tak tampak jejas, ketinggalan gerak dada (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel (+) Hepar dan lien tak teraba
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Ekstremitas : Akral hangat, nadi kuat. CRT<2detik
Anogenital
Tidak di lakukan pemeriksaan
D. Pemeriksaan Penunjang
2 Mei 2021
Parameter NilaiRujuk
Hasil Satuan
an
HEMATOLOGY AUTOMATIC
Leukosit 21.0 H 4.4 – 11.3 10^3/uL
Eritrosit 4.04 L 4.10 – 5.10 10^6/uL
Hemoglobin 10.1 L 12.3 – 17.5 g/dL
Hematokrit 29.7 L 35.0 – 47.0 %
MCV 73.5 L 74 – 106 fL
MCH 24.9 L 28 – 33 Pg
MCHC 33.9 33 – 36 g/dL
Trombosit 625 H 150 – 450 10^3/uL
DIFFERENTIAL TELLING
Neutrofil% 82 H 50 – 70 %
Lymfosit% 10.6 L 25 – 60 %
Monosit% 5.6 2-4 %
Eosinofil% 0.8 L 2.0 – 4.0 %
Basofil% 0.1 0–1 %
Neutrofil# 17.4 H 2-7 10^3/uL
Lymfosit# 2.23 0.8- 4 10^3/uL
Monosit# 1.18 0.12-1.2 10^3/uL
Eosinofil # 0.17 0.02-0.50 10^3/uL
Basofil# 0.02 0-1 10^3/uL
NLR 7.81 H <3.3
PT 14.7 11 – 18 Detik
INR 1.2 0.8 – 1.2
Control Normal
13.8 10.2 – 13.8 Detik
PT
APTT 28.8 27 – 42 Detik
IMUNO-SEROLOGI
HbsAg Non reaktif (-) Non reaktif (-)
IgM COVID-19 Non reaktif (-) Non reaktif (-)
IgG COVID-19 Non reaktif (-) Non reaktif (-)
GULA DARAH
GDS 285 H 70 – 140 mg/dl
GINJAL
Ureum 80 H 10-50 Mg/dl
Creatinin 1.4 H <1.1 Mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 124 L 135-148 Mmol/l
Kalium 4.1 3.7 – 5.3 Mmol/l
Chlorida 87 L 98-109 Mmol/l
E. Diagnosis
Ulkus pedis sinistra digiti V dengan leukositosis
F. Klasifikasi Status Fisik
ASA III dengan Gangguan sistemik berat
G. Plan
a. Tindakan : Debridement
b. Farmakologik : Ondancetron 1A
Ketorolac 1A
Ranitidine 1A
Premedikasi pre-operasi : Inj Ceftizoxime 1 gr
Inj. Metroniazid 500 mg
K. Recovery Room
• Masuk jam : 10.15 WIB
• Keluar jam : 10.30 WIB
• Keadaan umum : Baik
• Respon kesadaran : Terjaga
• Status mental : Sadar penuh
• Jalan pernapasan : Clear
• Pernapasan : Teratur
• Terapi oksigen : Nasal Kanul 3 lpm
• Terapi infus : Asering 20 lpm
• Tanda vital : Tekanan Darah : 120/80
Nadi : 84 x/menit
Respirasi rate : 20 x/menit
Saturasi : 98%
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Seiring terjadi peningkatan sosial dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat terjadi
perubahan gaya hidup yang menyebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit dari
kecenderungan penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (Bustan, 1999). Diabetes
melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan prevalensi cukup tinggi dan
merupakan penyakit dengan tingkat mortalitas ke 12 di dunia (Frykberg, 2006). Penyakit
diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal),
jantung, mata dan kaki. Salah satu komplikasi menahun dari diabetes melitus adalah ulkus
diabetikum. Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi yang
berkaitan dengan morbiditas akibat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena
diabetes melitus. Pengelolaan ulkus diabetikum mencakup pengendalian glukosa darah,
debridemen atau membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik dan obat-obat
vaskularisasi serta amputasi.
B. Epidemiologi
Menurut survei yang di lakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), jumlah
penderita Diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah
tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, sedangkan urutan di atasnya adalah India
(31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta). Jumlah penderita Diabetes
Mellitus tahun 2000 di dunia termasuk Indonesia tercatat 175,4 juta orang (WHO, 2000).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia
yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003 diperkirakan
terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah 5,5
juta (Hadisaputro, 2007).
E. Manifestasi Klinis
a. Gejala Akut
• Poliphagia
• Polidipsia
• Poliuria
• BB menurun dengan cepat
• Mudah lelah
b. Gejala Kronik
• Kesemutan
• Rasa tebal pada kulit
• Kram
• Mata Kabur
• Gatal terutama pada kemaluan wanita
• Gigi mudah goyah dan mudah lepas
• Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Tjokroprawiro, 1998)
B. Epidemiologi
Epidemiologi Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari
penderita Dm. di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah
besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan ulkus diabetika. Angka kematian
dan angka amputasi masih tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita
DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi (Waspadji,
2006)
C. Patogenesis
Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik,
Neuropati, dan Infeksi. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan
terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena
adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,
penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat
berlebihan, kulit kering dan hilang rasa. Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan
oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini
disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan
menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis,
tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai
(Soewondo, 2006)
D. Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner, terdiri dari 6
tingkatan :
• 4 = Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,
bagian depan kaki atau tumit.
• A : Tanpa iskemia
• C : partial gangrene
Assesment pra operasi dilakukan untuk mencari bukti kerusakan organ seperti iskemia
miokard, disfungsi ginjal, dan polineuropati. Riwayat penyakit esofagus, diare, dan penurunan
pengosongan lambung menunjukkan peningkatan risiko aspirasi paru. Bukti disfungsi ginjal seperti
proteinuria dan peningkatan kadar darah kalium, kreatinin, dan urea harus dicari untuk
meminimalisir hal tidak terduga selama kejadian intraoperatif berlangsung nantinya (misalnya
hipotensi, hipovolemia) yang dikhawatirkan dapat mengganggu fungsi ginjal. (Dierdorf, 2002)
Untuk mengurangi risiko hipoglikemia, insulin diberikan setelah akses intravena dipasang
dan kadar gula darah pagi hari diperiksa. Sebagai contoh pasien yang normalnya mendapat 20 unit
NPH dan 10 unit regular insulin (RI) tiap pagi dan kadar gula darahnya 150 mg/dl akan mendapat
15 unit NPH secara subkutan atau intramuscular sebelum pembedahan bersama-sama dengan infus
cairan dextrose 5% (1,5ml/kg/jam). Dextrose tambahan dapat diberikan jika pasien mengalami
hipoglikemia (<100mg/dl) sebaliknya jika terjadi hiperglikemia saat intraoperative dilakukan
(>250mg/dl) maka akan diobati dengan RI secara intravena. 1 unit RI dapat menurunkan 30-
65mg/dl (Mathes,1998).
Evaluasi pra operasi harus fokus pada terapi antidiabetik pasien, seperti diet, agen anti
hiperglikemik, atau terapi insulin, merupakan informasi penting bagi dokter untuk mempertahankan
kadar glukosa yang memadai selama periode perioperatif. Obat hipoglikemik oral adalah ditahan
pada hari operasi untuk obat dengan waktu paruh pendek dan hingga 48 jam sebelum operasi untuk
obat kerja panjang seperti klorpropamida. Ini dilakukan untuk menghindari reaktif hipoglikemia,
terutama dengan senyawa sulfonylurea dan toksisitas dan interaksi yang diinduksi obat terkait.
(Kadoi, 2010)
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 ( ) 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 ( )
𝑑𝑙 𝑑𝑙
Unit per jam = atau Unit Per jam =
150 100
Penatalaksanaan pasien diabetes pasca operasi hampir sama dengan pasien tanpa diabetes
yaitu : kontrol nyeri yang memadai, istirahat dan asupan makanan yang tepat semuanya
direkomendasikan. Penderita diabetes membutuhkan waktu penyembuhan dua kali lipat daripada
penderita non-diabetes. Infus glukosa dan insulin harus tetap diteruskan sampai kondisi metabolik
pasien stabil dan pasien sudah boleh makan. Infus glukosa dan insulin dihentikan hanya setelah
pemberian subkutan insulin kerja pendek. Setelah pembedahan besar infus glukosa dan insulin
harus diteruskan sampai pasien dapat makan makanan padat. Pada pasien-pasien ini kegunaan dari
suntikan subkutan insulin kerja pendek sebelum makan dan insulin kerja sedang pada waktu tidur
dianjurkan selama 24-48 jam pertama setelah infus glukosa dan insulin dihentikan dan sebelum
regimen insulin pasien dilanjutkan.
Sebagian besar prosedur pembedahan yang dilakukan untuk operasi ringan sampai sedang
dapat dikelola dengan pemikul beban terlindungi, sebagian besar prosedur operasi berat akan
memerlukan beberapa periode non-angkat beban atau perlindungan. Hal yang sama dapat dikatakan
untuk semua jenis implan bedah atau teknik penutupan kulit, seperti membiarkan jahitan kulit tetap
terpasang selama 1-2 minggu lebih bermanfaat daripada pengangkatan awal untuk memungkinkan
penyembuhan jaringan lebih cepat dan lebih baik.
Penatalaksanaan yang tepat dengan penggunaan off-loading, perawatan luka lokal dengan
cara moist wound healing dapat membantu pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matrik
non selular yg sehat, antibiotik dan edukasi pasien juga dapat memberikan manfaat saat menghadapi
komplikasi potensial.
V. KESIMPULAN
1. ADA. Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite on the Diagnosis and
2. American Diabetes Association. 2007. Preventive Care in People with Diabetes. Diabetes Care. Vol
26:78-79.
4. Dierdorf, S. F. (2002). Anesthesia for patients with diabetes mellitus. Lippincott Williams &
5. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, et al . 2006. Diabetic Foot Disorders: a Clinical Practice
Guideline. American College of Foot and Ankle Surgeons. Journal Foot Ankle Surgical . Vol 39:1-
66.
6. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam Physician, Vol 66,
7. Giseeke dan Lee. Diabethic Trauma Patients in Text Book of Trauma Anesthesia ang Critical Care,
8. Green RJ. Pathology and Theurapeutic for Pharmacits : a Basic for Clinical Pharmacy Practice.
tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai
Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit
10. Haznam MW. Pankreas Endokrin dalam Endokrinologi, Percetakan Angkasa Offset, Bandung,
1991: 36-106
11. Kadoi, Y. (2010). Anesthetic considerations in diabetic patients. Part I: Preoperative
https://doi.org/10.1007/s00540-010-0987-1
12. Mathes DD. Management of Common Endocrine Disorder in Stone DJ ed. Anesthesia, 4 thed,
13. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2006.
14. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,
15. Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus Aspek Klinik dan Epidemiologi, Airlangga University Presss,
Surabaya, 1998.
16. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus : Pengenalan dan Penanganan. Dalam : Noer,
dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.
17. WHO. Prevention of Diabetes Mellitus. Technical Report Series 844, Geneva,2000