Disusun Oleh:
K1B1 22 059
Pembimbing:
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L.
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
No. RM : 1229xx
B. ANAMNESIS
Anamnesis Terpimpin:
Riwayat Kebiasaan
Merokok (-)
Konsumsi alcohol (-)
Jarang olahraga
Sering konsumsi makanan yang manis
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Tanda Vital
Status Generalis
Mata Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra -/-,
Gerakan bola mata dalam batas normal, kornea refleks (+)
pupil refleks (+)
Hidung Epitaksis (-) rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (-) bibir kering (-) perdarahan gusi (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela
iga (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dextra,
batas jantung kiri ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II regular, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
ikut gerak nafas
Auskultasi
peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan region epigastrium (-), pembesaran hepar dan
lien (-)
Perkusi
Tympani (+)
Ekstremita Inspeksi
s - phalanges dextra: ullkus (+), eritema (+), pus (+)
Palpasi
-ekstremitas atas tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat
krepitasi dan teraba hangat
-ekstremitas bawah nyeri tekan (-/+), tidak terdapat
krepitasi dan teraba dingin
D. PEMRIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (09-01-2023)
2. Laboratorium (11/01/2023)
Kimia Darah
Pasien datang dengan keluhan luka pada ibu jari kaki kanan yang
dialami sejak 10 hari SMRS. Luka bernanah dan bengkak serta terasa nyeri.
Nyeri dirasakan terus menerus, terasa tajam seperti tertusuk dan terasa panas
sehingga pasien kesulian berjalan. Keluhan lain dirasakan yaitu lemas yang
sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain pusing (+), demam sejak
5 hari SMRS (+), mual (-), muntah (-). Pasien juga mengeluhkan sering BAK
dan haus yang berlebihan sejak 3 bulan SMRS. BAB dalam batas normal.
Riwayat penyakit terdahulu: hipertensi. Riwayat pengobatan pasien: Pasien
rutin mengonsumsi obat hipertensi (amlodipine) sejak 7 tahun terakhir.
Riwayat penyakit keluarga pasien: Hipertensi dan DM dari ibu pasien.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan IMT 23 kg/m2 : normal. Tekanan darah
165/95 mmHg, Nadi 120 x/menit , reguler, kuat angkat, Pernapasan 20
kali/menit, Suhu axilla 38oC, SpO2 99%. Pada pemeriksaan ekstremitas
didapatkan phalanges dextra: ullkus (+), eritema (+), pus (+) dengan nyeri
tekan (-/+).
Pada pemeriksaan penunjang (09/01/2023) pada darah rutin didapatkan
WBC 13.200 U/L, Neutrofil meningkat 74.10 %, lymphosit 17.40 %, monosit
2.40 %. Pada pemeriksaan GDS didapatkan 252 mg/dL, dan pada pemeriksaan
GDP 223 mg/dL. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 + Ulkus
Diabetik Digiti I Regio Pedis Dextra Derajat II Berdasarkan Klasifikasi
Wagner + Hipertensi
F. DIAGNOSIS KERJA
Diabetes Melitus Tipe 2 + Ulkus Diabetik Digiti I Regio Pedis Dextra Derajat
II Berdasarkan Klasifikasi Wagner + Hipertensi
G. PENATALAKSANAAN
Rencana Terapi
a. Non Medikamentosa
Tirah Baring
b. Medikamentosa
Amlodipine 10 mg/24jam/oral
H. FOLLOW UP
Senin S: Lemas, demam, pusing dan luka - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
09/01/2023 pada ibu jari kaki kanan warna - Inj. Ceftriaxone 2gr/24j/iv
IGD (11.15) merah dan disekitar luka berwarna
- Inj. Paracetamol 1gr/8j/iv
putih serta terdapat pus
O: - Amlodipine 10 mg/24j/oral
TTV: Plan:
TD: 165/95 mmHg
- Konsul interna
N: 120 x/m
P: 20 x/m - Pemeriksaan Darah Rutin
S: 38oC - Pemeriksaan GDS
Kepala : konjungtiva anemis (-), - SWAB
sklera ikterik (-)
Selasa S: Luka pada ibu jari kanan, sulit - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
10/01/2023 tidur - Inj. Ceftriaxone 2
(09.00) O:
gr/24j/iv
Perawatan TTV:
Interna TD: 149/90 mmHg - Inj. Paracetamol 1gr/8j/iv
N: 88 x/m - Insulin glargine 0-0-8
P: 20 x/m
- Insulin Aspart 6-6-6
S: 36,5oC
- Amlodipine 10 mg/24j/oral
Kepala : konjungtiva anemis (-),
- Alprazolam 0,5
sklera ikterik (-)
mg 0-0-1
Leher : Tidak ada perbesaran tiroid - Debridement
Plan:
Thorax : Vesikuler (+/+), Ronki
- Cek GDP
(-/-), Wheezing (-/-)-
Ekstremitas bawah:
Ekstremitas bawah:
Ekstremitas bawah:
Kamis S: nyeri post rawat luka, sakit kepala - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
13/01/2023 O: - Inj. Ceftriaxone 2
(09.00) TTV:
gr/24j/iv
Perawatan TD: 168/105 mmHg
Interna N: 92x/m - Inj. Santagesic 1gr/8j/iv
P: 20 x/m - Insulin glargine 0-0-8
S: 36,2oC
- Insulin Aspart 6-6-6
Kepala : konjungtiva anemis (-), - Amlodipine 10 mg/24j/oral
sklera ikterik (-) - Alprazolam 0,5
mg 0-0-1
Leher : Tidak ada perbesaran tiroid
- Debridement
Thorax : Vesikuler (+/+), Ronki
(-/-), Wheezing (-/-)-
Ekstremitas bawah:
Ekstremitas bawah:
Sabtu S: nyeri post rawat luka, sakit kepala - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
14/01/2023 O: - Inj. Ceftriaxone 2
(09.00) TTV:
gr/24j/iv
Perawatan TD: 168/105 mmHg
Interna N: 98x/m - Inj. Santagesic 1gr/8j/iv
P: 20 x/m - Insulin glargine 0-0-8
S: 36,7oC
- Insulin Aspart 6-6-6
Kepala : konjungtiva anemis (-), - Amlodipine 10 mg/24j/oral
sklera ikterik (-) - Alprazolam 0,5
mg 0-0-1
Leher : Tidak ada perbesaran tiroid
- Debridement
Thorax : Vesikuler (+/+), Ronki
(-/-), Wheezing (-/-)-
Ekstremitas bawah:
Ekstremitas bawah:
BAB II
KAJIAN TEORI
A. DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah.1
2. Epidemiologi
Estimasi International Diabetes federation (IDF), terdapat 382 juta
orang yang hidup dengan diabetes didunia pada tahun 2013. Pada tahun
2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta
orang. Diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta di antaranya
belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi
komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan.2,3
Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM
adalah masalah kesehatan yang besar. Hal ini dikarenakan adanya
peningkatan jumlah penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun
2015 menyebutkan sekitar 415 juta orang dewasa memiliki diabetes,
kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di tahun 1980an. Apabila tidak ada
tindakan pencegahan maka jumlah ini akan terus meningkat tanpa ada
penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi 642 juta
penderita.2,3
Menurut Riskesdas 2013 bahwa jumlah absolut penderita diabetes
melitus di Indonesia adalah sekitar 12 juta, TGT sekitar 15 juta dan GDP
terganggu sekitar 64 juta. Pada tahun 2013 jumlah DM di Indonesia
dengan usia diatas 15 tahun sebesar 6,9%. Proporsi penderita diabetes
melitus dan TGT lebih tinggi pada wanita, sedangkan GDP terganggu
lebih tinggi pada laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan proporsi
penderita diabetes melitus, TGT dan GDP terganggu cenderung lebih
tinggi pada kelompok dengan pendidikan lebih rendah.2,3
3. Etiologi
Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus
bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda
akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan
genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita
diabetes melitus.4
Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya
mempunyai pola familial yang kuat. Risiko berkembangnya diabetes tipe 2
pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika
orang tua menderita diabetes melitus tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes
pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti pembawa (carrier) diabetes
tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan
meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-
pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin
atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem
transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat menggangu kerja
insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya
jumlah insulin yang beredar. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2
mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan resistensi insulin, maka
kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan
diabetes melitus tipe 2. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan
dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi
glukosa.4
4. Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel.
5. Gejala Klinis
Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifalgia,
penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan
gejala tidak khas DM di antaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit
sembuh, gatal, penglihatan kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus
vulva pada wanita. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan
glukosa darah abnormal hanya satu kali sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.4
6. Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta
pancreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM
tipe-2. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha
pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa),
dan otak (resistensiinsulin), kesemuanya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.4
a. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah
sangat berkurang. Obat anti diabetic yang bekerja melalui jalur ini
adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1agonisdan DPP-4 inhibitor.
b. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat
dan memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam
keadaan basal oleh liver (HGP = hepatic glucoseproduction)
meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin,
yang menekan proses gluconeogenesis.
c. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin
yang multiple diintramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin
sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot,
penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat
yang bekerja dijalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
d. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak
bebas (FFA = Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi
insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin.
Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai
lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
e. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar
disbanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal
sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1
(glucagon-likepolypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory
polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera
dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja
dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
enzim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi
monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja
untuk menghambat kinerja enzim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
f. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi
dalam sintesis glucagon yang dalam keadaan puasa kadarnya
didalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan
HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan disbanding
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau
menghambat reseptor glucagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4
inhibitor dan amylin.
g. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163gram glukosa
sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan
diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucoseco-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang
10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam
urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresigen SGLT-2.
Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat
penyerapan kembali glukosa ditubulus ginjal sehingga glukosa akan
dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja dijalur ini adalah SGLT-
2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
h. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada
individu yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru
meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi diotak.
Obat yang bekerja dijalur Ini adalah GLP-1agonis, amylin dan
bromokriptin.
7. Faktor Risiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,
berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American
Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko
yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree
relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lahir bayi >4000gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional
dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang
dapatdiubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar
perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas
fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita
polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolic memiliki
riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan
kafein.4
a. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa
darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat
dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya
tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
c. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen
diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya
orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang
menderita Diabetes Mellitus.
d. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.
e. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes
Mellitus adalah > 45 tahun,
f. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan
bayi > 4000 gram.
g. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi
familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan
meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara
kandung mengalami penyakit ini.
h. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan
peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan
ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak
aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan
dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-baratan yang meliputi
perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan
dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme
gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan
meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari
60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720
ml.
Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2
dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat
berubah misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang
jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas
fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh.
8. Diagnosis4
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna
penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti di bawah ini: Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
a. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1
mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
b. Gejala klasik DM+Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7.0
mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
c. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air.
Cara pelaksanaan TTGO:4
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kegiatan jasmani seperti biasa
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu
5 menit
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
g. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.
9. Penatalaksanaan4
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
a. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
a. Materi edukasi tingkat awal dilaksanakan dipelayanan kesehatan
primer yang meliputi
a) Materi tentang perjalanan penyakit DM
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
secara berkelanjutan
c) Penyulit DM dan risikonya
d) Intervensi non farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan
e) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
hiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain
f) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil
glukosa darah
g) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemi
h) Pentingnya latihan jasmani yang teratur
i) Pentingnya perawatan kaki
j) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan dipelayanan
kesehatan sekunder dan atau tersier yang meliputi
a) Mengenal dan mecegah penyulit akut DM
b) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
c) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
d) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga)
e) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-
hari sakit)
f) Pemeliharaan/perawatan kaki
Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus
adalah memenuhi anjuran:
a. Mengikuti pola makan sehat
b. Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
c. Menggunakan obat DM dan obat lainnya pada keadaan khusus
secara aman dan teratur
d. Melakukan pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan
pengobatan
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan
sakit akut dengan tepat
g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana,
dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta
mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM
h. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
1) Debridemen
Debridemen adalah suatu tindakan membuang jaringan nekrosis,
kalus, dan jaringan fibrotik. Debridemen merupakan teknik untuk
mempersiapkan dasar luka yang paling penting, yaitu agar luka
memiliki warna dasar merah dan granular. Debridemen bertujuan
untuk meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan jaringan sehat
dan membantu proses penyembuhan luka. Prosedur dilakukan dengan
menghilangkan jaringan mati yang sekitar 2-3mm dari tepi luka ke
jaringan sehat.
Metode debridemen yang sering dipakai adalah surgical
debridemen, autolitik, enzimatik, kimia, mekanis, dan biologis
debridemen. Metode surgical, autolitik, dan kimia hanya membuang
jaringan nekrosis (selective debridemen), sedangkan metode mekanis
debridemen membuang jaringan nekrosis maupun jaringan hidup
(nonselective debridemen).
2) Pressure Offloading
Offloading adalah suatu metode untuk mengurangi tekanan pada
ulkus. Ulkus kaki diabetikum kebanyakan terjadi pada area telapak
kaki yang mendapat tekanan tinggi dari beban tubuh. Total Contact
Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif, yaitu
dengan memakai gips khusus yang dibentuk untuk menyebarkan beban
pasien keluar dari area ulkus. Kerugian dari metode ini adalah
membutuhkan keterampilan, waktu, dan dapat menimbulkan iritasi
dari gips yang dapat mengakibatkan ulkus baru, dan menyulitkan
dalam pengecekan kondisi ulkus tiap harinya.
3) Infection Control
Ulkus kaki diabetikum dapat menjadi jalan masuknya bakteri ke
dalam tubuh, serta menimbulkan infeksi. Diagnosis infeksi ditegakkan
berdasarkan keadaan klinis seperti eritema, nyeri, lunak, hangat, dan
keluar pus dari ulkus. Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil
kultur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotik tersebut. Pada
infeksi non-limb threatening kebanyakan ditimbulkan oleh bakteri
staphylococcus dan streptococcus Pengobatan infeksi ini menggunakan
antibiotik oral, seperti cephalexin, amoxilin-clavulanic, mixifloxin,
atau clindamycin, infeksi ini dapat dirawat di poliklinik. Sedangkan
pada infeksi berat kebanyakan disebabkan oleh infeksi polimikroba,
seperti staphylococcus, streptococcus, enterobacteriaceae,
pseudomonas, enterococcus, bacteriodes, peptococcus, dan
peptostreptococcus, infeksi ini harus dirawat di rumah sakit, penderita
akan diberikan terapi antibiotik yang mencakup gram positif dan gram
negatif, maupun aerob dan anaerob.
Antibiotika diberikan melalui intravena, berupa
imipenemcilastatin, B-lactam, B-lactamase (ampisilin-sulbactam dan
piperacilin-tazobactam), dan cephalosporin spektrum luas. Selain itu
menurut Collins dan Sloan penanganan ulkus kaki diabetikum juga
dapat melalui kontrol nutrisi dan kontrol glikemik. Kenaikan
kadarglukosa darah lebih dari normal atau hiperglikemi dapat
menyebabkan penyembuhan ulkus menjadi lebih lambat. Sehingga
kontrol glikemik yang optimal sangat penting untuk penyembuhan
luka.
Hiperglikemia menyebabkan penurunan proliferasi dan disfungsi
sel endothel, penebalan membran basal, viskositas darah meningkat,
defek insulin, penyempitan lumen vaskuler, dan penurunan elastisitas
vaskuler. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
mikrovaskuler, aliran darah menjadi terhambat, sehingga ulkus
menjadi kekurangan nutrisi dan oksigen.Tanpa adanya oksigen,
mobilitas makrofag menjadi berkurang dan granulasi jaringan baru
menjadi terbatas, yang menyebabkan fase inflamasi ulkus menjadi
lebih lama. Penurunan fungsi leukosit dan tidak adekuatnya sintesis
kolagen menyebabkan penyembuhan luka terhambat.
Hiperglikemia yang persisten menurunkan efisiensi sistem imun,
fungsi saraf sensori, dan kenaikan pertumbuhan bakteri penyebab
infeksi. Saat kadar glukosa darah tinggi secara terus menerus, proses
kemotaksis (sel darah putih mengumpul di area infeksi) dan fagitosis
(sel darah putih memakan bakteri) menjadi terganggu.
5. Komplikasi6
Komplikasi Ulkus kaki diabetikum dapat menimbulkan komplikasi
jika tidak ditangani dengan baik, komplikasi yang dapat ditimbulkan
diantaranya:
a. Infeksi
Infeksi kaki diabetes (Diabetic Foot Infections / DFIs) merupakan
masalah yang serius namun sering terjadi pada penderita diabetes
melitus. Infeksi kaki diabetes awalnya disebabkan dari ulkus kaki
diabetikum yang kurang terawat, sehingga mikroorganisme
berkembang biak dengan cepat, menyebabkan inflamasi, timbul nanah,
dan bau tidak sedap. Tanda-tanda infeksi yang akan muncul adalah
adanya kemerahan di area luka (erythema), hangat (calor),
pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan mengeluarkan sekret yang
purulen. Menurut Doupis dan Veves, infeksi ulkus kaki diabetes dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
1) Non-limb threatening: ulkus < 2cm dan tidak mencapai tulang dan
sendi
2) Limb threatening: ulkus >2cm dan mencapai tulang dan sendi, dan
terdapat infeksi sistemik.
b. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah inflamasi atau infeksi pada tulang dan
sumsum tulang. Osteomyelitis terjadi pada sekitar 15% penderita ulkus
kaki diabetikum, dan 20% pada pasien dengan infeksi kaki diabetes.
Osteomyelitis disebabkan karena adanya patthogen dari infeksi pada
ulkus yang menyebar ke tulang yang ada di dekat ulkus. Infeksi
tersebut dapat mengakibatkan jaringan tulang menjadi nekrosis,
sehingga diperlukan tindakan eksisi jaringan atau amputasi untuk
menghilangkan jaringan nekrosis tersebut.
c. Gangrene
Gangren adalah salah satu jenis kematian jaringan yang disebabkan
karena kehilangan suplai darah ke jaringan tersebut. Darah membawa
nutrisi seperti glukosam asam amino, asam lemak, dan oksigen yang
diperlukan jaringan untuk befungsi secara normal. Selain itu sel darah
putih diperlukan jaringan untuk melawan infeksi. Adanya hambatan
dalam aliran darah akan menyebabkan fungsi jaringan menurun, dan
berhentinya aluran darah akan membuat jaringan kehilangan
kemampuan untuk berfungsi dan mati. Hambatan suplai darah dapat
disebabkan karena adanya penyakit arteri perifer, infeksi, dan cedera
pada pembuluh darah.
BAB III
PEMBAHASAN
KASUS TEORI
Pasien perempuan usia 53 tahun Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. (1)
Prevalensi diabetes melitus di
indonesia berada di angka 1,5%
dengan perbandingan jenis kelamin
yang sama. Menurut data yang
dihimpun dari RISKESDAS (2018),
prevalensi diabetes melitus di
Sulawesi Tenggara berada di angka
1,3% dengan kelompok usia
terdiagnosis diabetes melitus
terbanyak adalah kelompok usia 55-64
tahun yaitu di angka 4,30% dengan
perbandingan prevalensi antara laki-
laki dan perempuan yang sama. (2) (3)
Faktor risiko diabetes terdiri dari
faktor yang dapat dimodifikasi dan
faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi adalah ras, etnik, umur,
jenis kelamin, riwayat keluarga
dengan diabetes melitus, riwayat
melahirkan bayi >4000 gram, riwayat
lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR atau < 2.500 gram). Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi yaitu
berat badan lebih, obesitas
abdomnal/sentral, kurangnya aktifitas
fisik, hipertensi, dislipidemia, diet
tidak sehat dan tidak seimbang
(tinggi kalori), kondisi prediabetes
yang ditandai dengan toleransi glukosa
terganggu (TGT 140-199 mg/dL) atau
gula darah puasa terganggu (GDPT
<140 mg/dL), dan merokok. (3)
keluhan luka pada ibu jari kaki Berbagai keluhan dapat ditemukan
kanan sejak 10 hari SMRS pada pasien diabetes melitus,
Luka bernanah dan bengkak serta kecurigaan adanya DM perlu
terasa nyeri. Nyeri dirasakan dipikirkan apabila terdapat keluhan
terus menerus, terasa tajam seperti berikut: (4)
seperti tertusuk dan terasa panas Keluhan klasik DM: poliuria,
sehingga pasien kesulian polidipsia, polifagia dan penurunan
berjalan. berat badan yang tidak dapat
Keluhan lain dirasakan yaitu dijelaskan sebabnya. (4)
lemas yang sudah dirasakan sejak Keluhan lain: lemah badan,
2 bulan yang lalu. Keluhan lain kesemutan, gatal, mata kabur, dan
pusing (+), demam sejak 5 hari disfungsi ereksi pada pria, serta
bulan SMRS. BAB dalam batas adanya kompresi jaringan yang lunak