Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

SYOK SEPTIK EC. ULKUS PEDIS DIABETIKUM + DM TIPE II

Penyusun: dr. Ruth Yoknaem


Pendamping: dr. Ade Fitra
dr. Lydiawati Sunarto
Narasumber: dr. Arman Nasution SpPD

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini, sebagai
salah satu syarat dalam program internship. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah
untuk mengkaji lebih lanjut khususnya komplikasi yang disebabkan oleh syok septic ec
ulkus pedis diabetikum + DM tipe II. Dalam penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak
menerima bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada dr.Lydiawati Soenarto dan dr. Ade fitra selaku pembimbing, dan
dr.Arman Nasution SpPD selaku narasumber, serta rekan-rekan dokter intersip.
Penulis menyadari bahwa penulisan lapsus ini masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan lapsus ini.

Batam, 30 oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB 1 laporan kasus.............................................................................................. 4


BAB 2 Tinjauan Pustaka.......................................................................................20
2.1Defenisi.........................................................................................................20
2.2 Epidemiologi...20
2.3 Etiologi21
2.4 Patofisiologi.................................................................................................21
2.5 Diagnosis....................................................................................................22
2.2.5 komplikasi.26
2.2.6.Penatalaksanaan........................................................................................26
2.2.7 prognosis .26
BAB 3 Pembahasan...............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 28

BAB I
KASUS
1.1.

Identitas Pasien
Nama
: Ny. W
Usia
: 51 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Pekerjaan
: ibu rumah tangga
Tanggal Masuk : 04.04.2016

1.2.

Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan utama nyeri di tungkai bawah kiri sejak 10 hari SMRS.
Keluhan disertai bengkak dan nyeri pada sekitar lutut. Luka diawali luka melepuh pada
tumit kaki kiri + 2 bulan yang lalu. Terdapat luka di telapak kaki kiri dengan ukuran 5x5
cm, dan luka ditelapak kaki kanan dengan ukuran 1x1 cm tampak mengering. Awalnya
pasien tidak menyadari terdapat luka. makin lama menjadi bengkak, kemerahan, terasa nyeri
dan keluar nanah yang berbau. Kaki terasa nyeri dan sulit digerakkan. Pasien juga mengeluh
demam yang naik perlahan dan tidak turun. BAK/ BAB normal

Riwayat Penyakit Dahulu


Belum pernah dirawat karena keluhan seperti ini sebelumnya. DM sejak 2010, tidak
teratur minum obat dan meminum obat herbal.
Riwayat Obat
Metformin 500 mg
1.3.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi
: 92 x/ menit
Laju napas
: 20 x/ menit
Suhu
: 37.3 oC

STATUS GENERALIS
KEPALA DAN LEHER
Kepala dan leher simetris, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
4

TELINGA
Dalam batas normal
HIDUNG
Dalam batas normal, epistaksis (-)
RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN
Erosi mukosa mulut (-), infeksi gigi ( )
MATA
Konjungtiva palp. inf. pucat (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor, diameter : 2mm/ 2mm
TORAKS
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Depan
Simetris fusiformis
SF kanan=kiri
Sonor pada kedua lapangan

Belakang
Simetris fusiformis
SF kanan=kiri
Sonor pada kedua lapangan

Auskultas

paru
SP: vesikuler pada lapangan

paru
SP: vesikuler pada lapangan

paru kiri/kanan

paru kiri/kanan

ST: ronki (-/-), wheezing (-/-)

ST: ronki (-/-), wheezing (-/-)

JANTUNG
Jantung : S1 normal, S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi

: Datar. Soepel.

Palpasi

: Defans muskular (-), nyeri tekan negatif


Hepar/ Lien: tidak teraba membesar

Perkusi

: nyeri ketok (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

GENITALIA:
5

perempuan, tidak ada kelainan


EKSTREMITAS:
Superior

: akral hangat. CRT <2 dtk

Inferior

: Cruris sinistra tampak hiperemis, batas tidak tegas, bengkak. Ulkus disertai

bnyk pus dan jaringan nekrotik. pada plantar pedis sinistra 5x5x0,5cm. Ulkus pada plantar
pedis dextra 1x1x0,5cm. kemerahan (+). Pus (+).
1.4.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium 04 april 2016


04/04/2016

normal

HGB: 9.6 g/dl

11.0-16.5 g/dl

HCT: 27.1%

35.0-50.0

WBC : 23.290

4-11 103/uL

PLT: 289.000

150-450 103/uL

Ureum : 48 mg/dl

10-50 mg/dl

Creatinin : 0.7 mg/dl

0.5-0.9 mg/dl

Na: 118 meq/l

135-147meq/l

K: 4.4 meq/l

3.5-5.0meq/l

Cl : 94 meq/l

94-140meq/l

LED : 103 mm/jam


GDS : 513 mg/dl

70-140 meq/l

Foto Thorax (04/04/16)

HASIL EKSPERTISI

Cor : tidak membesar

Diafragma normal

Pulmo: hilus normal, corakan paru tidak bertambah, Sinuses tajam. Tak tampak
pleural efusion atau penebalan pleura

Skeletal dan soft tissue dinding dada baik.

Kesan :
Tak tampak cardiomegali. Tidak tampak kelainan.

Test

Range normal

Triglyceride : 114 mg/dl

40-160 mg/dl

Cholesterol total : 65

<200 mg/dl

HDL cholesterol : 29

>45 mg/dl

Globulin: 3.3 g/dl


Albumin : 1.7 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein : 5.0 g/dl

6.0-8.3 g/dl

SGPT: 29 u/L

0-42 U/L

SGOT : 46 u/L

0-37 U/L

13/04/2016

Range normal

HGB: 5.2 g/dl

11.0-16.5 g/dl

HCT: 15.7 %

35.0-50.0

MCV : 78.8 fl

80-97.0

MCH :26.9 pg

26.5-33.5

WBC : 8.170

4-11 103/uL

PLT: 167.000

150-450 103/uL

Globulin : 5.3 g/dl


Albumin 2.9 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein: 5.3 g/dl

6.0-8.3 g/dl

Na: 132 meq/l

135-147meq/l

K: 5.1 meq/l

3.5-5.0 meq/l

Cl : 108 meq/l

94-140meq/l

LED : 103 mm/jam


GDS : 513 mg/dl
09/04/2016

70-140 meq/l
normal

Globulin : 3.2 g/dl


Albumin : 1.6 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein: 4.8 g/dl

6.0-8.3 g/dl

Na: 133 meq/l

135-147meq/l
8

K: 4.2 meq/l

3.5-5.0meq/l

Cl : 107 meq/l

94-140meq/l

11/04/2016

normal

Globulin : 2.6 g/dl


Albumin 2.5 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein: 5.1 g/dl

6.0-8.3 g/dl

Na: 133 meq/l

135-147meq/l

K: 4.2 meq/l

3.5-5.0meq/l

Cl : 107 meq/l

94-140meq/l

13/04/2016

normal

Globulin : 6.5 g/dl


Albumin : 3.4 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein: 6.5 g/dl

6.0-8.3 g/dl

15/04/2016

normal

HGB: 12.0 g/dl

11.0-16.5 g/dl

HCT: 33.4 %

35.0-50.0

MCV : 79.1 fl

80-97.0

MCH :28.4 pg

26.5-33.5

WBC : 8.170

4-11 103/uL

PLT: 184.000

150-450 103/uL

18/04/2016

normal

HGB: 12 g/dl

11.0-16.5 g/dl

HCT: 34.2 %

35.0-50.0

MCV : 80.5 fl

80-97.0

MCH : 28.2 pg

26.5-33.5

WBC : 10.650

4-11 103/uL
9

PLT : 180.000

150-450 103/uL

Globulin : 2.7 g/dl


Albumin : 1.8 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein: 4.5 g/dl

6.0-8.3 g/dl

20/04/2016

normal

Albumin (BCG): 3.4 g/dl

3.2-5.0 g/dl

21/04/2016

normal

HGB: 9.9 g/dl

11.0-16.5 g/dl

HCT: 29.3 %

35.0-50.0

MCV : 83.0 fl

80-97.0

MCH : 28.0 pg

26.5-33.5

WBC : 10.400

4-11 103/uL

PLT : 204.000

150-450 103/uL

Globulin : 2.4 g/dl


Albumin : 2.4 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein: 4.8 g/dl

6.0-8.3 g/dl

Na: 137 meq/l

135-147meq/l

K: 4.2 meq/l

3.5-5.0meq/l

Cl : 110 meq/l

94-140meq/l

23/04/2016

normal

HGB: 11.1 g/dl

11.0-16.5 g/dl

HCT: 33.7 %

35.0-50.0

MCV : 82.1 fl

80-97.0

MCH :28.8 pg

26.5-33.5

WBC : 8950

4-11 103/uL

PLT: 170.000

150-450 103/uL

1.5.

Diagnosis awal
10

Selulitis + ulcus DM et regio femur s/d calcaneus sinistra.


DM tipe II
1.6.
Penatalaksanaan
Konsul dr. Arman Nasution, SpPD via telp:
-

IVFD Asering 500 cc/ 8 jam (iv)


Cek gula darah/ 6 jam
Ceftriaxon 1x2gr (iv)
Drip Novorapid 50 IU + Nacl 0.9% 50 cc
o GD 100 stop
o 100-200 1 ui
o 200-300 2 ui
o >300 3ui

Konsul dr. Harry spB via telp:


GV 3x/ hr Kompres dengan aquabidest
Rencana Debridment & excisi
(Laporan operasi 13/4/2016)
Diagnosis pra bedah

: abscess + ulcus DM (regio femur s/d calcaneus sinistra)

Diagnosis pascabedah

: idem

Nama pembedahan

: wide excisi + debridement

Prosedur pembedahan

: dilakukan operasi sesuai SOP, seluruh pus dikeluarkan,

dilakukan excisi kulit nekrosis, cuci, kontrol perdarahan, luka ditutup dengan tampon
kassa kompres aquades
Instruksi pasca operasi

Diet/infus/injek lanjutkan
Injeksi kalnex 3 x 250mg, metronidazole drip 3x500mg/hari (iv)
Perawatan luka operasi rawat terbuka (3-4x/hari )
Selesai operasi pk 19.00
(Laporan operasi 21/4/2016)

Diagnosis pra bedah


Diagnosis pascabedah
Nama pembedahan
Prosedur pembedahan

: abscess (ext inferior sinistra)


: idem
: wide excisi + redebridement
: dilakukan operasi sesuai SOP, seluruh pus dikeluarkan,

dilakukan excisi kulit nekrosis, cuci, kontrol perdarahan, luka ditutup dengan tampon
kassa kompres aquades
Instruksi pasca operasi

:
11

Diet/infus/injek lanjutkan
Perawatan luka operasi rawat terbuka (3-4x/hari ) lanjutkan
Durasi operasi pk. 15.40-17.10
1.7.

Follow Up

Tanggal

Subjektif- objektif

Assessment

Planning

5.04.16
H-2

Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:86x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris
sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

Selulitis +
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Ivfd asering stop


ganti Nacl 0.9% 500
cc/ 8 jam
Diet DM
Cek lipid, SGOT-PT
Terapi lain lanjut

07.04.16
H-4

Compos mentis.
TD: 110/70 mmHg.
HR:88x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36.5oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris
sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

Selulitis +
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

R/ operasi tgl 9/7/16


Terapi lain lanjut

08.04.16
H-5

Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:48x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris

Selulitis +
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Koreksi Albumin (1.7)


dgn albumin 20% (100
cc)/ hr selama 3 hari +
diet TKTP extra putih
telur/ hr
Koreksi natrium (118
mEq/l) dgn IVFD Nacl
0.9%/8 j
12

09.04.16
H-6

sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.
S. Gula darah High
Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:48x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris
sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

Selulitis +
ulcus DM et
?egion
femur s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Novorapid 10 ui (iv) 2
jam cek GD ulang.

11.04.16
H-7

Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:48x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris
sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

Selulitis +
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Koreksi albumin 20%


100 cc dlm 3 hari
Novorapid 5iu- 5 ui (iv)
diberikan jam 12
dan 18.00
Novorapid drip lanjut
Acc operasi bila GD <
200

13.04.16
H-9

Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:48x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris

Selulitis +
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Os diantar ke OK
Th/ post op
Diet/ inj/ infuse
dilanjutkan
Asam tranexamat 3x
500 mg
Rawat luka operasi
terbuka : ganti verban
13

sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

3-4x/hr
Cuci dgn aquabidest
steril
Tutup luka dgn tampon
kasa kompress
aquabides steril.
Hb. 5.2 g/dl transfuse
PRC 1000 cc 500 cc
hari ini 500cc bsk
Albumin (2.9) koreksi
dgn Extra putih telur 5
butir/ hr
R/ redebridment
Cek DL, alb. Globulin,
elektrolit
Koreksi albumin (1.8)
25% 100 cc 3 hr

Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:48x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris
sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

Post
debridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

20.04.16
H-16

Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:48x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.
Status lokalis:
Ext inferior Cruris
sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

Post
debridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Acc operasi
Rebridement bsk
persiapan operasi
Terapi lanjut

21.04.16
H. 17
15.40

Compos mentis.
TD: 100/70 mmHg.
HR:48x/menit.
RR: 22x/menit.
T:36oC.
SpO2: 100%.

Redebridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus

Novorapid (iv) stop


IVFD Nacl 0.9 % 500
cc/12 jam
Cek GD/ 8 jam post op
Os diantar ke OK
Th/ post op

18-04.16
H-14

14

Status lokalis:
Ext inferior Cruris
sinistra tampak
hiperemis, batas tidak
tegas, bengkak.
Ulkus pada plantar
pedis sinistra 5 x 5 x
0,5cm.
Ulkus pada plantar
pedis dextra
1x1x0,5cm.

sinistra +
DM tipe II

Infuse/ inj lanjutkan


Perawatan luka operasi
rawat terbuka 3-4 x/ hr

19.45

Os sesak.
Ku: lemah
TD: 80/70 mmHg.
HR:108x/menit.
RR: 32x/menit.
T:38oC.
SpO2: 94%.

Loading RL 250 cc
Non rebreating mask
10l/i

23.10

Os sesak
Ku. lemah
TD: 102/54 mmHg.
HR:104x/menit.
RR: 32x/menit.
T: 38 oC.
SpO2: 100%.

22.04.16
00.50

Apatis-somnolen
TD: 89/48 mmHg.
HR: 144x/menit.
RR: 30x/menit.
T:37.3 oC.
SpO2: 98%.

Post redebridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II
Post redebridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II
Post redebridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

03.15

Apneu
Sens : Sopor
TD: 89/46 mmHg.
HR: 150x/menit.
RR: VTP
T:37.8
SpO2: 86%.

Post redebridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Rawat ICU
Pasang intubasi
dengan ETT no.7
kedalaman 20 cm
(premed: midazolam 5
mg)
drip vascon 0.5
mcg/kgbb

24..04.16
18.40

COMA
TD: HR:RR: SpO2: -

Post redebridment
ulcus DM et
regio femur
s/d
calcaneus
sinistra +
DM tipe II

Dinyatakan meninggal
dihadapan keluarga dan
perawat

Pasang NGT warna


kecokelatan hitam.
PCT 3X500 mg (k/p)

Drip dobuject + nacl


0.9% 100 cc mulai dari
5 mcg naik bertahap

15

1.8.

Diagnosis Akhir
Syok septic + Post re-debridment ulcus DM et regio femur s/d calcaneus sinistra + DM tipe II

1.9 Resume
pasien datang dengan keluhan utama nyeri di tungkai bawah kiri disertai bengkak.
adanya.luka melepuh pada telapak kaki kiri & kaki kanan os tidak menyadari terdapat luka.
makin lama menjadi bengkak, kemerahan, terasa nyeri dan bernanah. Kaki terasa nyeri dan
sulit digerakkan.. ada demam dan riwayat DM tidak terkontrol sejak 6 tahun. Pemeriksaan
fisik: kesadaran kompos mentis. Tanda tanda vital hipertermi, yang lain dalam batas normal.
Pemeriksaan status lokalis pada Cruris sinistra tampak hiperemis, batas tidak tegas, bengkak.
Ulkus disertai bnyk pus dan jaringan nekrotik pada plantar pedis sinistra. Ulkus pada plantar
pedis dextra tampak kemerahan dan pus. Laboratorium: anemia mikrositik hipokrom,
leukositosis, hiponatremi, hipoalbuminemia. hiperglikemia. EKG normal. Rontgen thorax
kesan normal. Tatalaksana berupa IVFD Asering 500 cc/ 8 jam (iv), Cek gula darah/ 6 jam,
Ceftriaxon 1x2gr (iv). Drip Novorapid 50 IU + Nacl 0.9% 50 cc GD 100 stop 100200 1 ui 200-300 2 ui >300 3ui. GV 3x/ hr Kompres dengan aquabidest.
Rencana Debridment & excise.
H5 masa perawatan Koreksi Albumin (1.7) dgn albumin 20% (100 cc)/ hr selama 3 hari +
diet TKTP extra putih telur/ hr. Koreksi natrium (118 mEq/l) dgn IVFD Nacl 0.9%/8 j.
H9 masa perawatan dilakukan debridement dan mendapat terapi post op Asam tranexamat 3x
500 mg Rawat luka operasi terbuka : ganti verban 3-4x/hr Cuci dgn aquabidest steril. Tutup
luka dgn tampon kasa kompress aquabides steril. Hasil darah lengkap didapatkan anemia dan
hipoalbuminemia maka Hb. 5.2 g/dl transfuse PRC 1000 cc 500 cc hari ini 500cc bsk.
Albumin (2.9) koreksi dgn Extra putih telur 5 butir/ hr.
H17 masa perawatan Dilakukan redebridement post rebridement os hipotensi,hipertermi,
takipneu disertai penurunan kesadaran diberikan loading cairan RL 250 cc dan diberikan
non rebreathing mask 10 l/I. PCT 3X500 mg (PO) apneu rawat ICU dengan Pasang
intubasi dengan ETT no.7 kedalaman 20 cm (premed: midazolam 5 mg) + drip vascon 0.5
mcg/kgbb . H20 masa perawatan oas dinyatakan meninggal dihadapan keluarga dan perawat

16

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif
terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak harus positif. Systemic
Inflamatory Respons Syndrome adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria sebagai
berikut ini:
1. Suhu > 380C atau < 360C.
2. Denyut jantung > 90x/menit.
3. Respirasi >20/menit atau Pa CO2 < 32 mmHg.
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur (band)
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau
hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas) pada: 1. Asidosis laktat; 2.
Oliguria; 3. Atau perubahan akut pada status mental. Berdasarkan konferensi internasional
pada tahun 2001, terdapat tambahan terhadap kriteria sebelumnya. Dimana pada konferensi
tahun 2001 menambahkan beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis. Bagian yang
terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan
C-reactive protein (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang
utama adalah implementasi dari suatu sistem tingkatan Predisposition, insul Infection,
Response, and Organ disfunction (PIRO) unuk menentukan pengobatan secara maksimum
berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan resiko yang individual.
17

Etiologi sepsis
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60 sampai
70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap
sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan
komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif. LPS merangsang peradangan
jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS
bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci, Pneumococci,
Strepcocci dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka
kejadian 20 sampai 40% dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus atau
protozoa dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.
Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel dari semua kuman, pemberian infus
substansi ini pada binatang akan memberikan gejala mirip pemberian endotoksin.
Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin yang dihasilkan
oleh berbagai macam kuman, misalnya a-hemolisin (S.Aureus), E. Coli haemolisin (E. Coli)
dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung.
Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram
negatif dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung sebagai
penyabab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan
humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak
mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung
jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis
tumor (TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan
sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise yang mengalami sepsis.

Patogenesis sepsis
Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus infeksi jaringan sebagai sumber
bakteriemia, hal ini disebut sebagai bakteriaemia sekunder. Sepsis gram negatif merupakan
komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur yang
berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi apendikal, atau bisa berpindah dari
perineum ke urethra atau kandun kemih. Selain itu sepsis gram negatif fokus primernya dapat
18

berasal dari saluran genitourinarium, saluran empedu dan saluran gastrointestinum. Sepsis
gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari
luka terbuka, misalnya pada luka bakar. Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap
berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya
tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi organisme penyebab. Berbagai jenis sel akan
teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin.
Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan mediator yang dapat
mempengaruhi satu sama lain.
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak
faktor lain yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan suatu penyakit. Respon tubuh
terhadap suatu patogen melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan
antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Termasuk sitokin
proinflamasi adalah TNF, IL-1, Interferon yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan
mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1
reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau
represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara pro-inflamasi
dan anti-inflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan
kerugian bagi tubuh.
Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin,
baik dari endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Endotoksin dapat secara langsung
dengan LPS dan bersama-sama dengna antibodi dalam serum darah penderita membentuk
LPSab (Lipo PoliSakarida Antibodi). LPSab yang berada dalam darah penderita akan
bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (Toll Like Receptors 4) sebagai reseptor
transmembran dengan perantaraan reseptor CD 14+ dan makrofag mengekspresikan imuno
modulator, hal ini hanya dapat terjadi pada bakteri gram negatif yang mempunyai LPS dalam
dindingnya.
Pada bakteri gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap makrofag
dengan melalui TLRs2 (Toll Like Receptors 2) tetapi ada juga eksotoksin sebagai
superantigen.
Padahal sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus dan
parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat menerangkan

19

patogenesis sepsis dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak melibatkan
peran limfosit T dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septik.
Di Indonesia dan negara berkembang sepsis tidak hanya disebabkan oleh gram negatif
saja, tetapi juga disebabkan oleh gram positif yang mengeluarkan eksotoksin. Eksotoksin,
virus dan parasit yang dapat berperan sebagai Antigen Processing Cell dan kemudian
ditampilkan dalam Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida
spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang
bermuatan peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4 + (limfosit Th1 dan Th2) dengan
perantaraan TCR (T Cell Receptor).
Sebagai usaha tubuh untuk beraksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu: IFN-, IL2 dan M-CSF (Macrophage colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan
IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN- merangsang makrofag mengeluarkan IL-1b dan TNF-.
IFN-, IL-1 dan TNF- merupakan sitokin proinflamatori, sehingga pada keadaan sepsis
terjadi peningkatan kadar IL-1 dan TNF- serum penderita. Pada beberapa kajian biasanya
selama terjadi sepsis tingkat IL-1 dan TNF- berkorelasi dengan keparahan penyakit dalam
kematian, tetapi ternyata sitokin IL-2 dan TNF- selain merupakan reaksi terhadap sepsis
dapat pula merusakkan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai dengan saat ini
belum jelas. IL-1 sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotelial
termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-E 2) dan merangsang ekspresi
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan
neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor
(GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari
tiga langkah, yaitu:
1. Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin
neutrofil dalam mengikat ligan respektif.
2. Merupakan langkah sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat
intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan
molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel.
3. Transmigrasi netrofil menembus dinding endotel.

20

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan
menyebabkan dinding endotel lisis, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga membawa
superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada
mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel menjadi nekrosis, sehingga
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Ternyata kerusakan endotel pembuluh darah
tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan vaskuler (Vascular leak) sehingga
menyebabkan kerusakan organ multipel sesuai dengan pendapat Bone bahwa kelainan organ
multipel tidak disebabkan oleh infeksi tetapi akibat inflamasi yang sistemik dengan sitokin
sebagai mediator. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cohen bahwa kelainan orgna multipel
disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi
syok septik yang berakhir dengan kematian.
Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes melitus, sirosis hati, gagal ginjal
kronik dan usia lanjut yang merupakan kelompok IC lebih mudah menderita sepsis. Pada
penderita IC bila mengalami sepsis sering terjadi komplikasi yang berat yaitu syok septik dan
berakhir dengan kematian. Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th-2
mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin anti-inflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN, TNF- dan fungsi APC, IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan.
Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat
dicegah.
Gejala klinik
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non
spesifik, meliputi demam, mengigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau
kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak
macam kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering: paru, traktus
digestivus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksimerupakan
diterminan penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis
tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal
organ utama, dan pasien dengan gnralusitopenia. Yang sering diikuti gejala MODS sampai
dengan terjadinya syok sepsis.
Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:

Sindroma distress pernafasan pada dewasa


21

Koagulasi intravaskular

Gagal ginjal akut

Perdarahan akut

Gagal hati

Disfungsi sistem saraf pusat

Gagal jantung

Kematian

laboratorium
Sepsis awal. Leukositosis dengah shitf kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia dan
proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksikm badan Dohle,
atau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi menimbulkan alkalosis respirator. Hipoksemia dapat
diokreksi dengan oksigen. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum
meningkat.
Selanjutnya. Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan
fibrinogen,

dan

keberadaan

D-dimer

yang

menunjukkan

DIC.

Azotemia

dan

hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver) meningkat. Bila otot


pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik (peningkatan gap anion)
terjadi setelah alkalosis respirator. Hipoksemia tidak dapat dikoreksi bahkan dengan oksigen
100%. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.
Komplikasi

Sindroma distress pernapasan dewasa (ARDS, adult respiratory distress syndrome)

Koagulasi intravaskular diseminata (DIC)

Gagal ginjal akut

Perdarahan usus

Gagal hati

22

Disfungsi sistem saraf pusat

Gagal jantung

Kematian

Terapi sepsis
Tiga prioritas utama dalam terapi sepsis, yaitu:
1. Stabilisasi Pasien Langsung
Masalah mendesak yang diharapi pasien dengan sepsis berat adalah pemulihan abnormalitas
yang membahayakan jiwa (ABC: airway, breathing, circulation). Pemberian resusitasi awal
sangat penting pada penderita sepsis, dapat diberikan kristaloid atau koloid untuk
mempertahankan stabilitas hemodinamik. Perubahan status mental atau penurunan tingkat
kesadaran akibat sepsis memerlukan perlindungan langsung terhadap jalan napas pasien.
Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis
dapat membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernapasan dan peningkatan
ketersediaan oksigen untuk jaringan lain. Peredaran darah terancam, dan penurunan
bermakna pada tekanan darah memerlukan terapi empirik gabungan yang agresif dengan
cairan (ditambah kristaloid atau koloid) dan inotrop/vasopresor (dopamin, dobutamin,
fenilefrin, epinefrin, atau norepinefrin). Pada sepsis berat diperlukan pemantauan peredaran
darah. CVP 8-12 mmHg; Mean arterial pressure 65mmHg; Urine output 0.5 mL/kg/jam;
Central venous (superior vena cava) oxygen saturation 70% atau mixed venous 65%.
(Sepsis Campaign, 2008).
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien (tekanan
darah, denyut jantung, laju napas, dan suhu badan) harus dipantau. Frekuensinya tergantung
pada berat sepsis. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat.
Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada
pasien hipotensif dengan obat vasoakfif, misal, dopamin, dobutamin, atau norepinefrin.

2. Pemberian antibiotik yang adekuat

23

Agen antimikrobial tertentu dapat memperburuk keadaan pasien. Diyakini bahwa


antimikrobial tertentu menyebabkan pelepasan lebih banyak LPS sehingga menimbulkan
lebih banyak masalah bagi pasien. Antimikrobial yang tidak menyebabkan pasien memburu
adalah: karbapenem, sefriakson, sefepim, glikopeptida, aminoglikosida, dan quinolon.
Perlu segera diberikan terapi empirik dengan antimikrobial, artinya bahwa diberikan
antibiotika sebelum hasil kultur dan sensivitas tes terhadap kuman didapatkan. Pemberian
antimikrobial secara dini diketahui menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas.
Setelah hasil kultur dan sensitivitas didapatkan maka terapi empirik dirubah menjadi terapi
rasional sesuai dengan hasil kultur dan sensivitas, pengobatan tersebut akan mengurangi
jumlah antibiotika yang diberikan sebelumnya (dieskalasi). Diperlukan regimen antimikrobial
dengan spektrum aktivitas luas sesuai dengan hasil kultur. Hal ini karena terapi antimikrobial
hampir selalu diberikan sebelum organisme yang menyebabkan sepsis diidentifikasi. Obat
yang digunakan tergantung sumber sepsis
1. Untuk pneumonia dapatan komunitas biasanya digunakan 2 regimen obat. Biasanya
sefalosporin generasi ketiga (seftriakson) atau keempat (sefepim) diberikan dengan
aminoglikosida (biasanya gentamisin).
2. Pneumonia nosokomial: Sefipim atau iminem-silastatin dan aminoglikosida.
3. Infeksi abdomen: imipenem-silastatin dan aminoglikosida atau pipersilin-tazobaktam
dan amfoterisin B.
4. Infeksi abdomen nosokomial: imipenem-silastatin dan aminoglikosida atau pipersilintazobaktam dan amfoterisin B.
5. Kulit/jaringan

lunak:

vankomisin

dan

imipenem-silastatin

atau

piperasilin-

tazobaktam.
6. Kulit/jaringan lunak nosokomial: vankomisin dan sefipim.
7. Infeksi traktus urinaris: siprofloksasin dan aminoglikosida.
8. Infeksi traktus urinaris nosokomial: vankomisin dan sefipim.
9. Infeksi CNS: vankomisin dan sefalosporin generasi ketiga atau meropenem.
10. Infeksi CNS nosokomial: meropenem dan vankomisin.
Regimen obat tunggal biasanya hanya diindikasikan bila organisme penyebab sepsis telah
diidentifikasi dan uji sensitivitas antibiotik menunjukkan macam antimikrobial yang terhadap
organisme memiliki sensitivitas.

24

3. Fokus infeksi awal harus dieliminasi.


Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobik.
Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren.

4. Pemberian Nutrisi yang adequat


Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat penting berupa makro dan
mikronutrient. Makronutrient terdiri dari omega-3 dan golongan nukluetida yaitu glutamin
sedangkan mikronutrient berupa vitamin dan trace element.

5. Terapi suportif
Eli Lilly and Company mengumumkan bahwa hasil uji klinis Phase III menunjukkan
drotrecogin alfa (protein C teraktifkan rekombinan, Zovant) menurunkan resiko relatif
kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut terkait (dikenal sebagai sepsis berat)
sebesar 19,4 persen. Zovant merupakan antikoagulan.

Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid masih banyak kontroversial, ada yang menggunakan pada awal
terjadinya sepsis, ada yang menggunakan terapi steroid sesuai dengan kebutuhan dan
kekurangan yang ada di dalam darah dengan memeriksa kadar steroid pada saat itu
(pengobatan suplementasi). Penggunaan steroid ada yang menganjurkan setelah terjadi septic
shock. Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan adalah dengan low doses corticosteroid
> 300 mg hydrocotisone per hari dalam keadaan septic shock. Penggunaan high dose
corticosteroid tidak efektif sama sekali pada keadaan sepsis dan septic shock.

Glukosa kontrol

25

Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah yang tidak mengalami dan yang
mengalami diabetes mellitus. Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan sampai dengan <
150 mg/dL. Dengan melakukan monitoring pada gula darah setiap 1-2 jam dan dipertahankan
minimal sampai dengah 4 hari.
Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan profilaksis dengan menggunakan H2
broker protonpan inhibitor. Apabila terjadi kesulitan pernafasan penderita memerlukan
ventilator dimana tersida di ICU.

Pencegahan

Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri Gramnegatif.

Gunakan trimetoprim-sulfametoksazol secara profilaktik pada anak penderita


leukemia.

Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau sulfamilon secara profilaktik
pada pasien luka bakar.

Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk mencegah


pneumonia Gram-negatif nosokomial.

Streilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamisin dengan


vankomisin dan nistatin efektif dalam mengurangi sepsis Gram-negatif pada pasien
neutropenia.

Lingkungan yang protektif bagi pasien beresiko kurang berhasil karena sebagian besar
infeksi berasal dari dalam (endogen).

Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B ambil apusan (swab)
vagina/rektum pada kehamilan 35 hingga 37 minggu. Biakkan untuk Streptococcus
agalatiae (penyebab utama sepsis pada neonatus). Jika positif untuk strep Grup B,
berikan penisilin intrapartum pada ibu hamil. Hal ini akan menurunkan infeksi Grup
B sebesar 78%.

26

BAB III
Analisa kasus
Diagnosis meningoensefalitis ditegakkan dari
1. Anamnesa berupa : adanya keluhan sakit kepala yang hilang timbul, demam dan nyeri
pada leher selama 1 bulan. Kemudian adanya nya penurunan kesadaran disertai
kejang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kaku kuduk positif disertai adanya
penurunan kekuatan motorik. Gejala klinis sesuai dengan trias meningitis: demam,
sakit kepala dan kaku kuduk. Trias pada ensefalitis berupa: demam, kejang disertai
adanya penurunan kesadaran. Hal ini sesuai dengan kepustakan adanya gejala
kombinasi dari keluhan maupun tanda klinis yang ditemukan.
2. Pemeriksaan penunjang berupa foto dada ditemukan corakan paru bertambah, Tampak
infiltrat noduler halus pada kedua paru kesan TB paru milier.
pada CT scan non kontras didapatkan gambaran berupa: Multiple lesi hipodens pada
temporalis

kiri,

frontal

kiri,

occipitalis

kanan

dan

batang

otak

disertai

ventrikulomegali menyokong gambaran meningoensefalitis


3. Diketahui penyebab tuberkulosis karena penderita memiliki riwayat batuk batuk lama,
penurunan berat badan atau keringat malam tidak diketahui keluarga, gejala yang
dialami penderita telah terjadi sejak lama (kronis). Meningoensefalitis kronis dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyebab, penyebab yang sering ditemukan adalah
mycobacterium tuberkulosa.
4. Penanganan darurat pada penderita ini adalah mencegah kerusakan neuron dengan
mempertahankan jalan napas dan pemberian oksigen saturasi 100% disertai dengan
pemberian obat anti kejang. pada pasien ini diterapi maintenance anti kejang berupa
infus phenytoin 100 mg dalam Nacl 0.9% 500cc/ 8 jam . Pemberian infus NaCl 0,9%
dengan tetesan lambat untuk mencegah edema serebri karena lonjakan kadar natrium
yang terlalu cepat. Selanjutnya dimulai pengobatan untuk TB, yakni dengan
menggunakan INH (isoniazid), rifampisin, pirazinamid, etambutol dan streptomisin
selama 2 bulan (fase intensif) dan 7 10 bulan selanjutnya diberikan rifampisin dan
isoniazid, disertai dengan pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,4 mg/kgBB/hari
selama 6-8 minggu tapering off untuk mengurangi gejala sisa neurologis.

27

Daftar Pustaka
1. Longo DL.Fauci AS. Meningitis sub acut and chronic. Harrisons principles of
internal medicine. Ed 19 th. Philadelphia: McGraw-Hill; 2015
2. Hammer GD. McPhee SJ. Meningitis. Pathophysiology of Disease : An Introduction
to Clinical Medicine. Ed 7 th Philadelphia: McGraw-Hill; 2014
3. Greenberg SM, Handbook of neurosurgery Eight edition. Thieme Publishers New
York 2016
4. Global Tuberculosa Report. 20th Edition. World Health Organization; 2015
5. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and Neuroscience Fifth
edition International edition, Saunders Elsevier, British, 2007; 225-257

28

Tabel 1

Tabel 2

29

Anda mungkin juga menyukai