Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ASCITES EC SIROSIS HEPATIS

Penyusun: dr. Ruth Yoknaem


Pendamping: dr. Ade Fitra
dr. Lydiawati Sunarto
Narasumber: dr. Arman Nasution, Sp. PD

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
2015/2016
1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini, sebagai
salah satu syarat dalam program internship. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah
untuk mengkaji lebih lanjut khususnya komplikasi yang disebabkan oleh sirosis hepatis.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak.Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr.Lydiawati
Soenarto dan dr. Ade fitra selaku pembimbing, dan dr. Arman Nasution Sp.PD selaku
narasumber, sertarekan-rekan dokter intership.
Penulis menyadari bahwa penulisan lapsus ini masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan lapsus ini.

Batam, 09 oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB 1 laporan kasus.............................................................................................. 3


BAB 2 TinjauanPustaka........................................................................................16
2.2.1Defenisi......................................................................................................21
2.2.2 Epidemiologi.............................................................................................21
2.2.3 Etiologi22
2.2.3Patofisiologi...............................................................................................22
2.2.4Diagnosis...................................................................................................23
2.2.5 komplikasi.27
2.2.6.Penatalaksanaan........................................................................................29
2.2.7 prognosis ...31
BAB 3 Pembahasan...............................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 35

BAB I
KASUS
1.1.

Identitas Pasien
Nama
: Tn. AH
Usia
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Tanggal Masuk : 29 juni 2016

1.2.

Anamnesis
Keluhan Utama
Perut membesar
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk ke IGD dengan keluhan perut membesar 1 minggu SMRS. Disertai
demam naik turun dan mual (+), muntah 2x isi makanan air .rnafsu makan turun 1
inggu ini. 2 sendok makan/ kali makan., Pasien tidak mau makan minum banyak karena
perut cepat merasa begah terutama saat minum. Riwayat mata kuning sudah sejak 2
minggu ini. Os punya riwayat kaki bengkak 5 tahun ini. Dan riwayat Jarang BAK sejak
2 bulan ini. 1 hari hanya 1-2x/ hari dengan jumlah urin yang jauh lebih sedikit
dibandingkan biasanya, warna air seni tampak lebih keruh seperti the pekat. BAB juga
tidak lancer 1 minggu ini seperti kotoran kambing. Os sudah berobat ke PROMED dan
diperiksakan darah dan foto dada dikatakan dokter disana os menderita sakit liver. Sesak
nafas (-), nyeri dada (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah dirawat karena keluhan seperti ini sebelumnya. Diabetes disangkal.
Hipertensi disangkal. riwayat transfusi darah disangkal, alcohol (-), penggunaan jarum
suntik (-). Riwayat merokok 1 bungkus/ hari.
Riwayat Obat
Konsumsi obat untuk mengurangi kaki bengkak tapi os lupa nama obanya

1.3.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi
: 88 x/ menit
Laju Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu
: 37 oC
4

Status Generalis
KEPALA DAN LEHER
Kepala dan leher simetris, JVP tidak meningkat, trakea medial, pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-)
TELINGA
Dalam batas normal
HIDUNG
Dalam batas normal, epistaksis (-)
RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN
Erosi mukosa mulut (-), infeksi gigi ( )
MATA
Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-),
sklera ikterik (+/+)
Pupil isokor, diameter : 2mm/ 2mm
TORAKS
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Depan
Simetris fusiformis
SF kanan=kiri
Sonor pada kedua lapangan

Belakang
Simetris fusiformis
SF kanan=kiri
Sonor pada kedua lapangan

Auskultas

paru
SP: vesikuler paru kanan/ paru

paru
SP: vesikuler paru kanan/ paru

kiri

kiri

ST: ronki (-/-), wheezing (-/-)

ST: ronki (-/-), wheezing (-/-)

JANTUNG
Jantung : S1 normal, S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi

: Cembung, Distensi abdomen, Lingkar pinggang 92 cm,


5

Palpasi

: Defans muskular (-), nyeri tekan (-)


Hepar/ Lien: sulit dinilai
Shifting dullness (+)

Perkusi

: Redup pada seluruh lapang abdomen

Auskultasi

: Bising usus (+) Normal

GENITALIA:
Laki-laki, tidak ada kelainan
EKSTREMITAS:
Superior

: akral hangat, CRT 3

Inferior

: akral hangat, CRT 3, pitting edema pretibial (+)/(+)

1.4.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium 27 Juni 2016


Test

Hasil

Range normal

Hb

12.6 gr/dl

11.0 16.5 g/dL

Ht

36 %

35 50 %

Leukosit

5490 /uL

4.000 11.000/uL

Trombosit

61.000/uL

150.000 450.000/uL

Na

130 mEq/L

135 147 mEq/ L

2.6 mEq/L

3,5 5,0 mEq/ L

Cl

97 mEq/L

97 111 mEq/ L

Ureum

38 mg/dL

10 - 50 mg/dL

Creatinine

1.1 mg/dL

0.70 1.30 mg/dL

GDS

122 mg/dL

<50 ng/L

Test

Hasil

Range normal

Uric acid

6.5 mg/dl

3.4-7.0 mg/dl

Cholesterol total

125 mg/dl

HDL cholesterol

45 mg/dl

>45 mg/dl

LDL cholesterol

58.8 mg/dl

<100 mg/dl

Trigliserid

106 mg/dl

30-170 mg/dl

SGOT

116 mg/dl

SGPT

79 mg/dl

<200 mg/dl

10-50 mg/dl
10-70 mg/dl

29 juni 2016
Test

Hasil

Range normal

Bilirubin total

6.79 mg/dl

0.30-1.20 mg/dl

Bilirubin direct

2.25 mg/ dl

0.00-0.20 mg/dl

Bilirubin indirect

4.54 mg/dl

Anti HCV

(-)

(-)

USG Abdomen (2 juli 2016)

Hepar: tampak mengecil, tektur kasar, echoparenkim in homogeny, permukaan tidak rata, tak
tampak nodul atau SOL. Vascular tidak melebar
Kantung empedu : dinding menebal, tak tampak batu, tampak sludge
Duktur biliaris intra dan extrahepatik tidak melebar.
Pancreas : tidak tervisualisasi
Lien membesar, echoparenkim normal, tak tampak SOL, vena lienalis tidak melebar.
Ginjal kanan: ukuran membesar, parenkim tipis, tampak batu ukuran 1,6 cm, tak tampakkista.
System pelviokalises melebar.
Ginjal kiri: ukuran dan bentuk dalam batas normal, parenkim normal.
Vesica urinaria: dinding tidak menebal, tak tampak batu atau SOL
Tampak koleksi cairan intraabdomen.
Kesan:
Sugestif sirosis hepatis, splenomegali, dan ascites
Hidronefrosis dengan batu pada ginjal kanan.
Ginjal kiri, dan buli tak tampak kelainan.
1.5.

Diagnosis Awal
Ascites susp hipertensi portal ec sirosis hepatis.
8

1.6.

Penatalaksanaan
Nacl 0.9% 500cc (ER)
Injeksi ondansentron 4 mg (extra)
Injeksi ranitidin 50 mg (extra)
Konsul dr. Arman Sp. PD Via telpon:
Dextrose 5% 500cc/12 jam
IVFD Nacl 0.9% 500cc + KCl 50 mEq/24 Jam 1x pemberian
PCT drip 2x 1gr (iv)
Ceftriaxon 1x 2gr (iv)
Hepabalance 2x1 tab (PO)
Inj ondansentron 2x 4 mg (iv)
Inj omeprazol 2x40 mg (iv)
R/ USG Abdomen

1.7.

Follow Up
Tanggal
Subjektif
30.06.1 S. Perut terasa
6
09.30

keras.
Lemastidak
nafsu makan.

P. Fisik
Kesadaran: CM

Diagnosa
Asites susp.

Terapi
dr.Arman visite adv:

TD: 120/60 mmHg


HR: 88 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 37oC
SpO2: 99%

Sirosis hepatis

- terapi lanjut

Sclera ikterik (+)/(+)


Abd:

Spironolakton 2x1
Propanolol 2x1
Lasix 2x
Laxadine 3x1C

Inspeksi: Cembung,
Distensi

- th/ tambahan

abdomen,

spider nevi (+).


Palpasi:Hepar/ Lien:

Pct tab 2x500 mg


- besok cek Albumin,
globulin, HbsAg,
CEA, darah lengkap.

sulit dinilai, Shifting


dullness (+)
Perkusi: Redup pada
seluruh lapang abd.
Extremitas bawah:
pitting edema
9

pretibial (+)/(+)
1.07.16
09.30

S. Perut terasa

Kesadaran: CM

Asites susp.

dr.Arman visite adv:

keras.

TD: 120/60 mmHg


HR: 84 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 37oC
SpO2: 99%

Sirosis hepatis

- terapi lanjut
- cek Darah lengkap,
elektrolit alkali
fosfatase.

Sclera ikterik (+)/(+)

- USG abdomen

Abd:

- diet extra putih telur

Inspeksi: Cembung,
Distensi

6 butir/ hari.

abdomen,

spider nevi (+).


Palpasi:Hepar/ Lien:
sulit dinilai, Shifting
dullness (+)
22.25

Perkusi: Redup pada


seluruh lapang abd.
Extremitas bawah:
pitting edema
pretibial (+)/(+)
Kesadaran: CM
S: (-)

TD: 110/60 mmHg


HR: 74 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 36oC
SpO2: 100%

Asites susp.

Lapor hasil lab kalium

Sirosis hepatis

2.8 meq/l kedr. Arman


via telp, advise:
Koreksi KCL 50 meq
dalam 500 cc Nacl/ 12

2.07.16
09.30

S. Perut terasa

Kesadaran: CM

Asites susp.

jam 2x pemberian.
dr.Arman visite adv:

keras.

TD: 120/60 mmHg


HR: 84 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 37oC
SpO2: 99%

Sirosis hepatis

- terapi lanjut
- cek Darah urin
lengkap dan elektrolit
- konsul urologi

Sclera ikterik (+)/(+)


Abd:
Inspeksi: Cembung,
10

Distensi

abdomen,

spider nevi (+).


Palpasi:Hepar/ Lien:
sulit dinilai, Shifting
dullness (+)
Perkusi: Redup pada
seluruh lapang abd.
Extremitas bawah:
pitting edema
3.07.16
09.00

S. Perut terasa
keras.

pretibial (+)/(+)
Kesadaran: CM
TD: 120/80 mmHg
HR: 84 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 37oC
SpO2: 99%

Asites ec.

dr.Arman visite adv:

Sirosis hepatis

- terapi lanjut
- Cek drah lengkap/
hari
Nacl 500 cc/12 jam

Sclera ikterik (+)/(+)


Abd:
Inspeksi: Cembung,
Distensi

abdomen,

spider nevi (+).


Palpasi:Hepar/ Lien:
sulit dinilai, Shifting
dullness (+)
Perkusi: Redup pada
seluruh lapang abd.
Extremitas bawah:
pitting edema
4.07.16
10.30

S. PAPS

pretibial (+)/(+)
Kesadaran: CM
TD: 120/70 mmHg
HR: 74 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 36oC
SpO2: 100%
Sclera ikterik (+)/(+)

Asites ec.

Lapor dr.Arman via

Sirosis hepatis

tel:
- th/
Omeprazol 2x40 mg
(PO)
Propanolol 2x1

Abd:
11

Inspeksi: Cembung,

Spironolakton 2x25

Distensi

mg (PO)

abdomen,

spider nevi (+).

Sukralfat 3x1 C

Palpasi:Hepar/ Lien:

Hepabalance 2x1

sulit dinilai, Shifting


dullness (+)
Perkusi: Redup pada
seluruh lapang abd.
Extremitas bawah:
pitting edema
pretibial (+)/(+)

PROFIL TIROID (1 JULI 2016)


Test

Hasil

Range normal

CEA

4,65 ng/mL

<=5

Test

Hasil

Range normal

Albumin

1.7 g/dl

3.2-5.0 g/dl

Total protein

5.1 g/dl

6.0-8.3 g/dl

Globulin

3.4 g/dl

HbsAg

(+)

(-)

DARAH LENGKAP- ELEKTROLIT (I JULI 2016)


Test

Hasil

Range normal

Hb

12.1 gr/dl

11.0 16.5 g/dL

Ht

33.5 %

35 50 %

Leukosit

5610/uL

4.000 11.000/uL

12

Trombosit

51.000/uL

150.000 450.000/Ul

Na

128 mEq/L

135 147 mEq/ L

2.8 mEq/L

3,5 5,0 mEq/ L

Cl

101 mEq/L

97 111 mEq/ L

PETANDA TUMOR (2 juli 2016)


Test

Hasil

Range normal

AFP

2.43UI/ml

< = 15

DARAH LENGKAP (2 JULI 2016)


Test

Hasil

Range normal

Hb

12.0 gr/dl

11.0 16.5 g/dL

Ht

33.6 %

35 50 %

Leukosit

7760/uL

4.000 11.000/uL

Trombosit

54.000/uL

150.000 450.000/Ul

Urin lengkap 3 juli 2016


03/07/2016

normal

03/07/2016

normal

Warna

Kuning teh

Darah samar

++

Kejernihan

keruh

Sedimen

Berat jenis

1.010

Lekosit: 10-15

PH

Eritrosit : 5-8

/LPB

Protein

Granulat : -

-/LPK

Reduksi

Epitel :

Urine lengkap

3-6/ LPB

-/LPK
13

Benda keton

Bakteri : -

Bilirubin

++

Kristal : -

Urobilinogen

Laboratorium 03 juli 3016


Test

Hasil

Range normal

Hb

12.1 gr/dl

11.0 16.5 g/dL

Ht

33.3%

35 50 %

Leukosit

7920/uL

4.000 11.000/uL

Trombosit

44.000/uL

150.000 450.000/Ul

Na

129 mEq/L

135 147 mEq/ L

3.1 mEq/L

3,5 5,0 mEq/ L

Cl

104 mEq/L

97 111 mEq/ L

Laboratorium 04 Juni 2016


Test

1.8.

Hasil

Range normal

Hb

11.4 gr/dl

11.0 16.5 g/dL

Ht

33.5 %

35 50 %

Leukosit

8950/uL

4.000 11.000/uL

Trombosit

160.000/uL

150.000 450.000/Ul

Diagnosis Akhir

Asites ec sirosis hepatis


1.9.

Resume

Pasien masuk ke IGD dengan keluhan perut membesar dan mengeras 1 minggu SMRS.
Disertai demam, mual muntah dan penurunan nafsu makan., mata kuning sudah sejak 2
minggu dan riwayat kaki bengkak sudah sejak 5 tahun. Jarang BAK sejak 2 bulan ini,

14

warna air seni seperti teh peka. BAB juga tidak lancer 1 minggu ini seperti kotoran
kambing.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis dengan tanda tanda vital dalam
batas normal. Pada status generalis yang bermakna didapatkan pada kedua mata tampak
sklera ikterik dan pada pemeriksaan abdomen tampak cembung distensi tampak spider nevi
region epigastrium, organ hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan negatif, shifting dullness (+)
dan pada perkusi didpatkan redup diseluruh daerah abdomen. Bising usus positif. Pada
ekstremitas bawah tampak edema pretibial kiri dan kanan dan pitting udem positif.
Pasien sudah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap,
elektrolit, fungsi hepar. total protein, profil lipid, fungsi ginjal, GDS, ,Dari pemeriksaan darah
dijumpai trombositopenia (61.000/uL), hiponatremia (130 mEq/L), hipokalemia (2.6 mEq),
fungsi hepar meningkat (SGOT: 116 mg/dl SGPT 79 mg/dl).peningkatan bilirubin total
6.79 mg/dl ( direct 2.25 mg/dl) indirect 4.54 mg/dl) yang lain dalam batas normal. .
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien didiagnosis awal
dengan

asites ec susp sirosis hepatis. di UGD diberikan ranitidine 50 mg (iv) dan

ondansentron 5 mg (iv) dan Nacl 0.9% 500cc/24 jam, dan dikonsulkan ke penyakit dalam.
Saat di ruangan TTV pasien stabil dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80
mmHg, HR 84 x/ menit, RR 18 x/ menit, suhu 37oC, dan SpO2 100%. Dengan mendapatkan
terapi dari dpjp berupa: IVFD Dextrose 5% 500cc/12 jam, IVFD Nacl 0.9% 500cc + KCl 50
mEq/24 Jam 1x pemberian, PCT drip 2x 1gr (iv),Ceftriaxon 1x 2gr (iv), Hepabalance 2x1
tab (PO), Ondansentron 2x 5 mg (iv), Omeprazol 2x40 mg (iv) dan direncanakan USG
abdomen. H2 perawatan (30/06/16), terapi sebelumnya dilanjutkan, Paracetamol drip distop
ganti PCT 2x500 mg (PO) dengan terapi tambahan berupa : Spironolakton 2x25mg
(P0),Propanolol 2x10 mg (PO), furosemid

2x40 (PO) Laxadine

sirup 3x1C dan cek

Albumin, globulin, HbsAg, darah lrngkap elektrolit . H3 perawatan (1/07/16),. Didapatkan


hasil total protein 5.1 g/dl (albumin 1.7 g/dl, globulin 3.4 g/dl) HbsAg (+), trombositopenia
(51.000/uL) hiponatremia 128 meq, hipokalemia 2.8 meq pemeriksaan lab lain normal
lapor dr. Arman Sp.PD advice koreksi KCL 50 Meq dalam Nacl 0.9% 500 cc/ 12 jam 2x
pemberian. terapi oral dan injeksi dilanjutkan diet extra putih telur 6 butir/ hari. Cek ulang
Darah lengkap, AFP .H4 perawatan (2/07/16) Hasil trombositopenia ( 54.000/uL) lab lain
normal. hasil USG Abdomen berupa Sugestif sirosis hepatis, splenomegali, dan ascites
Hidronefrosis dengan batu pada ginjal kanan..konsul urologi dan cek darah lengkap
ulang urin lengkap dan elektrolit. H5 perawatan (3/07/16). hasil lab masih trombositopeni

15

(44 .000/uL), hiponatremia (129 meq/L), hipokalemia (3.1 meq/L) hasil urin lengkap normal.
IVFD Dextrose 5% diganti NaCl 0.9% 500 cc/12 jam. Cek darah lengkap/hari. H6 perawatan
(4/07/16) Pasien PAPS, minta`` rawat jalan kontrol poli penyakit dalam terapi pulang
Omeprazol 2x40 mg (PO), Propanolol 2x10 mg (PO),Spironolakton 2x25 mg (PO), Sukralfat
3x1 C, Hepabalance 2x1 (PO).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Hepar
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih
25% berat badan orang dewasa yang menepati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen
dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Hepar
menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke
epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior
hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus
kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan
kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiforme. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi
segmen medial dan lateral oleh ligamnetum falsiformis yang terlihat dari luar.7 Pada daerah
antara ligamentum falsiform dengan knadung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus
kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamnetum venosum
pada permukaan posterior.1.2
Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melakat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan
ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ :
bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang
vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat
masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatis.1.2

16

Gambar 1. Anatomi hepar


Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena
porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari aorta dan
memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan
kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatika. Vena
hepatika mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk
dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar,
darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh
limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan
setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah
halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular.1.2
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan
arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika
ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara selsel hepar yang membentuk lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam
vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika.
Pembuluh-pembuluh ini membawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami
deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah
dioksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis.
Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan,
17

dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga
jarak ke septum interlobularis.1.2

Gambar 2. Pembuluh darah pada hepar


Hepar terdiri atas bernacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan
sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel
nonparenkimal yang termasuk didalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata
berbentuk seperti bintang.1.2
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena
hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena
porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap.
Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap
kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang
mempunyai benyak mikrofili. Mikrofili juga tempak pada sisi lain sel yang membatasi
saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan
dengan disebelahnya.1.2
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah
18

sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian terpenting dalam sistem retikuloendotelial dan
sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik
yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting
dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi
faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar.1.2
2.2 Fisiologi Hepar
Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja
sebagai tempat penampungan darah yang bermakna disaat volume darah berlebihan dan
mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga
merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi,
saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain,
mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan
melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar
adalah :1.2
1. Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi
sebagai berikut :
Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
Glukoneogenesis
Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolise
karbohidrat
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal.
Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa dari
darah, menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila
konsentrasi glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.
2. Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara
lain :
Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain
Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol
yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang kemudian
19

disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan


dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan
ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk
menran, struktur intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fingsi
sel.1.2
3. Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein
adalah sebagai berikut :
Deaminasi asam amino
Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh
Pembentukan protein plasma
Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk
membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang
penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai
komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu
radikal amino ditransfer melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang
tersedia ke asam keto untuk menggantikan oksigen keto.
4. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan
tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin
tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan
dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B 12 juga
disimpan.
5. Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah besar
protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam
jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam
cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan
disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan.

2.3 Sirosis hepatis


2.3.1 Definisi

20

Perubahan struktur jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang
bersifat difus dan dikelilingi oleh septa septa fibrosis. Perubahan(distorsi) struktur tersebut
dapat mengakibatkan peningkatan aliran darah portal. Disfungsi sintesis hepatosit, serta
meningkatkan resiko karsinoma hepatoseluler (KHS). 1,2
2.3.2 epidemiologi
Berdasarkan American Association for the Study of Liver Diseases 2016 menyatakan
bahwa Penyakit hati adalah masalah kesehatan utama di Amerika Serikat. Menurut Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, sirosis adalah penyebab utama kedua belas kematian
di Amerika Serikat pada tahun 2013, terhitung lebih dari 36.000 kematian. 8
Penyebab utama sirosis hepatis adalah penyakit hepar alkoholik (ALD), penyakit hati
berlemak non alkoholik (NAFLD) dan infeksi virus hepatitis C (HCV).1 Di Indonesia data
prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan
saja. Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan
wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun. kejadian alkohol sirosis hati meningkat dari 8,8 /
100.000 pada tahun 2001 menjadi 14,6 / 100.000 di tahun 2012 pada laki-laki dan 2,4-4,2 /
100.000 pada wanita. 8
Menurut World organization statistic 2016 Infeksi virus hepatitis membunuh sekitar
1,45 juta orang per tahun. Sekitar 90% kematian disebabkan oleh infeksi kronis HBV dan
HCV yang menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler. Terdapat lima virus yang
berbeda berdasarkan transmisi nya baik melalui kontaminasi makanan atau air (hepatitis A
dan E) atau melalui paparan darah atau cairan tubuh (Hepatitis B, C dan D). 8
Mayoritas (85%) kematian yang disebabkan hepatitis virus terjadi di Asia, Afrika
Timur, Afrika Utara dan Afrika Barat. Meskipun beban penyakit yang tinggi dan tersedia
pencegahan dan pengobatan intervensi, hepatitis belum menerima perhatian yang sama
seperti penyakit lainnya dengan beban penyakit

yang sebanding, seperti HIV, TB atau

malaria.

2.3.3 Etiologi

21

Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis hati. Etiologi tersering
dinegara barat khususnya amerika serikat ialah akibat konsumsi alcohol. Sementara Negara
lain termasuk diindonesia, sirosis utamanya disebabkan oleh agen infeksi berupa hepatitis B
dan atau hepatitis C. Penyebab lainnya obstruksi kronis empedu, obat-obatan, kelainan
genetik dan metabolik, gagal jantung kronis, dan primer (autoimun) biliary cirrhosis. 2
2.3.4 Patogenesis
Sirosis hati kini dikenal sebagai proses yang dinamis dan pada kondisi tertentu bersifat
reversible. Transisi dari penyakit hati kronis menjadi sirosis melibatkan proses yang
kompleks antara reaksi inflamasi, aktivasi sel stelata (penghasil kolagen), angiogenesis, dan
oklusi pembuluh darah yang berdampak pada perluasan lesi parenkim hati.
Pathogenesis utama dari proses fibrosis dan sirosis hati ialah aktivasi sel stelata (disebut juga
sel perisinusoidal). Sel stelata normalnya bersifat diam dan berperan dalam penyimpanan
retinoid (vitamin A). namun, adanya stimulus jejas dan reaksi inflamasi akan mengaktivasi
sel stelata sehingga sel tersebeut berploriferasi. Memproduksi matriks ekstraseluler (kolagen
tipe I dan III), proteoglikan sulfat, dan glikoprotein), serta menjadi sel miofibroblas yang
mampu berkontraksi. 1.2
2.3.5. Patofisiologi
Sirosis hepatis termasuk 12 besar penyebab kematian amerikat. Tahap akhir penyakit
kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :
1. Bridging fibrosa septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut lebar yang
menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan ukuran bervariasi
dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul) hingga besar (makronodul)
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan
Infeksi virus hepatitis B dan C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis yang meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini
memaci timbulnya jaringan kolagen.1.2
Tingkat awal yang terjadi adalah septa yang pasif yang dibentuk oleh jaringan
retikulum penyangga yang mengalami kolaps dan kemudian berubah bentuk jadi jaringan

22

parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan lainnya atau
porta dengan sentral (Bridging necrosis).
Pada tahap berikutnya, kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi pada sel
duktulus, sinusoid dan sel-sel retikuloendotelial didalam hati akan memacu terjadinya
fibrogenesis yang akan menimbulkan septa aktif. Sel limfosit T dan makrofag juga mungkin
berperan dengan sekresi limfokin yang dianggap sebagai mediator dari fibrogenesis.
Septa aktif ini akan menjalar menuju ke dalam parenkim hati dan berakhir di daerah
portal. Pembentukan septa tingkat kedua ini yang sangat menentukan perjalanan progresif
sirosis hepatis. Pada tingkat yang bersamaan nekrosis jaringan parenkim akan memacu pula
proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang timbul akan mengganggu pula pembentukan
susunan jaringan ikat tadi. Keadaan ini yaitu fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi
terus-menerus dalam hubungannya dengan peradangan dan perubahan vaskular intrahepatik
serta gangguan kemampuan faal hati, pada kahirnya menghasilkan susunan hati yang dapat
dilihat pada sirosis hepatis. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hepatis
sama atau hampir sama.

1.2

2.3.6 Diagnosis dan penilaian Derajat sirosis


Baku emas diagnosis sirosis hati ialah biopsy hati dengan pemeriksaan histopatologi.
Deteksi sirosis harus dipertimbangkan untuk setiap etiologi penyakit kronis. Diagnosis juga
harus menyertakan; 1) Etiologi penyakit, 2) Grading/ staging histopatologi untuk menilai
derajat nekroinflamasi dan fibrosis (misalnya dengan skor METAVIR) (tabel 1). 3.4
Secara klinis, sirosis dapat dibedakan menjadi beberapa derajat kategori berdasarkan
criteria Child-Turcotte-Pugh (lihat tabel 2) bertujuan untuk menilai prognosis (angka
kesintasan) pasien. Adapun system skor MELD (model for end stage Liver desease), yang
digunakan untuk menentukan prognosis pada pasien yang akan menjalani pemasangan TIPS
(tabel 3). 3.4
Tabel 1. Skor METAVIR untuk penilaian fibrosis dan inflamasi
Skor fibrosis
F0 = tidak ada fibrosis

Skor aktivitas
A0 = tidak ada aktivitas

F1 = fibrosis porta tanpa septa

A1 = aktivitas ringan

F2 = fibrosis porta dengan septa

A2 = aktivitas sedang

23

F3 = banyak septa, namun belum terjadi A3 = aktivitas berat


sirosis
F4 = sirosis
Tabel 2. Skor Child- Turcotte- Pugh(CTP)
Parameter
Ensefalopati hepatikum
Asites
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (g/dl)
Waktu protrombin (detik
pemanjangan>

1 poin
Tidak ada
Tidak ada
<2
>3.5
<4 detik atau INR

control), <1.7

2 poin
Derajat 1-2
sedikit
2-3
2.8-3.5
4-6 detik atau INR

3 poin
Derajat 3-4
Sedang besar
>3
<2.8
>6 detik atau INR

1.7-2.3

>2.3

atau INR
Keterangan:
Skor 5-6 = child A (angka kesintasan 1 tahun pertama = 100%, angka kesintasan 2
tahun pertama = 85%)
Skor 7-9 = child B (angka kesintasan 1 tahun pertama = 81%, angka kesintasan 2
tahun pertama = 57%)
Skor 10-15 = child C (angka kesintasan 1 tahun pertama = 45%, angka kesintasan 2
tahun pertama = 35%)
Tabel 3. Skor MELD (model for end stage Liver desease)
Rumus

(0.957 x In (kreatinin (mg/dl)) + 0.378x In (bilirubin (mg/dl) +1.12 x In

Interpretasi

(INR (mg/gl)) + 0.643) x10


Prediksi mortalitas dalam 3 bulan sebagai berikut:
Skor MELD >40 mortalitas 71.3%
Skor MELD 30-39 mortalitas 52.6%
Skor MELD 20-29 mortalitas 19.6%
Skor MELD 10-19 mortalitas 6.0%
Skor MELD <9 mortalitas 1.9 %

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara
lain : 5.6
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Parameter hematologi: hemoglobin, leukosit, hitung trombosit, waktu
protrombin (INR)
24

b. Biokimia serum: bilirubin, transaminase (ALT dan AST), alkalin fosfatase, yglutamyl transpeptidase, albumin dan globulin, immunoglobulin. Feritin serum
dan saturasi transferin.
c. Apabila ditemukan asites: kadar elektrolit (natrium, kalium, bikarbonat,
klorida), ureum dan kreatinin, serta urinalisis (urin tamping 24 jam).
d. Deteksi/ pemantauan etiologi: penanda serologi hepatitis B dan C. profil lipid
dan glukosa, penanda autoimun dan sebagainya.
2. Biopsi hati dan pemeriksaan histopatologis
Merupakan baku emas untuk diagnosis dan klasifikasi derajat sirosis
3. Pemeriksaan radiologi (non invasive), bertujuan untuk:
a. Deteksi nodul hati atau tanda hipertensi porta; USG hati, CT-Scan/ MRI;
b. Penilaian kekakuan jaringan hati (Derajat fibrosis): transien elastografi
(fibroscan), MRelastrografi.
4. Pemeriksaan esofago-gastroduodenoskopi (EGD), baik untuk deteksi varises
esophagus.
5. Beberapa predictor sirosis telah dikembangkan dengan menggunakan metode indirek
antara lain:
a. Umumnya rasio AST/ALT >1. Namun resio sebaliknya tidak mengekslusi
kejadian sirosis.
b. Skor APRI (indeks rasio AST/ Trombosit). Dapat digunakan untuk etiologi
hepatitis B kronis dan hepatitis C.
Rumus APRI = AST (IU/L)/ hitung trombosit (109 /L) x 100
(nilai APRI : 1.0 memiliki sensitivitas 76% dan spesifitas 72% dalam mendeteksi
sirosis)
c. Skor FIB4. Dapat digunakan untuk etiologi hepatitis B kronis, hepatitis C dan
NAFLD/NASH.
Rumus FIB4 : usia (tahun) x AST (IU/L)/ hitung trombosit (109 /L) x ALT
(IU/L)
Pada NAFLD/NASH : skor FIB4 <1.30 = sirosis Metavir F0-F1; skor

FIB4 > 2.67 = Sirosis Metavir F3-4


Pada Hepatitis C : skor FIB4 < 1.45 = sirosis Metavir F0-F1; skor
FIB4 > 3.21 = Sirosis Metavir F3-4

2.3.8 Manifestasi klinis

25

Sirosis hati merupakan kondisi histopatologi yang bersifat asimtomatis pada stadium awal.
Secara klinis sirosis dapat dibedakan menjadi sirosis kompensata (gejala klinis belum ada
atau minimal) dan sirosis dekompensata (gejala dan tanda klinis jelas). 1.2
1) Sirosis kompensata
Kebanyakan bersifat asimtomatis dan hanya dapat didiagnosa melalui pemeriksaan
fungsi hati. Bila ada, gejala yang muncul berupa kelelahan non spesifik. Penurunan
libido atau gangguan tidur. Tanda khas (stigmata) sirosis juga seringkali belum
tampak pada tahap ini. Sebenarnya 40% kasus sirosis kompensata telah mengalami
varises esofagua. Namun belum menunjukkan tanda tanda perdarahan.
2) Sirosis dekompensata
Disebut sirosis dekompensata apabila ditemukan paling tidak satu dari manifestasi
berikut: ikterus, asites, dan edema perifer, hematemesis melena (akibat perdarahan
varises esophagus), jaundice atau ensefalopati (baik tanda dan gejala minimal hingga
perubahan status mental). Asites merupakan tanda dekompensata yng paling sering
ditemukan (sekitar 80%). Selai itu terdapat beberapa stigma sirosis lainnya yang dapat
diindentifikasi, antara lain:
a. Tanda gangguan endokrin:
i. Spider angioma. (gambaran laba laba dikulit, terutama daerah leher,
ii.
iii.
iv.
v.
vi.

bahu dan dada).


Eritema Palmaris pada tenar dan hipotenar
Atrofi testis. Sering disertai penurunan libido dan impotensi
Ginekomastia
Alopesia pada dada dan aksila
Hiperpigmentasi kulit, diduga akibat peningkatan kadar melanocyte

stimulating hormone (MSH).


b. Kuku Muchrche. Gambarn pita putih horizontal yang memisahkan warna kuku
normal.
c. Kontraktur Dupuytren. Penebalan fasia pada palmar (terutama pada sirosis
alkoholik)
d. Fetor hepatikum. Bau nafas khas akibat penumpukan metionin (gagal
dimetabolisme) atau akibat peningkatan konsentrasi dimetilsulfida akibat pirau
e.
f.
g.
h.

portosistemik yang berat.


Atrofi otot
Ptekie dan ekimosis bila terjadi trombositopenia koagulopati berat.
Splenomegali
Pemeriksaan palpasi hati sangat bervariasi mulai dari tidak ditemukan
pembesaran hati, lobus kiri hati yang dapat teraba lunak (khas sirosis) atau
teraba nodul dengan konsistensi keras.

26

2.3.9. Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Secara garis besar
komplikasi sirosis hati terjadi akibat :6,7
1. Hipertensi portal dan kondisi hiperdinamik
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan gradient tekanan vena hepatic > 5
mmHg, hipertensi porta terjadi akibat peningkatan resistensi terhadap aliran darah
porta dan peningkatan aliran masuk ke vena porta. Peningkatan resistensi tersebut
disebabkan oleh perubahan struktur parenkim hati (deposisi jaringan fibrosus dan
regenerasi nodular). Serta mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah sinusoid hati
(utamanya akibat defisiensi nitrit oksida).
Adanya hipertensi porta akan berdampak pada: 6.7
a. Pembesaran limpa dan sekuestrasi trombosit (pada tahap lanjut dapat menjadi
hipersplenisme)
b. Terjadi aliran darah balik dan terbentuk pirau (shunt) dari system porta ke
pembuluh darah sistemik (portosistemik). Aliran portosistemik akan
menurunkan kemampuan

metabolism hati (first-pass

effect). Fungsi

retikuloendotelial dan mengakibatkan hiperamonemia. Kendati demikian,


kolateral portosistemik tetap tidak adekuat dalam mengurangi tekanan vena
porta. Sebaliknya justru akan meningkatkan produksi NO sehingga terjadi
vasodilatasi splanikus dan peningkatan aliran darah extrahepatik (Sementara
kadar NO intrahepatik tetap rendah).
c. Aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron. Akibat vasodilatasi splanikus
dan vasodilatasi sistemik. Pada tahap lanjut kondisi ini mengakibatkan
komplikasi pada jantung, paru dan renal.
Secara klinis, hipertensi porta dan pembentukan kolateral portosistemik akan
mengakibatkan komplikasi berikut:

Varises gastro-esofagus dan perdarahan varises tersebut; Varises esophagus


merupakan salah satu manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya.
Sekitar 20-40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah

menimbulkan perdarahan
Asites. Selain hipertensi porta, resiko kejadian asites juga semakin

meningkat akibat hipoalbuminemia.


Sindrom hepatorenal. Akibat vasokonstriksi arteri renalis sebagai respon
vasodilatasi sistemik (mekanisme arterial underfilling); Pada sindrom
27

hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,


peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan organic ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang

berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.


Peritonitis bakterialis spontan, yaitu infeksi cairan asites akibat migrasi
bakteri lumen usus ke nodus limfe mesenterika dan lokasi extrausus ke
nodus limfe mesenterika dan lokasi extra-usus lainnya. Diduga terjadi

karena gangguan system imunitas local dan sistemis.


Ensefalopati hepatikum terjadi akibat hiperamonemia. Ensefalopati
Hepatik merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mulamula ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai gangguan kesadaran
dan koma4. Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan
detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari
pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu, peningkatan
kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein, konstipasi,
infeksi, gagal hepar, dan alkalosis.
Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum :

Stadium
0

Manifestasi Klinis
Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya ingat,

konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.


1
Gangguan pola tidur
2
Letargi
3
Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
4
Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.
Komplikasi lainnya: sindrom hepatopulmonal, hipertensi portopulmonal
dan kardiomiopati.
2. Insufisiensi hati. Selain itu sirosis (bersama dengan etiologinya) dapat menimbulkan
perubahan materi genetic pada hepatosit sehingga berpotensi menjadi karsinoma
hepatoseluler (KHS)
2.3.10 Tatalaksana Sirosis kompensata
Terapi ditujukan untuk mencegah perkembangan menjadi sirosis dekompensata dan
mengatasi kausa spesifik.1.2
1. Terapi medika mentosa

28

a. Terapi sesuai etiologi: hepatitis B Kronis, hepatitis C, sirosis alkoholik,


autoimun dan sebagainya.
b. Bila perlu, terapi defisiensi besi. Dapat diberikan tambahan zink sulfat 2x200
mg (PO) untuk memperbaiki nafsu makan dan keram otor.
c. Bila perlu dapat diberikan anti pruritus: kolestiramin, antihistamin, atau agen
topical
d. Suplemen vitamin D pada pasien resiko tinggi osteoporosis.
2. Terapi non medika mentosa
a. Diet seimbang 35-40 kkal/KgBB ideal dengan protein 1.2-1.5 g/KgBb/hari.
b. Aktivitas fisik untuk mencegah inaktivitas dan atrofi otot, sesuaikan dengan
toleransi pasien;
c. Stop konsumsi alcohol dan merokok
d. Pembatasan obat obatan hepatotoksik dan nefrotoksik: OAINS, isoniazid,
asam valproat, eritomisin, amoxisilin/ klavulanat, golongan aminoglikosida
(bersifat nefrotoksik pada sirosis), ketokonazol, klorpromazin,dan ezetimibe.
3. Surveilans komplikasi sirosis
a. Monitor kadar albumin, bilirubin, INR, serta penilaian fungsi kardiovaskular,
dan ginjal.
b. Deteksi varises dengan esofago-gastroduodenoskopi (EGD):
i. Bila tidak ditemukan varises; ulangi EGD setiap 2 tahun;
ii. Bila ditemukan varises kecil: ulangi EGD setiap 1 tahun
iii. Bila ditemukan varises besar: penyekat beta non selektif (propanolol),
prosedur ligasi varises (pada kasus intoleransi).
c. Deteksi retensi cairan dan pemantauan fungsi ginjal
d. Deteksi ensefalopati (atau ensefalopati minimal/subklinis); tes psikometri dan
neuropsikologis terhadap atensi dan fungsi psikomotorik setiap 6 bulan.
e. Deteksi karsinoma hepatoseluler; pemeriksaan alpha-fetoprotein dan USG hati
setiap 6 bulan.
f. Vaksinasi hepatitis B dan hepatitis A bila perlu.
Tatalaksana sirosis dekompensata
Terapi ditujukan untuk mengatasi kegawatdaruratan dan mengembalikan ke kondisi
kompensata. 1.2
1. Tatalaksana spesifik sesuai komplikasi yang ditemukan. Diantara nya ada 3
komplikasi utama yaitu varises esophagus, asites, dan ensefalopati hepatikum.
Berikut secara garis besar pilihan terapi yang dapat diberikan untuk masing
masing komplikasi:
a. Hipertensi portal

dan

varises

esophagus:

somatostatin

(atau

analognya), terapi endoskopik, pemasangan TIPS, maupun prosedur


bedah.
b. Asites; restriksi garam, pemberian spironolakton dan furosemid,
parasentesis bila volume besar:
29

c. Sindrom hepatorenal: penggunaan agen vasopressor dan albumin,


tatalaksana gangguan elektrolit dan asam basa
d. Peritonitis bacterial spontan: kultur dan pemberian antibiotic spectrum
luas
e. Ensefalopati hepatikum: minimalisasi faktor pencetus. Pemberian
laktulosa dengan /tanpa rifakmisin, suplementasi asam amino rantai
bercabang dan diet rendah asam amino lisin, metionin, dan triptofan;
f. Koagulopati dan gangguan hematologi: pertimbangkan transfusi pada
kondisi gawat darurat
2. Pada kebanyakan kasus, dekompensasi terjadi akibat adanya factor pencetus
seperti sepsis. Hipotensi atau penggunaan obat obatan tertentu. Identifikasi
dan tatalaksana factor pencetus tersebut dapat membantu mengembalikan ke
kondisi kompensata.
3. Pertimbangkan transplantasi hati. Indikasi transplantasi hati ialah sirosis
dekompensata atau karsinoma hepatoseluler pada sirosis hati. Namun
transplantasi dikontraindikasikan pada kondisi berikut:
a. Aktif menggunakan obat obatan terlarang misalnya metadon
b. AIDS infeksi HIV saja bukan kontraindikasi
c. Keganasan extrahepatik
d. Sepsis tidak terkendali
e. Gagal organ extrahepatik (jantung paru)
f. Thrombosis splanikus yang meluas ke vena mesenterika superior.
2.3.11 Prognosis
Sangat bergantung pada kondisi klinis pasien yang dapat diprediksi dengan skor CTP (lihat
tabel 2), umumnya mortalitas hanya terjadi setelah pasien mengalami fase dekompensasi
(lihat tabel 4). Untuk sirosis kompensata saja, angka kesintasan selama 10 tahun diperkirakan
sekitar 90%. Namun terjadinya dekompensata dalam 10 tahun tersebut meningkat 50%.
Sementara itu, angka kejadian KHS dilaporkan konstan 3% pertahun dan berkolerasi dengan
prognosis yang buruk pada setiap stadium KHS. 1.2
Stadium
Stadium 1

Kompensasi
Terkompensasi tanpa varises esophagus

Mortalitas 1 tahun
1% pertahun

Stadium 2

Kompensasi dengan varises

3-4%

Stadium 3

Dekompensasi dengan asites

20%

Stadium 4

Dekompensasi dgn perdarahan gastrointestinal

57%

Stadium 5

Infeksi dan gagal ginjal

67%

30

BAB III
ANALISA KASUS
Pasien mengeluh awalnya perut terasa kembung dan disertai penurunan nafsu makan karena
perut cepat terasa begah bila makan dan minum diertai ada rasa lemas sejak 1 bulan, yang
berlanjut dengan adanya keluhan perut bertambah besar disertai mata kuning dan riwayat
kaki bengkak yang sudah lama. Pada status generalis yang bermakna didapatkan pada kedua
mata tampak sklera ikterik dan pada abdomen tampak cembung distensi, organ hepar dan lien
sulit dinilai, shifting dullness (+) dan pada perkusi didapatkan redup diseluruh daerah
abdomen. Pada ekstremitas bawah tampak edema pretibial kiri dan kanan dan pitting udem
positif.
Menurut Hammer GD. McPhee SJ, Sirosis hati merupakan kondisi histopatologi yang
bersifat asimtomatis pada stadium awal. Secara klinis sirosis dapat dibedakan menjadi sirosis
kompensata (gejala klinis belum ada atau minimal) dan sirosis dekompensata (gejala dan
tanda klinis jelas). 2
1) Sirosis kompensata
Kebanyakan bersifat asimtomatis dan hanya dapat didiagnosa melalui pemeriksaan fungsi
hati. Bila ada, gejala yang muncul berupa kelelahan non spesifik. Penurunan libido atau
gangguan tidur. Tanda khas (stigmata) sirosis juga seringkali belum tampak pada tahap ini.
Sebenarnya 40% kasus sirosis kompensata telah mengalami varises esofagus. Namun belum
menunjukkan tanda tanda perdarahan.
2) Sirosis dekompensata
Disebut sirosis dekompensata apabila ditemukan paling tidak satu dari manifestasi berikut:
ikterus, asites, dan edema perifer, hematemesis melena (akibat perdarahan varises
esophagus), jaundice atau ensefalopati (baik tanda dan gejala minimal hingga perubahan
status mental). Asites merupakan tanda dekompensata yang paling sering ditemukan (sekitar
80%).
Hasil pemeriksaan penunjang pada pasien ini yang bermakna berupa : Hbs Ag (+) dimana
menyokong penyebab sirosis hepatis. Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat
mengakibatkan sirosis hati disebabkan oleh agen infeksi berupa hepatitis B dan atau hepatitis
C. fungsi hepar meningkat (SGOT: 116 mg/dl SGPT 79 mg/dl) serta peningkatan bilirubin
31

total 6.79 mg/dl ( direct 2.25 mg/dl)) menandakan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel
hati ) dimana Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga
akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Kadar protein darah berkurang
(Albumin 1.7 g/dl, total protein 5.1 g/dl) sebagai akibat dari terganggunya fungsi hati dalam
pembentukan protein. Sehingga tekanan onkotik dalam darah menurun terjadi extravasasi
cairan plasma ke interstitial menyebabkan asites dan edema perifer, dapat juga disebabkan
hipertensi portal. Pada pemeriksaan USG memberikan kesan berupa: Sugestif sirosis hepatis,
splenomegali, dan ascites yang lebih menunjang kearah diagnostic sirosis hepatis yang
dekompensata.
Terapi berupa IVFD Dextrose 5% 500cc/12 jam, IVFD Nacl 0.9% 500cc + KCl 50 mEq/24
Jam 1x pemberian, PCT drip 2x 1gr (iv),Ceftriaxon 1x 2gr (iv), Hepabalance 2x1 tab
(PO), Ondansentron 2x 5 mg (iv), Omeprazol 2x40 mg (iv) dan Spironolakton 2x25mg
(P0),Propanolol 2x10 mg (PO), furosemid 2x40 (PO) Laxadine sirup 3x1C.
Pada pasien ini didiagnosa dengan Asites ec sirosis hepatis dekompesata dan ditatalaksana
sesuai dengan komplikasi sirosis hepatisnya.
Tatalaksana Asites berupa.: 1.2
1) Tatalaksana umum
a. Diet restriksi garam (rekomendasi: natrium 6-8g/hari)
b. Restriksi asupan cairan menjadi 1000 mL/hari hanya direkomendasikan pada
pasien dengan hiponatremia delusional (kadar natrium serum < 130 mmol/L)
c. Hindari penggunaan OAINS dan konsumsi alkohol
2) Tatalaksana pada asites volume sedang. Dapat dilakukan secara rawat jalan, sesuai
dengan toleransi pasien.
a. Spironolakton dosis 50-200 mg/hari PO yang dikombinasikan dengan
furosemid dosis rendah (20-40 mg/hr) selama beberapa hari. Terutama bila
ditemukan edema perifer.
b. Target dieresis: penurunan berat badan sekitar 300-500 g/hari pada pasien
tanpa edema perifer atau sekitar 800-1000 g/hari pada pasien dengan edema
perifer. Diuresis yang terlalu massif dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Selain berat badan, lingkar perut juga perlu dimonitor.
3) Tatalaksana pada asites volume besar. Ditandai dengan rasa tidak nyaman pada
abdomen yang menggangu aktivitas sehari-hari. Evakuasi cairan asites dapat
dilakukan dengan parasentesis terapeutik atau optimalisasi medikamentosa.
a. Parasentesis terapeutik. Perlu diingat, evakuasi cairan dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan komplikasi kardiovaskular berupa vasokonstriksi dan
32

penurunan tekanan darah, serta gagal ginjal akut. Oleh sebab itu
direkomendasikan pemberian plasma expander seperti albumin 1,5 g/ KgBB.
b. Medikamentosa ditingkatkan hingga dosis maksimal: spironolakton 400
mg/hari ditambah furosemid 160 mg/hari.
4) Pada kasus refrakter. Yakni respon tidak adekuat dengan diuretic dosis tinggi atau
sites terjadi kembali setelah parasentesis terapeutik, dapat pertimbangkan prosedur
parasentesis ulang dengan pemberian albumin. Pemasangan TIPS (transjugular
intrahepatic portosystemic shunt) dapat dipertimbangkan untuk mencegah rekuresi
asites. TIPS mampu menurunkan retensi natrium dan memperbaiki respon renal
terhadap diuretic.

DAFTAR PUSTAKA

33

1. Longo DL.Fauci AS. Cirrosis hepatitis. Harrisons principles of internal medicine. Ed


19 th. Philadelphia: McGraw-Hill; 2015
2. Hammer GD. McPhee SJ. Cirrosis hepatis. Pathophysiology of Disease : An
Introduction to Clinical Medicine. Ed 7 th Philadelphia: McGraw-Hill; 2014
3. Tsochatzis EA.Bosch J. Burroughs AK. Liver cirrhosis. Lancet. 2014: 1749-61
4. Liou IW. Management of end stage liver desease. Med Clin North Am.2014: 119-52
5. Garcia-Tsao G.Bosch J. Management of varices and variceal hemorrhage in cirrhosis.
N Engl J Med. 2010: 823-32
6. Longo DL.Fauci AS. Cronic hepatitis. Harrisons gastroenterology and hepatology. Ed
II. Philadelphia: McGraw-Hill; 2013
7. Rockey DC, Friedman SL.Hepatic fibrosis and cirrhosis. Boyers hepatology: a
textbook of liver desease. Ed 6. Philadelphia: Elsevier Saunder; 2012
8. Prevalence of chronic liver disease and cirrhosis by underlying cause in understudied
ethnic groups: The multiethnic cohort ; AALSD Journal 17 July 2016

34

Anda mungkin juga menyukai