Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien

 Nama : Tn. M

 Umur : 56 tahun

 Jenis kelamin : Laki-laki

 Alamat : Menganti, Gresik

 Pekerjaan : Pedagang

 Status : Kawin

 Agama : Islam

 Tanggal periksa : 10 November 2020

 Tanggal MRS : 5 November 2020

 Nomor RM : 763972

1.2. Anamnesa

A. Keluhan utama : Tidak sadarkan diri

B. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke IGD pada tanggal 5-11-2020 pukul 15.50 wib

dengan kondisi tidak sadarkan diri sejak pukul 14.00 wib SMRS

diserta keringat dingin pada tubuh pasien. Sebelum pasien dalam

kondisi tidak sadarkan diri, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien

1
sempat kejang sekali dengan durasi ± 5 menit. Selain itu, pasien juga

sempat mengeluhkan rasa lemas di seluruh tubuhnya.

Pada tanggal 10-11-2020, pasien kembali diperiksa di ruangan

sudah dalam kondisi sadar dan bisa diajak berbicara. Pasien

mengatakan saat ini tubuh pasien masih terasa lemas (+), mual (+) dan

muntah (-). Rasa lemas yang dirasakan sudah lebih baik dibandingkan

saat pertama kali dirasakan. Riwayat BAB dan BAK (+) baik, demam

(-), Batuk (-) Sesak (-) nyeri perut (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus sejak 10 tahun yang

lalu. Riwayat Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Asma (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Diabetes Meilitus (+) Ibu kandung, Hipertensi (-), Penyakit

Jantung (-), Asma (-).

E. Riwayat pengobatan

 Mengkonsumsi obat herbal (jamu) & obat pegal linu sejak ± 2

tahun terakhir.

 Mengkonsumsi metformin & glimepiride sejak 10 tahun

terakhir.

F. Riwayat Sosial

Merokok (+), mengkonsumsi Alkohol (-).

2
1.3. Pemeriksaan Fisik

A. Status Present

 Keadaan Umum : Tidak sadarkan diri

 Kesadaran : Koma

 GCS : E1V1M1

 Tanda Vital saat di IGD

- Tekanan Darah : 149/99 mmHg

- Nadi : 100 x/menit

- Respiration Rate : 24 x/menit

- Suhu Aksila : 36 oC

B. Status Generalis dan Lokalis

 Kepala / leher

- Rambut : Normal, kerontokan rambut (-)

- Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), pupil

anisokor 5mm/1mm

- Telinga : Serumen (-/-), discharge (-/-)

- Hidung : Deformitas (-/-), deviasi septum (-/-)

- Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-),

lidah kotor (-), tonsil dan faring

3
hiperemis (-), T1/T1

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-),

peningkatan JVP (-), deviasi trakea (–)

 Thorax

Pulmo

- Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, retraksi

dinding dada (-)

- Palpasi : Fremitus vokal dextra = sinistra

- Perkusi : Sonor (+) kedua lapang paru

- Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

- Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V

midclavicula sinistra

- Perkusi : Batas jantung kanan PSL dextra, Batas

jantung kiri PSL sinistra ICS V

- Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-),

gallop (-)

 Abdomen

- Inspeksi : Soefle, scar (-), tampak datar

4
- Auskultasi : Bising Usus (+) normal

- Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium (-),

distensi (-), Hepatomegali (-),

splenomegali (-)

- Perkusi : Timpani (+), pekak di regio kanan atas

 Ekstremitas

- Superior : akral hangat (+/+), oedem (-/-)

- Inferior : akral hangat (+/+), oedem (-/-)

1.4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Darah Lengkap (05/11/2020)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


HB 12,9 L: 13,0-17 g%
P: 11,4-15,1 g%
Leukosit 5,700 4.500-11.000
Laju Endap Darah - L: 0-15
P: 0-20
PCV 39 L: 40-50 %
P: 37-47 %
Trombosit 231.000 150.000-450.000 /µL
MCV 92 80-94
MCH 30 26-32
MCHC 33 32-36

Pemeriksaan Glukosa Darah (05/11/2020)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket


Glukosa Darah Acak 27 100-200 mg/dL Menurun

5
Pemeriksaan Fungsi Hati (05/11/2020)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket


SGOT 1139,0 0-50 UL Meningkat
SGPT 813,4 0-50 UL Meningkat

Pemeriksaan Fungsi Ginjal (05/11/2020)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket


BUN 19,3 8-18 mg/dL
Serum Creatinin 1,74 0,52-1,10 mg/dL

Pemeriksaan Elektrolit (05/11/2020)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket


Natrium (Na) 133 135-147 mmol/L
Kalium (K) 4,5 3,5-5,0 mmol/L
Chloride (Cl) 99 95-105 mmol/L

Pemeriksaan Fungsi Hati (06/11/2020)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket


Bilirubin Direct 1,35 <=0,2 mg/dL Meningkat
Bilirubin Total 2,77 0,1-1,0 mg/dL Meningkat

Pemeriksaan Imunologi (07/11/2020)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Ket


HBsAg (stick) NEGATIF Negatif

1.5. Resume

Pasien datang ke IGD pada tanggal 5-11-2020 pukul 15.50 wib dengan

kondisi tidak sadarkan diri sejak pukul 14.00 wib SMRS diserta keringat

6
dingin pada tubuh pasien. Sebelum pasien dalam kondisi tidak sadarkan diri,

keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sempat kejang sekali dengan durasi

± 5 menit. Selain itu, pasien juga sempat mengeluhkan rasa lemas di seluruh

tubuhnya. Pada tanggal 10-11-2020, pasien kembali diperiksa di ruangan

sudah dalam kondisi sadar dan bisa diajak berbicara. Pasien mengatakan saat

ini tubuh pasien masih terasa lemas (+), mual (+) dan muntah (-). Rasa lemas

yang dirasakan sudah lebih baik dibandingkan saat pertama kali dirasakan.

Riwayat BAB dan BAK (+) baik, demam (-), Batuk (-) Sesak (-) nyeri perut

(-). Pasien memiliki riwayat diabetes militus sejak 10 tahun yang lalu dengan

riwayat mengkonsumsi obat herbal (+) dan obat pegal linu (+) sejak ± 2 tahun

terakhir serta metformin dan glimepiride sejak 10 tahun terakhir.

Dari hasil penilaian awal didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran

koma, GCS E1V1M1, dengan hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan

Tekanan Darah 145/99mmHg, Nadi 100 x/menit, Suhu 36 oC, Respiration

Rate 20 x/menit. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang

bermakna. Dari hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan hasil

GDA 27 mg/dl dan pemeriksaan fungsi hati didapatkan hasil SGOT 1139.0

U/L, SGPT 813.4, Bilirubin direk 1.35 mg/dl, Bilirubin total 2.77 mg/dl.

7
1.6. Diagnosis dan Tatalaksana

Problem List Initial Planning


TPL PPL
Assesement

8
Tn. M 54 tahun  Koma koma Planning Diagnosa:
Anamnesa: Neuroglikopeni Hipoglikemia +  Pemeriksaan Darah
 Pasien tidak  Riwayat DM + Hepatitis A Lengkap, Gula Darah,
sadar  Dehidrasi Fungsi Hati, Fungsi
 Kejang  Hepatitis A/B Ginjal Elektrolit dan
 Berkeringat  Serosis hepatis Imunologi
dingin Planning Terapi:
Pemeriksaan fisik:  Inf. D10 10 tpm
 Keadaan umum  Inj. D40 25 cc
lemah (dikoreksi per 30
 Mukosa bibir menit)
kering  Inj. Pantoprazole 2x1
Hasil Pemeriksaan  Sucrafat syr 3x15ml
laboratorium: Planning Monitoring:
 GDA (27)  TTV, DL, Keluhan
 SGPT (1.139)  GDA Pagi
 SGOT (813)
 Bilirubin direk
(1.35)
 Bilirubin total
(2,77)

1.7. Follow Up

9
Tgl Subjective Objective Assesment Planing

10/11 Pasien merasa Tanda Vital  DM Tipe II  GDA tiap pagi


/ keluhan telah  TD: 125/70 post  Cek anti HAV
2020 membaik mmHg hipoglikemia  Inf. D5 12 tpm
dibandingkan  Nadi:  Hapatitis A  inj. Pantoprasole
awal MRS, badan 80x/menit 1x40 mg
masih terasa  RR:  drip stronger neo
lemas. 20x/menit minophagen C
 o
T: 36 C (SNMC) 1x/hr
 GDA 232  Curcuma tab 3x1
mg/dl
 Bilirubin
direct 1,35
mg/dL
 Bilirubin total
2,77 mg/dL

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPOGLIKEMIA

2.1. Definisi

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah

di bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa darah puasa pada orang

normal jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal.

Biasanya pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yang rendah yaitu

kurang dari 50 mg/dl (2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2

mmol/L). Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%

dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki

kadar glukosa yang relatif rendah. Risiko hipoglikemia timbul akibat

mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin pada

malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis

tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.

Sekitar 90% seluruh pasien diabetes pengguna insulin pernah

mengalami hipoglikemia. 2-4% dari populasi tersebut mengalami kematian

karena hipoglikemia. Sekitar 1 dari 4 penanganan darurat untuk kejadian efek

samping obat di Amerika Serikat telah ditemukan akibat reaksi hipoglikemik

yang berhubungan dengan medikamentosa yang menurunkan glukosa darah.

Hipoglikemia ringan, sedang dan berat telah dilaporkan sebagai efek samping

11
yang paling umum yang terkait dengan terapi insulin intensif dan telah

diperkirakan terjadi setiap tahun pada 5-20% pasien yang menggunakan

antihiperglikemik oral. Jumlah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2)

yang mengalami hipoglikemia berat secara signifikan lebih tinggi pada

kelompok terapi intensif dibandingkan konvensional.

2.2. Epidemiologi

Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang

dilaksanakan pada pasien diabetes tipe I, kejadian hipoglikemia berat tercatat

pada 60 pasien per tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin intensif

dibanding dengan 20 pasien per tahun pada pasien yang mendapat terapi

konvensiaonal. Pada hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena

potensial dapat diikuti kejadian hipoglikemia yang lebih berat.

Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus.

Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin mengalami episode

hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi, namun pada

umumnya penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-rata episode

hipoglikemia simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-4% dari

mortalitas akibat diabetes melitus dikaitkan dengan hipoglikemia.

Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes

mellitus tipe 2 dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa pada

pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam

12
beberapa tahun pertama (7%) dan meningkat menjadi 25% dalam perjalanan

diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah sekitar dua puluh

kali lipat lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan banyak pasien dengan

diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan pengobatan insulin, sehingga

sebagian besar episode hipoglikemia terjadi pada pasien dengan diabetes

mellitus tipe 2.

Studi yang dilakukan terhadap penduduk yang tinggal di daerah

pedesaan Jawa Timur dan Bali menunjukkan tingkat prevalensi hipoglikemia

sebesar 1,5% pada tahun 1982 dan meningkat menjadi 5,7% pada tahun 1995.

Saat ini Indonesia memiliki estimasi prevalensi hipoglikemia sebesar 1,2-

2,3%.

2.3. Etiologi

Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan

(reaktif), hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap.

Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme

pencernaan, intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, sensitivitas leusin,

dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah kurangnya

produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang berlebihan,

sedangkan pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim disebabkan oleh

penggunaan obat.

13
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme

pencernaan. Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi,

piloroplasti atau vagotomi dapat mengalami hipoglikemia pasca-makan. Hal

ini disebabkan karena pengosongan lambung yang cepat dengan penyerapan

singkat glukosa turun lebih cepat dibanding insulin. Ketidakseimbangan

insulin-glukosa yang terjadi menyebabkan hipoglikemia. Intoleransi fruktosa

herediter yang dipicu pemasukan fruktosa dan galaktosa juga dapat

menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak. Hipoglikemia pasca-makan

karena sebab idiopatik dapat dibagi menjadi hipoglikemia sejati dan

pseudohipoglikemia. Pada kebanyakan kasus hipoglikemia, gejala adrenergik

muncul setelah makan dan disertai dengan glukosa plasma rendah pada saat

gejala muncul spontan. Gejala tersebut berkurang dengan masuknya

karbohidrat yang meningkatkan glukosa plasma.

Pseudohipoglikemia adalah keadaan yang mengarah ke hipoglikemia 2

sampai 5 jam setelah makan, tetapi tidak memiliki konsentrasi glukosa plasma

rendah ketika muncul gejala secara spontan dalam kehidupan sehari-hari.

Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau

penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati

kongenital, ataupun obat-obatan. Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia

puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi pada hipohipofisisme,

insufisiensi adrenal, defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon. Adapun

defek enzim yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya

14
glukosa adalah defek enzim Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati, piruvat

karboksilase, fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan

glikogen sintetase. Defisiensi substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah

kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada kasus hipoglikemia ketotik

pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan kehamilan lanjut. Penyakit

hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya

produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat, sirosis, uremia,

dan hipotermia.

Penggunaan obat seperti alkohol, propranolol, dan salisilat juga dapat

menyebabkan hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang berkurang.

Pada hipoglikemia puasa akibat penggunaan glukosa berlebihan dapat

disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada kadar insulin memadai tetapi

terdapat kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan karena

adanya insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun dengan

insulin atau antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan seperti

kuinin pada malaria falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta dapat

disebabkan oleh syok endotoksik. Pada kasus kadar insulin memadai tetapi

terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa berlebih, dapat

disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik, defisiensi

enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase, dan

kakeksia dengan penipisan lemak.

15
Pada pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia biasanya terjadi

karena disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat

yang paling sering menyebabkan hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah

insulin, sulfonylurea, dan alkohol. Diperkirakan 60% kasus ketiga obat ini

terlibat dalam diagnosis hipoglikemia.

2.4. Patogenesis

Pasca
Makan Obat-obatan Puasa

Turunnya produksi
Hiperinsulin Contohnya insulin, glukosa dan
mia alkohol, dan penggunaan
sulfonylurea glukosa yang
Pengososngan berlebih
lambung yang
cepat

Produksi glukosa
Pengeluaran insulin yang tidak seimbang
berlebihan dan dengan kebutuhan
penyerapan glukosa yang
kurang

Tidak seimbang Hipoglikemia


insulin dan glukosa

Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia

16
2.5. Patofisiologi

Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh

berlebihan. Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang

terjadi setelah melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia

juga dapat disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat mengakibatkan

tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat

terjadi karena malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor

pankreas.

Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme

homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi

untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang

ada di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan

dapat meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi,

glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam.

17
Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan

meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi

dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh

melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan

asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan

menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik,

kolinergik, dan berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah

maka mungkin juga dapat terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran.

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak

dapat di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang

18
yang terkena hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa

kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi

penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini

disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang

berlebihan. Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia

berat dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat

diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis terlatih.

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari tiga fase yaitu fase sub

luminal dengan kadar gula darah 60-50 mg/dl gejala rasa lapar tiba-tiba.

Fase kedua adalah aktivasi dengan kadar gula darah 50-20 mg/dl yang

muncul gejala adrenergik seperti palpitasi, keringat berlebihan, tremor,

ketakutan, mual, muntah. Fase ketiga yaitu neurologi dengan kadar gula

darah <20 mg/dl dengan adanya gangguan fungsi otak serta muncul gejala

pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya skill

motorik halus.

2.7. Diagnosa Hipoglikemia

Pada kasus pasien dengan penurunan kesadaran dan mempunyai

riwayat DM kecurigaan biasa mengarah ke hipoglikemia. Diagnosis

19
hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl (2,8 mmol/L) atau

bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai studi fisiologis

menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar

glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L).

Hipoglikemia akut biasanya menunjukan gejala dan ditandai dengan

Triad Whipple, yakni:

 Keluhan yang menunjukan adanya kadar glukosa plasma yang rendah

 Kadar glukosa darah yang rendah < 3 mmol/L (55 mg/dL)

 Pemulihan gejala setelah kelainan biokimiawi dikoreksi

Pada pasien diabetes dan insulinoma dapat kehilangan kemampuannya

untuk menunjukan atau mendeteksi keluhan dini hipoglikemia. Dengan

menambah kriteria klinis pada pasien diabetes yang mendapat terapi,

hipoglikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat.

 Ringan

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas

sehari-hari yang nyata

 Sedang

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan

aktivitas sehari-hari yang nyata

20
 Berat

Sering (tidak selalu) tidak simptomatik, karena gangguan

kognitif pasien tidak mampu mengatasi sendiri jadi membutuhkan

bantuan keluarga untuk terapi parenteral (glukagon intramuskular atau

glukosa intravena) disertai dengan koma dan kejang.

Hipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut dan

hipoglikemia subakut dan kronik. Hipoglikemia akut adalah

penurunan cepat glukosa plasma hingga mencapai kadar rendah.

Hipoglikemia akut bisa terjadi pada penderita diabetes ataupun tidak.

Pada penderita diabetes, hipoglikemia disebabkan penyerapan insulin

eksogen berlebihan. Sedangkan, pada non-diabetes, hipoglikemia

disebabkan hipersekresi insulin reaktif. Gejala hipoglikemia akut

yakni perasaan cemas, gemetar, perasaan tidak wajar/canggung. Selain

itu, biasanya disertai palpitasi, takikardia, berkeringat, perasaan lapar.

Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa

plasma secara relatif lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari

hiperinsulinemia (biasanya akibat insulinoma) ataupun gangguan

metabolik fungsi hati (misalnya hipoglikemia alkohol). Gejalanya

yaitu perasaan kacau progresif, tingkah laku tidak wajar, rasa lelah,

dan mengantuk. Dapat timbul kejang atau koma bila pasien tidak

makan.

21
Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai
pada pasien diabetes
Otonomik Neuroglikopenik Malaise
Berkeringat Bingung Mual
Jantung berdebar Mengantuk Sakit kepala
Tremor Sulit berbicara
Lapar Inkoordinasi
Perilaku yang
berbeda
Gangguan visual
Parestesi

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan hipoglikemia antara lain

dengan pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah diinjeksi

dekstrosa.

2.9. Penatalaksanaan Hipoglikemi

A. Non Medika Mentosa

Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang

dengan orang lain. Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus

harus mengenal tanda-tanda dan gejala serta menggambarkannya

kepada teman-teman dan keluarga sehingga mereka dapat membantu

jika diperlukan. Staf di sekolah juga harus diberitahu bagaimana

mengenali tanda dan gejala hipoglikemia pada anak dan bagaimana

22
cara mengobatinya. Orang yang mengalami hipoglikemia beberapa

kali dalam seminggu harus menghubungi pusat pelayanan kesehatan

untuk mengatur perubahan dalam rencana pengobatan, pengurangan

obat atau pemberian obat yang berbeda, jadwal baru untuk insulin atau

obat-obatan, makan yang berbeda, atau rencana kegiatan fisik yang

baru apabila diperlukan.

Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah,

mereka harus memeriksa kadar glukosa darah pada sampel darah

menggunakan alat ukur. Jika kadar glukosa di bawah 70 mg/dl,

makanan yang tepat yang harus dikonsumsi untuk menaikkan glukosa

darah adalah:

 Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram

karbohidrat.

 1 cangkir atau 8 ons susu.

 5 atau 6 buah permen.

 1 sendok makan gula atau madu.

Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah

dalam 15 menit untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat

menjadi 70 mg/dl atau lebih . Jika masih terlalu rendah, diberikan

makanan serupa. Langkah-langkah ini harus diulang sampai kadar

glukosa darah adalah 70 mg/dl atau lebih.

23
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006)

pedoman tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:

 Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.

 Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa

diberikan satu flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa)

untuk meningkatkan kadar glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.

Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung

pada derajat hipoglikemia, yaitu:

 Hipoglikemia ringan

- Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-

10 butir permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.

- Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.

- Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi

kalori seperti coklat, kue, ice cream, cake dan lain-lain.

 Hipoglikemia berat

- Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.

- Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi

makanan atau minuman karena bisa berpotensi terjadi

aspirasi.

B. Medikamentosa

24
Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat

diberikan adalah:

 Glukosa Oral.

 Glukosa Intravena.

 Glukagon (SC/IM).

 Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.

 Monitoring

Menurut rumus 3-2-1:

Pasien diberikan terapi bolus glukosa 40% (dekstose 40%) IV

dilakukan karena terjadinya syok hipoglikemik, diberikan D40% IV

agar keadaan glukosa dalam darah lebih cepat meningkat. Selama

pemantauan pasien mengalami peningkatan kadar gula darah.

Kemudian diberikan infus glukosa maintance 10% per 6 jam atau 1-2

ml/menit (20-40 tetes/menit) untuk mempertahankan glukosa serum.

Glukosa serum diukur setiap 2 jam setelah terapi dimulai sampai

pengukuran berada diatas 40mg/dL, karena proses glikolisis terjadi

selama ± 2 jam setelah pemberian glukosa. Selanjutnya, kadar harus

diperiksa setiap 4-6 jam dan pengobatan secara bertahap dikurangi dan

akhirnya dihentikan bila kadar glukosa serum telah berada pada

kisaran normal.

25
Injeksi glukosa 40% Intra vena 25 ml (encerkan 2x dengan

aqua injeksi) juga infus glukosa 10% atau Dekstrose 10%. Bila belum

sadar dapat diulang 25 cc glukosa 40% setiap 30 menit. Dapat diulang

sampai 6x sampai penderita sadar. 1 flakon D40% 24 meq dapat

menaikkan kadar gula darah 25-50 mg/dl. Periksa Gula Darah

Sewaktu 30 menit setelah Intra vena terakhir. Jika GDS lebih dari 200

mg/dL, lebih dari 100 mg/dL dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut

dipertimbangkan dengan mengganti infus dektrosa 5% atau NaCl

0,9%.

Bila pasien belum sadar dengan nilai GDS lebih dari 200

mg/dL, diberikan hidrokortison 100 mg/4 jam selama 12 jam atau

deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol

1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Selanjutnya dicari penyebab lain dari

penurunan kesadaran (kemungkinan edema cerebri).

26
2.10. Komplikasi

Pada kasus hipoglikemia komplikasi dapat terjadi di otak. Seperti kita

ketahui otak memerlukan glukosa paling tidak 6 gram setiap jamnya, oleh

karena itu jangan sampai hipoglikemia memberikan kerusakan otak yang

ireversibel yang dapat menimbulkan koma hingga kematian.

2.11. Prognosis

Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan

waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki

prognosis baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa

segera diberikan oral glucose (dubia et malam).

Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis

yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang. Apabila

pasien dianjurkan pengambilan pankreas maka memiliki prognosis tergantung

skill medis dan kondisi indivual.

27
BAB III

KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 56 tahun datang ke IGD dengan keluhan tidak

sadarkan diri sejak ± 2 jam SMRS disertai keringat dingin pada tubuh pasien.

Pasien sempat kejang dengan durasi ± 5 menit. Sebelumnya pasien sempat

mengeluhkan rasa lemas di seluruh tubuhnya. Pasien memiliki riwayat Diabetes

Meilitus sejak 10 tahun yang lalu dan rutin mengkonsumsi obat. Dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditarik kesimpulan bahwa

pasien terdiagnosis mengalami hipoglikemia dengan hepatitis A. Hipoglikemia

adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah berada di bawah nilai

normal. Keadaan ini dapat terjadi akibat glukagon yang tidak dapat

mengkompensasi insulin yang berlebihan. Diagnosis hipoglikemia dapat

ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl (2,8 mmol/L) atau bahkan <40mg/dl (2,2

mmol/L). Perlu diberikan terapi sesegera mungkin untuk menghindari terjadinya

komplikasi pada pasien. Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai

glukosa darah, dan waktu onset.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2013. Hypoglycemia (Low Blood Sugar). California: Lucile Packard


Children’s Hospital.
Carrol, Robert G. 2007. Elsevier’s Integrated Physiology. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
Cryer, Philip E. 2011. Hypoglicemia During Therapy of Diabetes. Tersedia di 3
Oktober 2013
Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd Ed.
New York: Thieme.
Soemadji, DjokoWahono. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia Journal Internal medicine. US: Harvard Medical
School Oktober 2013.
Stephen J, Maxine A, Michael W. 2011. Current Medical Diagnosis & Treatment
2011,50thanniversary Edition.United States of America: The Mcgraw-Hill
Companies.
Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.
American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) Diabetes Mellitus Clinical
Practice Guidelines Task Force. 2007. AACE Medical guidelines for clinical
practice for the management of diabetes mellitus. Endo Pract;13(Supl 1).
Sudoyo AW, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia Jilid III edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI
Sutanegara, Dwi. 2000. The epidemiology and management of diabetes mellitus in
Indonesia. Available at

29

Anda mungkin juga menyukai