Anda di halaman 1dari 34

ISK

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT DALAM

Oleh:

Lailatul Mufidah Zafarina


NPM: 19710041

Dosen Pembimbing:

dr. Siska Damayanti, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK 2019-2021


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD IBNU SINA GRESIK
2020

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Lailatul Mufidah Zafarina

NPM : 19710041

Fakultas : Kedokteran

i
Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Stase : Ilmu Penyakit Dalam

Judul Lapsus : ISK

Pembimbing : dr. Siska Damayanti, Sp. PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik

Disetujui oleh:

dr. SISKA DAMAYANTI, Sp. PD

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas

kehendakNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “ISK”.

Laporan ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Dalam. Penulis menyadari bahwa pengetahuan penulis dalam menyusun

ii
laporan kasus ini terbatas. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari para pembaca. Tidak lupa penulis juga banyak

mengucapkan terimakasih kepada dr. Siska Damayanti, Sp.PD selaku pembimbing

Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam di RSUD Ibnu Sina Gresik. Semoga laporan

kasus ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Gresik, 10 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i


Halaman Pengesahan .................................................................................. ii
Kata Pengantar ............................................................................................ iii
Daftar Isi ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

iii
BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................... 2
2.1 Identitas Pasien ................................................................................ 2
2.2 Anamnesa ......................................................................................... 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 5
2.5 Diagnosis .......................................................................................... 8
2.6 Planning ........................................................................................... 8
2.7 Follow Up ......................................................................................... 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 11
A. Infeksi Saluran Kemih............................................................................. 11
3.1 Definisi ISK ...................................................................................... 11
3.2 Epidemiologi ISK ............................................................................. 11
3.3 Patogenesis ISK ................................................................................ 12
3.4 Manifestasi Klinis ............................................................................. 13
3.5 Diagnosis ISK ................................................................................... 15
3.6 Penatalaksanaan ISK ........................................................................ 18
3.7 Diagnosa Banding ............................................................................ 20
3.8 Komplikasi ....................................................................................... 20
3.9 Prognosis .......................................................................................... 21
B. Acute Kidney Injury ............................................................................... 22
C. Hipokalemia ........................................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu penyakit yang secara umum

digambarkan adanya kolonisasi mikroba dalam urine dan pada traktus urinarius

mulai dari ginjal ampai uretra juga disekitarnya seperti fascia, perinefrik, prostat

dan epididimis. (Askandar dkk, 2015)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah beberapa infeksi bakteri yang paling

umum, mempengaruhi 150 juta orang setiap tahun di seluruh dunia. Pada tahun

2007, di Amerika Serikat saja, diperkirakan ada 10,5 juta gejala ISK (merupakan

0,9% dari di rawat jalan) dan 2-3 juta kunjungan gawat darurat. (Flores

Mireles.2015)

ISK merupakan penyebab morbiditas yang signifikan pada bayi laki-laki,

laki-laki yang lebih tua, dan perempuan dari segala usia. Gejala sisa serius

termasuk kekambuhan yang sering, pielonefritis dengan sepsis, kerusakan ginjal

pada anak kecil, kelahiran prematur, dan komplikasi yang disebabkan oleh

penggunaan antimikroba yang sering, seperti resistensi antibiotik tingkat tinggi

dan kolitis Clostridium difficile. Secara klinis, UTI dikategorikan sebagai tidak

rumit atau rumit. UTI tanpa komplikasi biasanya menyerang individu yang

dinyatakan sehat dan tidak memiliki kelainan struktural atau neurologis saluran

kemih, infeksi ini dibedakan menjadi ISK bagian bawah (sistitis) dan ISK bagian

atas (pielonefritis).

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. SH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 55 Tahun
Alamat : Siderejo, Sembayat, Manyar, Gresik
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : wiraswasta
No. RM : 764577
Tanggal Masuk RS : 10-11-2020
Tanggal Pemeriksaan : 11-11-2020

2.2. Anamnesa
I. Keluhan Utama
Nyeri saat BAK
II. Riwayat Penyakit Sekarang
• Nyeri saat buang air kecil sejak 3 hari Sebelum MRS
• Nyeri terus menerus hingga mengganggu aktifitas
• 3 hari SMRS pasien priksa ke dokter praktek dekat rumah di
beri obat dan masih sakit, 2 hari SMRS pasien periksa ke RS
Mabarot dan diberi obat, keesokan harinya masih terasa nyeri
dan sakit

• BAK terputus-putus seperti tidak tuntas dan anyang-anyangan.


• Kencing berpasir disangkal, kencing berdarah disangkal.
• Nyeri perut (+), mual (+), muntah (+)
• Demam (+)
• Nafsu makan menurun

2
III. Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal


• Riwayat kencing batu disangkal
• Riwayat minum jamu jangka lama, kadang-kadang
• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat Diabetes mellitus disangkal

IV. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


• Riwayat sakit sama tidak ada
• Riwayat kencing batu tidak ada
• Riwayat diabetes mellitus tidak ada
• Riwayat hipertensi tidak ada

V. Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan dan Sosial Ekonomi


• Pasien bekerja sebagai kuli
• Kebiasaan minum jamu-jamuan tetapi tidak sering
• Biaya pengobatan ditanggung oleh pasien mandiri
• Kesan ekonomi cukup

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : cukup
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : 456
 BB : 76 kg
 TB : 155 cm
 Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 146/72 mmHg


Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C
 Kepala dan leher
Mata : Anemis (-), Ikterus (-)
Hidung : Dispnea (-)

3
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

 Thorax
Paru
Inspeksi : Gerak dada simetris kanan & kiri
Palpasi : Fremitus suara simetris kanan & kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru, ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 2
jari medial garis linea midclavicularis sinistra

Perkusi :
 Batas jantung kiri atas : ICS II garis
parasternal sinistra
 Batas jantung kiri bawah : ICS V 2
jari medial dari garis linea
midclavicularis sinistra
 Batas jantung kanan atas : ICS II
garis parasternal dextra
 Batas jantung kanan bawah: ICS IV
garis parasternal dextra
Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop
(-)
 Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan suprapubik (+) ,
Hepar lien ttb, nyeri ketok CVA -/-
 Ektremitas
 Superior : Akral hangat kering merah, CRT<2 detik, tidak
didapatkan edema, needle track (-), tatoo (-).

4
 Inferior : Akral hangat kering merah, CRT<2 detik, tidak
didapatkan edema, tatoo (-).

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Nama
10/11/2020 Nilai Normal
Pemeriksaan

L: 13,0-17 g%
HB 13,9
P: 11,4-15,1 g%
Leukosit 21.700 3.600-11.000

PCV 42 35%-47%

Trombosit 218.000 150.000-450.000 /µL

MCV 92 80-100

MCH 31 26-34

MCHC 33 32-36

GDA 100 < 200 mg/dl

BUN 38 8-18 mg/dL

SC 3,6 0,45-0,75mg/dL

SGOT 36,5 0-35

SGPT 40,8 0 – 35

Natrium 135 135 – 147

Kalium 3,3 3,5- 5,0

Chlorida 109 95 -105

5
Nama
10/11/2020 Nilai Normal
Pemeriksaan

Warna Kuning

Kekeruhan Agak keruh Jernih

pH 6,0 4,8-7,4

BJ 1,015 1,016-1,022

Leukosit +3 Negatif

Protein +2 Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Bilirubin +1 Negatif

Keton Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Leukosit 45-50 1-15

Eritrosit 40-45 0-3

Epitel 6-7 Negatif

Silinder Negatif Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Positif Negatif

6
USG ABDOMEN

Hepar : besar normal, tidak tampak massa, abses dan kista


Gall blader : Tidak tampak batu, massa dan tanda-tanda radang
Lien : besar normal, echoparenchym normal
Pankreas : besar normal, tidak tampak massa dan kista
Renal Bilateral : besar normal, tidak tampak batu, massa, ectasis dan kista
Acites : (-)
Buli-Buli : Tidak tampak batu. Massa dan tanda radang

Kesimpulan : USG dalam batas normal

7
Intial
TPL PPL Planning
Assessment
KELUHAN UTAMA : Retensi urin ISK Planning Diagnosa:
Nyeri saat BAK Suspect ISK Lab DL
ANAMNESA : - Disuria USG Abdomen
- Demam Planning Terapi :
 Nyeri saat buang air kecil
- Nyeri tekan Infus PZ :
 BAK terputus-putus seperti
suprapubik Aminofluid
tidak tuntas dan anyang-
- Leukositosis 2:1
anyangan.
- Leukosituri Injeksi
 Kecing berpasir (-)
- Proteinuri + Ciprofloxacin 2x200
 Kencing merah (-) mg
 Riwayat kencing batu (-) Injeksi Santagesik
 Nyeri perut (+) AKI
3x1
 Mual (+) - Nausea
Planning
 Muntah (+) - Vomiting
Monitoring :
- Nafsu makan
 Demam (+) UL
menurun
 Nafsu makan menurun Tindakan :
- Azotemia
 Riwayat konsumsi jamu- - Transaminitis Pasang Keteter
jamuan Planning Diagnosa : -
AKI
PEMERIKSAAN Hipokalemia Planning Terapi :
FISIK : - Kalium : 3,3 Prorenal 2x1
• Keadaan umum : Cukup
Braxidin 2x1
• TD : 140/73 mmHg
Injeksi Pantoprazole
• N : 90x/mnt
2x40
• t : 36oC
Planning
• RR : 17x/mnt Monitoring :
• Palpasi abdomen terdapat DL
nyeri tekan suprapubik Produksi urine
PEMERIKSAAN Tindakan : -
PENUNJANG :
DL : Leukosit : 21.700 Hipokalemia Planning Diagnosa : -
BUN : 38
SC : 3,6 Planning Terapi :
SGOT : 36,5 KSR 2x1
SGPT : 40,8
Kalium : 3,3 Planning
UL : Leukosit : +3 Monitoring :
Protein : +2 DL
Bilirubin : +1
Tindakan : -
Sedimen urin:
Leukosit : 45-50
Eritrosit : 40-45
Epitel 6-7

8
Tanggal Follow Up Terapi

Infus PZ : Aminofluid 2:1


Injeksi Ciprofloxacin
S: Nyeri saat buang air kecil 2x200 mg
sejak 3 hari Sebelum MRS Injeksi Pantoprazole 2x40
BAK terputus-putus seperti mg
tidak tuntas dan anyang- Injeksi Santagesik 3x1
anyangan.
Kecing berpasir (-)
Kencing merah (-)
Kencing batu (-)
Nyeri perut (+)
11/11/2020 Mual (+) Muntah (+)
Demam (-)
Nafsu makan menurun
O : KU: Cukup
• TD : 140/73 mmHg
• N : 90x/mnt
• t : 36oC
• RR : 17x/mnt

A : ISK + Suspect PGK

S : nyeri sudah berkurang, Infus PZ : Aminofluid 2:1


mual (-), muntah (-) Injeksi Ciprofloxacin
2x200 mg
O : KU : Cukup Injeksi Pantoprazole 2x40
• TD : 137/78 mmHg mg
12/11/2020
• N : 80x/mnt Injeksi santagesik 3x1
• t : 36oC Pro renal 2x1
Braxidin 2x1
• RR : 18x/mnt
KSR 2x1
A : ISK + PGK + Hipokalemia

BAB III

9
TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Kemih

3.1 Definisi ISK

Infeksi saluran kemih merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh

pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran kemih manusia. Saluran

kemih manusia merupakan organ-organ yang bekerja untuk mengumpul dan

menyimpan urin serta organ yang mengeluarkan urin dari tubuh, yaitu ginjal,

ureter, kandung kemih dan uretra. Menurut National Kidney and Urologic

Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC), ISK merupakan penyakit

infeksi kedua tersering setelah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3

juta kasus dilaporkan per tahun. Infeksi saluran kemih dapat menyerang

pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga orang tua. (EAU,2018)

3.2 Epidemiologi ISK

Data statistik menyebutkan 20-30% perempuan akan mengalami

infeksi saluran kemih berulang pada suatu waktu dalam hidup mereka,

sedangkan pada laki-laki hal tersebut sering terjadi terjadi setelah usia 50

tahun keatas.5 Pada masa neonatus, infeksi saluran kemih lebih banyak

terdapat pada bayi laki-laki (2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi dari

pada bayi perempuan (0,7%), sedangkan pada masa anak-anak hal tersebut

terbalik dengan ditemukannya angka kejadian sebesar 3% pada anak

perempuan dan 1% pada anak laki-laki. Insiden infeksi saluran kemih ini

pada usia remaja anak perempuan meningkat 3,3% sampai 5,8%.

10
3.3 Patogenesis ISK

Infeksi saluran kemih biasanya dimulai dengan terjadinya kontaminasi

pada periuretra oleh uropathogen yang berada di usus, diikuti oleh kolonisasi

pada uretra dan patogen bermigrasi ke kandung kemih, peristiwa itu

membutuhkan flagella dan pili. Dalam kandung kemih akan terjadi interaksi

yang kompleks antara host dan pathogen yang dapat menentukan apakah

uropathogen sukses membentuk kolonisasi atau dieliminasi. Dalam interaksi

tersebut, apabila sukses membentuk kolonisasi, maka beberapa adhesin yang

mengenali reseptor epitel dari kandung kemih (uroepithelium) menengahi

kolonisasi. Uropathogen seperti UPEC akan bertahan hidup dengan cara

menyerang epitel kandung kemih, kemudian memproduksi racun dan protease

untuk melepaskan nutrisi dan sel inang serta mensistesis siderophorase untuk

mendapatkan zat besi. Dengan memperbanyak diri dan mengalahkan pertahan

host dari imun, uropathogen selanjutnya akan naik ke ginjal dan melekat pada

adhesin atau pili untuk dapat menjajah epitel ginjal dan kemudian

menghasilkan racun yang merusak jaringan. Akibatnya, uropatoghen dapat

melewati tubular epithelial barrier untuk mengakses aliran darah dan memulai

bakteremia (Flores-Mireles et al, 2015).

11
Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (Flores-Mireles et al, 2015).

a) Menunjukkan patofisiologi dari ISK uncomplicated, yang dimulai

dari uropatogen yang tinggal didalam usus hingga ke kolonisasi di

ginjal yang menghasilkan produksi toksin dari bakteri dan kerusakan

jaringan host serta akan berkembang menjadi bakteremia jika

melintasi penghalang epitel tubular pada ginjal.

12
b) Menunjukkan patofisiologi terjadinya ISK complicated sama dengan

langkah yang dijelaskan pada ISK uncomplicated. Namun, dalam

perjalanan patogen untuk menghasilkan infeksi, kandung kemih harus

dikompromikan. Penyebab paling umum dari kandung kemih yang

dikompromikan adalah kateterisasi. Uropatogen menyebabkan ISK

complicated bisa menjadi bakteremia jika melewati penghalang epitel

pada ginjal.

3.4 Manifestasi Klinis ISK

1) ISK bagian atas : pielonefritis, prostatitis

Tanda dan gejala yang terjadi pada pasien infeksi saluran kemih bagian atas

a. Nyeri Panggul
b. Demam
c. Mual
d. Muntah
e. Malaise
• Pielonefritis
a. Demam, Mual, Muntah, Nyeri pinggang, dan diare
b. Nyeri tekan, kemerahan pada sudut kostovertebra atau palpasi
abdomen dalam
c. Urinalisis ditemukan silinder leukosit
• Prostitis
a. Akut : Nyeri perineum, demam, prostat membengkak pada
pemeriksaan
b. Kronis : gx sititis, pancaran urin lemah, sulit BAK

2) ISK bagian bawah : sistitis, Uretritis

Tanda dan gejala yang terjadi pada pasien infeksi saluran kemih bagian bawah

a. Dysuria

13
b. Nyeri Suprapubik
c. Hematuria Berat
d. Frekuensi Berkemih Meningkat
e. Nokturia
• Sistitis
a. Gejala saluran kemih bawah (LUTS) iritatif
b. Trias : disuri, frekuensi, urgensi
c. Nyeri suprapubik
d. Urine keruh berbau tidak sedap
• Uretritis
a. LUTS iritatif
b. Disuria, frekuensi, Piuria

Berbeda dengan infeksi saluran kemih diatas, sejumlah besar pasien dengan

bakteriuria signifikan tidak menunjukkan gejala, pasien-pasien tersebut mungkin

saja adalah pasien yang normal, pasien sehat, pasien lanjut usia, anak-anak, pasien

hamil, dan pasien dengan kateter. Maka dari itu, penting untuk dicatat bahwa perlu

adanya upaya untuk membedakan infeksi saluran kemih bagian atas dan bawah

ketika tanda dan gejala tidak ditemukan. (Rani, 2018)

Pada pasien lanjut usia, pasien dengan kateter atau pasien dengan gangguan

neurologis sering tidak mengalami gejala kencing tertentu dan akan mengalami

perubahan status mental seperti perubahan dalam kebiasaan makan, gejala

gastrointestinal, nyeri panggul, dan demam. Banyak dari pasien diatas akan

mengalami infeksi saluran kemih bagian atas dengan bakteriuria ataupun tidak,

atau minimal gejala saluran kemih lain. (Rani, 2018)

Pada pasien usia lanjut dengan infeksi saluran kemih banyak terjadi tanpa

gejala atau piuria. Selain itu, karena beberapa pasien memiliki frekuensi dan

14
dysuria sehingga sulit untuk membedakan antara infeksi menular atau tidak

apabila berdasarkan symptom yang muncul. Gejala non spesifik seperti kegagalan

untuk berkembang dan demam, kemungkinan hanya manifestasi infeksi saluran

kemih pada neonatus dan anakanak usia < 2 tahun. (Rani,2018)

3.5 Diagnosis ISK

Urinalisis dapat dilakukan dengan pemeriksaan makroskopis, mikroskopis

dan carik celup. Pada pemeriksaan carik celup, leukosit esterase digunakan

sebagai petunjuk adanya sel leukosit di dalam urin. Hasil positif dari

leukositesterase memiliki hubungan yang bermakna terhadap jumlah sel neutrofil,

baik dalam keadaan utuh maupun lisis. Sedangkan pemeriksaan nitrit dalam urin

dengan carik celup adalah untuk mengetahui adanya bakteri di urin yang merubah

nitrat (yang berasal dari makanan) menjadi nitrit. Secara klinis ISK disertai

dengan hasil positif pada pemeriksaan nitrit dan leukosit esterase dapat

memastikan adanya infeksi saluran kemih, tetapi bila pemeriksaan leukosit

15
esterase negatif maka ISK belum dapat disingkirkan. Begitu pula hasil nitrit

negatif tidak dapat diinterpretasikan tidak ada bakteriuria.

Pendekatan Daignosis

a) Anamnesis

ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik

ISK atas : nyeri pinggang , demam, meggigil, mual dan muntah, hematuria

b) Pemeriksaan Fisik

Febris, Nyeri tekan Suprapubik, Nyeri ketok sudut kostovertebra

c) Pemeriksaan Penunjang

- DPI, tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah

- kultur urin (+) bakteruria >105/ml urin

- Foto BNO-IVP bila perlu

- USG ginjal bila Perlu

wanita sehat tidak Pertimbangkan sistitis tanpa


hamil, riwayat komplikasi :
jelas - tidak diperlukan kultur urin

Pertimbangkan sistitis tanpa


wanita dengan komplikasi atau PMS :
anamnesa tidak
- Urinalisis dan kultur
jelas, terdapat
faktor risiko - evaluasi PMS, pemeriksaan
pelvis
Gejala akut :
Disuria, pria dengan nyeri
Frekuensi, Pertimbangkan prostatitis akut:
perineal, prostat
Urgensi, dan pelvis - urinalisis dan kultur

Pertimbangkan CAUTI :
ada kateter urin - ganti atau cabut kateter
- Urinalisis dan Kultur
Pertimbangkan ISK komplikasi
- urinalisis dan kultur
pasien lain
-cari adanya abnormalitas fungsi
maupun anatomi

16
Pertimbangkan Pyelonefritis tanpa
wanita sehat tidak komplikasi :
hamil - kultur urin
-pertimbangkan rawat jalan

Gejala akut :
Nyeri Punggung, Pertimbangkan Pyelonefritis
Nausea/muntah, pasien lainnya tanpa komplikasi
demam, - kultur urin dan kultur darah
kemungkinan
gejala sistitis
pasien dengan pertimbangkan ISK komplikasi/
tanda dan gejala pielonefritis :
infeksi sistemik - pertimbangkan etiologipotensial
dan tidak ada lainnya
gejala yang jelas - kultur urine, kultur darah

pasien datang
dengan
kehamilan, Pertimbangkan bakteriuri
penerima asimtomatik :
transplantasi
ginjal, akan -skrining dan terapi
melalui prosedur
urologi invasif
kultur urin (+), Pertimbangkan bakteriuri
tidak ada gejala asimtomatik :
saluran kemih pasien lainnya
-tidak ada tambahan pemeriksaan
penunjang atau tatalaksana

pertimbangkan bakteriurin
asimptomatik terkait kateter :
pasien dengan
- tidak ada tambahan pemeriksaan
kateter urin
penunjang atau tatalaksana
- lepas kateter

17
Pertimbangkan sistitis rekuren :
wanita sehat,
tidak hamil -kultur urin untuk menegakkan
diagnosis
Gejala akut
infeksi saluran
kemih rekuren
Pertimbangkan prostatitis
bacterial kronik :
pria
- tes meares-stamey 4 glass
- pertimbangkan konsul urologi

Gambar 3.1 Pendekatan Diagnosis pada infeksi saluran kemih

(dikutip dari : Panduan Praktis Klinis Bidang Penyakit

Dalam : 2019 hal :419-420)

3.6 Penatalaksanaan ISK

Berdasarkan European Association of Urology dalam Guideline on

Urological Infections tahun 2018, Obat yang digunakan untuk mengatasi masalah

infeksi adalah antimikroba atau antibiotik. Penanganan pasien dengan ISK

meliputi evaluasi awal, pemilihan obat antibiotik, durasi terapi, dan evaluasi

follow up. Pemilihan antibiotik untuk pengobatan ISK berdasarkan pada tingkat

keparahan tanda dan gejala, letak infeksi, dan apakah infeksi tergolong kompleks

atau simpleks. (G. Bonkat, 2018)

Terapi antibiotik untuk ISK adalah golongan beta-laktam, sulfonamida,

kuinolon, aminoglikosida. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia

(AMRIN-Study) dalam Permenkes tahun 2011, terbukti dari 2.494 individu di

18
masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik,

antara lain ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%), dan kloramfenikol (25%). Hasil

penelitian pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit, didapatkan 81%

Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%),

kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin

(18%). Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan standar tujuan terapi akan

merugikan baik secara klinis maupun ekonomi. (Permenkes, 2011)

Penggunaan antibiotik paling banyak ditemukan di rumah sakit. Di negara

yang sudah maju, 13–37% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit

mendapatkan antibiotik baik secara tunggal ataupun kombinasi, sedangkan di

negara berkembang 30–80% penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan

antibiotik (Rani, 2018).

Penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai meresepkan obat yang

tepat, pasien yang tepat, indikasi yang tepat, dosis yang tepat, rute pemberian yang

tepat, dan informasi yang tepat serta waspada efek samping. Pemilihan antibiotik

sangat penting dalam mengobati ISK karena kekeliruan pemilihan antibiotik dapat

meningkatkan toksisitas dan resistensi bakteri penyebab ISK (Permenkes, 2011).

a. NON FARMAKOLOGI

1) Asupan Cairan yang banyak

2) Penggantian kateter yang teratur pada pasien yang


menggunakannya

3) Pencegahan rekurensi ISK

4) Menjaga kebersihan dan higiene genitalia eksterna

19
b. FARMAKOLOGI

1) Sistitis akut nonkomplikata

Kotrimoksasol 2x960 mg (3hari)

Ciprofloksasin 2x250 mg (3hari)

Nitrofurantonim 2x100 mg (7hari)

Co-amoxiclav 2x625 mg (7hari)

2) Sistitis akut rekuren pada perempuan

Kotrimoksasol 240 mg/hari

Ciprofloksasin 125 mg/hari

3) ISK pada Laki-laki

Kotrimoksasol atau Ciprofloksasin selama 7 hari

3.7 Diagnosa Banding

a) Keganasan kandung kemih

b) Nonbacterial cysitis

c) Interstitial cysttis

d) Pelvic inflamatory disease

e) Piyelonefritis kut

f) Urethritis

g) Vaginitis

3.8 Komplikasi

Komplikasi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih juga mempunyai

beberapa penyulit atau komplikasi, adapun komplikasi infeksi saluran kemih

antara lain gagal ginjal akut, urosepsis, nekrosis pepilla ginjal, terbentuknya batu

20
ginjal, suprasi atau pembentukan abses dan granuloma. Gagal ginjal akut

merupakan edema yang terjadi akibat inflamasi akut pada ginjal yang akan

mendesak sistem pelvikalises sehingga menimbulkan gangguan aliran urin, selain

itu urosepsis dapat menyebabkan nekrosis tubulus ginjal akut. Nekrosis papila

ginjal dan nefritis interstitialis merupakan infeksi ginjal pada pasien diabetes,

dimana sering menimbulkan pengelupasan papila ginjal dan nefritis interstialis.

Batu saluran kemih merupakan adanya papila yang terkelupas akibat infeksi

saluran kemih serta debris dari bakteri merupakan nidus pembentukan batu

saluran kemih. Selain itu beberapa kuman yang dapat memecah urea mampu

merubah suasana pH urin menjadi basa yang memungkinkan berbagai unsur

pembentuk batu mengendap di dalam urine dan membentuk batu pada saluran

kemih. Supurasi merupakan infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal sehingga

dapat menimbulkan abses pada ginjal dan meluas ke rongga perirenal dan bahkan

pararenal, demikian pula yang mengenai prostat dan testis dapat menibulkan abses

pada prostat dan abses testis (Rani, 2018).

3.9 Prognosis

Prognosis ISK tergantung pada Respon terapi, sensitivitas mikroba, ada

tidaknya komplikasi, dan ada tidaknya kelainan anatomi pada penderita ISK. ISK

tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis yang lebih baik bila dilakukan

pengobatan difase akut yang adekuat dan disertai engan pengawasan terhadap

kemungkinan infeksi berulang. (PPK, 2019)

21
B. Akut Kidney Injury

Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga 6

minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,

diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/

tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Akut kidney injury (AKI)

ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa

jam sampai hari.(KDIGO,2012)

AKI merupakan kelainan ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam

yang diketahui melalui pemeriksaan darah, urin, jaringan atau radiologis. (PPK,

2019)

Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :

1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)

2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)

3. Obstruksi renal akut (post renal)

- Bladder outlet obstruction (post renal)

- Batu, trombus atau tumor di ureter

1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)

Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg)

serta berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi

tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent mengalami

vasokonstriksi,

22
terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air.

Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional dimana

belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. (Brady,2005)

2. Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal) Gagal ginjal

akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit parenkim

ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal

ginjal akut inta renal, yaitu :

a. Pembuluh darah besar ginjal

b. Glomerulus ginjal

c. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut

d. Interstitial ginjal Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi

adalah nekrosi tubular akut disebabkan oleh keadaan iskemia dan

nefrotoksin. (Brady,2005)

3. Gagal Ginjal Akut Post Renal, GGA post-renal merupakan 10% dari

keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intrarenal

dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat,

oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi

ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor,

batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan

retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor,

hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA postrenal

terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter

bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak

berfungsi. (Brady,2005)

23
Kriteria Diagnosis AKI menurut the International Kidney Disease :

Improving global outcomes (KDIGO) sebaga berikut :

- Peningkatan serum kreatinin ≥ 0,3 mg/dL (≥26,5µmol/L) dalam 48 jam

atau

- Peningkatan SCr ≥ 1,5 x baseline, yang terjadi atau diasumsikan terjadi

dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya ; atau

- Volume urin < 0,5 mL/kgBB/jam selama > 6 jam (PPK,2019)

Pendekatan Daignosis

a) Anamnesis

- Suspek prerenal azotemia : muntah, diare, poiuri akibat glikosuria, riwayat

konsumsi obat diuretik, NSAID, ACE inhibitor, dan ARB

- Kolik pinggang yang menjalar ke genitalia sugestif obstruksi ureter

- Nokturia

- Riwayat penyakit prostat, batu ginjal atau keganasan pelvis atau paraaorta

Suspek post-renal

b) Pemeriksaan Fisik

- Hipotensi ortostatik, takikardi, turgor kulit menurun, tekanan vena

jugularis menurun, membran mukosa kering.

- Perut kembung dan nyeri suprapubik pemesaran kandung kemih

- AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru atau sinusitis sugestif

vaskulitis

- Reaaksi idiosinkrasi (demam, atralgia, rash kemerahan yang gatal)

suspek nefritis interstitial alergi

c) Pemeriksaan Penunjang

24
- Laboratorium : darah perifer lengkap, urinalisis, sedimen urin, serum

ureum, kreatinin, asam urat, kreatinin kinase, elektrolit, LDH , BUN,

ANAs

- Radiologi : USG ginjal dan traktus urinarius, CT scan, pielografi antegrad

atau retograd, MRI

C. Hipokalemia

Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5

mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya

gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Ginjal, sebagai penentu utama

homeostasis K+ eksternal, mengeluarkan hampir 90% asupan harian. Tubulus

kontortus proksimal menyerap kembali sekitar 2/3 filtrat, juga menyerap kembali

sekitar 2/3 (70%) K+ yang disaring. Anamnesis harus berfokus pada obat-obatan

(khususnya obat pencahar, diuretik, antibiotik), diet, kebiasaan makan, dan/atau

gejala yang mengarah pada etiologi tertentu (misalnya kelemahan periodik,

muntah, dan diare). (Nathania, 2019)

Derajat Hipokalemia antara lain :

1. Hipokalemia ringan: kadar serum 3-3,5 mEq/L.

2. Hipokalemia sedang: kadar serum 2,5-3 mEq/L.

3. Hipokalemia berat: kadar serum < 2,5 mEq/L.

4. Hipokalemia <2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan

mengancam jiwa.

Tingkat keparahan klinis hipokalemia cenderung sebanding dengan derajat

dan durasi deplesi serum kalium. Gejala umumnya muncul apabila serum kalium

25
di bawah 3,0 mEq/L, kecuali jika penurunan kadar kalium mendadak atau pasien

memiliki faktor komorbid, contohnya kecenderungan aritmia. Gejala biasanya

membaik dengan koreksi hipokalemia. (Nathania, 2019)

Pendekatan Daignosis

a) Anamnesis

- Tanda dan gejala : keletihan, kelemahan otot, kram kaki otot lembek atau

kendur, mual, muntah, parestesi, peningkatan efek digitali, poliuri karena

penurunan konssntrasi urin,

- Riwayat atau faktor risiko : riwayat hiperaldosteronisme, pemakaian

diuretik atau adanya pengeluaran urin yang abnormal

b) Pemeriksaan fisik

- Bising usus menurun

- Nadi melemah

- Penurunan refleks dan tonus otot

c) Pemeriksaan penunjang

- Kalium serum : < 3,5 meq/L

- Analisa gas darah : alkalosis metabolik

- EKG : depresi segmen ST, gelombang T datar, adanya gelombang U,

disritmia ventrikel. (PPK,2019)

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus Tn S mengalami Infeksi Saluran Kemih bawah dimana gejala

yang ditemukan pada Tn S. Dengan gejala khas kencing tertahan atau kencing

keluar sedikit secdikit dimana keadaan ini merupakan retensi urine yakni

ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam

buli-buli sehingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui, sehingga pasien

merasa nyeri saat dilakukan pemeriksaan fisik pada palpasi abdomen bagian

suprapubik. Selain karena faktor buli-buli, faktor lain penyebab terjadinya retensi

urin juga adanya penyumbatan pada uretra, dimana kontraksi buli-buli yang tidak

adekuat, atau tidak adanya koordinasi antara buli-buli dan uretra dapat

menimbulkan terjadinya retensi urin yang jika tertahan lama didalam buli-buli

menyebabkan terjadi infeksi saluran kemih. Ditunjang dengan hasil lab DL yang

menunjukkan adanya infeksi dengan peningkatan leukosit sehingga pasien

merasakan demam, sedangkan hasil lab UL ditemukan proteinuria, leukosituria

dan leukosit 40-45/LPB yang menunjukkan adanya infeksi pada urin dan diagnosa

pasti ditemukannya bakteriuria pada biakan urin sebagai penyebab adanya infeksi

bakteri sehinnga penatalaksanaan yang diberikan dengan pemberian antibiotik.

27
Dari hasil pemeriksaan lab DL juga ditemukan peningkatan pada BUN dan

Serum Kreatinin sebagai parameter digunakan untuk mengukur fungsi ginjal

melalui pengukuran glomerulus filtration rate (GFR), Penurunan fungsi ginjal juga

meningkatkan kadar urea plasma karena ekskresi urea dalam urin menurun.

Peningkatan BUN dengan peningkatan kadar kreatinin plasma dapat terjadi pada

gangguan pasca-renal. Keadaan ini dapat diperkuat dengan hasil anamnesa yang

didapat yaitu adanya riwayat kebiasaan lama minum jamu-jamuan tetapi pasien

mengatakan tidak sering. Tetapi hasil USG Tn.S tidak ditemukan kelainan dalam

batas normal.

Selain itu dari hasil pemeriksaan lab DL ditemukan hipokalemia yang

sedikit rendah, yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau

adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Sedangkan Ginjal, sebagai

penentu utama homeostasis K+ eksternal, mengeluarkan hampir 90% asupan

harian. Dan dalam keadaan fungsi ginjal yang kurang baik maka terjadi defisiensi

Kalium akibat dari penurunan sekresi dan reabsorbsi. Dalam tubuh manusia

Kalium masuk ke dalam sel-sel juga dengan cara difusi dan membutuhkan proses

metabolisme yang aktif. Kalium dibuang melalui urine dengan cara sekresi dan

penyaringan, dan sebagian kecil dibuang melalui feces. Penatalaksanaannya

dengan diberikan KSR sebagai pengganti kalium yang hilang.

28
DAFTAR PUSTAKA

Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo

DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of

internal medicine. Ed 16. New York: 28 McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53

Flores-Mireles et all. 2015. Urinary tract infections: epidemiology, mechanisms of

infection and treatment options. Hultgren Department of Molecular

Microbiology and Center for Women’s Infectious Disease Research,

Washington University School of Medicine, Box 8230, 660 South Euclid

Avenue, St. Louis. USA. HHS Public Access

G. Bonkat dkk. 2018. EAU Guidelines on Urological Infections. European

Association of Urology

Idrus A, Simon S, Rudy H, Juferdy K, Dicky L. 2019. Penatalaksanaan di Bidang

Penyakit Dalam PANDUAN PRAKTIK KLINIS. Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesi. Jakarta. Interna Publising. Cetakan ke 4

halaman 379-381, 418-420

Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice

Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012.

Vol.2. 19-36

29
Nathania, Maggie. 2019. Hipokalemia – Diagnosis dan Tatalaksana. Alumna

Universitas Pelita Harapan, Indonesia. Akreditasi PP IAI. CDK-273/ vol. 46

no. 2 th. 2019 (diakses tanggal 10-november-2020

file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Packages/Microsoft.MicrosoftEdge_8

wekyb3d8bbwe/TempState/Downloads/519-873-1-SM%20(1).pdf)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK Indonesia NOMOR

2406/MENKES/PER/XII/2011 (diakses tanggal 10-november-2010

https://drive.google.com/file/d/1Pu31AVV9ZFOmInIWyixNwj5mzAt_mkX

w/view)

Rani Purnama Sari, Muhartono. 2018. Angka Kejadian Infeski Saluran Kemih

(ISK) dan Faktor Resiko yang Mempengaruhi Pada Karyawan Wanita di

Universitas Lampung

30

Anda mungkin juga menyukai