Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KASUS

I.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. B
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Alamat : Cerme, Gresik
Pekerjaan : Swasta

I.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada mata kiri
Riwayat penyakit sekarang:

Tn. A datang dengan keluhan mata kiri terasa nyeri, adanya sensasi rasa
silau saat melihat cahaya, keluar air mata berlebih, sulit untuk membuka
mata, dan bengkak sejak 5 hari yang lalu. Awalnya pasien pulang dari
memancing mengendarai sepeda motor lalu pasien mengatakan kalau
mata terasa ngeganjel seperti kemasukan binatang, Pasien telah datang ke
poliklinik mata dan mendapat terapi. Riwayat pasien mengucek mata (+),
mata merah (+), pandangan kabur (+), nyeri kepala (-), mual muntah (-).

Riwayat penyakit Dahulu:

- DM (-)

- HT (-)

- Pasien tidak pernah seperti ini sebelumnya

Riwayat penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga menderita sakit seperti ini.

1
1.3 Pemeriksaan Fisik

I. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Tampak sakit


ringan Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah 128/80 mmHg
Nadi 60 kali /
menit RR 18 kali /
menit Suhu 36˚ C

II. Status Generalis

Kepala : Normocephali

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba

Jantung : Tidak diperiksa

Paru : Tidak diperiksa

Abdomen : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Akral superior: hangat (+/+), edema (-/-), inferior: hangat


(+/+), edema (-/-)

Status Oftalmologis :
Visus
Pemeriksaan OD OS
Visus 6/6 2/60
Posisi Bola Mata Ortoforia Ortoforia

Gerak bola mata

2
Segmen Anterior
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Superior Edema (+) Edema (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Palpebra Inferior Edema (+) Edema (+)
Hiperemis (-) Hiperemi (-)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Konjungtiva Palpebra Hiperemi (+) Hiperemi (-)
Superior Sekret (-) Sekret (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Konjungtiva Palpebra Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Inferior Sekret (-) Sekret (-)
Sikatrik () Sikatrik (-)
Konjungiva Bulbi Hiperemi (+) Hiperemi (+)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (+)
Kornea Edema (-) Edema (-)
Erosi (-) Erosi (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (+)
Puss (-) Puss (+)
Bilik Mata Depan Dalam Dalam
Iris Coklat tua Coklat tua
Pupil Isokor Isokor
Refleks pupil (+) Refleks pupil (+)
Sinekia posterior (-) Sinekia posterior (-)
Lensa Jernih Jernih

Pemeriksaan Obyektif

3
JENIS PEMERIKSAAN OD Os

1. Slit Lamp Kornea Normal Infiltrat


COA Cukup dalam Cukup dalam

Iris Normal Normal


Lensa Jernih Jernih
Konjungtiva bulbi Injeksi silier (+) -

1.3 Resume

Tn. B datang dengan keluhan nyeri pada mata kiri, fotofobia, blepharospasme,
epifora, edema, dan penglihatan kabur sejak 5 hari yang lalu. Pasien telah datang
ke poliklinik mata dan mendapat terapi. Pasien didapatkan riwayat mengendarai
sepeda motor dan seperti kemasukan binatang kedalam matanya, pada
pemeriksaan didapatkan gambaran putih pada kornea bagian bawah. Tidak
didapatkan riwayat mata merah berulang, penggunaan kortikosteroid, atau
keluarga yang sakit seperti ini sebelumnya.
Status generalis : Dalam batas normal
Status optalmikus : Visus OD: 6/7, OS: 6/6 , Hiperemi konjungtiva bulbi +,
finfiltrate +, dan puss pada BMD + pada pemeriksaan slit lamp, fluoresin test +

1.4 . Diagnosis
OS Ulkus kornea ec Hipopion
DD : Uveitis anterior, keratitis fungal

1.5 Terapi
- Rawat inap
- Levofloxacin 1 tts/jam
- Ceftriaxon 2 x 1gr
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
- Bebat mata

1.6 Edukasi

4
- Minum dan pakai obat secara teratur
- Memakai kaca mata pelindung

1.7 Prognosis

Prognosis ulkus kornea bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi.
Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki respon yang baik terhadap
terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam atau dengan keterlibatan sklera maupun
intraokular lebih sulit untuk ditangani.

BAB II

DISKUSI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

5
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan
lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea
merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma
yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui


berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada
endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.

Anatomi Bola

Gambar 2.1 Anatomi Mata

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:


1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
6
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
 kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
 kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

7
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.

Gambar 2.2 Lapisan Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.

8
2.2 Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus
kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.

2.3 Epidemiologi

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi


ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa
kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari
ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.

9
2.4 Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak


segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.

10
2.5 Etiologi

a. Infeksi

 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies


Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang
keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P
aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk
disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya
varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa
kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Non-Infeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.

11
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada
kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin
A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

2.6 Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus Kornea Sentral

12
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke
arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan
berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar
ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang
dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna
putik kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah
sentral kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam
kornea. Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam
waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan
kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus
ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang

banyak.

Gambar 2.3 Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 2.4 Ulkus Kornea


Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea


sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu
jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus
Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna
kekuning-kuningan. Penyebaran

13
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.

b. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang
dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak
lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala
kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

14
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

Gambar 2.6 Ulkus Kornea Dendritik Gambar 2.7 Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 2.8 Ulkus Kornea Acanthamoeba

2. Ulkus Kornea Perifer


a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada
15
infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada
influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang
berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada
penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain

Gambar 2.9 Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah
teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya
menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.

Gambar 2.10 Mooren's Ulcer

16
BAB III
PEMBAHASAN

Ulkus Kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea adalah suatu kondisi yang berpotensi
menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan secara langsung.
Ulkus Kornea bisa disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur ,virus dan
Acanthamoeba), noninfeksi seperti bahan kimia bersifat asam atau basa tergantung
PH, radiasi atau suhu, Sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin, obat- obatan, pajanan
(exposure), neurotropik dan juga bisa disebabkan oleh pengaruh sistem imun
(Reaksi Hipersensitivitas).
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis riwayat pasien adakah trauma, benda asing, abrasi, dan riwayat
penyakit mata merah sebelumnya, riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan

manajemen klinis Perdami. Jakarta: PP Perdami. 2006. h 30-33.

2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17.

Jakarta: EGC. 2009. h 125-49.

3. RISKESDAS 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes

RI, Jakarta, 2013

4. Mariotti SP, Global Data on Visual Impairment 2010, WHO, Geneva, 2012

5. Ilyas S. Trauma Kimia. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta, 2010. 271-273

6. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu

Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,

Penerbit Sagung Seto, Jakarta, 2002

7. Corneal ulcer and infections, Vorvick LJ, 13th Dec 2014

18

Anda mungkin juga menyukai